Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Tiki Taka’s Strategy as an Effort to Prevent Copyright Infringement in Indonesia: E-Commerce Platforms on Digital Era Ashibly, Ashibly; Jimmy, Fulgensius
Journal of Progressive Law and Legal Studies Том 2 № 01 (2024): Journal of Progressive Law and Legal Studies
Publisher : PT. Riset Press International

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59653/jplls.v2i01.448

Abstract

The spread of the internet in social life means that there are more and more violations of creations, it is difficult to identify anyone who commits violations, and it is not easy to protect a creation in digital form. If these violations are not addressed, they can have a negative impact on the industry and creators. Violations of the economic rights of creators and copyright holders in the form of digital products/creations have been generally and openly bought and sold on e-commerce platforms in Indonesia without any real action being taken against products that violate the economic rights of creators or copyright holders of the platform the e-commerce. The aim of this research is to find out the tiki taka strategy in preventing copyright infringement in the digital era on e-commerce platforms in Indonesia. The type of research in this research is empirical legal research. Empirical legal research is "a legal research method that functions to see law in real terms and examine how law works in society." The results of the research and discussion are that in the tiki-taka strategy, creators or copyright holders are expected to be able to adapt quickly and make proactive movements. Apart from that, the tiki-taka strategy also teaches you to always be pro-active and try to defend your rights. So these rights must be maintained in order to achieve the desired goals.
IMPLEMENTASI PUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU TERHADAP PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN KOTA BENGKULU Ashibly, Ashibly; Suberhani, Herwin
MAJALAH KEADILAN Vol 21 No 2 (2021): MAJALAH KEADILAN
Publisher : Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.881 KB) | DOI: 10.32663/mkfh.v21i2.2381

Abstract

Latar belakang tulisan ini penyelenggaraan Pemilu seringkali muncul persoalan atau pelanggaran Pemilu. Persoalan-persoalan tersebut muncul karena ketidakpuasan terhadap penyelenggara Pemilu dalam hal ini Komisi Penyelenggara Pemilu (selanjutnya disingkat KPU), seperti keputusan/kebijakan yang tidak tepat dan merugikan peserta Pemilu, kekurang cermat dalam perhitungan suara, hingga indikasi keberpihakkan kepada salah satu peserta Pemilu. Kasus pelanggaran kode etik yang di proses oleh Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia (DKPP) tersebut di atas berpotensi menimbulkan ketidakpastian proses penyelenggaraan Pemilu dan membuat tumpang tindihnya kewenangan antar lembaga penyelenggaran Pemilu. Dari kasus Putusan DKPP yang melebihi kewenangan tersebut, menjadi hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut bagaimana kekuatan dan pelaksanaan (eksekusi) Putusan DKPP sebagai lembaga kode etik dalam memutus suatu pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Hal ini menjadi penting karena DKPP merupakan lembaga penegak kode etik bukan lembaga penegak hukum. Dari hasil penelitian bahwa DKPP memiliki kewenangan untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU atau Panitia Pengawas Pemilu yang bersifat ad hoc. Yang diberi kewenangan hanya untuk menguasasi perilaku yang menyimpang pada aturan sistem penyelenggaraan pemilu, jika terdapat putusan DKPP bersifat final, dan mengikat dalam Undang-undang adalah sama dan putusan yang mengikat. Pasal-pasal yang mengatur keputusan DKPP dimaksud adalah antara lain: yakni Pasal 28 Ayat (3) dan (4), Pasal 100 Ayat (1) dan (4), Pasal 112 Ayat (9), (10), (12), dan (13), serta Pasal 113 Ayat (2), Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan pemilu.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA MUSIK DI ERA DIGITAL DENGAN PRINSIP KEADILAN Ashibly, Ashibly; Syarifudin, Syarifudin
Law Journal (LAJOUR) Vol 4 No 1 (2023): Law Journal (LAJOUR) April 2023
Publisher : LPPM Universitas Bina Insan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32767/lajour.v4i1.175

Abstract

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perubahan pada segala bidang kehidupan tidak terkecuali industri musik. Teknologi serta sifat dasar industri hiburan yang tidak terduga seperti tercermin dalam adagium klasik “no business like show business”. Permasalahan muncul, dimana pembajakan serta pelanggaran hak cipta itu merupakan problem cukup khas untuk negara berkembang seperti Indonesia, permasalahan semakin tajam di zaman teknologi digital dimana kesadaran masyarakat untuk menghargai karya orang lain belum berjalan sebagaimana mestinya. Pelanggaran yang terjadi di era digital dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran hak cipta atas performing righ tmusik dan lagu dimedia atau platform digital seperti di youtube dan media sosial lainya yang berbasis musik dan lagu, salah satu pelanggaran adalah cover lagu yaitu membawa ulang karya orang lain berupa musik atau lagu dengan tujuan komersil tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak. Identifikasi masalah dalam tulisan ini adalah Bagaimana perlindungan hak cipta atasperformingrightmusikdanlagudi era digital dikaitkan dengan prinsip keadilan? Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Dimana yang akan dijadikan bahan hukum primernya adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik yang dibahas sedangkan bahan hukum sekunder berupa jurnal dan bahan hukum tersier seperti kamus.
Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Terhadap Debitur Yang Wanprestasi Setelah Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Bouzen, Robert; Ashibly, Ashibly
Jurnal Gagasan Hukum Vol. 3 No. 02 (2021): JURNAL GAGASAN HUKUM
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.648 KB) | DOI: 10.31849/jgh.v3i02.8907

