cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
TANJUNGPURA LAW JOURNAL
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021" : 6 Documents clear
MENAKAR RELEVANSI PEDOMAN PEMIDANAAN KORUPTOR TERHADAP UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI Andini, Orin Gusta; Nilasari, Nilasari
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v5i2.46109

Abstract

Abstract In 2020, Indonesia's corruption Perception Index (CPI) ranked 102 out of 180 countries with a score of 37. This decline is the first since Indonesia's previous CPI improved in 2019. Corruption eradication was conducted in various ways and by government efforts to improve technical regulations through derivative regulations and the Supreme Court's regulations. At the end of 2020, a Supreme Court Regulation was issued regarding the regulation of Articles 2 and 3 of Law Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law Number 31 of 1999 concerning Eradication of Corruption Crimes. This research is normative. The material is obtained through works of the literature analyzed and described in a descriptive qualitative manner. The results depicted that Perma 1/2020 is not yet relevant to eradicate corruption in Indonesia. Issuance of Perma 1/2020 is still sectoral because it only regulates Article 2 and Article 3 of the Corruption Act. Abstrak Pada tahun 2020, Indeks Persepsi korupsi Indonesia berada pada peringkat 102 dari 180 negara dengan skor 37. Penurunan ini adalah yang pertama sejak IPK Indonesia sebelumnya sempat membaik pada 2019. Pemberantasan korupsi dilakukan dengan berbagai cara, juga dengan usaha pemerintah untuk memperbaiki regulasi secara teknis melalui peraturan turunan seperti halnya peraturan mahkamah agung. Pada akhir tahun 2020, terbit Peraturan mahkamah Agung terkait pengaturan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, bahan diperoleh melalui studi Pustaka yang kemudian dianalisis dan diuraikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perma 1/2020 belum relevan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Penerbitan Perma 1/2020 yang masih bersifat sektoral karena hanya mengatur substansi Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
REGULASI PENAWARAN SAHAM BERBASIS EQUITY CROWDFUNDING (ECF) SERTA PERBANDINGAN TERHADAP INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) Bangun, Elleanor Rigby
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v5i2.43048

Abstract

Abstract The financial sector has an important role in the economy and continues to develop by the needs of the community. Innovation in the financial sector is known as financial technology (fintech). One of these fintech innovations is Equity Crowdfunding (ECF) where ECF allows investors to buy shares from companies that are not listed or do not meet the requirements for an Initial Public Offering (IPO). While this is a positive innovation, it can still pose risks if regulated incorrectly. These risks fall broadly into the categories of failure, fulfillment, fraud, money laundering, and even the risk of theft of business ideas and intellectual property rights. Organizers cannot guarantee that there will be no leakage of company business ideas or information. Article 2 of the Consumer Protection Law stipulates that consumer protection is based on benefits, justice, balance, security, and consumer safety, as well as legal certainty. This is also what is regulated in the Electronic Information and Transactions (ITE) Law. Therefore, it is necessary to research alternative equity crowdfunding financing. This article focuses on an equity crowdfunding-based stock offering system as well as a comparison of stock offerings through equity crowdfunding and initial public offering (IPO) as well as knowing whether the regulations of equity crowdfunding in Indonesia are correct and can accommodate the weaknesses of equity crowdfunding. The research method used by the author is descriptive research with a normative juridical approach, mainly shown to study legal principles related to stock offering through equity crowdfunding. The nature of this research is analytical descriptive, descriptive in nature, meaning that this research is expected to obtain a detailed and systematic description of Indonesian law related to ECF financial technology. The analysis is intended to be based on the description, the facts obtained will be analyzed carefully to answer the existing problems. Abstrak Sektor keuangan merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi dalam sektor keuangan dikenal dengan istilah financial technology (fintech). Salah satu inovasi fintech tersebut adalah Equity Crowdfunding (ECF) dimana ECF memungkinkan investor untuk membeli saham dari perusahaan yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi persyaratan untuk Initial Public Offering (IPO). Meskipun hal ini merupakan inovasi yang positif, tetap saja akan menimbulkan risiko jika diatur dengan tidak benar. Risiko-risiko ini secara luas termasuk dalam kategori kegagalan, fulfillment, penipuan (fraud), pencucian uang (money laundering), dan bahkan risiko pencurian ide usaha dan Hak Kekayaan Intelektual pun dapat terjadi. Penyelenggara tidak dapat menjamin tidak akan ada kebocoran ide atau informasi usaha perusahaan. Padahal, di dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Demikian halnya juga yang diatur dalam UU ITE. Untuk itu, perlu diadakan penelitian tentang alternatif pembiayaan equity crowdfunding. Pedoman penulisan ini berfokus padasistem penawaran saham berbasis equity crowdfunding serta perbandingan penawaran saham melalui equity crowdfunding dan initial public offering (IPO) juga mengetahui apakah regulasi dari equity crowdfunding yang ada di Indonesia sudah tepat dan dapat mengakomodir kelemahan dari Equity Crowdfunding tersebut. Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan bersifat yuridis normatif, terutama ditunjukan untuk mengkaji kaidah/asas hukum yang berhubungan dengan penawaran saham melalui Equity Crowdfunding. Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang hukum di Indonesia terkait financial technology ECF. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab pemasalahan yang ada.
PERUBAHAN KETENTUAN GARIS PANTAI DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PELAKSANAAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN LAUT Merdekawati, Agustina; Triatmodjo, Marsudi; Darmayani, Putu Mia; Hasibuan, Irkham Afnan Trisandi
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v5i2.45630

