Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

KEMAMPUAN MENGONTROL DIRI MAHASISWA KEDOKTERAN DALAM BELAJAR, PENGERJAAN TUGAS, DAN PENGGUNAAN GAWAI Christy, Christy; Sahrani, Riana; Heng, Pamela Hendra
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7576.2020

Abstract

Academic burnout was a problem in the world of education that was often experienced by medical students.  Educational demands and numerous assignments often caused medical students to felt overwhelmed and experience academic burnout. Uniquely, there were previous studies which found that in the midst of high activity, medical students still had time to access their smartphones. When students spend most of their time for smartphone used rather than their daily activities, students will have the potential to experience problematic smartphone used, which could have a negative impact on their study and daily routines. This problem became more interesting to be discussed considering current situation, in which almost everyone had their own smartphone and often relies on the smartphone for information or leisure purposes. This researched was conducted to examine the role of problematic smartphone used on academic burnout in medical students. Quantitative research using convenience sampling method was conducted to answer the question.  The participants of this study were 401 medical students.  Result showed that problematic smartphone use had a significant role on academic burnout in medical students (β = 0. 41, t = 8. 84). The result means an increase score on problematic smartphone use will be followed by an increase score on academic burnout, and vice versa. Academic burnout merupakan suatu masalah dalam dunia pendidikan yang seringkali dialami oleh mahasiswa kedokteran. Hal ini ditandai dengan rasa kewalahan, sinis, dan rasa tidak mampu untuk menjalani studi. Tuntutan pendidikan dan banyaknya tugas seringkali membuat mahasiswa kedokteran merasa kewalahan dan mengalami academic burnout. Uniknya, terdapat penelitian terdahulu yang menemukan bahwa di tengah kesibukan yang tinggi, mahasiswa kedokteran masih memiliki waktu untuk mengakses atau memainkan gawai yang dimilikinya. Ketika mahasiswa mengakses gawai dengan intensitas dan durasi yang terlalu panjang, mahasiswa akan memiliki potensi untuk mengalami problematic smartphone use, yang dapat memberikan dampak negatif bagi perkuliahan mahasiswa kedokteran. Masalah ini tentunya semakin menarik untuk dibahas mengingat saat ini setiap orang memiliki gawai dan seringkali bergantung pada gawai yang dimiliki untuk kebutuhan informasi ataupun untuk mengisi waktu luang. Penelitian ini dilakukan untuk menguji peran problematic smartphone use terhadap academic burnout pada mahasiswa kedokteran. Penelitian dengan teknik convenience sampling dilakukan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini. Partisipan penelitian ini adalah 401 mahasiswa kedokteran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problematic smartphone use memiliki peran signifikan terhadap academic burnout pada mahasiswa kedokteran (β = 0.41, t = 8.84).  Hal ini berarti peningkatan skor problematic smartphone use akan diikuti dengan peningkatan skor academic burnout mahasiswa kedokteran. Sebaliknya, penurunan skor problematic smartphone use akan diikuti juga dengan penurunan skor academic burnout mahasiswa kedokteran.
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DAN REGULASI EMOSI SISWA SEKOLAH DASAR Angelia, Mikha; Tiatri, Sri; Heng, Pamela Hendra
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.8252.2020

