cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002" : 10 Documents clear
HUBUNGAN ANTARA ENSO DENGAN VARIASI CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2153

Abstract

Telah dihitung hubungan antara Index Osilasi Selatan (SOI) dengan curah hujan diwilayah Indonesia dengan menggunakan data rata-rata bulanan SOI dan curah hujanselama 33 tahun (1961-1993). Berdasarkan rata -rata tiga bulanan diperoleh bahwa bulan September-Oktober -Nopember merupakan periode dimana SOI memiliki hubungan sangat kuat (r > +0.6) dengan curah hujan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Daerah tersebut adalah Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Irian Jaya. Sedangkan curah hujan di Sumatra Barat, Riau, Sumatra Utara dan Aceh tidak terpengaruh oleh perubahan nilai SOI (-0.3 < r < +0.3). Pengaruh El Nino di setiap daerah di Indonesia pada umumnya berlangsung pada masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan.The correlation between Southern Oscillation Index (SOI) and precipitation overIndonesia have been analyzed for period 1961-1993. Strong correlation found duringSeptember-October -November season over South Sumatra, Bengkulu, Lampung, Java,Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, South Sulawesi, Southeast Sulawesi, North Sulawesi,North Maluku, and Irian Jaya. Precipitation over these areas decrease during El Ninoepisode. Whereas precipitation over West Sumatra, Riau, North Sumatra and Aceh doesnot have good correlation with SOI. El Nino influences the precipitation during thetransition period especially from dry season to rainy season.
SPATIAL PATTERNS OF ENSO IMPACT ON INDONESIAN RAINFALL Edvin Aldrian
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2154

Abstract

A monthly temporal and spatial assesment on ENSO impact on Indonesian rainfall hasbeen done. The study uses monthly ensemble averages of El Nino and La Nina years from 1961 to 1993. There are 6 El Niño years and 5 La Niña years during that period. Indonesia experiences negative ENSO influences from April on both El Niño (warm phase) and La Niña (cold phase). The influences of ENSO reach their peaks in August and September by both types of events and decay afterward. The influences diminish totally by December. Since the influences occur in the dry season, El Niño contributes a negative impact, while La Niña a positive impact to the Indonesian climate. The maximum spatial extension of ENSO reaches almost all parts of Indonesia except north Sumatera and some parts of Kalimantan. There is an indication of a negative influence of ENSO to the onset of Asian monsoon in the Southeast Asian.Kajian bulanan secara temporal dan geografis tentang pengaruh ENSO terhadap curahhujan Indonesia telah dilakukan. Penelitian ini memakai nilai rata-rata gabungan bulanan dari tahun El Niño dan La Niña dari 1961 hingga 1993. Ada 6 tahun El Niño dan 5 tahun La Niña pada perioda tersebut. Indonesia menerima pengaruh negatif dari ENSO mulai April pada tahun ENSO. Pengaruh ENSO mencapai puncaknya pada bulan Agustus dan September pada keduanya dan menurun setelahnya. Pengaruhnya benar-benar hilang pada bulan Desember. Karena pengaruh ENSO terjadi pada musim kering, El Niño memberikan kontribusi negative terhadap iklim Indonesia, sementara La Niña memberikan kontribusi positive. Luasan daerah pengaruh ENSO yang maksimal terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia kecuali bagian utara Sumatera dan sebagian Kalimantan. Ada indikasi pengaruh negative dari ENSO terhadap kedatangan muson Asia ke wilayah Asia Tenggara.
ANALISIS KLIMATOLOGI INDEKS OSILASI SELATAN (SOI) UNTUK PENDUGAAN MUSIM TIGA-BULAN KE DEPAN MENGGUNAKAN REGRESI LINIER: PENDUGAAN SOI MUSIM JFM TAHUN 2002 Untung Haryanto
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2155

