cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Aksara
Published by Balai Bahasa Bali
ISSN : 08543283     EISSN : 25800353     DOI : -
Core Subject : Education,
AKSARA is a journal that publishes results of literary studies researches, either Indonesian, local, or foreign literatures. All articles in AKSARA have passed reviewing process by peer reviewers and edited by editors. AKSARA is published by Balai Bahasa Bali twice a year, June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021" : 12 Documents clear
TUTURAN DIREKTIF BAHASA PENGASUHAN ANAK PRA-SEKOLAH DI INDONESIA: SEBUAH STUDI KASUS/DIRECTIVE PRE-SCHOOL PARENTING LANGUAGE IN INDONESIA: A CASE STUDY Hadi Machmud; Fahmi Gunawan
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (678.344 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.960.269-282

Abstract

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tuturan direktif bahasa pengasuhan anak pra-sekolah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus. Data penelitian berupa tuturan direktif guru terhadap siswa dan tuturan siswa terhadap guru yang mengandung kesantunan.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Analisis data dilakukan secara tematik dan menggunakan paramater kesantunan linguistik tuturan direktif Kunjana (2005). Hasil penelitian ini melaporkan bahwa penanda kesantunan tuturan direktif bahasa pengasuhan guru terhadap anak-anak pra-sekolah itu berupa penggunaan penanda partikel, seperti ki, ta, ji, iyye, yadalam bahasa Bugis dan penggunaan penanda kesantunan berbentuk kata, seperti kata kekerabatan dan kata julukan. Demikian pula, tuturan direktif guru kepada anak-anak pra-sekolah direalisasikan dalam bentuk kalimat sederhana baik yang berbentuk kalimat pendek maupun panjang. Penelitian ini mengimplikasikan dua hal, yaitu implikasi konseptual dan implikasi  praktis. Secara konseptual, penelitian mengembangkan konsep ‘menjaga muka’ Brown dan Levinson (1987), sementara secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para guru sekolah untuk senantiasa menerapkan bahasa santun kepada anak didiknya. Penggunaan bahasa santun itu tentu dapat memengaruhi kejiwaan anak dan di masa mendatang mereka dapat meniru perkataan santun yang disampaikan ke mereka. Kata kunci:anak-anak prasekolah, bahasa pengasuhan, Indonesia, kesantunan linguistik, tindak tutur direktifAbstractThis researchaims to elucidate directive pre-school parenting language in Indonesia. This research adopted a case study research design. The utterances of teacher to student containing politeness and vise versa used as the main data. To collect data, observational partisipant was utilized.  Data analysis was carried out thematically and using the linguistic politeness parameter of Kunjana's directive speech (2005). This study reported that politeness markers of directive speech acts incorporate the using of politeness markers particle, such as ki, ta, ji, iyye, ya, sini in Buginesse language and politenesswords, like kinships and nicknames. Likewise, the teacher's directive speech to pre-school children is realized in the form of simple sentences, both in the form of short and long sentences. This research implied conceptual and practical implications. Conceptually, this research extends the concept 'face threatening act' of Brown and Levinson (1987), while practically, this evidence is expected to be used by school teachers to always apply polite language to their students. The use of polite language can certainly affect children's psyche and in the future they can imitate polite words conveyed to them.Keywords:directive speech act, linguistics politeness, parenting language, pre-school children, Indonesia 
LOKALITAS MASYARAKAT DALAM NOVEL ORANG-ORANG OETIMU/LOCALITY OF THE PEOPLE IN NOVEL’S ORANG-ORANG OETIMU Intan Zuhrotun Nafi'ah; Candra Rahma Wijaya Putra
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.439 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.603.201-214

