Penerapan tindak pidana korupsi terhadap pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit pada bank BUMN/BUMD menjadi topik yang kontroversial. Sebagian pihak berpendapat bahwa pelanggaran tersebut seharusnya dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Perbankan, karena berada dalam ranah perbankan. Di sisi lain, ada yang menganggap pelanggaran ini merupakan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara dan harus dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mengeksplorasi pengaturan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit di bank BUMN/BUMD serta kepastian hukum yang tepat untuk menindak pelanggaran yang mengakibatkan kerugian negara. Pengaturan ini berdasarkan Undang-Undang Perbankan, POJK, dan SOP, yang menetapkan prinsip kehati-hatian sebagai kewajiban untuk menjaga kepercayaan publik. Pelanggaran terhadap prinsip tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana korupsi, tetapi lebih kepada sanksi pidana perbankan dan sanksi administratif. Namun, penerapan hukum seringkali mengacu pada mekanisme pengawasan APBN/APBD, yang cenderung mengabaikan sanksi administratif jika memenuhi unsur koruptif, sehingga menerapkan Undang-Undang TIPIKOR. Untuk mencapai kepastian hukum, penting untuk memahami asas lex specialis, di mana dalam kasus yang melibatkan dua undang-undang, yang lebih khusus dan detail harus diprioritaskan. Dengan demikian, dalam konteks pelanggaran di sektor perbankan, Undang-Undang Perbankan seharusnya yang diterapkan, meskipun ada unsur delik dalam Undang-Undang TIPIKOR
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024