Penelitian ini berangkat dari kegelisahan akademik terkait kecenderungan studi dakwah yang masih terjebak dalam reduksionisme normatif-teologis sehingga mengabaikan kompleksitas dimensi sosial. Hal ini menimbulkan problem serius karena dakwah berisiko kehilangan relevansi praksis dalam menghadapi realitas masyarakat yang plural, terfragmentasi, dan terdigitalisasi. Tujuan utama penelitian ini adalah, pertama, menganalisis mengapa studi dakwah cenderung bersifat normatif dan kurang memperhatikan konteks sosial yang dinamis; kedua, mengeksplorasi bagaimana pendekatan sosiologi dapat memberikan kerangka analisis yang lebih komprehensif terhadap praktik dakwah kontemporer. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif berbasis library research dengan pendekatan analisis kritis dan interdisipliner. Sumber data mencakup literatur primer dan sekunder, baik berupa buku akademik, artikel jurnal bereputasi, maupun dokumen keilmuan terkait dakwah dan sosiologi. Analisis dilakukan dengan menggunakan kerangka teoritis sosiologi klasik dan kontemporer, termasuk teori struktural-fungsional, teori konflik, interaksionisme simbolik, serta sosiologi digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksionisme normatif dalam studi dakwah tidak hanya membatasi metodologi, tetapi juga mengurangi kapasitas dakwah dalam merespons problem sosial modern seperti ketidakadilan, radikalisme, dan krisis identitas. Sebaliknya, integrasi pendekatan sosiologi mampu memperkaya pemahaman dakwah dengan menempatkannya sebagai praktik sosial yang berinteraksi dengan struktur, agen, dan teknologi. Kesimpulan penelitian menegaskan bahwa rekonstruksi epistemologis dakwah berbasis sosiologi merupakan kebutuhan mendesak untuk menghadirkan paradigma baru yang inklusif, transformatif, dan kontekstual. Temuan ini tidak hanya memberikan kontribusi teoretis bagi pengembangan ilmu dakwah, tetapi juga menawarkan implikasi praktis dalam merancang strategi dakwah yang relevan dengan masyarakat kontemporer.