Abstract

 AbstrakTema lokalitas yang dikemas dengan sangat apik mengantarkan Felix K. Nesi menyabet pemenang sayembara tahunan DKJ 2018. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dinamika lokalitas masyarakat NTT yang dinarasikan pengarang dalam novelnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data penelitian ini adalah novel Orang-Orang Oetimukarya Felix K. Nesi. Data penelitian berupa kata, frasa, atau kalimat yang menunjukkan unsur-unsur lokalitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama terdapat enam unsur lokalitas yang dinarasikan dalam novel. Enam unsur tersebut diantaranya ialah lokalitas bahasa, lokalitas religi, lokalitas sistem pengetahuan, lokalitas sistem perekonomian, lokalitas kesenian, serta lokalitas sistem teknologi. Kedua, sebagian besar unsur lokalitas tersebut mengalami perkembangan. Perkembangan ini bagaikan dua sisi mata pisau, dimana satu sisi memberikan pengaruh positif dan sisi yang lain memberikan pengaruh yang negatif. Ketiga, adanya perkembangan kebudayaan ini tidak terlepas dari munculnya arus globalisasi yang terbangun atas 4 dimensi kebudayaan global yakni ideoscape, ethnoscape, mediascape, dan technoscape.  Kata kunci:lokalitas, kebudayaan, sosiologi sastra AbstractTheme of locality was packaged very nicely led Felix K. Nesi to win in the 2018 DKJ annual contest. The purpose of this study was to examine the dynamics of locality of the NTT. This research is a qualitative descriptive study with a sociological approach to literature. The data source of this research is the novel Orang-Orang Oetimu by Felix K. Nesi. Research data form of words, phrases, or sentences that indicate of locality. The results of this study are first there are six elements of locality narrated in the novel. These six elements include language locality, religious locality, knowledge system locality, economic system locality, artistic locality, and technological system locality. Second,) most of these elements locality is developing. Development are two sides of the blade, where one side impact positive and the other negative impact. Third, development of these cultures can’t be separated from the globalization developed 4 dimension global culture as ideoscape, ethnoscape, mediascape, and technoscape.Keywords: locality, culture, sociology of literature  
MOTIF KARGOISME DALAM CERITA RAKYAT FAKFAK: SEBUAH PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA/THE MOTIVATION OF CARGOISM IN FAKFAK'S FOLKLORE: AN APPROACH TO LITERATURE ANTHROPOLOGY Sriyono Sriyono
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (616.897 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.602.187-200

Abstract

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis refleksi kargoisme di dalam cerita rakyat Fakfak melalui pendekatan antropologi sastra. Untuk menganalisis unsur budaya motif kargoisme (kultus kargo) masyarakat Fakfak dalam cerita rakyat, maka peneliti menggunakan metode deskriptif interpretatif dengan memanfaatkan cara-cara penafsiran dan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan catat, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan antropologi sastra dengan model analisis konten. Analisis konten dilakukan melalui tahap inferensi, analisis, validitas dan reliabilitas. Dari analisis diketahui bahwa motif kargoisme di dalam 6 cerita rakyat Fakfak yang berjudul “Botol Manci”, “Kisah Kaprangit Gewab”, “Sayap Burung Kasuari”, “Perlawanan Para Binatang Buruan””, Perundingan Sekelompok Burung”, dan “Pohon Kayu” terlihat jelas. Temuan ini mengukuhkan pernyataan bahwa setiap ada tindakan represif pasti akan timbul perlawanan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar cerita yang ada bermotif perlawanan. Kata kunci:motif kargoisme, cerita rakyat Fakfak, antropologi sastra AbstractThe study was intended to describe a cargoism reflection in the folklore of Fakfak through the approach of literary anthropology.To analyze cultural elements of Fakfak cargoism motive (cargo cult) in folklore, descriptive methods of interpretation used to utilize interpretations by presenting them in a description.Data collection is done with interview and recording techniques, and then analyzed using literary anthropology approaches with content analysis models. Analysis shows the cargoism motive in 6 Fakfak folklore called  Botol Manci, Kisah Kaprangit Gewab, Patahnya Sayap Burung Kasuari, Perlawanan Para Binatang Buruan, Perundingan Sekelompok Burung, and Pohon Kayuclearly reflected. These findings confirm the claim that any repressive action will inevitably result in resistance. It is not suprising, therefore, that most stories have ulterior motives. Keywords:cargoism motive, Fakfak folklore, literarture anthropology 
BUDAYA BALI SEBAGAI MEDIA MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN BIPA TINGKAT PEMULA/BALI CULTURE AS A MOTIVATION MEDIUM IN LEARNING INDONESIAN FOR FOREIGNERS (BIPA) FOR BEGINNER LEVEL Sang Ayu Putu Eny Parwati
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.965 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.654.323-333