Abstract

Sertifikat jaminan fidusia berfungsi sebagai jaminan eksekusi ketika debitor cidera janji sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 setelah adanya putusan oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 telah mengubah konsep parate eksekusi jaminan fidusia oleh pihak kreditur (perusahaan pembiayaan) terhadap objek jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Metode dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil dan kesimpulan dalam karya ilmiah ini adalah terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) antara kedua belah pihak dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia harus berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap meskipun sertifikat Jaminan Fidusia telah mencantumkan irah-irah sebagai title eksekutorial serta di dalam perjanjian pembiayaan terdapat klausul pelaksanaan parate eksekusi apabila debitor cidera janji (wanprestasi).
PERAN HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL DALAM KONSERVASI PENYU SEBAGAI SATWA LIAR YANG DILINDUNGI DI INDONESIA Selmen, Deri; Ashibly, Ashibly; Fitri, Sherly Nelsa
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 9, No 1 (2025): VOLUME 9 NUMBER 1, JANUARY 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v9i1.67567

Abstract

AbstractThe role of sea turtles in maintaining the balance of marine ecosystems is well-documented. Their function in controlling algae growth, maintaining coral reef health, and improving soil fertility through nutrient cycling is well-established. However, the decline of sea turtle populations in Indonesia is a matter of significant concern, with numbers having decreased by 95% due to illegal hunting, egg exploitation, climate change, and habitat destruction. This study aims to analyse the existing legal framework, both national and international, in protecting sea turtles as protected wildlife. The research method employed a normative approach through a comprehensive review of the relevant literature and meticulous legal analysis.The results obtained demonstrate that domestic legal frameworks, including Law No. 5 of 1990 and Government Regulation No. 7 of 1999, have established a solid legal foundation for the protection of sea turtles. At the international level, the role of CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) as a global legal framework is of paramount importance in prohibiting international trade in endangered species. However, implementation in Indonesia still faces various challenges, including weak law enforcement, lack of public awareness, and lack of coordination between agencies.It is recognised that successful legal protection of sea turtles depends on synergies between national policies, customary laws and international commitments.Community-based approaches through local engagement, ecotourism programmes, and culture-based education have proven effective in increasing awareness and compliance with conservation efforts. Consequently, there is a necessity for integrative strategies and cross-sectoral support to ensure the continued protection of sea turtles and their marine ecosystems.  AbstrakPenyu memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut, seperti mengontrol pertumbuhan alga, menjaga kesehatan terumbu karang, dan meningkatkan kesuburan tanah melalui siklus nutrisi. Namun, populasi penyu di Indonesia menurun drastis hingga 95% akibat perburuan ilegal, eksploitasi telur, perubahan iklim, dan kerusakan habitat. Penelitian ini  bertujuan untuk menganalisis kerangka hukum yang ada, baik nasional maupun internasional, dalam melindungi penyu sebagai satwa liar yang dilindungi. Metode penelitian menggunakan pendekatan normatif melalui studi pustaka dan analisis hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerangka hukum domestik seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 telah memberikan dasar hukum untuk perlindungan penyu. Di tingkat internasional, peran cites sebagai kerangka hukum global sangat signifikan dalam melarang perdagangan internasional spesies terancam punah. Namun, implementasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk lemahnya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat, dan minimnya koordinasi antarinstansi. Diketahui bahwa keberhasilan perlindungan hukum terhadap penyu bergantung pada sinergi antara kebijakan nasional, hukum adat, dan komitmen internasional. Pendekatan berbasis masyarakat melalui pelibatan lokal, program ekowisata, serta pendidikan berbasis budaya terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap upaya konservasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi integratif dan dukungan lintas sektor untuk memastikan keberlanjutan perlindungan penyu serta ekosistem lautnya.
PROBLEMATIKA SELF DECLARE PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN PELAKU USAHA MIKRO DI INDONESIA ashibly, Ashibly
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 9, No 2 (2025): VOLUME 9 NUMBER 2, JULY 2025
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v9i2.92960

