Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Hubungan Disfungsional Family dan Triangular of Love pada Remaja yang Sedang Menjalin Hubungan Romantis Sudrajat, Zahra Kayla; Sahrani, Riana
YASIN Vol 5 No 6 (2025): DESEMBER
Publisher : Lembaga Yasin AlSys

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58578/yasin.v5i6.8243

Abstract

Adolescence is a developmental phase characterized by identity formation, emotion regulation, and increasingly complex interpersonal relationships, in which family experiences play a crucial role in shaping the dynamics of romantic relationships, including how adolescents develop intimacy, passion, and commitment as described in Sternberg’s Triangular Theory of Love. Although dysfunctional families are known to disrupt emotional development and relationship quality, studies that specifically examine how such conditions affect the components of love in adolescents remain limited. This study aims to determine the relationship between family dysfunction and the Triangular Theory of Love among adolescents who are currently in romantic relationships. A quantitative method with purposive sampling was employed, involving 280 adolescents aged 17–24 years who met the research criteria. Data were collected through an online questionnaire using the Family Assessment Device (FAD) to measure the level of family dysfunction and Sternberg’s Triangular Love Scale (STLS) to measure intimacy, passion, and commitment, and were then analyzed through validity and reliability testing, assumption testing, and Pearson correlation analysis. The results show that most respondents fall into the low family dysfunction category and report generally high love quality, particularly in the dimensions of intimacy and commitment. Correlation analysis reveals a significant negative relationship between family dysfunction and love quality (r = –0.199; p < 0.001), indicating that the higher the level of family dysfunction, the lower the quality of intimacy, passion, and commitment in adolescents’ romantic relationships. These findings underscore the importance of functional family conditions in fostering healthy romantic relationship quality among adolescents and provide an empirical basis for the development of family-based interventions and adolescent mentoring programs in educational and psychosocial service contexts.
Hubungan antara Motives dengan Problematic Smartphone Use (PSU): A Systematic Review Ramadhan, Rusydian; Rachmasari, Chintya; Sudrajat, Zahra Kayla; Mote, Elvine Semulin; Susanto, Audrey Valencia; Heng, Pamela Hendra; Idulfilastri, Rita Markus
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.4072

Abstract

Motives merupakan alasan seseorang melakukan perilaku yang mencerminkan kebutuhan dan keinginan untuk dipenuhi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa motives berperan penting dalam memunculkan problematic smartphone use (PSU). Namun, pemahaman mengenai perbedaan hubungan motives dengan PSU berdasarkan jenis kelamin maupun pengaruhnya terhadap penggunaan jenis konten smartphone tertentu masih terbatas. Penelitian ini bertujuan melakukan systematic review untuk menyatukan temuan yang ada terkait hubungan motives dengan PSU. Pencarian literatur dilakukan melalui Google Scholar dan Semantic Scholar dengan rentang waktu 2024 hingga 2025, menggunakan kombinasi kata kunci terkait PSU dan motives. Seleksi artikel mencakup publikasi berbahasa Indonesia atau Inggris, berstatus full-text dan open access, serta terindeks pada jurnal Quartile 1 (Q1) hingga Quartile 4 (Q4) atau Sinta 1 (S1) hingga Sinta 4 (S4). Hasil analisis terhadap 17 artikel menunjukkan bahwa motives yang memicu PSU meliputi faktor psikologis seperti desire thinking dan rumination serta faktor lingkungan seperti cumulative ecological risk, insecure attachment, pola asuh negatif, dan pengalaman masa kecil yang buruk. Perbedaan berdasarkan jenis kelamin tampak pada perempuan yang lebih rentan terhadap disrupsi hubungan orangtua-anak akibat technoference, sementara laki-laki lebih mudah mengalami ketergantungan pada smartphone. Selain itu, motives tertentu berhubungan dengan penggunaan konten spesifik, seperti fear of missing out (FOMO) dan kebutuhan interaksi sosial pada media sosial, serta dorongan dokumentasi dan promosi diri pada Instagram. Kajian ini menekankan perlunya penelitian lanjutan dengan basis data yang lebih luas, mempertimbangkan faktor demografis lain, dan mengeksplorasi berbagai platform digital agar pemahaman mengenai peran motives dalam terbentuknya PSU menjadi lebih komprehensif.