Kawin kontrak merupakan praktik perkawinan sementara yang marak terjadi di Puncak Bogor, Jawa Barat, dan melibatkan banyak warga negara asing (WNA) khususnya dari Timur Tengah. Praktik ini bertentangan dengan hukum positif Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mensyaratkan keabadian dan pencatatan dalam perkawinan, serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang melarang perkawinan semu. Selain itu, kawin kontrak melecehkan martabat perempuan karena sering kali hanya berujung pada eksploitasi seksual dan tidak memberikan perlindungan hukum bagi perempuan maupun anak yang dilahirkan. Faktor budaya parokial, seperti stigma "perbaikan keturunan" dan rendahnya kesadaran hukum, memperparah fenomena ini. Penelitian ini menggunakan metode normatif untuk menganalisis aspek legalitas kawin kontrak serta menawarkan solusi hukum dan sosial. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang lebih ketat, penerapan peraturan daerah, sosialisasi fatwa MUI tentang keharaman kawin kontrak, edukasi hukum masyarakat, dan pemberdayaan ekonomi perempuan. Kolaborasi lintas lembaga juga diperlukan untuk mengatasi praktik ini secara komprehensif. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan budaya kawin kontrak di Indonesia, khususnya di Puncak Bogor, dapat diminimalisasi.
Copyrights © 2025