Penelitian ini menganalisis efektivitas hukum internasional dalam mengatur konflik bersenjata, dengan mengambil konflik Israel–Palestina sebagai studi kasus utama. Melalui pendekatan normatif dan empiris, kajian ini menyoroti bagaimana instrumen hukum internasional—terutama International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC)—belum mampu memberikan respons yang efektif terhadap pelanggaran hukum perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Analisis diperkuat dengan data survei terhadap 40 responden dari kalangan strategis dan akademis, yang menunjukkan tingkat kepercayaan yang rendah terhadap daya pengaruh hukum internasional dalam meredam konflik. Temuan mengindikasikan bahwa hak veto di Dewan Keamanan PBB, lemahnya mekanisme enforcement, serta dominasi kepentingan politik dan ekonomi negara besar merupakan faktor utama yang menghambat implementasi hukum humaniter secara optimal. Melalui pendekatan analisis SWOT dan Diagram Kartesius, jurnal ini menunjukkan bahwa sistem hukum internasional saat ini berada dalam posisi defensif, yang menandakan perlunya reformasi struktural di tingkat global. Selain itu, jurnal ini menekankan pentingnya peran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam mendorong pembaruan sistem hukum internasional, membatasi penggunaan hak veto, serta memperkuat kapasitas nasional dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip hukum humaniter ke dalam doktrin militer. Kesimpulan utama dari kajian ini menegaskan bahwa tanpa reformasi yang menyeluruh, hukum internasional akan terus digunakan secara selektif dan berpotensi gagal menegakkan keadilan dalam konflik bersenjata kontemporer.
Copyrights © 2025