cover
Contact Name
Chrisna Bagus Edhita Praja
Contact Email
chrisnabagus@ummgl.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
variajusticia@ummgl.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. magelang,
Jawa tengah
INDONESIA
Varia Justicia
ISSN : 19073216     EISSN : 25795198     DOI : -
Core Subject : Social,
Varia Justicia (ISSN 2579-5198) is a peer-reviewed Journal of Legal Studies developed by the Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Magelang. This journal publishes biannually (March and October). The scopes of Varia Justicia, but not limited to, are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights, International Law, and also interconnection study with Legal Studies. Varia Justicia has been indexed by Google Scholar, Directory of Open Access Journal (DOAJ), Sinta, IPI, Worldcat and others.
Arjuna Subject : -
Articles 165 Documents
KEWENANGAN ABSOLUT PENGADILAN AGAMA TERHADAP PENYELESAIAN KASUS PERBANKAN SYARI’AH (ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012) Hasbi, Ghassan Niko; Iswanto, Bambang Tjatur; Mulyadi, Mulyadi
Varia Justicia Vol 13 No 1 (2017): Vol 13 No. 1 Maret 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.454 KB)

Abstract

The provisions on dispute settlement Islamic banking has been laid down in Chapter IX of the settlement of disputes of Article 55 (1), (2), (3) of Law No. 21 of 2008 mentioned that the dispute settlement Islamic Banking is done by the court within the religious court, in case the parties have foretell dispute resolution other than as referred to in paragraph (1), the settlement of disputes in accordance with the contents of the contract, settlement of disputes referred to in paragraph (2 ) must not conflict with Islamic principles. The elucidation of Article 55 paragraph (2) of Law No. 21 of 2008 mentioned that the reference to the settlement of disputes in accordance with the contents of the contract are as follows efforts of deliberation, banking mediation, through the National Sharia Arbitration Board (Basyarnas) or other arbitration institution and / or through the courts within the General Court. The polemic is about the authority to resolve disputes in Islamic banking because there is no dualism of litigation, the Court of religion (Article 55 paragraph (1) of Law No. 21 of 2008) and the District Court stated in the elucidation of Article 55 paragraph (2) of the Act No. 21 of 2008), so in this study took the title of Absolute Authority of Religious Court Case Against Islamic Banking Solution (Analysis Juridical Constitutional Court Decision No. 93 / PUU-X / 2012). This study aims to know the legal implications arising from the decision of the Constitutional Court regarding the absolute authority of the Religious, and the competence of the Religious Islamic Banking in resolving disputes after the publication of the decision of the Constitutional Court for the No. 93 / PUU-X / 2012. The method used in this research is the method of juridical-normative research focus to apply the rules or norms of positive law by finding the law that encourages research, such as looking for the source of various litelatur, interviews with respondents also focused on how the legal aspects and principles of law against the decision of the Constitutional court, and the legal implications of this decision are equipped with primary data (Field research), as well as secondary data which supports research. In this study, there are two principal issues examined is about authority Absolut religious court after the Constitutional Court ruling No. 93 / PUU-X / 2012 as well as the implications of the issuance of the verdict in the world economy, especially sharia Islamic microfinance institutions and Islamic banking. The findings of this research is the decision of the Constitutional Court are legally absolute magnitude against all things Islamic economy both litigation and non-litigation to force the execution of the decision in the case or a decision which is final.
PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH PERIODE 2015/ 2020 ( STUDI POLITIK HUKUM CALON TUNGGAL ) Hardiyanto, Hardiyanto; Suharso, Suharso; Budiharto, Budiharto
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.924 KB)

