Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekeliruan penerapan dasar hukum oleh penggugat yang melakukan wanprestasi namun menggugat dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sebagaimana tercermin dalam Putusan Nomor 62/Pdt.G/2021/PN Amb dan Putusan Banding Nomor 75/PDT/2021/PT AMB. Fokus kajian ini adalah dua rumusan masalah: (1) bagaimana bentuk dan batasan wanprestasi serta PMH menurut hukum perdata Indonesia; dan (2) bagaimana koherensi antara petitum yang diajukan dengan amar putusan, serta sejauh mana hal tersebut memengaruhi legitimasi putusan tingkat banding. Melalui metode yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus, penelitian ini menemukan bahwa gugatan penggugat mengalami kekeliruan karena mendalilkan PMH padahal hubungan hukumnya bersumber dari perjanjian perdata. Penggugat yang terlebih dahulu melakukan wanprestasi justru menggugat pihak lain dengan dasar PMH, menyebabkan tumpang tindih konsep hukum dan ketidaktepatan konstruksi hukum. Pengadilan Negeri menolak gugatan karena tidak memenuhi unsur PMH, dan pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi memperkuat putusan tersebut dengan penilaian lebih mendalam mengenai kekeliruan formil konstruksi gugatan. Penelitian ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam mengklasifikasikan jenis sengketa serta menyusun dasar hukum gugatan, demi mewujudkan konsistensi antara posita, petitum, dan amar untuk menjamin kepastian hukum.
Copyrights © 2025