Abstract

AbstrakPengenalan budaya lokal sebagai media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis bagi pemelajarnya. Media pembelajaran yang menyangkut budaya pada bahasa yang dipelajari juga dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, serta memudahkan penafsiran dan memadatkan informasi, seperti yang ada dalam budaya Bali yang dapat diaplikasikan dalam pengajaran BIPA untuk Tingkat Pemula. Dengan menerapkan metode studi pustaka yang berlandaskan pada beberapa sumber dan pengetahuan penulis tentang budaya Bali, tulisan ini dapat dipaparkan dengan metode naturalistik karena hal-hal yang berkaitan dengan masalah budaya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting). Hasil yang diperoleh, yaitu budaya Bali sebagai media pembelajaran BIPA untuk pemelajar Tingkat Pemula, khususnya bagi pemelajar yang sedang belajar di Bali sangat menarik untuk disampaikan sebagai media penunjang pembelajaran utama dan sebagai motivasi untuk meningkatkan kemampuan memahami materi yang sedang dipelajari oleh pemelajar. Pengenalan etika berbicara dalam bentuk sapaan, mengucapkan salam dengan gestur yang tepat, dan mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan aktivitas adat dan keagamaan yang masih sangat kental dalam budaya Bali sangat perlu dan menarik untuk diketahui oleh pemelajar. Selain itu, gagasan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun bahan ajar atau bahan penunjang pengajaran BIPA untuk Tingkat Pemula selanjutnya, khususnya bagi lembaga BIPA yang ada di Provinsi Bali.Kata kunci: BIPA, budaya Bali, media, motivasiAbstractThe introduction of local culture as arouse teaching medium in the teaching-learning process can arouse desire and interest, evoke motivation and stimulation of learning activities, and even bring psychological influences to the learners. Learning media related to the culture where a language is learned can also help students to increase understanding, present data attractively and reliably, facilitate interpretation and condense information is available in Balinese culture that can be applied in teaching BIPA for Beginner Level. By applying the literature study method which is based on several sources and the author’s knowledge about Balinese culture, this paper can be presented with naturalistic methods because matters relating to cultural issues are carried out in natural settings. The results obtained that the Balinese culture as BIPA learning media for Beginner Level students, especially for students who are studying in Bali is very interesting to be conveyed as a primary learning support medium and as a motivation to improve the ability to understand what is being learned by students. The introduction of ethics speaks in the form of greetings, says greetings with appropriate gestures, and expresses matters related to traditional and religious activities that are still very thick in Balinese culture. In addition, this idea can be taken into consideration in preparing teaching materials or supporting materials for BIPA teaching for the next Beginner Level, especially for BIPA institutions in the Province of BaliKeywords: BIPA, Balinesse culture, supporting materials, motivation
LITERARY FOLKTALES PROMOTING CHILDREN'S MULTIPLE INTELLIGENCES/KARYA SASTRA YANG MENINGKATKAN KECERDASAN MULTIPEL ANAK-ANAK Berhanu Asaye Agajie
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.862 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.557.245-256