Abstract

Pemilihan Umum Kepala Daerah (pilkada) merupakan proses kedaulatan rakyat  ditingkat lokal yang diatur berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang merupakan hak konstitusional seluruh warga negara Indonesia. Selama proses pilkada serentak tahun 2015 terdapat 3 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon yang terdaftar daerah tersebut adalah Kebupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Selatan yang harus ditunda pelaksanaannya dikarenakan kurangnya syarat minimum 2 pasangan calon.        Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau bahan sekunder. Bahan skunder penelitian hukum normatif yaitu berupa penelitian kepustakaan yang mana digunakan untuk memperoleh bahan-bahan berupa dokumen hukum, baik berupa Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Keputusan/Peraturan Menteri, Yurisprudensi, Jurnal-Jurnal, Hasil Penelitian, Publikasi ilmiah, buku-buku yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti.        Mengingat pentingnya pelaksanaan pilkada sebagai bagian dari pemerintahan daerah maka pilkada mutlak harus tetap berlangsung meskipun hanya terdapat satu pasangan calon yang terdaftar tanpa kehilangan sifat demokratis. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-XIII/2015 tentang pengujian Undang-Undang No. 8 tahun 2015 terhadap UUD NRI 1945 memutuskan bahwa pilkada masih tetap bisa berlangsung tanpa kehilangan sifat demokratisnya meskipun hanya terdapatan satu pasangan calon. Pemilihan dilaksanakan dengan mekanisme plebisit atau lazim dikenal oleh masyarakat dengan nama referendum, yaitu dengan cara masyarakat diminta untuk memilih setuju atau tidak setuju dengan pasangan calon tunggal. Pemilihan Kepala Daerah dengan Satu Pasangan Calon merupakan solusi yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-XIII/2015 untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi akibat dari terbentuknya Undang-Undang No. 8 tahun 2015.        Pilkada dengan calon tunggal, secara konsep pilkada dengan calon tunggal tidak dapat dikatakan tidak demokratis. Essensi utama demokrasi adalah keterlibatan nyata masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam hal ini, rakyat adalah penentu kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diberikan oleh wakil-wakilnya melalui proses pemilihan sebagai kontrak sosial. Disamping itu, terdapat aspek kearifan lokal yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja, dalam arti bahwa kearifan lokal harus menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan demokrasi. Munculnya calon tunggal dalam  pilkada adalah suatu pelajaran bahwa demokrasi yang berjalan dalam tataran praktek akan selalu berkembang secara dinamis, dan hukum harus mampu mengikuti perkembangan masyarakat tersebut.
Kajian Yuridis Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan Heniyatun, Heniyatun; Iswanto, Bambang Tjatur; Sulistyaningsih, Puji
Varia Justicia Vol 14 No 1 (2018): Vol 14 No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.281 KB) | DOI: 10.31603/variajusticia.v14i1.2047

Abstract

Perkembangan teknologi dan perkembangan Informasi Elektronik yang semakin pesat saat ini sangat memudahkan untuk memperoleh akses informasi relatif lebih cepat, misalnya sekarang ini orang berkirim surat tidak lagi menggunakan jasa pos, akan tetapi sudah melalui e-mail, karena penggunaan e-mail dianggap lebih murah dan cepat. Informasi Elektronik juga berperan dalam berbagai kegiatan misalnya dalam bidang  pendidikan, bisnis, sosial dan berbagai kegiatan lainnya. Elektronik Data Interchange (EDI) sudah sejak lama digunakan. Persoalan mulai timbul ketika salah satu pihak dianggap merugikan pihak lain dengan penggunaan Informasi Elektronik tersebut. Kemudian yang menjadi permasalahan yaitu jika persoalan tersebut berakhir di pengadilan apakah Informasi Elektronik tersebut dapat dipakai sebagai alat bukti, dan bagaimana cara membuktikannya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah Informasi Elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara di pengadilan, dan bagaimana cara melakukan pembuktian dengan menggunakan Informasi Elektronik tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu data utama dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan, sedangkan data pendukung dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara kepada para responden. Analisis data menggunakan metode deskriptif analitis, yang diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Informasi Elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara perdata. Informasi Elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam perkara perdata karena dikatagorikan sebagai alat bukti tertulis. Pasal 5 ayat (2) UU ITE mengatur bahwa Dokumen Elektronik (termasuk Informasi Elektronik) sebagai perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Adapun cara melakukan pembuktian dengan mengunakan alat bukti Informasi Elektronik dalam perkara perdata yaitu dengan menampilkan Informasi Elektronik di sidang pengadilan agar Informasi Elektronik tersebut dapat dianggap sebagai bukti digital dengan format yang dapat terbaca dan masih dalam format asli. Informasi Elektronik dapat digolongkan ke dalam alat bukti tertulis, sehingga cara pembuktiannya yaitu dengan mencetak atau menampilkannya pada saat persidangan, dan harus cocok/ sesuai dengan aslinya, namun untuk memastikan kebenarannya hakim dapat meminta keterangan dari saksi ahli.
KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN Didik Hartono, Mochammad; Mulyadi, Mulyadi
Varia Justicia Vol 11 No 1 (2015): Vol 11 No. 1 Maret 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.596 KB)

