Penelitian ini membahas resiliensi warga perantauan asal Dusun Klampok, Gunungkidul, yang tergabung dalam paguyuban Ikatan Keluarga Klampok (IKK), sebagai respons terhadap krisis multidimensi pada Zaman Gaber era 1960-an. Tradisi merantau dipilih sebagai bentuk mobilitas sosial vertikal untuk memperbaiki taraf hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses resiliensi para perantau terbentuk dan kontribusi mereka terhadap pembangunan daerah asal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teori yang digunakan merujuk pada konsep Gemeinschaft dari Tonnies dan resiliensi menurut Grotberg serta Reivich & Shatte. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi warga Dusun Klampok terwujud melalui sikap gigih, hidup prihatin, serta solidaritas dalam perantauan, yang kemudian dikristalisasi dalam bentuk paguyuban IKK. Paguyuban ini tidak hanya mempererat ikatan sosial antar perantau, tetapi juga berkontribusi nyata dalam pembangunan infrastruktur di Dusun Klampok, seperti pembangunan jembatan, masjid, balai dusun, hingga pengerasan jalan. Temuan ini menegaskan bahwa paguyuban perantau dapat menjadi aktor penting dalam pembangunan desa melalui penguatan modal sosial dan partisipasi swadaya. Penelitian ini membuka peluang kajian lanjutan terkait kontribusi perantau terhadap pembangunan daerah asal berbasis komunitas.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025