Abstract

Abstract Law Number 23 of 2014 concerning Local Government introduced an alteration regarding the method used to measure provincial maritime boundaries. The Locall Government Act 2014 stipulates that the provincial government's maritime area is up to 12 nautical miles measured from the high-water line. This provision differs from the provision in Act Number 32 of 2004 concerning Regional Administration, which stipulated that the distance of 12 nautical miles is measured from the low-water line. This alteration of provision reflects the direction of national policies in the authority-sharing between the central and local governments on the management of maritime areas and resources. This study aims to analyze the impacts of the alteration in maritime boundary measurement in the Local Government Act 2014 in the implementation of decentralized maritime resource management. This research was conducted in a juridical-normative manner, using secondary data. The results show that the provision regarding the maritime boundaries in the Local Government Act 2014 has had implications in several aspects, namely (1) the decrease of the maritime resources administered by the provincial governments, (2) the decline in the allocation of funds received by the regional governments, and (3) increasing the emergence of new enclaved waters administered by the central government surrounded by marine area administered by the provincial governments. The results also indicate that the provision has been implemented at the level of harmonization of regulations at the central level, although it has not been implemented in provincial maritime boundary adjustments. Abstrak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda 2014) membawa perubahan mengenai garis pantai yang digunakan untuk mengukur batas laut yang dikelola oleh daerah. Dalam UU Pemda 2014 diatur bahwa luas wilayah laut yang dikelola oleh pemerintah daerah provinsi diukur sejauh maksimum 12 mil laut dari garis pantai air pasang tertinggi. Ketentuan tersebut berbeda dengan ketentuan dalam rezim Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa garis pantai yang digunakan untuk mengukur jarak 12 mil laut adalah garis pantai air surut terendah. Perubahan tersebut mencerminkan arah kebijakan nasional dalam ranah pembagian kewenangan pengelolaan wilayah laut antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis bagaimana dampak perubahan penentuan garis pantai dalam UU Pemda 2014 terhadap pelaksanaan desentralisasi pengelolaan sumber daya kelautan oleh pemerintah daerah provinsi. Penelitan dilakukan secara yuridis-normatif, dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan ketentuan mengenai garis pantai dalam UU Pemda 2014 memiliki implikasi terhadap beberapa aspek, yaitu (1) berkurangnya sumber daya kelautan yang dikelola oleh daerah, (2) potensi berkurangnya besaran anggaran DAU dan DAK yang diterima oleh pemerintah daerah provinsi, dan (3) potensi bertambahnya perairan enklave yang dikelilingi laut yang dikelola oleh daerah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perubahan ketentuan garis pantai sudah terimplementasi pada level harmonisasi regulasi di tingkat pusat. Namun demikian, ketentuan tersebut belum terlaksana pada tataran penyesuaian batas daerah di laut.
PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TERHADAP SIMPANAN NASABAH DALAM PENANGANAN LIKUIDASI BANK Sinaga, Pidari
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v5i2.48150