Abstract

Telah dilakukan analisis terhadap data klimatologi SOI untuk periode tahun 1900 - 2000guna mengetahui tingkat peramalannya, serta peristiwa besar yang diakibatkannya .1200 data bulanan SOI ini di stratifikasi menjadi data musim (season) dua-bulanan dantiga-bulanan. Hasil analisis auotokorelasi menunjukkan bahwa dua deret musiman iniberkaitan erat, dengan korelasi 0,71. Dari hasil ini, dilakukan analisis regresi linier untukmemformulasikan model training, dan kemudian dilakukan validasi. Validasi silang tigalipatan (three fold cross validation) menunjukkan bahwa model M3 = 1.027 M2 + - 1.12merupakan model training yang menunjukkan kinerja paling baik, berdasarkan dengantingkat korelasi antara SOI-musim hasil dugaan (predicted) dengan SOI -musim hasilpengamatan yang memiliki tingkat korelasi sebesar 0,9. Dengan hasil ini maka modeltraining terpilih digunakan untuk melakukan prediksi SOI-musim tiga bulanan ke depan.Dengan data musim ND tahun 2001, hasil model menunjukkan bahwa musim JFM tahun 2002 adalah normal.Climatology of Southern Oscillation Index (SOI) within period of 1900 - 2000 was out toanalyzed to find out its predictability, and possibility impacts might follow. Total of 1200monthly SOI data was stratified into new series , namely 2-month SOI -season and 3-month SOI-seson. The result of auto -correlation analysis indicates that this two serieshave strong lag-correlation ie 0,71. Base on this result , linear regression analysis wasapplied to formulate a model training, and then to validate its model. Three-fold CrossValidation of model training indicates that model training M3 = 1.027 M2 - 1.12 has better performance, because correlation between SOI -season prediction and SOI real data, is 0.9. Therefore the model may be used in forecasting activity to predict three SOI- season ahead. Based on SOI season ND 2001 the model says that JFM SOI season is normal.
ANALISIS HUJAN DENGAN BOUNDARY LAYER RADAR Findy Renggono
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2156

Abstract

Boundary Layer Radar (BLR) merupakan sebuah L-band Doppler radar. BLR yang terletak di Serpong, merupakan program kerjasama pengamatan antara RASC Kyoto University, Jepang, BPPT dan LAPAN. Pada dasarnya BLR digunakan untuk mengamati dinamika atmosfir pada kondisi udara cerah dari permukaan sampai ketinggian 3 km. Pada tulisan ini akan ditunjukkan bahwa BLR dapat juga digunakan untuk mengamati hujan.Boundary Layer Radar is an L-band Doppler radar. BLR that located at Serpong, Indonesia (6°S, 107°E) is a collaborative program between RASC, Kyoto University, Japan, BPPT and LAPAN. Although this radar is basically designed to measure winds in clear-air. This study, however, shows that BLR can also be used to detect the rain drops.
THE SPECTRUM THRESHOLD FILTER METHOD FOR CHAFF AND RAIN Edvin Aldrian
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2157

Abstract

Polarization doppler radar observations of chaff and rain were conducted. At least in thevertical pointing case, the spectrum of chaff is much narrower than that of rain. In dataanalysis a new method of filtering chaff data from noise is used. This filter method, named the spectrum threshold filter method, was also applied for rain data for comparison. Instead of using the average power as in the conventional method this fil ter method utilizes the doppler spectral peak power. Consequently this filter method is able to detect a presence of even a single strong doppler velocity signals. Hence the performance of this filter is better with metallic strips, such as chaff, than raindrops. The variation of the filter’ s threshold will change significantly the filtered rainfall area but not the chaff one. The filter technique is also useful to detect a narrow but strong spectral data.Pengamatan hujan dan chaff dengan memakai radar dengan polarisasi doppler telahdilakukan. Paling tidak pada posisi tegak lurus, spektrum dari chaff lebih sempit daripada pada butir hujan. Dalam melakukan analisa data kita telah mengembangkan sebuah metoda filtering untuk memilah data chaff dari noise sekitarnya. Metoda filter ini, yang disebut metoda filter spectrum threshold, juga diterapkan pada data hujan sebagai perbandingan. Daripada memakai kekuatan rata-rata dengan metoda umumnya, metoda filter ini memakai puncak spektrum. Sehingga metoda filter ini dapat mendeteksi keberadaan dari hanya sebuah puncak kecepatan doppler dalam sinyal. Pada akhirnya kinerja metoda filter ini lebih baik untuk aplikasi pada pita-pita logam seperti chaff daripada butiran hujan. Variasi dari batas ambang (threshold) dari filter ini akan mengubah area hujan yang terfilter secara drastis tetapi tidak pada data chaff. Teknik filter ini juga berguna untuk mendeteksi spektrum doppler yang sempit tetapi kuat.
PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2158

Abstract

Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia dengan variasi curah hujan di Indonesia telah dihitung dengan menggunakan data bulanan suhu permukaan laut dari GISST (Global Sea Surface Suhue) serta data bulanan curah hujan dari GHCN (Global Historical Climate Network) selama 33 tahun (1961 – 1993). Penomena dipole mode yang terdapat di Samudra Hindia ditandai oleh munculnya anomali negatif suhue permukaan laut di sebelah barat Sumatra sementara pada saat yang bersamaan di bagian barat Samudra Hindia terdapat anomali positif. Fenomena tersebut mempengaruhi intensitas curah hujan yang terjadi di Indonesia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa korelasi sangat kuat ( < − 0.6) ditemui di Sumatra bagian selatan, Pulau Jawa dan Nusatenggara yang terjadi pada bulan September -Oktober - Nopember. Selama berlangsungnya dipole mode, curah hujan di daerahtersebut mengalami penurunan.The correlation of Indian Ocean sea surface temperature anomaly and precipitation over Indonesia have been analyzed. This study used monthly mean data of sea surface temperature from GISST (Global Ice and Sea surface Temperature) and precipitation from GHCN (Global Historical Climate Network) for period 1961 -1993. The dipole mode phenomena in the Indian Ocean: anomalously low sea surface temperature off Sumatra and high sea surface temperature in the western Indian Ocean accompanied with precipitation anomalies over Indonesia. Strong correlation ( < −0.6) found over SouthSumatra, Java and Nusa Tenggara on September -October -November season. Precipitation over South Sumatra, Java, and Nusa Tenggara decreases during dipole mode event.
PERBANDINGAN ANTARA EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR DENGAN MIDDLE AND UPPER ATMOSPHERE RADAR DALAM PEMANTAUAN ANGIN ZONAL DAN ANGIN MERIDIONAL Eddy Hermawan; Mohamad Husni
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2159

