cover
Contact Name
Muhammad Virsyah Jayadilaga
Contact Email
pusbangdatin@gmail.com
Phone
+628122115449
Journal Mail Official
pusbangdatin@gmail.com
Editorial Address
Jalan H.R. Rasuna Said Kavling 4-5, Jakarta Selatan 12940
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Penelitian Hukum De Jure
ISSN : 25798561     EISSN : 14105632     DOI : 10.30641
Core Subject : Education, Social,
The De Jure Legal Research Journal, known as Jurnal Penelitian Hukum De Jure, is a legal publication issued three times a year in March, July, and November. It is published by the Law Policy Strategy Agency of the Ministry of Law of the Republic of Indonesia, in collaboration with the Indonesian Legal Researcher Association (IPHI). This association was legalized under the Decree of the Minister of Law and Human Rights Number AHU-13.AHA.01.07 in 2013, dated January 28, 2013. The journal serves as a platform for communication and a means to publish diverse and relevant legal issues primarily for Indonesian legal researchers and the broader legal community. In 2024, the management of the De Jure Legal Research Journal will include various stakeholders, as outlined in the Decree of the Head of the Law and Human Rights Policy Agency Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, dated February 20, 2024, which establishes a publishing team for the journal. According to the Decree of the Director-General of Higher Education, Research, and Technology of the Ministry of Higher Education, Science, and Technology of the Republic of Indonesia, Number PPH-18.LT.04.03 for 2024, which is based on the Accreditation Results of Scientific Journals for Period 2 of 2024, the De Jure Legal Research Journal has achieved a Scientific Journal Accreditation Rank of 2 (Sinta-2). This reaccreditation is valid for Volume 23, Number 1, of the year 2023, through Volume 27, Number 4, of the year 2027.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 3 (2017): Edisi September" : 8 Documents clear
Upah Layak Bagi Pekerja/Buruh dalam Perspektif Hukum dan HAM Oki Wahju Budijanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.067 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.395-412

Abstract

Pemerintah/pemerintah daerah dalam penetapan standar upah minimum seringkali berpihak kepada pengusaha yang pada akhirnya terjadi mogok kerja oleh pekerja/buruh. Oleh karena itu, permasalahan yang muncul adalah bagaimana pengupahan yang layak bagi pekerja/buruh dalam perspektif hukum dan HAM? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengupahan yang layak bagi pekerja/buruh dalam perspektif hukum dan HAM. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai bahan bacaan guna memperluas wawasan bagi pembaca tentang standar upah yang layak bagi pekerja/buruh dalam perspektif hukum dan HAM. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif melalui studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Indonesia belum dapat menetapkan upah sesuai prinsip-prinsip upah layak berdasarkan HAM. Namun pemerintah terus berupaya progresif dalam mengatur tentang pengupahan, hal ini tentunya pemerintah juga memperhatikan keberlangsungan perusahaan agar dapat berkembang dan tumbuh dalam persaingan global. Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas perekonomian dan terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Kesejahteraan buruh tidak tergantung pada besaran upah yang diterima semata, melainkan juga fasilitas sosial negara yang membantu mengurangi pengeluaran hidup. Negara juga hadir dalam bentuk pembinaan dan pengawasan dalam dialog sosial bipartit antara pengusaha dan buruh di perusahaan.
Penerapan Asas Ultimum Remedium dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Novita Sari
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1047.503 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.351-363

Abstract

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika memerlukan perhatian serius dari pemerintah terutama masalah kebijakan yang dapat diterapkan dalam pemberian sanksinya. Banyaknya permasalahan yang terjadi dalam penanganan kasus Tindak Pidana Narkotika menjadi alasan penulis untuk membuat penelitian terkait kebijakan yang telah dijalankan oleh Pemerintah dan kendalanya, serta kebijakan apa yang lebih sesuai untuk diterapkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan dianalisa secara kualitatif melalui studi pustaka dan pengalaman di lapangan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa adanya asas ultimum remedium memberikan ruang bagi Pemerintah untuk menerapkan kebijakan alternatif dari sekedar pemberian sanksi pidana. Penerapan sanksi rehabilitasi bagi tersangka kasus Tindak Pidana Narkotika merupakan bentuk realisasi dari asas ultimum remedium namun dalam penerapannya masih terdapat banyak kendala diantaranya adalah kurangnya koordinasi diantara Kementerian/Lembaga terkait yang menangani tersangka kasus Tindak Pidana Narkotika dalam proses peradilan. Melalui revisi peraturan yang sudah ada maka diharapkan penerapan asas ultimum remedium ini dapat tepat sasaran dan terlaksana dengan baik.
Keadilan Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Penny Naluria Utami
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (944.021 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.381-394