Abstract

Perkawinan yang dilakukan oleh Pemohon I dan Pemohon II merupakanperistiwa yang penting dan sakral dalam kehidupan mereka di masyarakat. akan tetapidari pandangan hukum dimana Pemohon I dan Pemohon II karena sesuatu halterkendala dalam pelaksanaan hak-hak keperdataannya yang disebabkan dalamperkawinan Pemohon I dan Pemohon II belum tercatat/ dicatatkan di KUA setempatsementara berdasarkan dengan undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinanharus di catatkan. Rumusan masalah penelitian adalah tentang bagaimana mekanismepengajuan perkara Itsbat Nikah di Pengadilan Agama Mungkid dalam menentukan statusperkawinan, status anak dan status harta dan akibat hukum istbat nikah terhadap status anak,status harta.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodependekatan yuridis normatif dan bahan penelitiannya adalah data primer dan datasekunder, sedangkan Spesifikasi dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptifanalitis.Metode pengambilan sample yang digunakan adalah metode PurposiveSampling yang artinya langsung berinteraksi dengan pihak responden/ narasumber dansebagai alat penelitiannya menggunakan studi kepustakaan dan interview langsunguntuk mendapatkan data yang akurat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan upaya yang dilakukan olehPemohon I dan Pemohon II untuk membuat kedudukan status perkawinannya, statusanak dan status hartanya merupakan prosedur yang sesusai dengan undang-undang.bagi semua masyarakat pada umumnya jika dalam setiap perkawinan itu harus tercatatdi KUA dan dibuktikan dengan diterbitkannya bukti otentik berupa buku nikah.
PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN KORUPSI MELALUI PENDEKATAN TRANSENDENTAL Basri, Basri
Varia Justicia Vol 13 No 2 (2017): Vol 13 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.829 KB) | DOI: 10.31603/variajusticia.v13i2.1882

Abstract

Penegakan hukum kejahatan korupsi yang selama ini dilakukan hanya menggambarkan sebuah keberhasilan di dalam mengungkap, menangkap, menahan, mendakwa dan memidana para pelakunya yang terbukti bersalah, namun belum menggambarkan sebuah keberhasilan di dalam pemberantasan kejahatan korupsi secara luas. Sehingga dengan keberhasilan upaya seperti itu melahirkan suatu persepsi bahwa kejahatan korupsi di Indonesia semakin meningkat. Dengan kenyataan demikian yang tergambar adalah Indonesia negara yang korup. Hal ini tentu suatu kontrakdiktif dengan tujuan yang diharapkan dalam pemberantasan kejahatan korupsi. Pendekatan pemberantasan kejahatan dengan model ini tentu sangat merugikan nama baik negara. Oleh karena itu perlu ada alternatif lain yang bisa menggantikan cara pandang yang demikian itu. Pendekatan transendental adalah solusi terbaik yang bisa ditawarkan
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Setiyo, Setiyo; Hendrawati, Heni; Susila, Agna
Varia Justicia Vol 10 No 2 (2014): Vol 10 No. 2 Oktober 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.698 KB)