Abstract

AbstractLaw Number 24 of 2004 concerning the Deposit Insurance Corporation (DIC) became a new chapter for the national banking system. This DIC cannot be separated from stability efforts, financial improvement, and ensuring customer deposits to create public trust in the banking sector. This is the legal form of protection provided by the Government to banking customers. The public is no longer worried about saving money because of crisis and liquidation at a bank. The public's money will remain safe and receive a guarantee of return from the Government through the DIC. However, it cannot be denied that there are still many people who do not understand the role of DIC. This study uses a normative juridical approach to determine the role of the DIC on customer deposits in handling bank liquidation. The role of the Deposit Insurance Corporation is part of the completeness of government instruments in creating a banking and financial safety net. As a banking safety net, it is carried out through a guarantee program and the handling of failed banks (liquidated banks), and as a financial safety net, it is realized in the use of surpluses and premium accumulation. When bank closure fails / the bank was liquidated, LPS guarantees claim payment on customer deposits.AbstrakLahirnya Undang Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi babak baru bagi sistem perbankan nasional. Keberadaan LPS ini tidak bisa dilepaskan dari upaya meningkatkan stabilitas sektor keuangan dan untuk menjamin simpanan nasabah agar tercipta kepercayaan masyarakat kepada sektor perbankan. Hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Pemerintah kepada nasabah perbankan. Masyarakat diharapkan tidak lagi khawatir menyimpan uang di bank, karena apabila terjadi krisis dan likuidasi pada suatu bank, uang masyarakat akan tetap aman dan mendapat jaminan pegembalian dari pemerintah melalui LPS. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang peran LPS. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui peranan LPS terhadap simpanan nasabah dalam penanganan likuidasi bank. Peranan LPS merupakan bagian dari kelengkapan instrumen pemerintah dalam menciptakan jejaring pengaman perbankan (banking safety net) dan pengaman sistem keuangan (financial safety net). Sebagai banking safety net dilakukan melalui program penjaminan dan penanganan bank gagal (bank yang dilikuidasi), dan sebagai financial safety net diwujudkan dalam pemanfaatan surplus dan akumulasi premi. Dan ketika terjadi penutupan bank gagal/bank dilikuidasi, LPS melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah.
KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP KEKERASAN OLEH REMAJA (JUVENILE DELIQUENCY) DILIHAT DARI PERSPEKTIF SOSIO KRIMINOLOGIS Ismawati, Sri; Lolita, Lolita
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v5i2.48201

