Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (“Franschise”) Perspektif Hukum Islam Sulistyaningsih, Puji; Heniyatun, Heniyatun; Hendrawati, Heni
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.049 KB)

Abstract

Franchise (waralaba) merupakan suatu bisnis yang telah teruji keberhasilannya, sehingga banyak usaha yang kemudian diwaralabakan. Hal ini tak terkecuali mulai dikenal dan digunakan oleh para pengusaha yang menjalankan bisnisnya menggunakan prinsip Syariah. Walaupun waralaba dalam hukum ekonomi Islam masih dianggap suatu hal baru namun sudah banyak menarik perhatian para pengusaha untuk menekuninya, dengan alasan bahwa waralaba lebih menguntungkan dan tidak bertentangan dengan konsep Syariah. Salah satu ciri khas waralaba adalah adanya royalty, yaitu pembagian keuntungan antar franchisor dan franchisee dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun  waralaba Syariah, sistim pembagian keuntungannya menggunakan sistim bagi hasil. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam, dan bagaimana cara mengatasi kendala dalam sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif, dan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Adapun penarikan sampelnya menggunakan purposive sampling. Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian pembagian keuntungan dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam menggunakan sistim bagi hasil, dengan prosentase yang bervariatif yaitu: 50:50 atau 60:40 tergantung kesepakatan para pihak (franchisor dan franchisee). Kendala yang sering terjadi dalam perjanjian waralaba, yaitu ketika terjadi kerugian, ketidakseimbangan antara prestasi yang diberikan dengan keuntungan (bagi hasil), dan adanya pembagian keuntungan yang kurang transparan. Penyelesaian kendala-kendala tersebut terutama dalam pembagian keuntungan biasanya diselesaikan secara musyawarah mufakat, pembayaran ganti rugi, atau jika tidak tercapai dapat melalui arbitrase.
Kajian Yuridis Peralihan Hak Cipta Sebagai Objek Wakaf Heniyatun, Heniyatun; Sulistyaningsih, Puji; Hendrawati, Heni
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.039 KB)

Abstract

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berpengauh terhadap fiqih muamalah khusususnya yang menyangkut objek wakaf, yaitu  objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap, tetapi dapat berupa Kekayaan Intelektual (KI), hal ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 16 ayat (3). Hak Cipta merupakan salah satu lingkup KI, yang dapat menjadi objek wakaf. Disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014, bahwa salah satu peralihan Hak Cipta adalah dengan diwakafkan. Perlu dipahami ketika akan mewakafkan hak cipta apakah yang akan diwakafkan hak ekonominya atau hak moralnya saja, atau keduanya, karena hak moral melekat pada diri pencipta, apakah dapat dialihkan? Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf. Jika hak cipta dialihkan melalui wakaf bagaimana akibat hukumnya. karena terkait dengan hak moral yang melekat pada pencipta. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana keabsahan wakaf hak cipta tersebut, mengingat di dalam hak cipta ada batasan waktu kepemilikan hak. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis, dan diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf secara teknis sama dengan objek wakaf yang lain, yang membedakan hanya ikrar wakafnya saja, selain itu juga disyaratkan adanya surat pendaftaran ciptaan dari Dirjen KI Kementerian Hukum dan HAM. Akibat hukumnya adalah ketika wakif sudah mewakafkan maka haknya sudah beralih pada penerima wakaf. Namun hak yang dapat beralih hanya hak ekonominya saja, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri pencipta (wakif), perlindungan hukum untuk hak cipta sesuai yang diberikan oleh Undang-undang Hak Cipta (sesuai dengan hasil ciptaannya), sehingga wakaf hak cipta ini sifatnya sementara. Mengenai keabsahan batasan waktu wakaf dengan objek hak cipta, para ulama (responden) membolehkan wakaf dengan batasan waktu. Hal ini sesuai dengan kemanfaatan dari wakaf tersebut.
KAJIAN YURIDIS PP NO 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Hendrawati, Heni; Susila, Agna
Varia Justicia Vol 13 No 2 (2017): Vol 13 No. 2 Oktober 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.225 KB)

