cover
Contact Name
Franky R.D Rengkung
Contact Email
frankyrengkung@unsrat.ac.id
Phone
+6281311100340
Journal Mail Official
jurnalpolitico@unsrat.ac.id
Editorial Address
Jalan Kampus Bahu Malalayang Manado Kode Pos 95115
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
Politico: Jurnal Ilmu Politik
ISSN : 23025603     EISSN : 29639018     DOI : -
Core Subject : Social,
The POLITICO journal contains various articles related to developments and dynamics that occur in the world of politics. Writings or articles published in the POLITICO Journal can be the results of research or scientific opinions related to political science both in theory and practice.
Articles 510 Documents
PERANAN TOKOH AGAMA DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PADA PILKADA BUPATI 2010 DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN Aya, Demianus
JURNAL POLITICO Vol 2, No 2 (2013): Juni 2013
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

PERANAN TOKOH AGAMA DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PADA PILKADA BUPATI 2010DI KABUPATEN HALMAHERA SELATANOleh : DEMIANUS AYANIM : 080814020ABSTRAKTokoh agama mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka menggerakan partisipasi masyarakat dalam sebuah pilkada. Keberhasilan tokoh agama dalam rangka menggerakan partisipasi masyarakat dalam pilkada di wilayah kabupaten Halmahera Selatan sangat ditentukan oleh kemampuan atau gaya dari tokoh agama dalam memberikan orasi politiknya dalam kampanye, himbauan dan sarannya dalam mempengaruhi warga masyarakat atau juga sangat ditentukan oleh cara tokoh agama dalam menggunakan kewenangan sebagai pemimpin agama. Dengan demikian, maka peran tokoh agama dengan partisipasi politik publik mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan, sebab apabila peran dari tokoh agama semakin baik maka partisipasi politik juga akan semakin meningkat. Hal ini sangat menarik untuk dielaborasi lebihlanjut, sehingga untuk melihat keterkaitan tersebut mendorong penelitian ini dilakukan.Penelitian ini berlokasi di Halmahera Selatan disaat pilkada pada tahun 2010 berlangsung. Dan metode yang dipakai dalam melakukan penelitian ini adalah melakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan yang dianggap mempunyai pengetahuan yang komprehensif tentang informasi yang terkait dengan topic penelitian.Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Halmahera Selatan, tokoh agama berperan aktif dalam memberikan nasihat, ceramah atau khotbah politik terhadap masyarakat ketika menjelang pilkada bupati. Peranan tokoh agama ini didasari dengan tanggung jawab iman terhadap masyarakat dalam rangkah membina, memotivasi dan mengarahkan masyarakat dalam rangka turut aktif untuk berpartisiapsi pada pilkada.Bentuk partisipasi masyarakat masih menggunakan unsur primodialisme sebagai factor utama dalam menentukan pilihannya, maka suku terbesarlah yang menjadi pemimpin terpilih di daerah tersebut yang dalam hal ini adalah suku Togale (Tobelo-Galela).Kata Kunci : Peranan, Tokoh Agama, Partisipasi, Masyarakat2I. PENDAHULUANPemilihan langsung Kepala Daerah menjadi consensus politik nasional, yang merupakan salah satu instrument penting penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. System ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik, seperti ketika berlaku sistem demokrasi perwakilan. Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitir elite di DPRD. Akan tetapi Pilkada tidak sepenuhnya berjalan mulus seperti yang diharapkan. Semua pihak-pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan perundangan yang berlaku secara konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih Kepala Daerah yang profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban amanat otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selayaknya Pilkada di Indonesia dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung tinggi asas demokrasi dan hukum.Masyarakat di Halmahera Selatan telah melakukan pemilihan kepala daerah dan wakilnya dalam hal ini daerah kabupaten yaitu Bupati dan Wakil Bupati, pada tanggal 10 Oktober 2010 dengan enam calon pasangan Bupati dan wakilnya. Halmahera Selatan dulunya kabupaten Maluku Utara tetapi kemudian diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah kabupaten Maluku Utara dengan ibu kotanya Sofifi berkembang menjadi daerah provinsi Maluku Utara dan dibagi menjadi enam kabupaten yaitu halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Timur dan Kepulauan Sula, serta dua kota yaitu kota Ternate dan kota Tidore.Dalam proses pilkada langsung tentunya sangat dibutuhkan peran dari para tokoh agama dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat, karena sesungguhnya tanpa disadari dimata masyarakat tokoh agama merupakan sosok yang paling disegani dan patut untuk diteladani. Realita yang terdapat di masyarakat, Tokoh agama punya kharisma tersendiri yang dapat dan mampu3merubah sifat, cara pandang bahkan tingkah laku seseorang untuk menjadi yang lebih baik. Dalam kaitannya dengannya pilkada langsung yang dilakukan di Kabupaten Halmahera Selatan partisipasi politik masyarakat tidak terlepas dari peranan para tokoh agama dalam mengoptimalkan masyarakat untuk turut aktif dalam berpartisipasi terhadap pilkada langsung yang dilakukan.Salah satu tujuan terpenting dalam pilkada adalah memilih pemimpin yang berkualitas. Kualitas pemimpin itu dpat diukur oleh berbagai instrumen seperti tingkat pendidikan dan kompetensi. Keberhasilan pilkada langsung tidak hanya diukur oleh penyelenggaranya yang lancar dan damai tetapi juga outcomes (manfaat/hasil) yang yang diperoleh apakah telah menghasilkan pemimpin yang berkualitas, terutama dari sisi manajerial dan kompetensi. Tetapi bisa saja pilkada langsung dilakukan hanya untuk ajang perebutan kekuasaan melalui mekanisme ?voting? dari suara pemilih, sehingga dikhawatirkan akan menghasilkan pemimpin yang hanya populer dan diterima secara luas, namun tidak mempunyai kecakapan dan kemampuan dalam mengolah daerah, sekalipun kepala daerah jabatan politis dan tidak menuntut keahlian khusus, namun kemampuan manajerial dan kompetensi sangat penting. Abdul (2005, 116).Namun pilkada langsung hanya dijadikan ajang perebutan kekuasaan, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk merebut suara pemilih. Ada indikasi kuat masing-masing kandidat segalah cara termasuk yang dilarang seperti ?money politic? untuk mendapat dukungan. Mereka juga tidak segan-segan mengeksploitasi masyarakat dan sentimen primordial untuk menarik simpati meskipun disadari bahwa cara itu kontraproduktif terhadap perkembangan demokrasi. Banyak indikator yang menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan para kandidat untuk mendekat masyarakat lebih menonjolkan primordialisme. Hal itu tercermin dari ajakan untuk memilih dengan memakai sentimen kesukuan, agama, golongan, dan wilayah tertentu. Dari berbagai spanduk dan poster yang dipampangkan juga tergambar sebuah klaim dukungan terhadap calon tersebut dengan memakai bendera komunitas tertentu. Rozali (2005, 130).Partisipasi masyarakat, pilkada langsung yang sudah beberapa kali diselenggarakan di Indonesia masih tetap memerlukan upaya sosialisasi yang intensif agar potensi konflik yang membayanginya dapat diredam atau diminimalesir. Sejurus dengan upaya itu dibutuhkan partisipasi masyarakat agar sosialisasi itu berjalan optimal dan efektif, sehingga pada gilirannya masyarakat daerah dapat menggunakan hak memilih kandidat kepala daerah secara lebih rasional dan obyektif. Kegiatan seorang dalam partai dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua4kegiatan sukarela melalui mana seorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik, dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum. Kegiatan-kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dan pemilihan umum; menjadi anggota golongan politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan; duduk dalam lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat, atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu, berkampanye dan menghadiri kelompok diskusi dan sebagainya. Daniel dan Alvian (2002, 115).Berdasarkan pra observasi di lokasi penelitian, menunjukkan kecenderungan bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat di desa atau kecamatan tertentu relatif tinggi, dan ada desa dan kecamatan yang tingkat partisipasi politiknya relatif rendah. Masalah tersebut di atas besar kemungkinan salah satu faktornya adalah peran dari tokoh agama di desa dan kecamatan tertentu cukup tinggi dan di desa atau kecamatan tertentu relatif rendah. Hal ini dapat dilihat oleh perbedaan dari peran tokoh agama di desa dan kecamatan tertentu lebih tinggi dibandingkan dengann desa dan kecamatan lainnyaII. KERANGKA KONSEPTUALA. Konsep PerananPeranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 845) ?peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilksanakan?.Soekanto (1984: 237) ?Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status)?. Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.Nasution (1994: 74 ) menyatakan bahwa ?peranan adalah mencakup kewajiban hak yang bertalian kedudukan?. Lebih lanjut Setyadi (1986 : 29 ) berpendapat ?peranan adalah suatu aspek dinamika berupa pola tindakan baik yang abstrak maupun yang kongkrit dan setiap status yang ada dalam organisasi?.Usman (2001 : 4 ) mengemukakan ? peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku.Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah suatu pola tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang dalam hal ini adalah tokoh agama baik secara individual maupun secara bersama-sama yang dapat menimbulkan suatu peristiwa.5B. Konsep Tokoh AgamaTokoh agama termasuk kekuatan politik dalam system politik, yaitu kita bisa melihat dalam struktur poilitik.Dilihat dari tugas dan fungsi dari tokoh agama, bisa dikatakan sebagai pemimpin, kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut, Soejono Soekanto (2000 ; 318) menurutnya kepemimpinan dibagi atas 2 bagian yaitu :a. Kepemimpinan yang bersifat resmi (formal leader) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan.b. Kepemimpinan karena pengakuan masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan (informal leadership).Kedua contoh kepemimpinan di atas maka kita bisa melihat tokoh agama termasuk pada informal leadership. Kepemimpinan ini mempunyai ruang lingkup yang tanpa batas-batas resmi, karena kepemimpinan demikian didasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat.Peranan dan fungsi dari tokoh agama sangat penting dalam mengendalikan ketegangan sosial yang terjadi di masyarakat dalam iklim yang semakin demokrasi ini. Tokoh agama berperan sangat penting dalam menciptakan atau membentuk opini publik atau pendapat umum yang sehat. Oleh karena itu isu-isu yang menyesatkan dan kabar bohong yang tersebar bisa ditangkal masyarakat bila selalu berada dibawah bimbingan tokoh agama.Tokoh agama atau pemimpin adalah orang yang menjadi pemimpin dalam suatu agama, seperti : para kiay, ulama, pendeta, pastor dan lain-lain. Keberadaan tokoh agama di masyarakat seringkali lebih di dengar perkataan-perkataannya dari pada pemimpin-pemimpin yang lain.C. Konsep Partisipasi PolitikDewasa ini istilah partisipasi selalu muncul dan ramai dibicarakan baik itu pejabat pemerintah, kaum politisi maupuan kelompok ilmuan ketika mereka berbicara mengenai politik. Partisipasi politik menurut Nelson dikutip Ndraha (1987:102), mengatakan bahwa partisipasi ada dua jenis, yaitu :1. Partisipasi horizontal, adalah partisipasi sesama warga atau anggota suatu perkumpulan.2. Partisipasi vertikal, adalah partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan. Antara klien dengan patron atau antara masyarakat sebagai perkumpulan dengan pemerintah.6Dalam menemukan makna yang lebih kengkap, maka yang hampir sama dengan pendapat di atas adalah tindakan sosial atau seperti yang disebut oleh Weber sebagai sosial-action. Istilah ini dikemukakan oleh Weber untuk perbuatan manusia yang mempunyai arti subjektif. Dengan ini dimaksudkan setiap orang dalam mencapai tujuan terdorong oleh motivasi yang menguntungkan.Miriam Budiarjo (1982, 1) memberikan pengertian tentang partisipasi politik adalah kegiatan seseorang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung mempengaruhi kebijan pemerintah (Pubclic Policy), kegiatan ini mencakup seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum atau menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan kontanting dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.H. NU dan Sidney Verba dikutip Miriam Budiarjo partisipasi politik adalah kegiatan pribadi yang legal, sedikit banyak bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka. Yang teropong utama adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah, sekalipun fokus sebenarnya lebih luas, tetapi abstrak yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi alokasi nilai secara otaratitatif masyarakat.Sementara Herbert Mc. Closky mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pembentukan kebijakan umum. Menurut Hoogerwerf (1985:189) mengatakan bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan pada kebijaksanaan pemerintah dan pada terwujudnya kebijaksanaan itu. Dari berbagai pendapat di atasa terlihat bahwa partisipasi politik mencakup aspek-aspek yang sangat luas termasuk juga tingkah laku politik dan pemilihan penguasa di dalam suatu kegiatan politik yang disebut pemilihan umum.Pengertian umum mengenai partisipasi ini biasanya sederhana yaitu keikut sertaan suatu kelompok masyarakat dalam kehidupan politik, misalnya : memilih pemimpin negara, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai dan lain-lain. Alfian (1986, 70).7III. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini difokuskan pada Bagaimana peranan Tokoh Agama dalam meningktakan partisipasi politik masyarakat dalam pilkada 2010 di Kabupaten Halmahera Selatan.Yang dimaksud dengan peranan tokoh agama dalam penelitian ini adalah suatu pola tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang dalam hal ini adalah tokoh agama baik secara individual maupun secara bersama-sama yang dapat menimbulkan suatu peristiwa.Adapun dalam hal ini indikator dari tokoh agama adalah sebagai berikut:a. Himbauan atau saran dari tokoh agama kepada masyarakat dalam menghadapi pilkada.b. Politik para tokoh agama dalam menghadapi pilkada seperti pidato/kampanye.c. Nasehat, misalnya masyarakat harus hati-hati agar tidak terpengaruh dengan money politic dalam memberikan suaranya.d. Petunjuk atau perintah agar masyarakat dapat aktif dalam pemilihan kepala daerah.Sedangkan partisipasi politik masyarakat merupakan kegiatan-kegiatan sukarela dari masyarakat dalam kegiatan politik dengan mengambil bagian dalam proses pembentukkan kebijakan umum oleh pemerintah kabupaten, dalam kegiatan ini antara lain, seperti memberikan usul, saran, pendapat dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah di kabuten Halmahera Selatan.Adapun indikator dari partisipasi politik masyarakat adalah:a. Memberikan suara dalam pemilihanb. Menghadiri rapat umumc. Menjadi anggota salah satu kelompok kepentingand. Mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen.Dengan demikian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari informasi yang jelas, akurat dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam penyelesaian penulisan ini.Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel (Suyanto, 2005 : 171). Subjek penelitan yang telah tercermin dalam fokus penelitian ini ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian informan yang akan memberikan berbagai informasi yang akan diperlukan selama proses penelitian. Informan adalah seorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang8jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memenuhi persoalan/permasalahan.Adapun informan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Tokoh Agama dan Masyarakat.IV. PEMBAHASANA. Peran Tokoh Agama Dalam Menigkatkan Parisipasi Politik Merupakan Sosialisasi Politik Dalam Pilkada Bupati di Kabupaten Halmahera SelatanAgama merupakan lembaga yang menawarkan kebahagiaan dan keselamatan melalui pengajaran dan pelaksanaan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para peletak dasar agama, dimana ajaran tersebut kemudian dituliskan dalam Kitab Suci masing-masing. Agama sebagai sebuah lembaga tentu menuntut adanya suatu susunan hirarki atau kepengurusan yang mendampingi dan melayani jemaat dalam usahanya mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Para pengurus atau pimpinan jemaat dalam agama inilah yang kemudian disebut sebagai tokoh agama. Jadi tokoh agama adalah orang yang karena kualitas pribadinya dipercaya dan diberi tugas khusus untuk memimpin umat beragama.Para tokoh agama memiliki tugas dan peran yang khas yaitu: Menjadi panutan atau memberi teladan bagi umatnya, khususnya di tengah situasi daerah yang diperhadapkan dengan pilkada langsung, menyejahterahkan umat Tuhan, Mendampingi umat dalam persatuan dengan Tuhan, dan memimpin ibadat, mengajar, mempersatukan, serta mendampingi dalam perwujudan iman.Tokoh agama tampak antara lain dalam upaya pengarahan dalam sejumlah besar orang oleh golongan elite tertentu untuk mendengarkan pidato-pidato politik dalam suatu rapat umum atau kampanye.Dalam wawancara langsung dengan inisial D. N, tokoh agama bahwa:Menjelang pilkada bupati di Kabupaten Halmahera Selatan, tokoh agama selalu memberikan ceramah/Khotbah kepada jemaat/masyarakat dengan tujuan bahwah masyarakat harus turut aktif untuk berpartisipasi dalam pilkada bupati.Adapun pendapat dari insial T. H, tokoh agama bahwa : Ya, pada prisnsipnya telah menjadi tugas dari pada tokoh agama dalam memberikan ceramah/dakwah terhadap masyarakat dalam menyambut pilkada, mengingat sebagian besar masyarakat kurang terlalu memahami tentang pentingnya pilkada yang mengakibatkan masyarakat tidak memberikan dukungannya terhadap kandidat yang ada atau yang kita kenal dengan namanya golput.9Pendapat lain yang dikemukakan oleh inisial R. S, tokoh agama, yaitu : Masalah pilkada sebenarnya bukanlah menjadi urusan tokoh agama, karena sesungguhnya ketika berbicara tentang pilkada secara tidak langsung kita berbicara tentang politik. Berbicara politik tentunya tidak terlepas dari unsure masyarakat. Nah, masyarakat inilah yang kemudian merupakan urusan dari tokoh agama. Merupakan tanggung jawab iman terhadap masyarakat dalam rangkah mengarahkan dan perlu juga diberikan gambaran tentang pilkada dengan tujuan masyarakat tidak asal memilih setiap calon yang ada dan terlebih lagi dapat menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik.Dari berbagai pernyataan yang dikemukakan di atas, menggambarkan bahwa ceramah, dakwah, khotbah atau peasan politik yang dilakukan oleh tokoh agama terhadap masyarakat didasarkan pada tanggung jawab iman. Tanggung jawab inilah yang kemudian mendorong tokoh agama untuk memberikan ceramah, dakwa atau khotbah kepada masyarakat untuk turut aktif dalam pilkada bupati yang dilaksanakan di Kabupaten Halamahera Selatan.Peranan dari tokoh agama tersebut di atas secara tidak langsung telah melakukan sosialiasi politik. Karena sesungguhnya sosialisasi politik merupakan suatu proses yang memungkinkan seorang individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejalah politik.B. Tanggapan Responden Terhadap Peran Tokoh Agama Dalam Meningkatkan Partisipasi PolitikAda pun tanggapan respoden terhadap peran (ceramah, dakwah, khotbah, pesan politik) tokoh agama dalam meningkatkan prtisipasi politik yang dikemukakan oleh inisial L. A, mahasiswa, bahwa:Ya, selalu ada ceramah, khotbah atau pesan politik yang disampaikan kepada masyarakat menjelang pilkada. Dan menurut saya, apa yang disampaikan oleh tokoh agama itu baik karena untuk kepentingan masyarakat kabupaten Halmahera Selatan pada umumnya. Dengan adanya himbauan, ceramah atau khotbah politik kepada masyarakat, saya yakin masyarakat akan lebih aktif lagi dalam berpartisipasi pada pilkada.Pernyataan ini pulah dijawab oleh inisial H. B, warga, yang mengatakan: Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab tokoh agama dalam membina dan mengararahkan masyarakat ke hal-hal yang baik dalam hal ini adalah turut aktif dalam pilkada bupati. Oleh karena tugasnya dalam membina dan mengarahkan masyarakat maka selalu ada nasihat, ceramah atau khotbah politik kepada masyarakat ketika menjelang pilkada dilaksanakan. Namun dalam penyampaian10pesan politik atau ceramah kepada masyarakat, tokoh agama tidak pernah menyuruh untuk berpartisipasi pada salah satu calon tertentu. Dalam penyampain ceramah, khotbah atau pesan politik kepada masyarakat selalu netral. Hal yang sama disampaikan oleh inisial T. N, warga bahwa :Ya, tokoh agama selalu memberikan ceramah, khotbah atau pesan politik kepada masyarakat ketika menjelang pilkada Bupati di kabupaten Halmehera Selatan. Dan menurut saya apa yg disampaikan tokoh agama itu patut dituruti karena itu merupakan kepentingan masyarakat pada umumnya. Tetapi dalam penyampaian tersebut, tokoh agama selalu netral dan tidak menentukan calon mana yang harus dipilih. Tokoh agama memberikan kehendak bebas kepada masyarakat untuk memilih. Kemudian inisial T. A, warga, juga mengemukakan pendapatnya bahwa :Ya, benar tokoh agama berperan aktif dalam memberikan ceramah, dakwa pesan politik kepada masyarakat menjelang pilkada. Sejauh ini yang saya tahu tokoh agama dalam menjelangkan tugasnya sebagai pemuka agama, selalu netral dalam mengarahkan masyarakat untuk menyambut pilkada dan tidak memihak kepada salah satu calon tertentu. Walaupun dalam kenyataannya ada salah satu calon Bupati yang membantu kami lewat bantuan dana untuk pembangunan fisik gedung Gereja, tetapi tokoh agama tidak menuntut kepada kami selaku jemaat/masyarakat untuk memilih calon Bupati yang telah membantu kami. Tokoh agama memberikan kehendak bebas untuk memilih calon bupati sesuai dengan pilihan kami.Dari jawaban responden di atas dapat disimpulkan bahwa menjelang pilkada Bupati di Kabupaten Halmahera Selatan tokoh agama berperan aktif dalam mengarahkan masyarakat untuk berpartipasi aktif pada pilkada. Adapun dalam mengarahkan masyarakat untuk berpartispasi aktif pada pilkada, tokoh agama selalu bersifat netral dan tidak menentukan calon mana yang harus dipilih. Tokoh agama memberikan kehendak bebas kepada masyarakat untuk memilih. Mengingat hak untuk memlih merupakan hak asasi manusia.Adapun dalam pemberian ceremah, nasihat, khotbah atau pesan politik merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh para tokoh agama. Hal ini disebabkan karena sebagian kecil masyarakat tidak terlalu perduli dengan adanya pilkada bupati yang menurut mereka hanya membuang waktu dan tidak menghasilkan sesuatu apapun, demikian kata inisial D. B, warga. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa dalam menjelang pilkada masyarkat perlu diberi ceramah, khotbah, atau pesan politik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti golput dan money politic. Oleh bebrapa responden berikut11mengatakan sangat penting pemberian ceramah, khotbah atau pesan politik kepada masyarakat ketika menjelang pilkada, diantaranya adalah inisial N. K, mahasiswa yang mengatakan bahwa :Merupakan hal yang sangat penting ketika tokoh agama memberikan cermah, dakwa, khotbah, atau pesan politik kepada masyarakat menjelang pilkada. Pada umumnya masyarakat yang ada di kabupaten Halmahera Selatan merupaka masayakat awam yang masih kurang pemahaman tentang politik maupun partisiapasi. Oleh karena itu sangat penting memberikan ceramah, dakwah, khotbah atau pesan politik kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mengerti dan mau berpartisipasi dalam pilkada. Mengingat di mata masyarakat tokoh agama merupakan seorang individu yang patut diteladani dan dicontohi. Jadi apapun yang dikatakana para tokoh agama, pasti akan dituruti.Pernyataan ini pulah dijawab oleh inisial Y. A, tokoh masyarakat, bahwa :Ya, penting sekali bagi masyarakat untuk diberi ceramah, dakwa, khotbah atau pesan politik kepada masyarakat menjelang pilkada. Dengan adanya ceramah, dakwah khotbah atau pesan politik dari tokoh agama, masyarakat dapat mengerti pentingnya pilkada bagi kehidupan masyarakat. dan ketika masyarakat mengerti pentingnya pilkada, maka dengan sendirinya masyarakat akan turut aktif untuk berpartisipasi dalam pilkada. Dalam waktu bersamaan inisial H. D, warga mengatakan bahwa : Menurut saya, selagi ceramah, khotbah atau pesan politik yang disampaikan oleh para tokoh agama selagi masih bersifat netral itu penting untuk dilakukan atau diikuti. Dan selama ini tokoh agama dalam pemberian ceramah tersebut masih bersifat netral, dan itu merupakan hal yang penting bagi masyarakat dalam memasuki pemilihan kepala daerah yang dalam hal ini adalah pemilahan bupati.Berdasarkan jawaban dari responden di atas dapat menggambarkan bahwa betapa pentingnya peranan tokoh agama dalam mengarahkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif pada pemilihan kepala daerah yang dalam hal ini adalah pemilihan bupati dan wakil bupati. Karena dengan adanya ceramah, khotbah politik atau bahkan pesan politik dari tokoh agama dapat menimbulkan kesadaran dari tiap jemaat/masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilkada bupati.C. Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Halmahera Selatan12Pemilihan kepala daerah menjadi consesnsus politik nasional, yang merupakan salah satu instrument penting penyelenggaraan pemerintah setelah digulirkan Otonomi Daerah di Indonesia yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004, tentang pemerintah daerah. Hal ini jika dilihat dari perspektif desentralisasi, pilkada tersebut merupakan terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan di tingkat lokal.Pada dasarnya pilkada merupakan pememilihaan kepala daerah yang profesional, legitimate dan demokratis, yang mampu mengemban amanat otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu tujuan terpenting dalam pilkada adalah memilih pemimpin yang berkualitas. Kualitas pemimpin dapat diukur oleh berbagai intrumen seperti tingkat pendidikan dan kompetensi.Masyarakat di Halmahera Selatan telah melakukan pemilihan kepala daerah dan wakilnya dalam hal ini adalah daerah kabupaten yaitu Bupati dan wakil Bupati, pada tanggal 10 Oktober 2010 yang diikuti enam pasangan calon Bupati dan wakilnya, yang kemudian dimenangkan oleh pasangan Dr. H. Muhammad Kasuba, MA dan Drs. Rusdan I. Haruna, M.Si.Bertolak dari hasil observasi menunjukkan bahwa dalam pemilihan kepala daerah yang dalam hal ini adalah pemilihan Bupati dan Wakilnya cenderung di warnai dengan beberapa alasan masyarakat untuk memilih calon tersebut, diantaranya adalah alasan karena kesamaan etnis, karena kedekatan keluarga, karena kemampuannya, karena kesamaan agama, karena partai politik, karena nasihat dari para tokoh agama dan karena ada jaminan masa depan yang diberikan. Dari hasil observasi ini kemudian penulis melakukan penelitian di lapangan dan melakukan wawancara langsung dengan beberapa orang masyarakat untuk dijadikan responden, diantaranya adalah inisial R. B, warga bahwa:Kalau saya memilih seorang calon bupati, hal yang paling utama ialah karena calon tersebut sama suku dengan saya, kemudian calon tersebut seiman juga dengan saya. Lebih dari itu calon tersebut memiliki visi dan misi yang jelas. Kemudian menurut inisial H. Y, warga bahwa :Kalaupun saya memilih seorang calon Bupati itu karena visi misi yang jelas, kemudian suku dan agama. Menurut saya ini penting karena ketika calon tersebut berhasil, maka hal yang utama dia akan memperjuangkan suku dan agama terlebih dahulu. Kemudian persoalan tokoh agama yang memberikan dorongan13kepada masyarakat untuk terlibat dalam pemilihan itu benar, tetapi tokoh agama pada umumnya memberikan kehendak bebas kepada masyarakat untuk memilih calon bupati. Dan saya pikir, apa yang disampaikan oleh para tokoh agama itu benar, persoalan pilihan itu hak masyakat yang tidak bisa dipaksakan oleh siapa pun. Tokoh agama hanya mengarahkan dan memberikan pandangan kepada masyarakat dan selanjutnya merupakan hak dari masyarakat calon mana yang menurutnya patut untuk dipilih. Di tempat berbeda juga dikemukakan oleh inisial L. A, Mahasiswa, bahwa :Dalam menentukan pilihan kepada salah satu calon tertentu saya melihat dari sudut pandang kemampuan untuk memimpin yang dimiliki oleh setiap calon tertentu dan kemudian jaminan masa depan yang diberikan. Era sekarang ini, menurut saya ketika memilih seorang bupati janganlah kita melihat karena dia memiliki kekuatan financial yang memadai tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk memimpin dan terlebih lagi tidak mampu membawa daerah ini ke tujuan yang sesungguhnya yakni kesejahteraan masyarakat pada umumnya.Pernyataan ini juga dikemukakan oleh inisial N. T, warga yang mengatakan bahwa : Alasan untuk saya memilih seorang bupati itu karena dilihat dari kemampuan untuk memimpin dan punya visi misi yang jelas untuk membawa daerah ini mampu bersaing dengan daerah lain. Disamping itu juga saya melihat latar belakang kehidupan calon tertentu apakah mempunyai gaya hidup yang terpuji atau tidak. Karena latar belakang kehidupan yang terpuji dapat menunjang untuk melakukan hal-hal terpuji juga dalam membangun daerah ini dan mampu memperjuangkan apa yang menjadi hak dari masyarakat pada umumnya.Kemudian inisial A. G, tokoh masyarakat juga mengatakan bahwa: Alasan utama ketika saya memilih seorang bupati itu yaitu karena latar belakang suku dan agama yang sama dengan saya. Setelah itu mempunyai visi dan misi yang jelas untuk mampu membawa daerah ini sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya dan terlebih lagi amanat UUD 1945 itu dapat terealisasi dengan baik, yakni mensejahterahkan kehidupan yang berbangsa dan bernegara.Dari pernyataan responden tersebut di atas, menunjukkan bahwa partisipasi politik berbeda-beda dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain. Kadar partisipasi politik pun bervariasi. Hal itu dapat dilihat dari alasan respoden dalam memilih calon bupati, yang pada umumnya unsur SARA (suku, agama dan ras) yang menjadi prioritas utama untuk memilih calon bupati. Ini disebabkan karena daerah kabupaten Halmahera Selatan pada umumnya berpenduduk yang menjungjung tinggi nilai-nilai sukuisme. Adapaun suku Togale (Tobelo-Galela) merupakan suku terbesar yang menduduki kabupaten Halmahera14Selatan, kemudian disusul suku-suku kecil lainnya yakni suku Makian, suku Bajo dan Buton. Hal ini dapat dibuktikan dengan terpilihnya Dr. H. Muhammad Kasuba, S.Ag, MA sebagai bupati kabupaten Halmahera Selatan dalam dua periode berturut-turut yang notabene adalah suku Togale. Kemudian agama dan ras yang selalu mendominasi untuk dijadikan alasan dalam memilih seorang bupati. Hal ini diyakini bahwa siapan pun dia ketika disinggung soal agama, semua pasti akan membelah agamanya.Setelah unsur SARA, kemampuan serta visi dan misi merupakan alasan untuk memilih seorang bupati. Ini disebabkan karena cara berpikir masyarakat yang mulai berkembang dan pendidikan yang sudah meningkat. Kemudian jaminan masa depan yang diberikan oleh para kandidat. Ini berarti ada janji-janji politik dari kandidat dalam berkampanye.Kesimpulan yang ditarik dari uraian tersebut di atas adalah bahwah pemilihan kepala daerah di kabupaten Halmahera Selatan unsure SARA yang mendominasi partisipasi masyarakat untuk memilih serta tidak terlepas dari peran tokoh agama dalam memberikan ceramah, khotbah politik atau bahkan pesan politik kepada masyarakat. Sehingga realita yang terjadi suku terbesarlah yang memipin daerah kabupaten Halmahera