Abstract

Negara Indonesia dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang utamanya penyidikan masih belum adanya koordinasi satu sama lain antar instansi penegak hukum. Pada kenyataannya keterpaduan antara satu sistem dengan sistem yang lain pada keterpaduan dan koordinasi satu sama lain masih sering mengalami kendala bahkan tidak adanya koordinasi satu sama lain dalam menangani suatu kasus pidana maupun kasus-kasus yang lain karena yang penulis lihat bahwa setiap instansi berhak menyidik serta undang-undang penyidikan masih tercecer dimana-mana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam KUHAP (2)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam Undang-undang khusus di luar KUHAP (3) Bagaimana pengaturan penyidikan dalam RUU KUHAP?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum atau berpedoman pada segi hukumnya yaitu berusaha untuk menelaah suatu peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yg dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yg berlaku di dalam masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyidikan menurut hukum pidana positif saat ini di Indonesia diatur didalam KUHAP. Pengaturan penyidikan diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Bab IV Bagian kesatu dan Bab IV Bagian Kedua pasal 6 sampai dengan pasal 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Bab XIV bagian Kedua Penyidikan mulai dari pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang diberi kewenangan melakukan penyidikan adalah Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
ASPEK PENEGAKAN KODE ETIK HAKIM DALAM MEWUJUDKAN KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG BERMARTABAT DAN BERINTEGRITAS Hendrawati, Heni; Dina Maulaya Adhisyah, Siti Vickie; Cahyo Yudhanto, Muhammad; Sunarko Putra, Nico
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.02 KB)

Abstract

Penulisan karya tulis ilmiah ini dilatarbelakangi oleh munculnya isu-isu negatif terkait penegakkan kode etik hakim dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bermartabat dan berintegritas. Isu-isu negatif itu antara lain terdapat fenomena tentang korupsi peradilan (judicial corruption) dalam bentuk berbagai perilaku tercela (permainan kotor) seperti penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, makelar kasus (markus), pemerasan, jual beli putusan, dan sebagainya.  Padahal untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan menegakkan etika, profesionalisme serta disiplin terutama oleh profesi hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan hukum primer yaitu  Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 -02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 02/PB/MA/IX/2012- 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa jurnal hukum, buku-buku, artikel hukum ilmiah  yang terkait dengan rumusan permasalahan penelitian. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu memberikan gambaran bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah  pendekatan perundang-undangan (statute approach) pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan kasus (case approach).  Pendekatan perundang-undangan  terkait dengan upaya untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari perkembangan kekuasaan kehakiman di Indonesia sedangkan pendekatan kasus digunakan untuk mengetahui berbagai macam kasus mengenai  tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim terutama yang telah mendapatkan sanksi Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan menelusuri peraturan perundang-undangan dan literature yang relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu menganalisis implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim dikaitkan dengan rumusan masalah. Perilaku  seorang hakim yang bertentangan dengan kode etik , tidak  terlepas dari faktor budaya hukum dan sistem nilai yang dianut. Sistem nilai yang bersemayam di alam kejiwaan atau mentalitas hakim sangat menentukan perilaku etik hakim dalam menangani perkara. Dari tahun 2009 sampai tahun 2014 telah dilaksanakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH)  yang menyebabkan  37 orang hakim menerima sanksi. Diketahui trend kasus pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang ditangani dalam sidang MKH pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, mayoritas merupakan kasus penyuapan. Namun mulai tahun 2013 dan tahun 2014 trend kasus pelanggaran KEPPH bergeser dimana mayoritas merupakan kasus perselingkuhan. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran pilihan nilai-nilai oleh hakim yakni dari nilai-nilai ideal atau objektif  hukum ke nilai-nilai pragmatik atau subjektif yang dipentingkan diutamakan oleh hakim dalam penanganan perkara tertentu. Artinya penanganan suatu perkara dapat menjadi sumber komoditi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik politik maupun ekonomi. Kendala yang dihadapi hakim  dalam penegakkan kode etik hakim di pengadilan dapat dibedakan dalam kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal berdasarkan hasil temuan yang diadakan adalah terdiri dari pengangkatan hakim, pendidikan hakim, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, moral hakim, dan kesejahteraan hakim. Sementara kendala eksternal meliputi kemandirian kekuasaan kehakiman, pembentukan hukum oleh hakim (penemuan hukum), sistem peradilan yang berlaku, partisipasi masyarakat, dan sistem pengawasan hakim. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan dalam mengatasi kendala internal antara lain adalah Pengangkatan/ rekrutmen yang benar-benar mempunyai kualitas tidak didasarkan pada kolusi, korupsi, dan nepotisme; hakim harus mempunyai kemampuan  profesional serta moral dan integritas tinggi; penguasaan hakim terhadap ilmu hukum; melakukan pendidikan dan pelatihan hakim secara rutinitas; Kesejahteraan Hakim dan keluarganya harus lebih  diperhatikan oleh pemerintah. Sementara upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala eksternal yaitu Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas,  tidak memihak dan Penataan kembali struktur dan lembaga kekuasaan kehakiman yang ada; Penegakkan hukum  dalam sistem peradilan yang berdasarkan prinsip berkeadilan; Pembentukan hukum oleh hakim bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat (hukum progresif); Partisipasi publik dan system penagawasan hakim secara internal  dan eksternal.
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI (PASCA AMANDEMEN UUD 1945) Himawan Kurnia, Feri; Budiharto, Budiharto
Varia Justicia Vol 11 No 2 (2015): Vol 11 No. 2 Oktober 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.002 KB)