Abstract

Abstract The self declare scheme in Indonesia, especially applied to micro and small business actors (MSEs), is a form of government support for micro and small business actors (MSEs) in the context of halal certification. However, behind it, there are several problems that are serious challenges such as low awareness of business actors registering their products to obtain halal certificates through the self declare scheme, data falsification, misuse of halal certification, changes in raw materials and non-compliance with the established halal standards. This study aims to analyze the problems of the self declare scheme for business actors by focusing on the problems of the self declare scheme linked to aspects of Islamic values and business ethics of business actors (tazkiyah business theory). The type of research in this paper uses normative legal research type. While the approach in this study uses an approach from views and doctrines. The results of the study found that behind the ease of the self declare scheme, there are problems that occur such as low awareness of micro business actors to register their products. Misuse of halal certificates by manipulating halal certification application data such as the example of a fruit juice product case with the Nabidz trademark. Violations in the production process such as the use of additives that do not have halal certification. Violations of product raw materials, Using names of objects or animals that are prohibited. Potential changes in materials, In the context of self declare, the theory of tazkiyah business and halal certification shows a mutually reinforcing relationship. The principles of tazkiyah, which emphasize honesty, compliance, and accountability, are in accordance with the objectives of halal certification in providing assurance regarding product purity. Abstrak Skema self declare (pernyataan mandiri) di Indonesia, khususnya yang diterapkan kepada pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) dalam konteks sertifikasi halal, Namun, di balik itu, terdapat sejumlah permasalahan yang menjadi tantangan serius seperti rendahnya kesadaran pelaku usaha untuk mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal melalui skema self declare, pemalsuan data, penyalahgunaan sertifikasi halal, perubahan bahan baku dan ketidakpatuhan terhadap standar halal yang ditetapkan. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai problematika skema self declare bagi pelaku usaha dengan fokus pada permasalahan skema self declare dikaitkan pada aspek nilai-nilai islam dan etika bisnis pelaku usaha (teori bisnis tazkiyah). Jenis penelitian dalam tulisan ini menggunakan jenis penelitian penelitian hukum normatif. Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin. Hasil penelitian ditemukan bahwa dibalik kemudahan skema self declare, tersimpan problematika yang terjadi seperti rendahnya kesadaran pelaku usaha mikro untuk mendaftarkan produknya. Penyalahgunaan sertifikat halal dengan memanipulasi data pengajuan sertifikasi halal seperti contoh kasus produk jus buah dengan merek dagang Nabidz. Pelanggaran dalam proses produksi seperti penggunaan bahan aditif yang tidak memiliki sertifikasi halal. Pelanggaran terhadap bahan baku produk, Menggunakan nama yang benda atau hewan yang diharamkan. Potensi perubahan bahan, Dalam konteks self declare, teori bisnis tazkiyah dan sertifikasi halal menunjukkan hubungan yang saling memperkuat. Prinsip-prinsip tazkiyah, yang menggarisbawahi kejujuran, kepatuhan, dan akuntabilitas, kesesuaian dengan tujuan sertifikasi halal dalam memberikan jaminan mengenai kemurnian produk.
Kekuatan Hukum Sertipikat Ganda Yang di Proses Melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT): Studi Kasus Putusan Nomor :19/G/2023/Ptun. BKL di Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu Mutiara, Mutiara; Ashibly, Ashibly; Andri Zulpan
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 4 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i4.2095

Abstract

Fenomena sertifikat ganda dalam sistem pertanahan di Indonesia masih sering terjadi akibat kelemahan administrasi, pemalsuan dokumen, serta proses pendaftaran tanah yang tidak transparan, sehingga menimbulkan sengketa dan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan hukum sertifikat ganda yang diproses melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan studi kasus Putusan Nomor 19/G/2023/PTUN.BKL di Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu. Metode penelitian menggunakan pendekatan hukum empiris (socio-legal) melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen guna mengkaji keterkaitan antara hukum dan praktik di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan hukum sertifikat ganda berada pada sertifikat yang pertama kali diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), sementara penyelesaiannya dapat ditempuh melalui klarifikasi ke BPN, gugatan ke PTUN, hingga laporan pidana apabila terdapat unsur pemalsuan. Implikasi penelitian ini menegaskan pentingnya penguatan sistem administrasi pertanahan berbasis digital dan peningkatan profesionalitas PPAT guna mencegah munculnya sertifikat ganda serta mewujudkan kepastian hukum pertanahan yang adil
Paradoks Hukum Rekayasa Sosial Pig Butchering Scam Dalam Investasi Digital Aset Kripto Ashibly, Ashibly
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 32 No. 3: SEPTEMBER 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol32.iss3.art4

Abstract

The phenomenon of social engineering in the world of digital crypto asset investment has become an increasingly pressing concern in Indonesia, where investors are often trapped in fraudulent schemes that claim to offer high opportunities with low risk. The Pig Butchering Scam is one form of fraud that is currently occurring. The purpose of this study is to analyze the pig butchering scheme through the function of law as a social engineering tool designed to form policies to create new conditions. The research method used is Normative Legal Research, using a conceptual approach. Data sources include primary legal materials consisting of laws and regulations related to the research and secondary legal materials consisting of law books and so on. Data collection was carried out through a study of legal norms, legal regulations, and the legal system in general, as well as qualitative data analysis techniques, with a focus on interpretation. The research findings indicate that the legal paradox of the pig butchering scam social engineering in digital crypto asset investment in Indonesia, when faced with cross-border legal regulations, is not yet supported by a strong international framework. Mutual legal assistance (MLA) can be a solution, but in practice, it also has weaknesses, such as Indonesia's limitations in bilateral agreements. In conclusion, the government is obliged to cooperate and establish regulations bilaterally and multilaterally to protect the interests of its citizens from cybercrime. With international regulations, participating countries can align uniform legal standards and provide global protection, particularly in the case of crypto-asset investment crimes.