Abstract

AbstractThe objective of this study wasto investigate how literary folktale narrations promoting children's multiple intelligences. In this study qualitative design was adopted. The target populations of this study were found in Awi zone. In this case, expert sampling was used to capture multiple intelligences entrenched in a meticulous manifestation of knowledge in folktales.Through purposive sampling 20 folktale narrators (10 females and 10 male) were interviewed and two group discussions were conducted. The result of the study showed that engagement of children within literary narrations enablesthem to promote their linguistic, logical, spatial, musical, natural, interpersonal, intrapersonal, and bodily kinesthetic intelligences. Result and discussion showed thatliterary folktale narrations promote social cohesion regardless of age and gender. The children at any talent stage were acquainted with how to use their multiple intelligent through learning and their life experiences. This hypothesis is significant to elementary education because teachers able to observe more recurrently that students learn in different ways. Therefore, there is close relationship between literacy and folklore in influencing naturalist intelligencechildrento make a distinction among animals, categorize, and use features of the environment.Keywords: children, folktale, intelligences, literaryAbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk meneliti bagaimana narasi folktale yang meningkatkan  kecerdasan multipel anak-anak. Dalam penelitian ini, digunakan desain kualitatif. Target populasi penelitian ini ditemukan di wilayah Awi. Dalam kasus ini, expert sampling digunakan untuk mengkaji kecerdasan multipel yang berakar dalam manifestasi pengetahuan folktale. Melalui purposive sampling(penyampelan berdasarkan tujuan), 20 pencerita folktale (10 perempuan dan 10 laki-laki) diwawancarai dan dua diskusi kelompok dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan anak-anak dalam narasi sastra memungkinkan mereka untuk meningkatkan kecerdasan linguistik, logis, spasial, musik, alami, interpersonal, dan kinestetik tubuh mereka. Hasil dan pembahasan ini menunjukkan bahwa narasi folktale meningkatkan hubungan sosial tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Anak-anak pada setiap tahap bakat berkenalan dengan bagaimana menggunakan kecerdasan multipel mereka melalui pembelajaran dan pengalaman hidup mereka. Hipotesis ini sangat penting bagi pendidikan dasar guru dapat mengamati secara berulang-ulang bahwa siswa belajar dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu, ada kaitan erat antara literasi dan cerita rakyat dalam memengaruhi kecerdasan alami anak-anak untuk membuat perbedaan di antara hewan, mengategorikannya, dan menggunakan karakteristik lingkungan.  Kata Kunci: anak-anak, dongeng, kecerdasan, literasi 
KAJIAN PESAN TEKS MONOLOGIS WHATSAPP/A STUDY OF WHATSAPP MONOLOGIC TEXT MESSAGE  Subiyantoro Subiyantoro
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.487 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.728.295-308