Abstract

Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia masih menjadi sorotan publik karena kerap mengalami berbagai masalah yang tidak kunjung selesai, mulai dari over kapasitas dan terjadinya praktik pungutan liar. Oleh karena itu, untuk mengetahui model pembinaan bagi narapidana maka diadakan penelitian agar tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan memberikan bekal kepada narapidana dalam menghadapi kehidupan setelah menjalani masa hukuman (bebas), sehingga ketika mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan mereka telah siap berbaur dengan masyarakat. Penelitian dilakukan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dimana semua aturan dan atau kebijakan terkait pemasyarakatan dibuat dan dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan pokok permasalahan mengenai bagaimana pola dan cara pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan bagaimana prinsip hak asasi manusia diintegrasikan ke dalam perumusan kebijakan manajemen pemasyarakatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif analisis dengan melakukan pendekatan secara kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pelaksanaan hak-hak Narapidana masih mengalami kendala terutama berkenaan dengan penerapan hak-hak bersyarat. Terdapat beberapa persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah cenderung tidak harmonis dengan Undang-undang sehingga dapat menunda atau meniadakan hak-hak tertentu untuk jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disarankan agar Pemerintah melakukan perubahan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan khususnya yang berhubungan dengan hak-hak narapidana, yang mana beberapa persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menjadi tidak harmonis dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan mengajak masyarakat, perusahaan swasta dan BUMN untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam pembinaan narapidana sehingga warga binaan mendapatkan kesempatan kedua.
Pertimbangan Hakim Pada Putusan Praperadilan: Studi Putusan Nomor: 09/PID.PRA/2016/PN.Lwk Tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Politik Uang Hardianto Djanggih; Yusuf Saefudin
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (962.013 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.413-425

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis putusan pengadilan Nomor: 09/Pid.Pra/2016/PN.LwktentangPenghentianPenyidikanTindakPidanaPolitikUang di KabupatenLuwuk. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan, bahwa Pertimbangan hakim pada Putusan pengadilan Nomor: 09/PID.PRA/2016/PN Tentang Penghentian Penyidikan Nomor SP.Sidik/106.a1/IX/2016/ Ditreskrimum tertanggal 13 September 2016, Penghentian penyidikan yang dilakukan termohon, menurut pengadilan tidak berdasar hukum. Pelaksanaan Putusan praperadilan Nomor:09/PID.PRA/2016/PN Tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Politik Uang. Pada dasarnya putusan hakim sudah dapat dijalankan apabila telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penyelesaian Konflik Penodaan Agama dalam Perspektif Hukum Pidana di Indonesia Ahmad Jazuli
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1143.426 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.329-350

Abstract

Tingginya angka kasus terkait pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (“penodaan agama”) baik yang dilakukan atas nama organisasi, aparat, maupun individu, serta ambigunya peraturan terkait kedudukan agama dalam negara menimbulkan polemik di masyarakat yang mengancam intoleransi dan diskriminasi. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan penelitian hukum kepustakaan yang ditujukan untuk menjawab permasalahan bagaimanakah penyelesaian konflik penodaan agama dalam perspektif hukum pidana di Indonesia, dengan mengkaji peraturan hukum pidana yang berlaku dan untuk mendapatkan suatu gambaran (deskriptif analitis) bagaimanakah seharusnya penyelesaian konflik tersebut dalam sistem peradilan di Indonesia guna mewujudkan restorative justice. Penelitian ini menunjukan bahwa Peraturan nasional terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan masih bersifat parsial dan cenderung subyektif sehingga menimbulkan multi tafsir di kalangan pemerintah dan masyarakat; konflik penodaan agama yang terjadi karena tidak tegasnya pemerintah dalam mengimplementasikan kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai peraturan yang ada; serta peraturan yang ada masih sangat normatif baik isi maupun konsep sehingga masih belum terimplementasi dengan baik.
Upaya Penanggulangan Kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Ulang Mangun Sosiawan
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (965.056 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.365-379

Abstract

Isu aktual mengenai kerusuhan yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan  dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dan meresahkan. Upaya pembenahan berbagai sarana dan prasarana yang seharusnya diselenggarakan pemerintah belum memenuhi harapan bagi narapidana dalam menghadapi over kapasitas, hingga saat ini jajaran Pemasyarakatan senantiasa bergerak untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, segala  bentuk upaya telah dilakukan, namun dianggap masih belum menyentuh akar permasalahan secara baik dan tuntas. Permasalahannya adalah Apa yang menjadi penyebab kerusuhan? Bagaimana upaya penanggulangan kerusuhan serta langkah-langkah mengantisipasinya? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, empiris, yaitu dengan meneliti data sekunder dan data primer yang ada di lapangan. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor terjadinya kerusuhan disebabkan karena, (1) over kapasitas dan perbandingan jumlah petugas dan penghuni lembaga pemasyarakatan yang sangat tinggi; (2) Pemahaman terhadap uraian tugas dan nilai-nilai HAM tidak merata, pelaksaaan tugas cenderung berdasarkan kebiasaan, dan kurang perhatian terhadap kebutuhan narapidana; (3) Kesejahteraan petugas dan keinginan narapidana yang kuat untuk mendapatkan kebebasan/kelonggaran, menimbulkan kecenderungan tumbuhnya hubungan pribadi yang berlebihan dan memungkinkan terjadinya kolusi,  perbedaan perlakuan, persaingan tidak sehat, dan kecemburuan sosial; (4) Situasi dan kondisi yang monoton dan berlangsung lama, mengakibatkan rasa bosan, stress yang berkepanjangan, perilaku apatis, malas, tidak patuh. Upaya penanggulangan dan mengantisipasinya dengan cara preventif dan represif. Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah pentingnya relokasi ulang pembangunan lembaga pemasyarakatan; peningkatan SDM petugas pemasyarakatan; pemenuhan kebutuhan dasar WBP berupa pangan, sandang dan hunian; serta Revisi Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Perubahan Tatanan Budaya Hukum pada Masyarakat Adat Suku Baduy Provinsi Banten Otom Mustomi
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1106.135 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.309-328