Abstract

Abstract The phenomenon of violence by and against teenagers is often presented in the media causing a sense of concerns. Whereas teenagers are the potential next generation to continue the relay of state development. Therefore it is important for researchers to conduct a study and / or research on aetiology and the urgency of criminal policy related to it. This study is aimed at analyzing the problem of violence perpetrated by children - teenagers from the perspective of criminal policy and socio-criminology at the same time. Data from the police show that the dominant act of crime is theft by violence, persuasion, sexual coercion, murder, and assault, while the data obtained from Regional Indonesia Child Protection Commission (KPPAID) show the dominant act of crime are: physical, psychological and sexual abuse and abandonment. Given the impact, the government needs to prioritize criminal policies to tackle child violence, by using 2 (two) penal and non-penal approaches (symptomatic and therapeutic). The political perspective of child violence crime itself is a perspective that does not only see the problem of child violence as merely a criminal law issue but also tries to see the problem from a non-legal perspective. Criminal politics with a penal approach can be carried out by using criminal sanctions selectively, encouraging criminal alternatives that are oriented towards children's needs. Meanwhile, the non-penal approach aims at empowering the role of families, teachers, religious leaders, traditional leaders, and community leaders, empowering the education of perpetrators and victims related to the development aspects of children - teenagers, empowering the economy of the family and society at large, optimizing the role of the government and related institutions, and empowering the role of the family (education and sex education, and self-respect). Abstrak Fenomena kekerasan oleh dan terhadap anak kerap tersaji di media dan menimbulkan rasa prihatin. Padahal anak merupakan generasi penerus yang potensial guna meneruskan estafet pembangunan negara. Karenanya penting bagi peneliti melakukan sebuah kajian dan atau penelitian tentang aetiologi, urgensi kebijakan kriminal berkaitan dengan itu. Penelitian ini diarahkan untuk menganalisis persoalan kekerasan yang dilakukan oleh anak dari perspektif kebijakan kriminal dan sekaligus sosio kriminologis. Data kepolisian menunjukan dominasi kejahatan adalah pencurian dengan kekerasan, pembujukan, pemaksaan seksual, pembunuhan, penganiayaan. Data yang didapat dari KPPAID: penelantaran (ekonomi) kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Mengingat dampak, pemerintah perlu mengedepankan kebijakan kriminal guna menanggulangi kekerasan anak, melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu penal dan non penal (simptomatik dan teurapatik). Perspektif kebijakan kriminal kekerasan anak sendirimerupakan suatu perspektif yang tidak hanya melihat persoalan kekerasan anak sematamata sebagai persoalan hukum pidana saja, melain juga mencoba melihat persoalan dari perspektif non hukum. Kebijakan kriminal dengan pendekatan penal dapat dilakukan dengan penggunaan sanksi pidana secara selektif, mendorong alternatif pidana yang berorientasi pada kebutuhan anak. Sedangkan pendekatan non penal menyasar pada melakukan pemberdayaan peran keluarga, guru, pemuka masyarakat, adat dan agama, pemberdayaan pendidikan pelaku dan korban yang berkaitan dengan aspek perkembangan anak – remaja, pemberdayaan ekonomi keluarga dan masyarakat secara luas, mengoptimalkan peran pemerintah baik pusat maupun daerah dan lembaga terkai pemberdayaan peran keluarga (edukasi dan edusex serta penghargaan diri sendiri),
PERBANDINGAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT NEGARA MYANMAR DENGAN INDONESIA Artharini, Nadia Feby
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 5, No 2 (2021): VOLUME 5 ISSUE 2, JULY 2021
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v5i2.44457

Abstract

Abstract This journal discusses about comparative law on Myanmar's Foreign Direct Investment with Indonesian’s FDI. The study uses a literature study of secondary data. The results of the study are the identification of regulations concerning Myanmar's Foreign Direct Investment compared to Foreign Direct Investment in Indonesia. Related to Foreign Direct Investment, there are several main aspects in the applicable regulations, which must be fulfilled such as the agency that deals with, special investment policies, business fields that are established and restricted to foreigners, the obligations of investors, partner institutions relevant to Myanmar's FDI, investment aggregation as well as the type of investment and guarantee provided to investors in Myanmar.Abstrak Jurnal ini membahas mengenai perbandingan hukum Foreign Direct Investment Negara Myanmar dengan Indonesia. Penelitian menggunakan studi kepustakaan terhadap data sekunder. Hasil penelitian adalah identifikasi peraturan-peraturan yang memuat perihal Foreign Direct Investment negara Myanmar dibandingkan dengan Foreign Direct Investment di Indonesia. Terkait Foreign Direct Investment, terdapat beberapa aspek utama dalam peraturan-peraturan yang berlaku, yang harus dipenuhi seperti lembaga yang mengurusi, kebijakan investasi khusus, bidang usaha yang terbuka dan yang dibatasi untuk asing, kewajiban para investor, institusi mitra yang relevan dengan FDI Myanmar, investment aggrement serta jenis investasi dan garansi yang diberikan kepada para inveestor di Myanmar.

Page 1 of 1 | Total Record : 6