Abstract

Abstrak Penelitian ini bertujuan untukmenemukan dan mendeskripsikan struktur, bahasa yang dipilih untuk mentransmisikan, serta karakter pesan teksmonologis yang ditulis di ruang pesan tiga grup WhatsAppdan sekaligus dikirim ke seluruh anggota grup. Data berupa pesan teks monologis, diperoleh dari sumber tertulis tiga grup WhatsAppberbeda dengan cara membuat tangkapan layar pesan teks yang dipilih. Untuk menguji validitas data dilakukan wawancara dengan informan terkait. Data berbahasa Prancis bersumber dari sebuah grup WhatsAppyang anggotanya berprofesi sebagai guru bahasa Prancis, data berbahasa Indonesia diambil dari sebuah kelompok pengajian, dan data berbahasa Jawa diperoleh dari sebuah grup WhatsAppRW. Data terkumpul dianalisis berdasar perspektif monologis Bakhtin. Hasil analisis menunjukkan bahwa pesan teks monologis di dalam ruang pesan grup-grup WhatsApptersebut dituturkan dari penutur yang berwewenang kepada seluruh partisipan di masing-masing grup dalam konteks pemberian informasi.  Pesan teks monologis tersebut dapat berstruktur lengkap atau semi lengkap, cenderung disampaikan dalam bahasa yang prestise di lingkungannya, dan secara umum bersifat otoritatif. Kata kunci: monologis, otoritatif, pesan teks, WhatsApp AbstractThis studyaimed to discover and describe the structures, language preference, and characters of the monologic text messages written and sent to all group members in the message spaces of three WhatsApp groups.The data that were in the forms of monologic text messages were obtained from three written sources, which were three WhatsApp groups, by taking and saving screenshots of selected text messages. To test the validity of the data, interviews were conducted with informants. The data written in French were collected from a WhatsApp group whose members are the French language teachers. The data written in Indonesian were obtained from a Quran reading group, and those in Javanese were collected from a WhatsApp group of a community unit (RW). All of the collected data were analyzed based on Bakhtin's monologic perspective. The results of the analysis showed that the monologic text messages in the message spaces of the WhatsApp groups were written by speakers (group members) with authority over all other group members in the three WhatsApp groups in terms of providing information. The monologic text messages were either complete or semi-complete, tended to be conveyed in language that showed prestige in each group’s environment, and were generally authoritative. Keywords: monologic, authoritative, text message, WhatsApp
TEMBANG SANDUR BOJONEGORO: KEKERASAN BUDAYA DAN ARKEOLOGI-GENEALOGI PENGETAHUAN/ TEMBANG SANDUR BOJONEGORO: CULTURAL VIOLENCE AND ARCHEOLOGY-GENEALOGY OF KNOWLEDGE Mashuri Mashuri
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (646.988 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.710.169-186

Abstract

AbstrakPenelitian sandur, kesenian rakyat berupa drama tari di Desa Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro sudah banyak, tetapi yang membicarakan tentang kekerasan budaya dan tembang sandur dalam kerangka arkeologi dan genealogi pengetahuan belum ditemukan. Hal itu karena kekerasan budaya menimpa seni tersebut karena imbas stigmatisasi sepihak pascatahun 1965—1966 yang menganggap sebagai kesenian rakyat yang berafiliasi ke PKI, dan pada masa puritanisme Islam menguat pada tahun 1990-an yang menganggap sandur tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, padahal isi tembang-tembang sandur kontradiksi dengan stigma tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini menguak aspek kekerasan budaya dengan menelusuri tembang sandur dari perspektif genealogi dan arkeologi pengetahuan dalam bingkai cultural studies. Teori yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu folklor, arkeo-genealogi pengetahuan, dan kesejarahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) tembang-tembang sandur memiliki metrum puitika Jawa yang mengarah pada nyanyian anak-anak, dengan media bahasa Jawa lokal, dan menyimpan jejak kearifan lokal, etika, dan spiritual, (2) nilai-nilai Islam-Jawa menjadi ruh tembang-tembang sandur. Di dalamnya terdapat sinkretisme nilai-nilai Jawa dan Islam, (3) stigmatisasi sepihak pada Sandur Bojonegoro, baik oleh kalangan anti-komunis maupun puritanisme Islam, hanya melihat pada konteks kesejarahan Indonesia pada Orde Lama ketika politik menjadi panglima dan hanya melihat penampang permukaan semata tanpa mendalami unsur-unsur pembentuknya, ideologi, ajaran luhur, dan tradisi yang melahirkan seni sandur.    Kata kunci:Sandur Bojonegoro, kekerasan budaya, arkeologi, genealogi pengetahuan  AbstractThere are many researches on sandur, folk art in the form of dance dramas in Ledok Kulon Village, Bojonegoro District, Bojonegoro Regency, but those that talk about cultural violence and tembang sandurin the archaeological framework and genealogy of knowledge have not been found. This is because cultural violence befell the art because of the impact of unilateral stigmatization after 1965-1966 which considered it a folk art affiliated to the PKI, and during the period of strong Islamic puritanism in the 1990s, which considered sandur not in accordance with Islamic values, even though the contents tembang sandurcontradict this stigma. Therefore, this study uncovers aspects of cultural violence by tracing tembang sandurfrom the perspective of genealogy and knowledge archeology within the framework of cultural studies. The theory used is triangulation of folklore theory, archeology-genealogy of knowledge, and history. As a result, (1) the sandursongs have a Javanese poetic metre that leads to children's singing, with local Javanese language media, and keeps traces of local wisdom, ethics, and spirituality, (2) Javanese-Islamic values become the spirit of the tembang sandur. In it there is a syncretism of Javanese and Islamic values, (3) the unilateral stigmatization of SandurBojonegoro, both by anti-communists and Islamic puritans, only looks at the historical context of Indonesia in the Orde Lamawhen politics was the commander and only sees the surface without explore its constituent elements, ideology, noble teachings, and traditions that gave birth to the art of sandur. Keywords:SandurBojonegoro, cultural violence, archeology, genealogy of knowledge
PSK DALAM FRAMING TIGA MONOLOG/PROSTITUTE ON THREE MONOLOGUES FRAMING Resti Nurfaidah
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.25 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.718.215-228