Abstract

Perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga khususnya istri maupun anak, diperlukan juga suatu pemulihan korban yang mengalami suatu penderitaan baik itu secara kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran rumah tangga. Maka disusunlah PP No.4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Mengingat banyaknya kasus yang terjadi terhadap kekerasan dalam rumah tangga pada saat ini dan juga kejamnya tindakan yang dilakukan terhadap korban, maka kepentingan korban sangat perlu diperhatikan. Berdasarkan PP No 4 Tahun 2006 Penyelenggaraan pemulihan korban dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban. Penyelenggaran pemulihan korban merupakan tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga. Pendampingan dapat diberikan berupa konseling, terapi psikologis, advokasi dan bimbingan rohani, guna menguatkan diri korban untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN Yoga Prantyanto, Andrian; Hendrawati, Heni
Varia Justicia Vol 11 No 1 (2015): Vol 11 No. 1 Maret 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.071 KB)

Abstract

Main hakim sendiri memang fenomena yang sering ditemui di tengah masyarakatsebagaimana pemberitaan media baik media cetak maupun media televisi. Tempattempat seperti di pasar-pasar, terminal, kampung atau di tempat-tempat lainnya kerapdiberitakan seorang pencopet, jambret atau perampok, luka-luka karena dihakimimassa, dan tragisnya tidak sedikit yang kehilangan nyawa akibat amukan massa yangmelakukan pengeroyokan. Pengeroyokan merupakan suatu perbuatan pidanasebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP dan 358 KUHP.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum untuk menentukanpertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengeroyokan dan bentukpemidanaan yang dijatuhkan terhadap pelaku pengeroyokan menurut Pasal 358 KUHPdan Pasal 170 KUHP.Penelitian hukum ini adalah penelitian yuridis normatif, Sumber-sumberpenelitian hukum terbagi menjadi dua, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukumsekunder. Metode pendekatan yang dipakai yaitu pendekatan perundang-undangan danpendekatan kasus. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknikwawancara. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakanmetode induktif.Pelaku tindak pidana pengeroyokan dikenakan ancaman pidana sesuai Pasal 170KUHP dan dapat dikenakan pasal lain yang berkaitan seperti Pasal 358 KUHP yangmenjadi dasar hukum bagi perbuatan agar dapat dikatakan sebagai tindak pidanapengeroyokan. Bentuk pemidaan yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidanapengeroyokan yaitu pidana penjara yang lamanya disesuaikan dengan akibat dariperbuatan tersebut.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Setiyo, Setiyo; Hendrawati, Heni; Susila, Agna
Varia Justicia Vol 10 No 2 (2014): Vol 10 No. 2 Oktober 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.698 KB)

Abstract

Negara Indonesia dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang utamanya penyidikan masih belum adanya koordinasi satu sama lain antar instansi penegak hukum. Pada kenyataannya keterpaduan antara satu sistem dengan sistem yang lain pada keterpaduan dan koordinasi satu sama lain masih sering mengalami kendala bahkan tidak adanya koordinasi satu sama lain dalam menangani suatu kasus pidana maupun kasus-kasus yang lain karena yang penulis lihat bahwa setiap instansi berhak menyidik serta undang-undang penyidikan masih tercecer dimana-mana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam KUHAP (2)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam Undang-undang khusus di luar KUHAP (3) Bagaimana pengaturan penyidikan dalam RUU KUHAP?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum atau berpedoman pada segi hukumnya yaitu berusaha untuk menelaah suatu peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yg dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yg berlaku di dalam masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyidikan menurut hukum pidana positif saat ini di Indonesia diatur didalam KUHAP. Pengaturan penyidikan diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Bab IV Bagian kesatu dan Bab IV Bagian Kedua pasal 6 sampai dengan pasal 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Bab XIV bagian Kedua Penyidikan mulai dari pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang diberi kewenangan melakukan penyidikan adalah Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
ASPEK PENEGAKAN KODE ETIK HAKIM DALAM MEWUJUDKAN KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG BERMARTABAT DAN BERINTEGRITAS Hendrawati, Heni; Dina Maulaya Adhisyah, Siti Vickie; Cahyo Yudhanto, Muhammad; Sunarko Putra, Nico
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.02 KB)