Abstract

Pusat Pengetahuan Radio Atmosfer dan Antariksa, Universitas Kyoto, Jepang bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telahmembangun suatu radar VHF raksasa yang diberi nama Radar Atmosfer Katulistiwa (EAR) di Kototabang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Perhatian utama radar ini adalah untuk meneliti perilaku angin dan turbulensi yang terjadi di lapisan troposfer dan lapisan bawah stratosfer dengan resolusi tinggi dalam waktu dan ketinggian. Beberapa program studi dan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan data radar ini sedang direncanakan. Pada makalah ini latar belakang berdirinya EAR, gambaran umum tentang EAR dan MU radar, sistem kerja, hasil awal beroperasinya EAR di Indonesia, khususnya vertikal profil angin zonal dan meridional dikemukakan untuk dibahas.Radio Science Center for Space and Atmosphere (RASC) of Kyoto University (Japan) together with the Indonesian National Institute of Aeronautic and Space (LAPAN) have been constructed a giant VHF radar, namely Equatorial Atmosphere Radar (EAR) at Kototabang, Bukittinggi, West Sumatera. This radar is mainly concerned to observe winds and turbulence in the troposphere and lower stratosphere with a good time and spatial height resolution. Numerous study and research programs with the EAR are now planed. In this paper the basic idea the contructed of EAR, the general description of EAR and MU radar, working system and an initial observation results of EAR contruction, especially on the vertical profile of zonal and meridional wind velocity are discussed.
PENERAPAN METODE PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) UNTUK PROGRAM PENGENDALIAN DAN SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KASUS : SUNGAI CILIWUNG Sunu Tikno
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2160

Abstract

Banjir merupakan suatu peristiwa hidrologi yang kadang sulit diprediksi kejadiannyadan sering mendatangkan kerugian. Metode penelusuran banjir (metode muskingum) telah banyak digunakan oleh ahli-ahli hidrologi untuk melakukan pengendalian banjir. Tulisan ini merupakan kajian penerapan metode penelusuran banjir di Sungai Ciliwung pada ruas Depok hingga Manggarai. Hasil perhitungan nilai-nilai konstanta dan koefisien sebagai berikut : x = -0.002; K = 6 jam; C0 = 0.1443; C1 = 0.1409 dan C3 = 0.7147. Nilai K = 6 jam berarti bahwa waktu perjalanan puncak gelombang banjir dari Depok menuju Manggarai adalah sekitar 6 jamFlood is the hydrological event and the event occurrence was very difficult to predictand usually detriment. Flood routing (Muskingum method) has been applying for the effort of flood control. This paper described the study of application of flood routing using Muskingum method in Ciliwung River at Depok through Manggarai section. Calculated result of constantan and coefficients value were: x =-0.002; K = 6 hours; C0 = 0.1443; C1 = 0.1409 and C3 = 0.7147. The K value equal 6 hours indicated that travel time of the center mass of flood wave from Depok to Manggarai is 6 hours.
MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003 M Djazim Syaifullah
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2161

