Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman budaya dan entitas kemasyarakatan, salah satunya adalah masyarakat hukum adat penganut kepercayaan (selanjutnya disebut MHPAK). Seringkali hak beragama dan hak pilih para penganut MHPAK yang meyakininya tidak terjamin dan terpenuhi secara optimal, khususnya dalam praktik pemilihan umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang hubungan antara hak berkeyakinan dan hak pilih dalam konteks “Demokrasi Pancasila” di Indonesia. Untuk mengetahui hal tersebut, makalah ini menggunakan kasus pengalaman yang dialami oleh Masyarakat Adat Penganut Kepercayaan yang kemudian disebut MHAPK. Kasus MHAPK dipilih dengan mempertimbangkan situasi khusus berupa “kekerasan struktural” akibat tidak adanya pengakuan hukum terhadap keberadaan mereka yang menganut kepercayaan setempat. Bahwa terdapat perubahan yang signifikan antara sesudah dan sebelum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 tentang pemenuhan hak berkeyakinan. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan dengan mengkaji administrasi kependudukan sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi serta dampaknya terhadap pemenuhan hak pilih. Lebih jauh, pembelajaran dari kasus MHAPK juga turut andil dalam memikirkan kembali makna klaim demokrasi Pancasila. Penelitian ini dilakukan dengan mengolah sumber pustaka. Selain itu, wawancara juga dilakukan terutama kepada penyelenggara pemilu. Hasil kajian yang dilakukan menunjukkan adanya keterkaitan antara hak berkeyakinan dan hak memilih. Temuan lainnya adalah adanya perbedaan makna Demokrasi Pancasila.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024