Abstract

Emotional regulation is an individual’s ability to regulate emotions. Individual regulate his/her emotion to be able to control his/her life. In practice, the ability of emotional regulation can be influenced by various factors. One of the factors that can influence the process of emotional regulation is the level of religiosity. In this study, researchers aimed to be able to see the relationship of students’ religiosity on emotional regelation possessed by students. This study involved 319 elementary school students in SD X. Participants were given a set of assessments to measure the level of religiosity and emotional regulation. Religiosity is measured by using the Dimension Religiosity Scale to measure preoccupation, conviction, emotional involvement, and guidance. To measure emotional regulation, researchers used the Emotion Regulation Questionnaire for Children and Adolescent (ERQ-CA) to measure the level of cognitive reappraisal and expressive suppression possessed by students. Data was analysised using correlation test  in SPSS version 23. From the results of the correlation test conducted found that there is a significant relationship between the variables of religiosity and emotional regulation (r = 0.248, with p < 0.05). This shows that if the level of religiosity students have is high, the ability of students to regulate emotions will be better. Regulasi emosi adalah suatu kemampuan individu dalam mengatur emosi. Setiap orang melakukan regulasi emosi untuk dapat mengendalikan hidupnya. Dalam praktiknya, kemampuan regulasi emosi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses regulasi emosi adalah tingkat religiusitas yang dimiliki individu tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan mengkaji hubungan antara religiusitas siswa dengan regulasi emosi yang dimiliki oleh siswa. Penelitian ini melibatkan 319 siswa-siswi Sekolah Dasar di sekolah X. Partisipan diberikan satu set asesmen untuk mengukur tingkat religiusitas dan regulasi emosi. Religiusitas diukur dengan menggunakan Dimension Religiousity Scale untuk mengukur preoccupation, conviction, emotional involvement, dan guidance. Untuk mengukur regulasi emosi, peneliti menggunakan Emotion Regulation Questionnaire for Children and Adolescent (ERQ-CA) untuk mengukur tingkat kemampuan cognitive reappraisal dan expressive suppression yang dimiliki oleh siswa. Analisis data menggunakan uji korelasi dengan menggunakan SPSS versi 23. Dari hasil uji korelasi yang dilakukan, didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabe religiusitas dan regulasi emosi (r = 0,248, p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat religiusitas yang dimiliki siswa, maka makin tinggi pula kemampuan siswa dalam meregulasi emosi.
OVERVIEW OF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING AND FORGIVENESS OF CHRISTIAN YOUTH IN NORTH SUMATERA Pamela Hendra Heng; Desiree Gracia Nelwan; Septi Lathiifah
MAHABBAH: Journal of Religion and Education Vol 2, No 2 (2021): MAHABBAH: Journal of Religion and Education, Vol.2, No.2 (July 2021)
Publisher : Scriptura Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47135/mahabbah.v2i2.28

Abstract

The entire world is being attacked by a pandemic outbreak of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) or what we know as COVID-19. The Indonesian government policy of limiting the crowd of people when socializing affects various activities of young people at church, including in North Sumatera. This causes the psychological well-being (PWB) of the youth to be disturbed. Research shows Christian youths carry out activities such as wasting time on social media and online games that may lead to gambling (Jap et al., 2013) while neglecting their education, which is contrary to Christian teachings. Constantly pressured for neglecting responsibility and doing sins may affect PWB in youth, and forgiveness from God, their family and themselves may help increase PWB. Pre and post-test of PWB and forgiveness are administered. The instrument used is the PWB questionnaire based on Ryff's (1995) theory and TRIM-18 based on McCullough and Hoyt (2002). The subjects are adolescents and young adults aged 11-40 years in North Sumatera. Results show that both variables are high. There were differences based on participants’ educational background and whether or not the participants read the bible everyday in the PWB post-test data. As for the forgiveness, results show that there were differences based on educational background and occupation in the pre-test data, while in the post-test data, there is a difference based on how many times an individual reads the bible in a day.
PERAN KECERDASAN EMOSI DAN EFIKASI DIRI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR TERHADAP KESULITAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR SISWA Susi Handayani Br. Lubis; Riana Sahrani; Pamela Hendra Heng
Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender JURNAL HARKAT : MEDIA KOMUNIKASI GENDER, 16(2), 2020
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/harkat.v16i2.16144

