Pembuktian merupakan aspek sentral dalam hukum acara perdata, dan perkembangan teknologi informasi telah melahirkan bentuk baru berupa bukti elektronik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan bukti elektronik dalam sistem hukum acara perdata Indonesia, menelaah penerapannya pada kasus JAK TV & dua advokat, serta mengidentifikasi problematika yang muncul dalam praktik. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, serta studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bukti elektronik telah memperoleh legitimasi hukum melalui UU ITE, Perma No. 1 Tahun 2019, serta diperkuat dengan yurisprudensi yang menerima percakapan WhatsApp, email, maupun kontrak digital sebagai bukti sah. Dalam kasus JAK TV, bukti elektronik berupa invoice, kontrak kerja sama, rekaman siaran televisi, dan unggahan daring menjadi kunci untuk membuktikan adanya perbuatan melawan hukum (PMH) serta kerugian yang timbul. Namun, praktik penggunaannya masih menghadapi tantangan, terutama terkait autentikasi, integritas data, keterbatasan kapasitas hakim, dan risiko manipulasi teknologi. Oleh karena itu, meskipun bukti elektronik telah diakui sah, diperlukan penguatan regulasi dan peningkatan kapasitas aparat peradilan agar lebih efektif dalam mewujudkan keadilan substantif di era digital.
Copyrights © 2025