Abstract

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) merupakan lembaga perwakilan baru yang dibentuk dalam rangka pembaharuan konstitusi oleh MPR RI,dibentuk karena terdapat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah,  secara adil dan serasi.Akan tetapi dalam perjalanannya DPD sendiri cenderung memiliki kewenangan yang Sumir dan terbatas. Berkenaan dengan hal tersebut penulis melakukan penelitian berjudul DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI (PASCA AMANDEMEN UUD 1945)  dengan rumusan masalah bagaimanakah kedudukan Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem ketatanegaraan republik indonesia dan bagaimanakah kedudukan Dewan Perwakilan Daerah yang ideal di indonesia. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan memanfaatkan data primer, sekunder dan data tersier sebagai bahan penelitian.  Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam perjalanannya DPD dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang anggota-anggotanya dipilih langsung melalui pemilu ternyata di dalam konstitusi hanya diberi fungsi yang sangat sumir dan nyaris tidak berarti dibandingkan dengan biaya politik dan proses perekrutanya yang demokratis,DPD hanya diatur dalam dua pasal (pasal 22 C dan Pasal 22 D). Untuk menciptakan DPD yang ideal dalam sistem ketatanegaraan RI maka kita sebagai bangsa Indonesia bisa membuka khasanah atau wacana yang lain seperti negara Amerika Serikat, walaupun setiap negara itu mempunyai kultur masyarakat (warga negara yang berbeda-beda) mempunyai kekhasan masing-masing. negara Indonesia bisa melihat dari negara Amerika Serikat untuk menjadi acuan mengenai sistem parlemen yang menggunakan dua kamar. Dengan adanya peraturan perundang-undangan baik didalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945, UU No 22 Tahun 2003 serta UU No 27 Tahun 2009 yang mengatur tentang DPD, perlu adanya suatu konstruksi hukum dalam rangka revitalisasi peranan DPD, untuk menciptakan suatu Kedudukan dan peranan DPD yang Ideal dalm sistem parlemen di Indonesia. Adapun langkah-langkah yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan amandemen terhadap UUD Republik Indonesia tahun 1945. Amandemen tersebut dilakukan dengan menggunakan mekanisme yang sesuai dengan pasal 37 UUD NKRI tahun 1945 yang mengatur tentang mekanisme perubahan terhadap UUD NKRI Tahun 1945.
PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Basuki, Udiyo
Varia Justicia Vol 13 No 2 (2017): Vol 13 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.867 KB)