Abstract

Abstract. This study aims to determine the role and extent the contribution of emotional intelligence variable, career decision making self-efficacy and career exploration as a mediator on the career decision making difficulties of Students in high school. The approach used in this study is a correlational quantitative approach. The subjects in this study are 368 high school students of grade XI in South Jakarta, South Tangerang and Depok. This study uses a non-random sampling technique. Analysis of the try out result implements SPSS V.23 data processing application. The results of the reliability test with Cronbach's Alpha coefficient are in the range of .770 to .902 (α> .50). The actual data is tested for the validity of statement items using Confirmatory Factor Analysis (CFA) using MPlus Ver processing software. 8.2. Hypothesis testing uses path analysis model testing using Mplus 7.0 software. It was found that the significance of emotional intelligence on the career decision making difficulties with a value of 0.944> 0.05. Career decision making self-efficacy with a significance of P-Value 0.000 <0.05. Career exploration with a significance of P-Value 0.141> 0.05. The results of the study show that career exploration testing has not been able to become a mediator between emotional intelligence and self-efficacy in career decision making towards the difficulties of career decision making. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan seberapa besar sumbangsih variabel kecerdasan emosi, efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir dan eksplorasi karir sebagai mediator terhadap kesulitan pengambilan keputusan siswa pada Siswa SMA. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif korelasional. Subjek dalam penelitian ini menggunakan 368 orang siswa kelas XI SMA di Jakarta Selatan, Tangerang Selatan dan Depok. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-random sampling. Analisis data yang digunakan untuk data hasil try out menggunakan SPSS V.23. Adapun hasil uji reliabilitas dengan koefisien Alpha Cronbach berada pada rentang .770 hingga .902 (α > .50). Data sebenarnya dilakukan uji validitas butir pernyataan  menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan menggunakan software pengolahan MPlus Ver. 8.2. Uji hipotesis menggunakan pengujian model path analysis menggunakan software Mplus 7.0. Didapatkan bahwa signifikansi kecerdasan emosi terhadap kesulitan pengambilan keputusan karir denganp value 0.944 > 0.05. Efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir dengan signifikansi P-Value 0.000 < 0.05. Ekplorasi karir dengan signifikansi P-Value 0.141 > 0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian eksplorasi karir belum mampu menjadi mediator antara kecerdasan emosi dan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir terhadap kesulitan pengambilan keputusan karir. 
RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL WELL-BEING AND QUALITY OF LIFE OF UNIVERSITY X STUDENTS DURING COVID-19 Pamela Hendra Heng; Septi Lathiifah; Franklin Hutabarat
QUAERENS: Journal of Theology and Christianity Studies Vol 3 No 2 (2021): QUAERENS: Journal of Theology and Christianity Studies
Publisher : Widya Agape School of Theology and Indonesia Christian Theologians Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46362/quaerens.v3i2.53

Abstract

During the COVID-19 pandemic, many daily activities are carried out from home. Likewise, educational activities are carried out at home online. This reduces physical activity and can lead to decrease physical and spiritual health. The purpose of this study was to determine the relationship between spiritual well-being and quality of life in university students during the COVID-19 pandemic. Participants in this study consisted of 54 men and women with an age range of 19 years to 22 years. This research is non-experimental quantitative research with a sampling technique using purposive sampling. The measuring instrument used to measure spiritual well-being is the spiritual well-being questionnaire (SWQ) compiled by Gomez and Fisher and the measuring instrument for measuring the quality of life uses the Indonesian version of the WHOQOL-BREF measuring instrument, which was developed by Purba et al. The results showed that there was a positive relationship between spiritual well-being and quality of life in students during the COVID-19 pandemic (p= 0.000 < 0.05), the higher the spiritual well-being of students, the higher the quality of life of students. Additional data analysis was carried out to look for different tests, based on the results of the study there were differences in quality of life-based on gender.
KECEMASAN MAHASISWA SELAMA PEMBELAJARAN JARAK JAUH PADA MASA PANDEMI COVID-19 Hartinah Dinata; Sri Tiatri; Pamela Hendra Heng
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i2.11786.2021

