Fenomena sertifikat ganda dalam sistem pertanahan di Indonesia masih sering terjadi akibat kelemahan administrasi, pemalsuan dokumen, serta proses pendaftaran tanah yang tidak transparan, sehingga menimbulkan sengketa dan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan hukum sertifikat ganda yang diproses melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan studi kasus Putusan Nomor 19/G/2023/PTUN.BKL di Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu. Metode penelitian menggunakan pendekatan hukum empiris (socio-legal) melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen guna mengkaji keterkaitan antara hukum dan praktik di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan hukum sertifikat ganda berada pada sertifikat yang pertama kali diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), sementara penyelesaiannya dapat ditempuh melalui klarifikasi ke BPN, gugatan ke PTUN, hingga laporan pidana apabila terdapat unsur pemalsuan. Implikasi penelitian ini menegaskan pentingnya penguatan sistem administrasi pertanahan berbasis digital dan peningkatan profesionalitas PPAT guna mencegah munculnya sertifikat ganda serta mewujudkan kepastian hukum pertanahan yang adil
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025