Selatan, yakni suku Togale (Tobelo-Galela) yang dalam hal ini adalah Dr. H. Muhammad Kasuba, S.Ag, MA yang notabena adalah suku Togale telah memenangkan pilkada dua kali secara berturut-turut.Dengan adanya pelaksanaan pilkada Bupati di Kabupaten Halmahera Selatan akan membawa harapan baru bagi segenap elemen masyarakat untuk kiranya dapat tercipta suatu kehidupan sosial politik dan ekonomi yang lebih baik. Menurut inisial H. B, warga : Ya, ketika pilkada Bupati terlaksana menurut saya akan terciptanya suasana kehidupan sosial politik dan ekonomi yang lebih baik. Begitu pun dengan inisial T. N, LSM, yang mengatakan bahwa :Dalam pelaksanaan pilkada Bupati tentunya akan berdampak pada perubahan yang nantinya akan tercipta kehidupan sosial politik dan ekonomi yang lebih baik, mengingat perkembangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah selalu ketat dalam menjalani roda pemerintahan.Hal ini juga disampaikan oleh inisial L. A, mahasiswa yang mengatakan bahwa : Terlaksananya pilkada di Kabupten Halmahera Selatan akan tercipta suasana kehidupan sosial politik dan ekonomi. Dimana dapat memudahkan hubungan kinerja pemerinta pusat dan pemerintah daerah, dan pemerintah daerah terhadap masyarakat khusunya di kabupaten Halmahera Selatan.15Hal ini karenakan masyarakat yakin bahwa calon yang jadi nanti mampu membawa masyarakat ke dalam suasana yang demikian. Pelaksanaan Pilkada Bupati merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Selatan. Menurut berinisial L. A, warga, bahwa :Penting sekali bagi masyarakat untuk dilakukannya pilkada Bupati, karena secara tidak langsung dapat memudahkan akses masyarakat terhadap pemerintah danBertolak dari jawaban responden di atas hasil penelitian menunjukan masyarakat menyatakan penting untuk dilakukannya pilkada langsung di Kabupaten Halmahera Selatan. Hal ini sisebabkan oleh berbagai alasan yang dikemukakan, antara lain :- Merupakan upaya mewujudkan demokrasi local dimana masyarakat diberikan hak untuk memilih pemimpin menurut keinginannya- Pengambilan atau wujud dari pada kedaulatan rakyat pada tingkat local- Mendidik masyarakat menentukan pimpinannya, sesuai dengan hati nuraninya- Untuk memilih pemimpin yang mampu merubah daerah yang lebih baik- Karena menurut UU masa jabatan Bupati hanya 5 tahun, jadi setelah itu haarus dipilih kembali- Karena tidak mungkin terus hidup dalam kekosongan (tanpa pemimpin) dan oleh karena itu harus secepatnya mengisi kekosongan itu untuk mengatur dan menentukan Halmahera Selatan ke depan- Agar terciptanya kesejahteraan, kemakmuran, dan kedamaian masyarakat Halmahera Selatan- Karena daerah pemekaran harus ada kepala daerah oleh karena itu pilkada harus ada- Secara umum adalaha menjalankan amanat UU- Secara khusus adalah menjadi jaminan terciptanya kehidupan sosial politik dan ekonomi yang lebih baik- Pilkada merupakan sarana dalam pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dalam menghargai hak-hak dari pada rakyat tanpa adanya intervensi apapun dengan kepentingan terselubung.Dalam pencalonan kepala daerah selalu saja dilakukan kampanye oleh para kandidat untuk mensosialisasikan setiap visi dan misi mereka guna menarik perhatian dan simpatisan dari pada masyarakat. Di dalam masa kampanye para kandidat calon kepala daerah dan masyarakat berkesempatan bertemu langsung dan saling berdialog tentang visi dan misi yang ditawarkan oleh calon kandidat dan harapan dari masyarakat.16Sebagian besar masyarakat Halmahera Selatan senang mengikuti rapat umum, dialog atau kampanye karena mereka ingin mendengar langsung setiap visi dan misi yang disampaikan oleh calon tertentu, namun ada juga yang mengaku tidak senang mengikuti rapat umum, dialog atau kampanye karena kesibukan mereka yang sebagian besar adalah petani. Jadi mereka berpikir dari pada mereka harus duduk-duduk diam mendengarkan para calon bupati tanpa mendapat sepeserpun uang, lebih baik mereka bekerja di kebun yang bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kelanjutan hidup mereka. Kata inisial E. N, warga Desa Sayoang, Kecamatan Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan. Dan kemudian pernyataan ini dibenarkan oleh inisial A. S, kepala Desa Sayoang, Kecamatan Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan.V. PENUTUPA. Kesimpulan1. Para tokoh agama mempunyai peran dalam pilkada langsung di Kabupaten Halmahera Selatan, itu kita bisa lihat dari ceramah, dakwah, khotba yang diberikan oleh tokoh agama dalam sebulan menjelang pilkada. Adapun peran dari Para tokoh agama ini dilakukan atas dasar tanggung jawab iman terhadap masyarkat sehingga merasa penting untuk memberikan nasihat politik kepada masyarakat agar tidak tepengaruh pada money politic dan golput.2. Tidak ada nasihat yang diberikan tokoh agama kepada masyarakat cenderung pada calon tertentu.3. Partisipasi masyarakat kabupaten Halmahera Selatan dalam pemilihan kepala daerah, unsur SARA menjadi prioritas utama untukk dijadikan alasan memilih seorang bupati, sehingga mengakibatkan suku terbesarlah yang menjadi pemimpin di daerah tersebut yang dalam hal ini adalah suku Togale (Tobelo-Galela). Akan tetapi disamping unsure SARA, tokoh agama juga turut berperan dalam mempngaruhi masyarakat untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilihan melauli ceramah, dakwah, khotbah politik atau nasihat politik.B. Saran1. Perlu adanya pemberdayaan politik masyarakat, misalnya dengan melakukan penyuluhan dan pendidikan politik, melaluli event-event politik dalam lingkup yang lebih kecil.172. KPUD dan pemerintah harus berupaya agar kesadran dan pengetahuan masyarakat pemilih akan hak-haknya berdemokrasi dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga masyarakat turut aktif dalam berpartisipasi dalam pemilihan eksekutif maupun legislatif.3. Kepala daerah yang terpilih pada pemilihan dalam bekerja jauhkanlah korupsi dan bangun Kabupaten Halmahera Selatan dengan penuh tanggung jawab4. Melalui pemelihan langsung Bupati dan wakil Bupati, aktivitas-aktivitas politik mengalami perubahan, dari elemen masyarakat dari tingkat bawah samapai tingkat atas kini semakin giat dalam aktivitas politik, dengan berbagai macam perilaku politik yang terkadang bisa membawa dampak bagi proses politik atau bagi kehidupan masyarakat. Disarankan agar melalui pemilihan langsung Bupati dan wakil Bupati , kemampuan dan kualitas para calon terus ditingkatkan pemahaman tentang peraturan pilkada langsung dan sistem politik yang dibangun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta dapat memberikan pendidikan politik dalam pemilihan langsung.DAFTAR PUSTAKABudiarjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Huntington, P. Samuel dan Nelson Joan, 1986, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta.Kantaprawira, Rusadi, 2004, Sistem Politik Indonesia, suatu Model Pengantar, Sinar Baru, Bandung.Merdalis, drs. 2006. Metode Penelitian. Bumi Aksara, JakartaMerson H.E 1976. Adminitrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Gramedia Pustaka.Naptilu, Paimin.DR, M.Si. 2007. Menakar Urgensi Otonomi Daerah. Alumni, BandungPoerwadarminta 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Utama. Jakarta18Prof. DR. Toha, Mifta, MPA. 2006. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Indonesia PressSarudajang, S. Harry, Dr. 2012. Pilkada Langsung. Kata Hasta Pustaka, Jakarta.Simangunsong, Bonar. Ir. Drs, MSc. SE dan Sinuraya, Daulat. Ir, MM. 2004. Negara, Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional. Kharisma Virgo Print, Jakarta.Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta.Sumber-Sumber Lain :Skripsi : Kinerja DPRD di Bidang Pengawasan Pembangunan, Oleh Jeklin Gorab, Fisip Unsrat 2008Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2005, Tentang Pemelihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala DaerahUndang-Undang No. 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintah DaerahInternet, google@www.maluku utara.