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan geografis keadaan budaya hukum Suku Baduy Provinsi Banten, kemudian mengungkapkan secara cermat tentang budaya hukum perubahan kehidupan Masyarakat Baduy, juga menganalisis budaya hukum adat di Indonesia,  menganalisis atas penyebab perubahan-perubahan hukum atas kehidupan kekerabatan Suku Baduy Provinsi Banten sebagai bagian suku Sunda di Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menganalisis secara kualitatif dengan menggunakan data sekunder yang berkaian dengan sistem budaya hukum Suku Baduy Provinsi Banten di Provinsi Banten. Hasil penelitian antara lain; dalam Kampung Suku Baduy  masih berada bagian dari suku Sunda yang secara umum tidak terlalu banyak berbeda pada suku Sunda lainnya. Secara khusus yang membedakan  Suku Baduy Provinsi Banten dengan suku Sunda lainnya adalah cara-cara berpakaian dan pelaksanaan tradisi sebagai bagian budaya hukum yang masih teguh memegang budaya hukumnya yang bersumber dari kebiasaan akar tradisi leluhur mereka yang masih dijaga baik. Budaya hukum terhadap perubahan berkehidupan masyarakat Masyarakat Baduy  telah terikat tradisi adat perkawinan internal dan budaya hukum tradisi mereka yang mutlak dijaga secara murni. Budaya hukum atas berkehidupan hukum adat masih memproritaskan hukum adat dan hak ulayat yang hampir punah sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, ternyata Suku Baduy Provinsi Banten mampu mempertahankan eksistensinya dari pengaruh kemajuan bangsa. Perubahan tatanan budaya hukum Suku Baduy Provinsi Banten terhadap ronrongan pergaulan secara eksternal termasuk mengikuti pola-pola berprilaku pada masyarakat luar, termasuk penerimaan alat  kemunikasi informasi seperti menonton televisi, juga menganjurkan sekolah kalangan muda sepanjang tidak merusak tatanan budaya hukum Suku Baduy Provinsi Banten yang mutlak harus dijaga keberadaan dan kelestariannya. Sedangkan dari sisi, sarananya   Pemda Jawa Barat  berkewajiban untuk mempertahankan budaya hukum masyarakat suku Sunda termasuk Suku Baduy Provinsi Banten dari ancaman kepunahan dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk menjadi bagian tujuan wisata, karena tanpa dukungan pemerintah tidak maksimal mendatangkan devisa wisatawan yang datang secara individu.
Wacana Menghidupkan Kembali GBHN dalam Sistem Presidensil Indonesia Mei Susanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 3 (2017): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (997.16 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.427-445

Abstract

Penelitian ini membahas wacana menghidupkan kembali GBHN sebagai pedoman perencanaan pembangunan nasional yang sering dibenturkan dengan sistem presidensil. Permasalahan yang diteliti, pertama bagaimana bentuk hukum GBHN yang tidak bertentangan dengan sistem presidensil? Kedua, bagaimana implikasi hukum pelanggaran GBHN oleh Presiden sesuai sistem presidensil? Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian ini memperoleh kesimpulan GBHN tidak selalu bertentangan dengan sistem presidensil dengan cara menempatkannya dalam konstitusi. Bentuk hukum GBHN dalam konstitusi membuat perencanaan pembangunan nasional tidak menjadi domain presiden saja tetapi hasil kesepakatan bersama sesuai dengan basis sosial masyarakat Indonesia yang majemuk. Pelanggaran GBHN tidak dapat berimplikasi pada pemberhentian Presiden, karena GBHN masih bersifat panduan yang mengikat secara moral. Pranata hukum untuk mengevaluasi pelanggaran GBHN, dapat melalui MPR dengan memerintahkan DPR untuk menggunakan hak budget parlemen secara efektif atau Mahkamah Konstitusi melalui judicial review ataupun constitutional complaint. Penghidupan GBHN ini dapat dilakukan dengan melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 oleh MPR.

Page 1 of 1 | Total Record : 8