Abstract

Perdagangan orang (trafficking) merupakan kejahatan lintas negara (transnational organized crime) yang keji terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), yang mengabaikan hak sesorang untuk bebas, hak untuk tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan nurani dan hak untuk tidak diperbudak. Angka kasusnya baik di tingkat global, kawasan maupun nasional memperlihatkan kecenderungan adanya peningkatan. Untuk itu, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia yang warganya relatif banyak menjadi korban trafficking berupaya untuk melakukan penegakan hukum atas merebaknya tindak pidana (TPPO) dimaksud. Disadari, selain memeranginya di dalam negeri maka harus ada upaya bersama dengan negara lain. Maka kerjasama antar pemerintah, antar-NGO, ormas dan perseorangan dalam dan luar negeri yang dibina dan dikembangkan dengan baik, menjadi keniscayaan. Akhirnya, dengan mendasarkan pada penegakan hukum berperspektif HAM, sebuah kerangka respon komprehensif harus mencakup pencegahan perdagangan orang, perlindungan atas orang yang diperdagangkan dan penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan orang.
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN LISTRIK PRABAYAR DI MAGELANG Maulaya Adhiansyah, Siti Vickie Dina; Heniyatun, Heniyatun; Sulistyaningsih, Puji
Varia Justicia Vol 13 No 1 (2017): Vol 13 No. 1 Maret 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.604 KB)

Abstract

Along with the development of technology, PT. PLN (Persero) has developed a product called "Prepaid Electricity".Prepaid electricity PT.PLN a new service for customers to manage power consumption,that came into effect in 2008. In the course of pre-paid electricity it turns out there is still a shortage of electricity that causes consumer complaints in Magelang. Based on the existing background, the authors are interested in researching it.The problem of this thesis research is:1) How is the agreement between the electrical installation of prepaid electricity in Magelang, (2) How does the legal protection prepaid electricity consumers in Magelang, (3) What efforts were made by consumers of electricity when harmed in the use of prepaid electricity in Magelang.The method used in the preparation of this paper uses normative juridical approach. The research material used by the authors consisted of primary legal materials, secondary and tertiary.The data used is secondary data, research specifications is a research-analytical description. This study using purposive sampling method with the research tools shaped open questionnaire respondents as many as 25 people in the area of prepaid electricity consumers Magelang, interviews with officials of PLN Area Magelang and related parties.Based on the research results showed that the electricity trading mechanism consists of a new installation of electric power, electric power changes and migration electricity. Legal protection prepaid electricity include: (1) The Power Purchase Agreement (SPJBTL), these agreements can be categorized as a standard contract.If the terms of consumer protection laws, clauses in SPJBTL still containing the exoneration clause, thus infringing the rights of consumers,2)Prepaid electricity rates are more expensive than postpaid electricity, this is caused by the electrical installation is not appropriate. Another factor that is coming into effect of the tariff adjustment is affected by the dollar exchange rate, crude oil prices and inflation, causing prices to fluctuate basic tariffs, (3) Their administrative costs and of street lighting tax (PPJ) charged to electricity consumers. Token purchase electricity online through bank services is what causes the emergence of administrative costs, because the bank as a company whose orientation also for profit. If the terms of consumer protection law, the imposition of administrative costs should be the responsibility of the PLN. While RPM is set by the government tax Magelang, PLN only as the tax collector, 4)Electricity consumers are not given the right to choose when it will perform a new installation or additional power, if the terms of consumer protection laws, the violation of consumer rights. Settlement of disputes in the area of prepaid electricity Magelang, completed with a direct way between PLN and consumers. Consumers are harmed can submit a complaint directly to PLN through the contact center "PLN 123”.In principle PLN Magelang emphasizes dispute resolution deliberation, to reaching an agreement and promote justice between PLN and consumers

Page 3 of 17 | Total Record : 165