PERANAN ELIT TRADISIONAL DALAM DINAMIKA POLITIK LOKAL PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN WAKATOBI 2014 Amrianto, Amrianto
JURNAL POLITICO Vol 4, No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSejak masa bergulirnya sistem pemilu langsung, khususnya pemilu untuk kepaladaerah dan DPRD, politik lokal di Indonesia memperlihatkan satu fenomena politik yangtampak bertolak belakang: para elit politik saling bersaing sengit, namun sekaligusbekerjasama. Akibatnya, tidak pernah ada oposisi di panggung politik lokal. Ini terjadi karenapersaingan dalam pemilu telah menjelma menjadi kerjasama dalam pelaksanaanpemerintahan. Namun berbicara mengenai dinamika politik lokal, sejak dulu Wakatobi telahdikuasai oleh aktor-aktor politik tradisional yang berbasis golongan elit tradisional. Kaborumborutalupalena (kumbewaha, tapi-tapi, tanailandu) menjadi tiga kelompok besar dalammemainkan politik lokal yang ada di kabupaten Wakatobi, dan sekaligus tiga kelompok inilahyang membuatnya jatuh, karena dinamika politik yang begitu kuat diantara elit itu, yangmenyebabkan Wakatobi tidak dapat memilih dan melantik sultannya dalam waktu yangcukup lama. Di samping itu, Wakatobi juga mengalami dinamika politik yang sengajadimainkan oleh pemerintah pusat di Buton, dimana pembagian kekuasaan menjadi dasar bagiterbangunnya dinamika politik yang pada akhirnya tidak dapat diselesaikan.Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi tentangperanan elit tradisional dalam dinamika politik lokal pada pemilihan kepala daerah dikabupaten Wakatobi 2014. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah tentangperanan elit tradisional (Suzanne Keller). Metodelogi yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode kualitatif deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam bidang ekonomi, adanya hubunganketergantungan antara masyarakat (massa) dengan bangsawan Wakatobi. Dengan modalekonomi tersebut mampu menimbulkan hubungan sangat permanen antara keduanya, yangmana dengan kebangsawan tersebut orientasi politik tidak akan berpaling kepada siapapun.Dalam bidang politik, pilihan politik bangsawan Wakatobi di tempatkan sebagai tokoh,dimana keputusan politik akan selalu di patuhi dan tidak berani dilanggar. Di bidang sosial,posisi sosial (kedudukan) akan berpengaruh kepada masyarakat, dimana dengan struktur itumasyarakat akan merasa aman dalam lingkungan bermasyarakat dan bangsawan Wakatobiakan memelihara adat dan nilai tersebut. Dalam bidang psikologis, adanya hubunganemosional antara bangsawan Wakatobi dengan masyarakat dan mengarah kepada kesetiaanpada bangsawan Wakatobi yang tentunya tidak didasarkan pada rasionalitas. Hubunganbangsawan Wakatobi dengan masyarakat masih sangat kental sekali sifatnya kekeluargaan.Kata Kunci : Peranan Elit Tradisional, Dinamika Politik, Pilkada
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KOTA MANADO (STUDI KASUS DI KECAMATAN TUMINTING Matualage, Priska
JURNAL POLITICO Vol 4, No 1 (2015): Februari 2015
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKDalam upaya penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangankebijakan di bidang perlindungan sosial bagi keluarga sangat miskin (KSM).Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan olehpemerintah melalui program-program bantuan sosial, salah satunya programkeluarga harapan (PKH). PKH adalah program perlindungan sosial yangmemberikan bantuan tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) dengan catatanmengikuti persyaratan yang diwajibkan. Persyaratan itu terkait denganpeningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu kesehatan dan pendidikan.Program ini berupaya untuk mengembangkan sistem perlindungan sosialterhadap warga miskin di Indonesia. Sasaran dari program ini yakni ibu hamil, ibumenyusui, memiliki anak balita dan anak usia sekolah setingkat SD-SMP.Penerima bantuan ini adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak padarumah tangga yang bersangkutan.Implementasi Program Keluarga Harapan adalahsuatu proses kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnyasecara bertahap dan konsisten sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telahdiatur dalam ketentuan PKH tersebut.Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana prosesimplementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Manado khususnya diKecamatan Tuminting. Dan juga untuk mendeskripsikan kendala-kendala dalampelaksanaan PKH di Kecamatan ini.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodedeskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara,dan studi dokumen. Yang menjadi informan berjumlah 11 orang.Berdasarkan hasil penelitian yang ada, menunjukkan bahwa secara umumproses implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Tumintingini sudah cukup baik. Ini dapat dilihat dari setiap tahapan proses implementasinyayang berjalan sesuai dengan mekanisme alur kerja PKH, namun dalampelaksanaannya masing terdapat kendala-kendala yang terjadi.Kata Kunci : Program Keluarga Harapan, Implementasi Kebijakan
STRATEGI DINAS PARIWISATA DALAM MENGEMBANGKAN POTENSI WISATA BUDAYA DI KABUPATEN MINAHASA Mongkol, Cintania
JURNAL POLITICO Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan atas dasar masih rendahnya tingkat kunjungan wisatawan baik itu domestik dan mancanegara ke kabupaten Minahasa. Padahal sektor pariswisata adalah salah satu sektor andalan kabupaten ini untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Data Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 (periode 5 tahun) memperlihatkan tingkat kunjugan wisatawan ke kabupaten Minahasa tidak pernah mencapai angka 500 orang. Padahal target kunjungan yang ditetapkan adalah mencapai 1500 orang per tahun. Penelitian ini mencoba menemukan jawaban tentang kebijakan atau strategi dari Dinas Pariwisata kabupaten Minahasa dalam mengembangkan potensi wisata budaya yang dimiliki oleh kabupaten ini. hal ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke kabupaten ini. Diharapkan dari penelitian ini dapat ditemukan penyebab belum berhasilnya Dinas Pariwisata dalam menjalankan tugas dan fungsi yang diemban.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan konsep strategi dari Rangkuti (2004:4) sebagai rujukan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Dinas Pariwisata kabupaten Minahasa, menjadikan promosi sebagai strategi utama untuk mengembangkan potensi wisata budayanya. Kegagalan disebabkan bahwa promosi belum dilaksanakan secara optimal. Baik dari itu pemanfaatan media maupun fasilitas-fasilitas promosi lainnya.Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ketidakberhasilan bersumber pada tidak dilaksanakannya berbagai standar pengembangan kepariwisataan yang seharusnya dilakukan (pengembangan infrastruktur, promosi, dan penguatan sumber daya manusia, pelibatan sektor swasta). Saran yang ditawarkan adalah pengembangan infrastruktur pariwisata dengan dukungan dana yang nyata, melibatkan sektor swasta dan penguatan sumber daya manusia di sektor ini.Kata Kunci: Strategi ,Promosi, Infrastruktur, Pariwisata
PERANAN HUKUM TUA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (SUATU STUDI DI DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN).1 Antahari, Raomly
JURNAL POLITICO Vol 4, No 1 (2015): Februari 2015
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKDilihat dari sistem pemerintahan Indonesia, desa merupakan ujung tombakdari pemerintahan daerah karena berhadapan langsung dengan masyarakat.Desasebagai instansi pelayanan publik dituntun untuk memperbaiki serta mengantisipasiperkembangan masyarakat yang terjadi dalam rangka meningkatkan citra kerja dankinerja instansi pemerintah dan menjunjung terciptanya pemerintahan yang baik(good governance).Peranan Hukum Tua sangat penting dalam mewujudkan goodgovernance disuatu desa karena Hukum Tua merupakan pimpinan dalampemerintahan desa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakatdidalam lingkungan pemerintahan desa itu merupakan tanggung jawabnya besertaperangkat desa lainnya termasuk pemerintahan yang ada di Desa Blongko KecamatanSinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan yang berupaya untuk mewujudkan goodgovernance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Hukum Tuadi Desa Blongko untuk mewujudkan good governance dalam penyelenggaraanpemerintahannya didalamnya termasuk pengambilan keputusan, dalam bentukkehadiran pada pertemuan kemasyarakatan, memotivasi masyarakat untukberpartisipasi dalam kegiatan desa dan transparansi terhadap masyarakat dimanaketerbukaan Hukum Tua dalam penyaluran informasi kepada masyarakat kurang danterbatas. Penelitian ini melibatkan perangkat desa, tokoh agama dan masyarakatsebagai sampel dan pengumpulan data berupa data sekunder dan dataprimer.Dengan penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan kajian teori masyarakatdan memberikan kontribusi serta masukan bagi pemerintah dalam mewujudkan goodgovernance secara efektif dan efisien.Kata Kunci : Hukum Tua, Good Governance
FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA WIAU - LAPI KECAMATAN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN Punu, Ester Juita
JURNAL POLITICO Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan agar perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung kebutuhan masyarakat sehingga program perencanaan pembangunan desa yang akan dicanangkan, masyarakat dapat berpartisipasi se-optimal mungkin. Ide-ide pembangunan harus yang didasarkan pada kepentingan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan ditampung oleh Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dan akan dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan masyarakat melalui BPD. Namun meskipun memiliki posisi yang sangat strategis, BPD pada kenyataannya banyak yang masih belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Seperti yang terjadi di Desa Wiaulapi di Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Banyak tugas pokok dan fungsi dari BPD yang tidak dijalankan secara maksimal. Misalnya, fungsi sebagai pihak yang membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa (Perdes), dalam hal menampung aspirasi warga, sebagai pengawas kinerja kepala desa, dan masih banyak fungsi dan tugas lain yang menunjukan kinerja yang lemah. Lemahnya fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dikhawatirkan akan mengganggu mekanisme check and balances. sehingga pada gilirannya akan memperlemah proses demokrasi di tingkat desa.Penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa, serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa. Diharapkan dari hasil identifikasi dapat menghasilkan rekomendasi bagi perbaikan kinerja BPD. Kata Kunci : BPD, Pengawasan, Penyelenggaraan Pemerintahan
PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 Ibrahim, Anzal B.P
JURNAL POLITICO Vol 7, No 2 (2018): Juni 2018
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 pemilih pemula memiliki porsi yang cukup signifikan. Tercatat jumlah mereka berkisar 20 juta pemilih. Oleh karena itu keberadaan mereka sangat diperhitungkan dalam kontestasi politik pada tahun 2014. Maka sangat menarik untuk mengetahui bagaimana orientasi politik mereka ketika menentukan atau memilih cara dalam menjatuhkan pilihan mereka dalam pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku pemilih pemula tersebut terutama ketika menjatuhkan pilihan mereka. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan informan yang telah ditetapkan oleh peneliti. Hasil penelitian yang dilakukan di desa Sangkub menunjukkan bahwa  hanya sedikit pemilih pemula yang menunjukkan model perilaku memilih dengan pendekatan sosiologis dalam menjatuhkan pilihan politiknya. Factor adanya kesamaan daerah dan pengaruh latar belakang lingkungan keluarga yang masih mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam menjatuhkan pilihan politiknya hanya minim. Sebagian besar pemilih pemula menunjukkan perilakunya dengan melihat visi dan misi dari calon Presiden dan Wakil Presiden sehingga kebanyakan dari pemilih pemula dalam menjatuhkan pilihannya mengedepankan persepsi terhadap kandidat. pemilih pemula yang menunjukkan model pilihan rasional dalam penelitian ini adalah mereka yang memilih seorang kandidat melihat prestasi, keberhasilan, serta kapasitas kepemimpinan yang dimiliki dari seorang kandidat calon presiden dan calon wakil presiden dan melihat kinerja-kinerja kepemimpinan sebelumnya. Namun, rasionalitas yang mereka tunjukkan pula tidak lepas dari faktor sosiologis. Maka dari itu dibutuhkan komitmen Komisi Pemilihan Umum dan Pihak kelurahan untuk melakukan sosialisasi terkait pemilihan umum dan cara memilih kandidat dengan cerdas serta pentingnya pendidikan politik usia dini. Kata kunci : Pemilih Pemula ABSTRACTIn the 2014 presidential and vice presidential elections beginner voters had a significant portion. Their numbers range from 20 million voters. Therefore their existence was taken into account in political contestation in 2014. So it is very interesting to know how their political orientation when determining or choosing a way to make their choice in the 2014 presidential and vice presidential elections. This study aims to identify the behavior of the new voter especially when dropping their choices. This research is a qualitative descriptive study. Data collection techniques are carried out by interview observation with informants who have been determined by the researcher. The results of research conducted in Sangkub village showed that only a few beginner voters showed a model of voting behavior with a sociological approach in dropping political choices. Where there are similarities in the area and the influence of the background of the family environment which still influences the behavior of beginner voters in dropping their political choices. Most of the beginner voters showed their behavior by looking at the vision and mission of the candidates for President and Vice President so that most of the voters in dropping their choices put forward the perception of the candidates. Beginner voters who show a rational choice model in this study are those who choose a candidate to see the achievement, success, and leadership capacity possessed of a presidential candidate and vice presidential candidate and see previous leadership performance. However, the rationality they show is also inseparable from sociological factors. Therefore, it requires the commitment of the General Election Commission and the Kelurahan to conduct socialization related to the general elections and ways to intelligently elect candidates and the importance of early political education. Keywords: Beginner Voter
PROSES INTEGRASI IRIAN BARAT KE DALAM NKRI Korwa, Rycho
JURNAL POLITICO Vol 2, No 1 (2013): Januari 2013
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSalah satu esensi kemerdekaan bagi suatu bangsa adalah terbebas dari ketertindasan (penjajahan), karena kemerdekaan memiliki nilai positif bagi keberlangsungan kehidupan suatu negara bangsa. Sebagai bangsa yang merdeka,berdaulat dan dilatarbelakangi oleh keanekaragaman suku,ras,budaya dan lain-lain adalah suatu kenyataan logis yang membentuk identitas keindonesiaan. Oleh sebabnya menggalang nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam merajut keindonesiaan adalah hal yang mutlak dan sangat penting mendapatkan perhatian serius dari setiap komponen anak bangsa , sebab bila tidak, hasrat persatuan dan kesatuan yang digaungkan dalam “Bhineka Tunggal Ika” yang sebagai andagium pemersatu bangsa sekaligus sebagai tiang penyangga eksistensi kedaulatan NKRI “mungkin” akan tinggal kenangan apabila peristiwa-peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya tidak dipahami dengan baik, karena keberadaan suatu Negara-bangsa yang dilatari oleh peristiwa-peristiwa sejarah masa lalu akan memberikan corak tersendiri bagi dinamika keberlangsungan kehidupan bangsa itu. Adapun maksud dilakukannya penelitian tentang “Proses Integrasi Irian Barat ke dalam NKRI” dilatarbelakangi lebih kepada fakta empiris di Papua bahwa walaupun wilayah Irian Barat atau yang sekarang kita kenal dengan nama Papua adalah bagian dari wilayah kedaulatan RI semenjak berintegrasi pada waktu silam, namun tuntutan akan pemisahan diri dari sebagian atau sekelompok orang Papua untuk terpisah dari NKRI dan membentuk sebuah Negara baru masih terdengar jelas ditelinga kita hingga sekarang Atas urgensi pemikiran ini, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu kajian terkait “Proses Integrasi Irian Barat ke dalam NKRI, dimana tema ini juga merupakan salah satu dari sekian banyak peristiwa yang melatarbelakangi terbentuknya identitas keindonesiaan.Kata Kunci : Integrasi, Papua Barat, NKRI