Abstract

Abstrak Makalah berjudul “PSK dalam Framing Tiga Monolog” ditulis untuk membahas tokoh PSK dalam ketiga monolog yang bertemakan kehidupan PSK, yaitu Monolog Tanda Tanya (Anggi Eka Putri), Monolog Pelacur (Putu Wijaya), danMonolog Cahaya (Lenny Koroh dan Silvester Hurit). Penelitian dalam makalah tersebut dibatasi pada penampilan tokoh PSK dalam ketiga monolog, pembahasan PSK berdasarkan konsep framingdan representasi, serta sikap lingkungan terhadap tokoh PSK. Penelitian ini merupakan kualitatif dengan metode analisis deskriptif komparatif pada ketiga monolog. Konsep teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah framing Pan Konscki, serta representasi Hall. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil berikut: (1) PSK yang ditampilkan dalam ketiga monolog ditunjukkan sebagai perempuan yang terjerumus. Tokoh PSK mudah terjerumus ke dalam dunia hitam, tetapi sulit keluar dari dunia tersebut; (2) Berdasarkan hasil framing dan representasi, tokoh PSK merupakan korban yang tidak mampu mengatasi dampak pelecehan seksual atau pemerkosaan. Kekecewaan berkepanjangan tidak pernah teratasi karena tokoh PSK dipertemukan dengan lingkungan atau pihak yang berkompeten menjerumuskan perempuan itu di dunia hitam, misalnya teman atau kekasih. Konflik dengan sosok ayah juga dianggap sebagai pencetus utama tercetusnya seorang perempuan ke dunia hitam; serta (3) sikap lingkungan terhadap tokoh PSK menunjukkan bahwa dunia hitam para PSK bukan dunia yang ramah. PSK tidak dapat ke luar dari dunia tersebut dengan mudah sementara ia harus bertanggung jawab untuk kehidupan anggota keluarganya.  Selain itu, ia harus menanggung risiko besar selama menjalani profesinya, tanpa perlindungan apa pun. PSK bukan saja mengalami kesulitan di dunianya sendiri, melainkan pula di dunia luar. Lingkungan sosial sulit menerima eksistensi mereka, bahkan cenderung merendahkan. Tidak jarang lingkungan sosial dapat menjadi pencetus atau pendukung terjerumusnya seorang perempuan menjadi PSK. Kata kunci: PSK, framing, pelecehan, korban Abstract"PSK in Framing of Three Monologues" discussed prostitute figures on the three prostitute themed monologues:  Monolog Tanda Tanya (Anggi Eka Putri), Monolog Pelacur (Putu Wijaya), dan Monolog Cahaya (Lenny Koroh dan Silvester Hurit). The research was limited to (1) the appearance of prostitute figures in all three monologues, (2) prostitute discussions based on the result of framing and representation, also (3) environmental reactions towards prostitutes. This research is qualitative with a comparative descriptive analysis method on all three monologues. The theoretical concept used in this research was Pan Konscki’s framing, as well as Hall representation of the. The result was below. First, PSK displayed in all three monologues was shown as women who were extremely trapped. PSK figures easily fell into the site, but were difficult to get out from. Second, based on the framing and representation, prostitute figures were victims who were unable to cope with the effects of sexual harassment or rape. Prolonged disappointment had never been resolved because they met with the environment or the competent party plunged them into such world, such as friends or lovers. Conflict with a father figure was also considered as the main originator of the emergence of a woman into the sit. Three, the environmental attitude towards the prostitute shew that the surroundings of prostitutes were not a friendly world. They won’t let to be out of it easily while, on the other hand, they had to be responsible for the lives of their family members. In addition, they were close to high-risks of their profession, without any protection. Prostitutes were not only experience difficulties in their own world, but also in the outside world. The social environment also hardly accepted their existence, even tends to be condescending. Sometimes, it could be the originator or supporter of a woman becoming a prostitute. Keywords: prostitute, framing, harrashment, victims
MAKNA DAN FUNGSI TRADISI LISAN KENDURI SKO MASYARAKAT KERINCI JAMBI/MEANING AND FUNGCTIONS OF KENDURI SKO ORAL TRADITION KERINCI SOCIETY IN JAMBI Ricky Aptifive Manik
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.59 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.484.229-244

