Artikel ini membahas isu abolisi dalam tindak pidana korupsi dengan fokus pada kasus pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Tom Lembong pada tahun 2025. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dasar normatif abolisi dalam sistem hukum Indonesia serta implikasinya terhadap pemberantasan korupsi melalui pendekatan teori hukum pidana dan teori korupsi. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan mengkaji literatur akademik. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara konseptual abolisi merupakan hak prerogatif Presiden yang tunduk pada prinsip checks and balances, dengan fungsi korektif terhadap proses peradilan pidana. Namun, penerapannya dalam tindak pidana korupsi menimbulkan problematika serius. Dari perspektif deterrence theory, abolisi melemahkan efek jera dan kepastian hukum. Dalam kerangka absolute theory, abolisi mengabaikan keadilan moral masyarakat sebagai korban kolektif. Lebih jauh, dalam perspektif teori korupsi sistemik, struktural, dan kultural, abolisi berpotensi memperkuat impunitas elite politik. Abolisi dalam kasus korupsi berdampak negatif terhadap efektivitas hukum pidana, kepercayaan publik, serta legitimasi pemerintah. Oleh karena itu, perlu dirumuskan pembatasan normatif yang lebih tegas agar abolisi tidak disalahgunakan sebagai instrumen kompromi politik yang melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
Copyrights © 2025