Abstract

Penulisan karya tulis ilmiah ini dilatarbelakangi oleh munculnya isu-isu negatif terkait penegakkan kode etik hakim dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bermartabat dan berintegritas. Isu-isu negatif itu antara lain terdapat fenomena tentang korupsi peradilan (judicial corruption) dalam bentuk berbagai perilaku tercela (permainan kotor) seperti penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, makelar kasus (markus), pemerasan, jual beli putusan, dan sebagainya.  Padahal untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan menegakkan etika, profesionalisme serta disiplin terutama oleh profesi hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan hukum primer yaitu  Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 -02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 02/PB/MA/IX/2012- 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa jurnal hukum, buku-buku, artikel hukum ilmiah  yang terkait dengan rumusan permasalahan penelitian. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu memberikan gambaran bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah  pendekatan perundang-undangan (statute approach) pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan kasus (case approach).  Pendekatan perundang-undangan  terkait dengan upaya untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari perkembangan kekuasaan kehakiman di Indonesia sedangkan pendekatan kasus digunakan untuk mengetahui berbagai macam kasus mengenai  tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim terutama yang telah mendapatkan sanksi Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan menelusuri peraturan perundang-undangan dan literature yang relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu menganalisis implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim dikaitkan dengan rumusan masalah. Perilaku  seorang hakim yang bertentangan dengan kode etik , tidak  terlepas dari faktor budaya hukum dan sistem nilai yang dianut. Sistem nilai yang bersemayam di alam kejiwaan atau mentalitas hakim sangat menentukan perilaku etik hakim dalam menangani perkara. Dari tahun 2009 sampai tahun 2014 telah dilaksanakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH)  yang menyebabkan  37 orang hakim menerima sanksi. Diketahui trend kasus pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang ditangani dalam sidang MKH pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, mayoritas merupakan kasus penyuapan. Namun mulai tahun 2013 dan tahun 2014 trend kasus pelanggaran KEPPH bergeser dimana mayoritas merupakan kasus perselingkuhan. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran pilihan nilai-nilai oleh hakim yakni dari nilai-nilai ideal atau objektif  hukum ke nilai-nilai pragmatik atau subjektif yang dipentingkan diutamakan oleh hakim dalam penanganan perkara tertentu. Artinya penanganan suatu perkara dapat menjadi sumber komoditi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik politik maupun ekonomi. Kendala yang dihadapi hakim  dalam penegakkan kode etik hakim di pengadilan dapat dibedakan dalam kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal berdasarkan hasil temuan yang diadakan adalah terdiri dari pengangkatan hakim, pendidikan hakim, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, moral hakim, dan kesejahteraan hakim. Sementara kendala eksternal meliputi kemandirian kekuasaan kehakiman, pembentukan hukum oleh hakim (penemuan hukum), sistem peradilan yang berlaku, partisipasi masyarakat, dan sistem pengawasan hakim. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan dalam mengatasi kendala internal antara lain adalah Pengangkatan/ rekrutmen yang benar-benar mempunyai kualitas tidak didasarkan pada kolusi, korupsi, dan nepotisme; hakim harus mempunyai kemampuan  profesional serta moral dan integritas tinggi; penguasaan hakim terhadap ilmu hukum; melakukan pendidikan dan pelatihan hakim secara rutinitas; Kesejahteraan Hakim dan keluarganya harus lebih  diperhatikan oleh pemerintah. Sementara upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala eksternal yaitu Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas,  tidak memihak dan Penataan kembali struktur dan lembaga kekuasaan kehakiman yang ada; Penegakkan hukum  dalam sistem peradilan yang berdasarkan prinsip berkeadilan; Pembentukan hukum oleh hakim bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat (hukum progresif); Partisipasi publik dan system penagawasan hakim secara internal  dan eksternal.
TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI ONLINE Susanto, Wahyu Adi; Hendrawati, Heni; Basri, Basri
Varia Justicia Vol 13 No 1 (2017): Vol 13 No. 1 Maret 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (153.501 KB)

Abstract

This study discusses the overview of Criminology Crime Against Scams Buy Sell Online. Who in real life is very rife due to the lack of security and surveillance conducted by public authorities, so that many victims of criminal fraud and selling online, supported and easy to commit a criminal act of buying and selling online with a variety of modes available. To resolve the problem it should be known what are the factors that caused the criminal act of buying and selling online in terms of criminology. And how do the efforts of law enforcement officers in dealing with criminal fraud and selling online. Writing of this method normative empirical research that aims to make the data in a systematic, factual, and accurate about the facts and what happens on the field sebenrnya. With a data sekuder and as a source of primary data. Factors that cause the Crime Fraud Buy Sell Online influenced by various factors such as economic factors, environmental factors, social and cultural factors, factors easily commit crimes of fraud and selling online, factor the lack of risk of being caught by
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN Yoga Prantyanto, Andrian; Hendrawati, Heni
Varia Justicia Vol 11 No 1 (2015): Vol 11 No. 1 Maret 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.071 KB)