Abstract

AbstrakKenduri Sko merupakan tradisi pengukuhan gelar adat yang dilakukan oleh masyarakat Kerinci. Di dalam tradisi itu terdapat berbagai piranti dan pepatah-petitih yang belum diketahui makna dan fungsinya. Oleh sebab itu, penelitian ini hendak melihat makna dan fungsi tradisi lisan Kenduri Sko. Ada dua strategi yang digunakan dalam penelitian ini,pertama, pengumpulan data dengan perekaman dan wawancara. Kedua, Kenduri Sko dilihat sebagai fakta semiotik dengan aspek empirik dan aspek nonempirik. Melalui aspek empirik dikaji piranti dan teks pepatah-petitih dalam pengukuhan pemangku adat, sedangkan aspek nonempirik dilihat secara keseluruhan tradisi Kenduri Sko sebagai kesadaran kolektif kebahasaan dan kesadaran kolektif kebudayaan. Metode berikutnya adalah dengan melihat fungsi-fungsi folklore menurut Bascom. Penelitian ini menemukan bahwa Kenduri Skoadalah warisan nenek moyang yang berupa benda pusaka, aturan-aturan, norma-norma, nilai-nilai, dan sebagai ucapan rasa syukur atas apa yang menjadi milik masyarakat Kerinci. Adapun fungsi Kenduri Sko adalah sebagai pengukuhan gelar adat, sistem nilai-nilai kolektif, edukasi bagi pewaris selanjutnya, dan menjadi alat kontrol dalam prilaku sosial masyarakat.Kata kunci: tradisi lisan, kenduri sko, semiotik, kesadaran kolektifAbstractKenduri Sko is a tradition of custom title inauguration held by the Kerinci society. In that tradition, there are various tools and wise words which their meaning and functions are not yet known. Therefore, this study wants to look at the meaning and function of Kenduri Sko oral tradition. Two strategies are used in this study. First, the data are collected by recording and interviewing. Second, Kenduri Sko seen as a semiotic fact with empirical and non-empirical aspects. Through the empirical aspect, petatah-petitih (customary rhyming wise words) text examined in the inauguration of customary stakeholders, while the non-empirical aspect seen as a whole of the Kenduri Sko tradition as collective language and cultural awareness. The next method is to look at the functions of folklore according to Bascom. This research found that Kenduri Sko is a legacy of ancestors in the form of heirlooms, rules, norms, values, and gratitude for what belongs to the Kerinci’s community. Kenduri Sko functions as an oath of customary titles, a system of collective values, education for the next heirs, and a means of control in people’s social behavior.Keywords: oral tradition, kenduri sko, semiotics, collective awareness
SYNTACTICAL ERROR ANALYSIS OF EFL LEARNER IN CONVERSATION CLASS AT ENGLISH LITERATURE STUDY PROGRAM/ANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA ASING PADA KELAS PERCAKAPAN DI PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS Heri Kuswoyo; Laila Ulsi Qodriani; Khairunnisa Khairunnisa
Aksara Vol 33, No 2 (2021): AKSARA, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.028 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v33i2.479.309-322

