Perkawinan dini merupakan isu yang kompleks dan memiliki keterkaitan erat dengan tradisi, regulasi, dan perspektif hukum Islam. Di banyak komunitas, tradisi menjadi faktor utama yang mendorong praktik ini, dengan alasan pelestarian budaya, menjaga kehormatan keluarga, atau menghindari perbuatan yang dianggap melanggar norma sosial. Namun, tradisi tersebut sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengutamakan kemaslahatan individu dan perlindungan hak anak. Pemerintah Indonesia telah menetapkan regulasi usia minimum untuk menikah melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Aturan ini bertujuan untuk melindungi hak anak dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan perkembangan emosional. Meskipun demikian, implementasi regulasi ini menghadapi tantangan besar, terutama dari masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat. Dispensasi nikah sering kali diajukan sebagai cara menghindari aturan tersebut, yang menunjukkan lemahnya pengawasan dan pemahaman terhadap dampak negatif perkawinan dini. Dalam perspektif hukum Islam, regulasi usia minimum ini dapat dianggap sebagai upaya maslahah untuk melindungi generasi muda dan mendukung kesejahteraan umat, sejalan dengan tujuan syariat yang melindungi jiwa, akal, dan keturunan. Melalui pendekatan edukasi yang terarah, kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat diperlukan untuk mengurangi praktik perkawinan dini. Dengan sinergi yang baik, regulasi ini tidak hanya dapat diterima oleh masyarakat tetapi juga dianggap sebagai upaya perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan kebutuhan zaman modern.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024