Abstract

Setelah kejadian bencana banjir maka wilayah Indonesia dihadapkan pada bencanaekstrim lainnya yaitu kekeringan akibat dari fenomena alam El-Nino. Fenomena El-Ninoterakhir terjadi pada tahun 1997, dimana dengan kekuatan intensitas yang cukup besarmenyebabkan kekeringan di wilayah Indonesia yang cukup parah. Dengan mempelajarikarasteristik dari fenomena tersebut maka tahun 2002 ~ 2003 ini diperkirakan fenomenaEl-Nino akan berulang lagi. Analisis time series dari data indikator El-Nino nilai anomali SST wilayah Pasifik Tengah dan Timur, nilai SOI, angin pasat sampai dengan bulan April 2002 terlihat indikasi bahwa fenomena El-Nino kemungkinan akan terjadi pada kuartal terakhir tahun 2002 sampai kuartal pertama tahun 2003. Intensitas fenomena El-Nino ini diperkirakan tidak lebih besar daripada kejadian pada tahun 1997.In Indonesia area, after flood hazard period would be continued by another extremelyhazard were drought period due to El-Nino phenomena. The last phenomena wasoccurred in 1997 which intensity impact of extremely drought over Indonesia area. By the assessment of the charasteristic phenomena was indicated that the El-Nino episode will face out again. Time series analysis for sea surface temperature anomaly of East Pacific and Central Pacific area, Southern Oscillation Index value and Easterly wind up to April 2002 shows that this phenomena was indicated occur in last four month of 2002 until first four month of 2003. The intensity of El-Nino phenomena was smaller than previous occurrance.
EVALUASI PENINGKATAN HASIL CURAH HUJAN DAN KETERSEDIAAN AIR AKIBAT KEGIATAN MODIFIKASI CUACA DI DAS CITARUM Sutopo Purwo Nugroho; Sunu Tikno
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29122/jstmc.v3i1.2162

Abstract

Defisitnya air di ketiga waduk di DAS Citarum menyebabkan teknologi modifikasi cuacasegera diterapkan untuk meningkatkan ketersediaan air. Penerapan teknologi modifikasicuaca telah menyebabkan meningkatnya curah hujan dan aliran di DAS Citarum. Hasil yang dicapai selama kegiatan adalah rata-rata aliran Sungai Citarum sebesar 326,81 m/detik dan volume air yang tertampung di ketiga waduk sebesar 559,06 juta m3. Adanya tambahan air tersebut maka untuk kebutuhan air pada musim tanam gadu 2001 di daerah irigasi Jatiluhur cukup tersedia, bahkan masih terdapat cadangan air sebesar 1.440,26 juta m3. Namun demikian jika dibandingkan dengan pola rencana untuk kebutuhan air musim tanam rendeng 2001/2002 dan musim tanam gadu 2002 masih terdapat kekurangan air sebesar 152,7 juta m3.Weather modification technology was applied in Citarum for fullfil water in Citarum cascade dam (Saguling, Cirata dan Juanda) due to decreasing water storage. Weather modification technology has been increase the rainfall and inflow of Citarum Watershed. The average inflow of Citarum River was 326,81 m3/sec and nett volume storage in the dams were 559,06 million m3 . Increassing water can be used to irrigation water supply in Pantura agriculture area during dry seasson. However, water irrigation requirement in wet and dry seasson 2001/2002 stil deficit 152.7 million m3.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2002 2002


Filter By Issues
All Issue Vol. 23 No. 2 (2022): December 2022 Vol. 23 No. 1 (2022): June 2022 Vol. 22 No. 2 (2021): December 2021 Vol. 22 No. 1 (2021): June 2021 Vol. 21 No. 2 (2020): December 2020 Vol. 21 No. 1 (2020): June 2020 Vol 20, No 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 2 (2019): December 2019 Vol. 20 No. 1 (2019): June 2019 Vol 20, No 1 (2019): June 2019 Vol 19, No 2 (2018): December 2018 Vol. 19 No. 2 (2018): December 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol. 19 No. 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 1 (2018): June 2018 Vol 19, No 2 (2018) Vol. 18 No. 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 2 (2017): December 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol. 18 No. 1 (2017): June 2017 Vol 18, No 1 (2017): June 2017 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol. 17 No. 2 (2016): December 2016 Vol 17, No 2 (2016): December 2016 Vol. 17 No. 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 17, No 1 (2016): June 2016 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 2 (2015): December 2015 Vol. 16 No. 2 (2015): December 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol 16, No 1 (2015): June 2015 Vol. 16 No. 1 (2015): June 2015 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol 15, No 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 2 (2014): December 2014 Vol. 15 No. 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol 15, No 1 (2014): June 2014 Vol. 14 No. 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 2 (2013): December 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 14 No. 1 (2013): June 2013 Vol 14, No 1 (2013): June 2013 Vol. 13 No. 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 2 (2012): December 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol. 13 No. 1 (2012): June 2012 Vol 13, No 1 (2012): June 2012 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 2 (2011): December 2011 Vol. 12 No. 2 (2011): December 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol. 12 No. 1 (2011): June 2011 Vol 12, No 1 (2011): June 2011 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol. 11 No. 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 2 (2010): December 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol 11, No 1 (2010): June 2010 Vol. 11 No. 1 (2010): June 2010 Vol. 3 No. 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 2 (2002): December 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol 3, No 1 (2002): June 2002 Vol. 3 No. 1 (2002): June 2002 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol. 2 No. 1 (2001): June 2001 Vol 2, No 1 (2001): June 2001 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 2 (2000): December 2000 Vol. 1 No. 2 (2000): December 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol 1, No 1 (2000): June 2000 Vol. 1 No. 1 (2000): June 2000 More Issue