Abstract

AbstractThe learner’s syntactical error analyses have long been interested in the second and foreign language researchers. This study aimed at investigating the syntactical error types, the form of error, and the frequencies of these errors that occurred in the sixth-semester student presentation on the conversation class at the English Literature Study Program in Universitas Teknokrat Indonesia. To achieve the objectives, the data were collected from the learner’s transcribed speech. The sampling of non-probability was used to select the classroom and participant’s characteristics. These data were collected by video recording, non- participant observation techniques, and documents. To classify the learner’s syntactical errors, Politzer Ramirez’s (1973) syntactical errors taxonomy was adopted. Further, the qualitative method was applied in this study. Based on the result of the analysis, there were 64 syntactical errors uttered by the learner. The results of the analysis were then categorized into three forms: phrases, clauses, and sentences. The results of this study showed that the learner often made the syntactical error in the form of sentences. That was 32 errors (50%). Furthermore, the study found that the amount of confusion was the most commonly uttered as the type of error (26,56%). The learner often got confused to make the right use between the number and the subject mentioned. Thus, the findings indicated that even though the learner considered as the best; yet the learner still possibly made some errors. Therefore, lecturers or instructors should raise the students’ syntactical error awareness. So that it could improve the student’ speaking skills in their level of English.Keywords: error analysis, syntactical error, conversation class, speaking skillsAbstrakAnalisis kesalahan sintaksis siswa telah lama menjadi hal yang menarik bagi peneliti bahasa kedua dan asing. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki jenis kesalahan sintaksis, bentuk kesalahan, dan frekuensi kesalahan tersebut pada presentasi siswa semester enam pada kelas percakapan di Program Studi Sastra Inggris, Universitas Teknokrat Indonesia. Untuk mencapai tujuannya, data dikumpulkan dari presentasi siswa yang telah ditranskripsikan. Sampling non-probabilitas diterapkan untuk memilih karakteristik kelas dan partisipan. Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik perekaman video, pengamatan non-partisipan, dan dokumen. Untuk mengklasifikasikan kesalahan sintaksis mahasiswa, taksonomi kesalahan sintaksis Politzer dan Ramirez (1973) diadopsi. Lebih lanjut, metode kualitatif diterapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis, terdapat 64 kesalahan sintaksis yang ditemukan pada presentasi siswa. Hasil analisis kemudian dikategorikan dalam tiga bentuk, yakni frase, klausa, dan kalimat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa sering membuat kesalahan sintaksis dalam bentuk kalimat, yakni 32 kesalahan (50%). Lebih jauh, penelitian ini menemukan bahwa ‘number of confusion’ merupakan jenis kesalahan yang sering diujarkan, yakni 26,56%. Pembelajar sering mengalami kebingungan dalam menggunakan antara nomor dan subjek yang disebutkan. Dengan demikian, temuan menunjukkan bahwa meskipun mahasiswa dianggap yang terbaik masih membuat beberapa kesalahan. Oleh karena itu, dosen atau instruktur harus meningkatkan kesadaran kesalahan sintaksis mahasiswa sehingga hal ini dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa di tingkat bahasa Inggris mereka.Kata kunci: analisis kesalahan, kesalahan sintaksis, kelas percakapan, keterampilan berbicara

Page 1 of 2 | Total Record : 12