Abstract

The COVID-19 pandemic (Coronavirus Disease 2019) is an epidemic that is occurring worldwide and causing a number of psychological reactions and mental health. In response to the outbreak, the government established ‘Pembelajaran Jarak Jauh’ (PJJ). However, PJJ has had a number of negative effects. In addition, students are also prone to experiencing anxiety. There is increasing attention to the mental health of students at the higher education due to the COVID-19 situation. This study aims to determine the impact of the COVID-19 pandemic on student mental health, especially anxiety among students in Indonesia. The study was conducted using an online survey, with an anxiety scale from the DASS (Depression Anxiety Stress Scale), and a questionnaire related to the anxiety. The participants were 166 active undergraduate (S-1) students who were doing PJJ. The results showed that most students experienced extremely severe level of anxiety (44%). The anxiety that students experience might come from the COVID-19 pandemic situation, and the PJJ situation. Most of the students were worried that they would be infected by COVID-19 (83.13%). In addition, students also experience anxiety about the PJJ activities. They feel more anxious about carrying out academic activities compared to the period before the pandemic (76.5%). In addition, there are several conditions that affect student anxiety, such as: (a) feeling bored and less enthusiastic about online learning activities (78.31%); (b) the signal is bad, the quota runs out (68.67%), and (c) there is a lot of disturbance to the surrounding environment when online classes (67.47%). This state of academic anxiety is considered disturbing for students. Pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) merupakan epidemi yang terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan sejumlah reaksi psikologis dan kesehatan mental. Dalam menanggapi adanya wabah yang sedang merebak, pemerintah menetapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Namun demikian, PJJ menyebabkan sejumlah dampak negatif. Selain itu, mahasiswa juga rentan mengalami kecemasan. Terjadi peningkatan perhatian terhadap kesehatan mental siswa pada tingkat pendidikan tinggi karena situasi COVID-19. Penelitian ini berusaha mengetahui dampak pandemi COVID-19 pada kesehatan mental mahasiswa, khususnya kecemasan pada mahasiswa di Indonesia. Penelitian dilakukan menggunakan online survey, dengan skala kecemasan dari DASS (Depression Anxiety Stress Scale), dan survey terkait kecemasan yang mahasiswa rasakan yang diciptakan peneliti. Partisipan berjumlah 166 mahasiswa aktif Strata 1 (S-1) yang sedang melakukan PJJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengalami kecemasan dengan tingkat sangat parah (44%). Kecemasan yang dialami siswa dapat berasal dari situasi pandemi COVID-19 dan situasi PJJ. Sebagian besar mahasiswa cemas akan terjangkit COVID-19 (83,13%). Selain itu, mahasiswa juga mengalami kecemasan mengenai kegiatan PJJ yang berlangsung. Mereka merasa lebih cemas dalam menjalankan kegiatan akademik dibandingkan dengan masa sebelum pandemi (76,5%). Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi kecemasan mahasiswa, seperti: (a) perasaan bosan dan kurang antusias mengenai kegiatan belajar online (78,31%); (b) sinyal buruk, kuota habis (68,67%), dan (c) banyaknya gangguan lingkungan sekitar ketika sedang kelas online (67,47%). Keadaan kecemasan akademik ini dianggap mengganggu bagi mahasiswa.
PENERAPAN PROGRAM THE GOOD BEHAVIOR GAMES (GBG) UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA BYSTANDER Yunike Putri; Sri Tiatri; Pamela Hendra Heng
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i1.7712.2020

Abstract

Bullying is not only affects victims of bullying, but it can also affect students who witness bullying (bystander). The role of the bystander becomes very important because as someone who often witnesses the bullying, they can prevent the incident. A bystander who is often passive in stopping bullying has been found to have a low quality prosocial behavior. In doing prosocial behavior, one of very important thing to do is to give reinforcement to children. In the Good Behavior Games (GBG) program, students in groups will be given instructions in a game to do various prosocial behavior. Students will be given reinforcement, which is the compilation of rewards if they can show the expected behavior. The purpose of this research is to examine whether the implementation of the Good Behavior Games (GBG) program can increase prosocial behavior of bystander in 6th grade students. This study used an experimental design of one group pre-test post-test involving 27 participants who were identified as bystanders. The sampling technique in this study used purposive sampling. Measurements in this study used a Prosocial Behavior measurement tool developed by Knafo Noam et al. The GBG implementation was carried out in 22 sessions. The results showed that the Good Behavior Games intervention program was able to increase prosocial behavior of bystanders. Kejadian bullying tidak hanya mempengaruhi korban bullying, tetapi hal tersebut juga dapat memengaruhi siswa-siswa yang menyaksikan kejadian bullying (bystander). Peran bystander menjadi sangat penting, karena sebagai seseorang yang seringkali menyaksikan bullying, mereka dapat mencegah kejadian tersebut. Seorang bystander yang seringkali bersikap pasif dalam menghentikan bullying ditemukan memiliki kualitas perilaku prososial yang rendah. Dalam mengajarkan perilaku prososial, salah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan yaitu dengan memberikan reinforcement atau penguatan pada anak. Dalam program the Good Behavior Games (GBG) para siswa dalam kelompok diberikan instruksi untuk melakukan berbagai perilaku prososial dalam suatu permainan. Siswa diberi reinforcement, yaitu berupa reward ketika berhasil menunjukkan perilaku yang diharapkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah penerapan program the Good Behavior Games (GBG) dapat meningkatkan perilaku prososial pada bystander pada siswa kelas 6 SD. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen one group pre-test post-test dengan melibatkan 27 partisipan yang teridentifikasi sebagai seorang bystander. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Perilaku Prososial yang dikembangkan oleh Knafo Noam dkk. Pelaksanaan the GBG dilaksanakan sebanyak 22 sesi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian intervensi program the Good Behavior Games dapat meningkatkan perilaku prososial pada bystander.
PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KUALITAS HIDUP REMAJA PERKOTAAN Pamela Hendra Heng; Naomi Soetikno; Amala Fahditia
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.6599.2020

