Berpikir kritis ialah salah satu kemampuan yang wajib dimiliki siswa dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Kemampuan ini membantu siswa untuk berpikir secara logis, serta mampu mengevaluasi berbagai informasi yang mereka terima, khususnya di era digital. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan perbedaan antara model Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) dan model Discovery Learning pada kemampuan berpikir kritis siswa pada materi aditif dengan metode penelitian kuantitatif. Populasi penelitian yakni semua siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Samarinda yang terdiri dari sebelas kelas. Penentuan dilaksanakan dengan teknik cluster random sampling yang tersusun dari dua kelas yakni kelas eksperimen 1 memakai model Discovery learning (DL) dan kelas eksperimen 2 memakai model Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). Desain penelitian ini memakai post-test only group design. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrument tes berupa soal uraian (essay) dengan menggunakan 6 indikator berdasarkan Fisher meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun alternatif pemecahan masalah, mengumpulkan infomasi relevan, mengungkapkan pendapat, membuat kesimpulan, mengevaluasi argumen. Data dianalisis dengan memakai uji Independent Sample T-test. Hasil analisis menunjukkan jika siswa pada kelas yang menerapkan Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) (69,27) mempunyai rata-rata kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa pada kelas Discovery Learning (59,90). Aktivitas guru dan siswa menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan dalam pembelajaran Discovery learning mencapai 93% dan tingkat keterlibatan dalam pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) mencapai 97%. Dengan demikian, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara model Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) dengan model Discovery Learning (DL).
Copyrights © 2025