Sengketa batas wilayah desa merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, terutama dalam konteks otonomi daerah. Salah satu kasus yang mencerminkan hal ini adalah sengketa antara Desa Malimongan dan Desa Tirobali di Kabupaten Luwu Utara, yang telah berlangsung lebih dari 13 tahun tanpa penyelesaian yang jelas. Meskipun regulasi seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Penegasan Batas Desa telah mengatur mekanisme penyelesaiannya, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai hambatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sengketa batas wilayah desa berdasarkan ketentuan hukum yang ada serta menelusuri upaya penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti perbedaan persepsi masyarakat, keterbatasan sumber daya manusia, serta dinamika politik lokal menjadi kendala utama dalam penyelesaian sengketa. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih intensif melalui negosiasi, fasilitasi, dan mediasi agar pemerintah dan masyarakat dapat mencapai kesepakatan yang mengakomodasi kepentingan bersama. Penyelesaian sengketa batas desa membutuhkan kerja sama yang lebih baik antara pemerintah dan masyarakat guna menciptakan kepastian hukum serta stabilitas administrasi.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025