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA DESA DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA PERANGKAT DESA. ( STUDI DI DESA KAHAKITANG KECAMATAN TATOARENG KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE ) Lamida, Riky
JURNAL POLITICO Vol 4, No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang sangatpenting untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu sorotan kepemimpinan yang sangatpenting adalah pola kepemimpinan Kepala Desa dimana seringkali tujuan pembangunan Desatidak dapat tercapai dengan baik karena Kepala Desa kurang mampu mengaplikasikantugas-tugasnya sesuai dengan yang diharapkan. Kepemimpinan trasformasional salah satucara yang diterapkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh Kepala Desa danPerangkat Desa yang ada di Desa Kahakitang Kecamatan Tatoareng Kabupaten KepulauanSangihe.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pola kepemimpinantransformasional Kepala Desa akan mampu meningkatkan motivasi kerja bagi aparatpemerintah Desa di Desa Kahakitang Kecamatan Tatoareng Kabupaten Kepulauan Sangihe.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang dilakukan dengan bentuk observasi, wawancara, dan studi dokumen. Data ? data yang dikumpulkan kemudian di rangkum secara deskriptif dan skematis dan ditarik simpulan.Kepemimpinan transformasional Kepala Desa mampu meningkatkan motivasi kerjaperangkat desa yang ada di Desa Kahakitang Kecamatan Tatoareng Kabupaten KepulauanSangihe.Kata Kunci : Kepemimpinan Transformasional
PENGARUH MEDIA SOSIAL DALAM MEMBENTUK KARAKTER (STUDI DI KELURAHAN KOMBOS BARAT KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO) Rembang, dkk, Meiske
JURNAL POLITICO Vol 8, No 2 (2019): Juni 2019
Publisher : JURNAL POLITICO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian tentang penggunaan Media Sosial bagi kalangan remaja masih belum banyak dilakukan oleh para peneliti khususnya para ahli Ilmu Komunikasi. Namun dalam melihat berbagai permasalahan tentang media sosial maka dibatasi diwilayah Kelurahan Kombos Barat. Mengingat wilayah Kombos Barat memiliki potensi dalam penggunaan media sosial khususnya bagi kalangan anak remaja hal ini dapat dilihat dari data survey bahwa terdapat 572 anak remaja yang tersebar di 6 Lingkungan yang diduga memiliki potensi dalam menggunakan media Sosial. Penggunaan Media Sosial ini apabila tidak diberikan pemahaman kepada anak remaja maka kemungkinan besar akan berdampak negative terhadap pola hidup anak remaja. Penelitian ini bertujuan 1). Ingin mengetahui Penggunaan Media Sosial baik dilakukan secara positif maupun negative dalam membentuk karakter anak remaja., 2). Mengetahui Peran Orang Tua dan Pemerintah Kelurahan dalam mengatasi permasalahan dalam penggunaan Media Sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Kuantitatif. Sedangkan teknik analisis data adalah menggunakan analisa Regresi Korelasi. Dari hasil Analisa Korelasi sederhana ternyata hasil pengujiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara Penggunaan Media Sosial dengan Pembentukan karakter bagi anak remaja. Dimana hubungan tersebut terlihat pada tabel interpretasi nilai koefesien korelasi (derajat hubungan),dimana nilai koefisien korelasi yang diperoleh berada pada interpretasi kuat (0,919), r2=0,919= 0,8446 menunjukkan bahwa variasi yang terjadi pada faktor pembentukan karakter bagi anak remaja dapat dijelaskan oleh faktor penggunaan media sosial 84,46%, sementara faktor lainnya yang tidak diamati dalam penelitian ini dapat menjelaskan variasi pada faktor lainnya yang tidak diamati dalam penelitian ini dapat menjelaskan variasi pada faktor pembentukan karakter bagi anak remaja sebesar 15,54%, dengan sehingga bisa disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penggunaan media sosial dengan pembentukan karakter bagi anak anak remaja. Bahwa dari hasil analisa regresi sederhana diketahui bahwa terdapat pengaruh antara penggunaan Media Sosial dengan pembentukan karakter bagi anak remaja, pengaruhnya dapat terlihat pada pola hubungan yang fungsional dan linear antara kedua variabel, yang artinya semakin baik aplikasi dari penggunaan media sosial atau secara positif maka semakin baik pula pembentukan karakter bagi anak remaja. Kata Kunci : Media Sosial; Karakter; Remaja ABSTRACTResearch on the use of Social Media for teenagers is still not widely done by researchers, especially experts in Communication Studies. But in seeing various problems about social media, it is limited to the West Kombos Kelurahan area. Given the West Kombos region has the potential in the use of social media, especially for teenagers, this can be seen from survey data that there are 572 teenagers spread in 6 neighborhoods that are suspected of having the potential to use social media. The use of social media if not given an understanding to teenagers will most likely have a negative impact on adolescent lifestyle. This research aims 1). Want to know the use of social media both positively and negatively in shaping the character of teenagers., 2). Knowing the Role of Parents and Village Government in overcoming problems in the use of Social Media. The method used in this study uses quantitative methods. While the data analysis technique is using Correlation Regression analysis. From the results of a simple correlation analysis it turns out the test results state that there is a real relationship between the use of social media with character building for teenagers. Where the relationship is seen in the table of interpretations of correlation coefficient values (degree of relationship), where the correlation coefficient values obtained are in strong interpretations (0.919), r2 = 0.919 = 0.8446 shows that variations that occur in the character formation factor for adolescents can be explained by the use of social media factors 84.46%, while other factors not observed in this study can explain variations in other factors not observed in this study can explain variations in character formation factors for teenagers by 15.54%, so that they can it was concluded that there was a strong relationship between the use of social media and character building for teenagers. That from the results of a simple regression analysis it is known that there is an influence between the use of Social Media and character building for teenagers, the effect can be seen in the pattern of functional and linear relationships between the two variables, which means the better the application of the use of social media or positively, the better also the formation of character for teenagers. Keywords: Social Media; Character; Teenager

Page 2 of 51 | Total Record : 510


Filter by Year

2013 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 13 No. 1 (2024): Januari 2024 Vol. 12 No. 4 (2023): Oktober 2023 Vol. 12 No. 3 (2023): Juli 2023 Vol. 12 No. 2 (2023): April 2023 Vol. 12 No. 1 (2023): Januari 2023 Vol. 11 No. 4 (2022): Oktober 2022 Vol. 11 No. 3 (2022): Juli 2022 Vol. 11 No. 2 (2022): April 2022 Vol 11, No 1 (2022): Januari 2022 Vol. 11 No. 1 (2022): Januari 2022 Vol 10, No 4 (2021): Oktober 2021 Vol 10, No 3 (2021): Juli 2021 Vol 10, No 2 (2021): April 2021 Vol 10, No 1 (2021): Januari 2021 Vol 10, No 4 (2021): Repository Vol 10, No 2 (2020): Juni 2020 Vol 9, No 4 (2020): Oktober 2020 Vol 9, No 3 (2020): Juli 2020 Vol 9, No 2 (2020): April 2020 Vol 9, No 1 (2020): Januari 2020 Vol 9, No 1 (2020): Februari 2020 Vol 8, No 4 (2019): Oktober 2019 Vol 8, No 3 (2019): Juli 2019 Vol 8, No 3 (2019): November 2019 Vol 8, No 2 (2019): April 2019 Vol 8, No 2 (2019): Juni 2019 Vol 8, No 1 (2019): Januari 2019 Vol 8, No 1 (2019): Februari 2019 Vol 7, No 4 (2018): Oktober 2018 Vol 7, No 3 (2018): November 2018 Vol 7, No 3 (2018): Juli 2018 Vol 7, No 2 (2018): April 2018 Vol 7, No 2 (2018): Juni 2018 Vol 7, No 1 (2018): Januari 2018 Vol 7, No 1 (2018): Februari 2018 Vol 6, No 4 (2017): Oktober 2017 Vol 6, No 2 (2017): Juni 2017 Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017 Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016 Vol 4, No 2 (2015): Juni 2015 Vol 4, No 1 (2015): Februari 2015 Vol 3, No 2 (2014): April 2014 Vol 3, No 1 (2014): Januari 2014 Vol 2, No 2 (2013): Juni 2013 Vol 2, No 1 (2013): Januari 2013 Vol 2, No 1 (2013): Februari 2013 More Issue