Abstract

In an effort to improve the progress of the Indonesian nation, it is necessary to pay attention to all levels of society, especially the young people who will be the pillars of the Indonesian nation in the future. One fourth of Indonesia's population is children and adolescents. Other studies have shown that parenting can influence a child's level of self-confidence, academic performance, and children's behavior. This research was to examine the "Role of Parents’ Parenting towards Urban Adolescents’ Quality of Life". A quantitative method with non-experimental was used and attended by 381 State High School students (SMAN), ages of 14-19 years in schools of X and Y in X city, namely 234 girls and 147 boys. Measuring instruments used are Youth Quality of Life (YQOL) and parenting measuring instruments that have been adapted. Based on the results of different tests on parenting parents with One-way Anova obtained values of F = 10,203, p = .000 <.05 for mothers’ parenting, and F = 6,146, p = .000 <.05 for fathers’ parenting, so there are significant differences between quality of life with parenting styles. The results showed that "authoritative" parenting has a high quality of life, where parents encourage, also provide limits, adolescents become independent individuals. Meanwhile, “neglectful” parenting has a low quality of life, lacks involvement in the lives of children, adolescents do not become independent individuals, less competent in socializing and lack of self-control. Dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa Indonesia perlu diperhatikan semua lapisan masyarakat, khususnya para remaja yang akan menjadi tiang tonggak bangsa Indonesia di masa mendatang. Seperempat dari penduduk Indonesia merupakan anak-anak dan remaja. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pola asuh orangtua dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan diri anak, performa dalam akademik, dan perilaku anaknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji “Peranan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kualitas Hidup Remaja Perkotaan.” Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan non eksperimental dan ini diikuti oleh 381 siswa SMAN berusia 14-21tahun di sekolah X dan Y di kota X, yakni 234 wanita dan 147 pria. Alat ukur yang digunakan adalah Youth Quality of Life (YQOL) dan alat ukur pola asuh yang telah diadaptasi. Berdasarkan hasil uji beda pada pola asuh orangtua dengan Oneway Anova diperoleh nilai F = 10.203, p = .000 < .05 untuk pola asuh ibu, dan F = 6.146, p = .000 < .05 untuk pola asuh ayah, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas hidup dengan pola asuh orangtua. Hasil penelitian menunjukkan, remaja dengan pola asuh orangtua yang “authoritative” memiliki kualitas hidup yang tinggi, dimana orang tua mendorong, juga memberikan batasan, remaja menjadi pribadi yang mandiri. Sementara, remaja dengan pola asuh orangtua yang “neglectful” memiliki kualitas hidup yang rendah, dimana kurang keterlibatan orangtua dalam kehidupan anak, remaja menjadi pribadi tidak mandiri, kurang kompeten bersosialisasi dan kurang pengendalian diri. 
PERAN REGULASI DIRI DALAM BELAJAR DAN KETERLIBATAN AKADEMIK TERHADAP INTENSI MENGUNDURKAN DIRI DENGAN RESILIENSI SEBAGAI MEDIATOR Pricilia Claudia Pattynama; Riana Sahrani; Pamela Hendra Heng
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v1i1.5629

