Penelitian ini menganalisis ketidaksesuaian praktik hukuman mati di Indonesia, khususnya untuk kejahatan narkotika, dengan standar hukum internasional seperti ICCPR dan General Comment No. 36 Komite HAM PBB. Dengan metode yuridis normatif dan pendekatan interpretatif-komparatif, penelitian mengungkap bahwa Indonesia masih menerapkan hukuman mati untuk kejahatan non-kekerasan, bertentangan dengan prinsip “kejahatan paling serius” dalam hukum internasional. Temuan baru menunjukkan bahwa reformasi KUHP 2023, meski memperkenalkan masa percobaan 10 tahun, belum mengarah pada penghapusan substantif hukuman mati, melainkan hanya modifikasi prosedural. Analisis ini juga mendalami konsekuensi moratorium dan potensi status hukuman mati di masa depan, termasuk implikasi diplomatik dan hambatan ekstradisi. Penelitian menyoroti perlunya harmonisasi kebijakan nasional dengan norma HAM global serta rekomendasi untuk moratorium eksekusi.
Copyrights © 2025