Abstract

Pengunduran diri dari perkuliahan merupakan salah satu fenomena yang banyak terjadi pada mahasiswa, terutama mahasiswa strata 1 (S1) di institusi swasta. Penyebab utama fenomena ini adalah adanya intensi mengundurkan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran regulasi diri dalam belajar dan keterlibatan akademik terhadap intensi mengundurkan diri dari perkuliahan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menguji resiliensi sebagai variabel mediator. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan 348 mahasiswa yang terdaftar di sebuah Universitas di Jakarta, Indonesia sebagai partisipan penelitian. Partisipan penelitian berusia 18 hingga 25 tahun. Pengambilan data dilakukan menggunakan empat alat ukur yang diadaptasi dari instrumen sebelumnya. Alat ukur tersebut mengukur regulasi diri dalam belajar, keterlibatan akademik, resiliensi dan intensi mengundurkan diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi merupakan variabel mediator antara regulasi diri dalam belajar dan keterlibatan akademik terhadap intensi mengundurkan diri dari perkuliahan. Intensi tinggi untuk mengundurkan diri ditemukan pada mahasiswa di fakultas kedokteran serta mahasiswa tahun kedua. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa keterlibatan akademik paling berkontribusi terhadap intensi mengundurkan diri dibandingkan regulasi diri dalam belajar dan resiliensi. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa perlu meregulasi diri dalam perkuliahan, membangun rasa terlibat dengan proses studi, serta perlu memiliki resiliensi agar semakin memiliki intensi rendah untuk mengundurkan diri. Drop out of college students is a rising phenomenon, especially in private institution. The main cause of this phenomenon is drop out intention. The goal of this research was to investigate the role of self-regulated learning and academic engagement to predict college student drop out intention. Specifically, this research aim to test resilience as a mediator variable between self-regulated learning and academic engagement in drop out intention. This study conducted quantitative approach with 348 student enrolled in a University in Jakarta, Indonesia as participant. Participants’ age range from 18 to 25 years. Data collected from four instruments adapted from previous instrument measured self regulated learning, academic engagement, resilience and drop out intention. Result showed that resilience mediated self regulated learning and academic engagement to drop out intention. High level of drop out intention found in medical student and second year student. Academic engagement has the most contribution to drop out intention. Result showed that college student need to develop self-regulated learning, feel engage with their learning process in institution, and have resilience in order to reduce drop out intention.
DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI MEDIATOR PENGARUH RASA SYUKUR TERHADAP KEPUASAN HIDUP GURU PADA SAAT PEMBELAJARAN DARING Yulia Lestari Tarihoran; Pamela Hendra Heng; Sri Tiatri
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i2.12102.2021

Abstract

The Covid-19 pandemic resulted in new policies, one of which was to maintain physical distance.The application of maintaining physical distance has a huge impact in the world of education.This is due to the introduction of an online learning system. Teachers are the most affected.In desperate circumstances, teachers are required to transform face-to-face learning systems into online learning.Changes that occur suddenly affect the satisfaction of the teacher's life as a professional educator.No exception occurs in elementary school teachers.The difficulties experienced with the implementation of online learning systems cause discomfort.One way to reduce teacher discomfort is to practice gratitude.This study examined whether social support acted as a mediator of the influence of gratitude on the life satisfaction of elementary school teachers in South Tangerang.Life satisfaction measurements use the Satisfaction with Life Scale (SWLS) adaptation scale.Social support uses the Multidimentional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) adaptation scale Zimmet (1988).The adaptation scale of the Gratitude Questionnaire-Six Item Form (GQ-6) is used to measure gratitude.The results proved that social support mediated the influence of gratitude on life satisfaction in 125 elementary teachers in South Tangerang.The results support previous research in Korea (You et al., 2018), conducted on settings (COVID-19 pandemic) and different cultures. Pandemik Covid-19 menghasilkan kebijakan baru, salah satunya adalah menjaga jarak fisik. Penerapan menjaga jarak fisik sangat memiliki dampak dalam dunia pendidikan. Hal ini berimbas dengan diberlakukannya sistem pembelajaran daring. Guru merupakan pihak yang paling terkena dampak. Dalam keadaan terdesak, guru dituntut untuk mentransformasi sistem pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba memengaruhi kepuasan hidup guru sebagai tenaga pendidik profesional. Tidak terkecuali terjadi pada guru Sekolah Dasar. Kesulitan yang dialami dengan pemberlakuan sistem pembelajaran daring mengakibatkan ketidaknyamanan. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan guru adalah melatih rasa syukur. Penelitian ini menguji apakah dukungan sosial berperan sebagai mediator pengaruh rasa syukur terhadap kepuasan hidup guru SD di Tangerang Selatan. Pengukuran kepuasan hidup menggunakan skala adaptasi Satisfaction with Life Scale (SWLS). Dukungan sosial menggunakan skala adaptasi Multidimentional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) Zimmet (1988). Skala adaptasi dari Gratitude Questionnaire-Six Item Form (GQ-6) digunakan untuk mengukur rasa syukur. Hasil penelitian membuktikan bahwa dukungan sosial memediasi pengaruh dari rasa syukur terhadap kepuasan hidup pada 125 guru SD di Tangerang Selatan. Hasil penelitian mendukung penelitian sebelumnya di Korea dilakukan pada setting (pandemik COVID-19) dan budaya berbeda.