Abstract

Main hakim sendiri memang fenomena yang sering ditemui di tengah masyarakatsebagaimana pemberitaan media baik media cetak maupun media televisi. Tempattempat seperti di pasar-pasar, terminal, kampung atau di tempat-tempat lainnya kerapdiberitakan seorang pencopet, jambret atau perampok, luka-luka karena dihakimimassa, dan tragisnya tidak sedikit yang kehilangan nyawa akibat amukan massa yangmelakukan pengeroyokan. Pengeroyokan merupakan suatu perbuatan pidanasebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP dan 358 KUHP.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum untuk menentukanpertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengeroyokan dan bentukpemidanaan yang dijatuhkan terhadap pelaku pengeroyokan menurut Pasal 358 KUHPdan Pasal 170 KUHP.Penelitian hukum ini adalah penelitian yuridis normatif, Sumber-sumberpenelitian hukum terbagi menjadi dua, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukumsekunder. Metode pendekatan yang dipakai yaitu pendekatan perundang-undangan danpendekatan kasus. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknikwawancara. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakanmetode induktif.Pelaku tindak pidana pengeroyokan dikenakan ancaman pidana sesuai Pasal 170KUHP dan dapat dikenakan pasal lain yang berkaitan seperti Pasal 358 KUHP yangmenjadi dasar hukum bagi perbuatan agar dapat dikatakan sebagai tindak pidanapengeroyokan. Bentuk pemidaan yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidanapengeroyokan yaitu pidana penjara yang lamanya disesuaikan dengan akibat dariperbuatan tersebut.
ASPEK PENEGAKAN KODE ETIK HAKIM DALAM MEWUJUDKAN KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG BERMARTABAT DAN BERINTEGRITAS Hendrawati, Heni; Dina Maulaya Adhisyah, Siti Vickie; Cahyo Yudhanto, Muhammad; Sunarko Putra, Nico
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.02 KB)

Abstract

Penulisan karya tulis ilmiah ini dilatarbelakangi oleh munculnya isu-isu negatif terkait penegakkan kode etik hakim dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bermartabat dan berintegritas. Isu-isu negatif itu antara lain terdapat fenomena tentang korupsi peradilan (judicial corruption) dalam bentuk berbagai perilaku tercela (permainan kotor) seperti penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, makelar kasus (markus), pemerasan, jual beli putusan, dan sebagainya.  Padahal untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan menegakkan etika, profesionalisme serta disiplin terutama oleh profesi hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah kepustakaan (library research) yang menggunakan bahan hukum primer yaitu  Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman , Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 -02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 02/PB/MA/IX/2012- 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa jurnal hukum, buku-buku, artikel hukum ilmiah  yang terkait dengan rumusan permasalahan penelitian. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu memberikan gambaran bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah  pendekatan perundang-undangan (statute approach) pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan kasus (case approach).  Pendekatan perundang-undangan  terkait dengan upaya untuk mewujudkan hakim yang bermartabat dan berintegritas Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari perkembangan kekuasaan kehakiman di Indonesia sedangkan pendekatan kasus digunakan untuk mengetahui berbagai macam kasus mengenai  tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim terutama yang telah mendapatkan sanksi Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan menelusuri peraturan perundang-undangan dan literature yang relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu menganalisis implementasi peraturan perundang-undangan tentang kode etik hakim dikaitkan dengan rumusan masalah. Perilaku  seorang hakim yang bertentangan dengan kode etik , tidak  terlepas dari faktor budaya hukum dan sistem nilai yang dianut. Sistem nilai yang bersemayam di alam kejiwaan atau mentalitas hakim sangat menentukan perilaku etik hakim dalam menangani perkara. Dari tahun 2009 sampai tahun 2014 telah dilaksanakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH)  yang menyebabkan  37 orang hakim menerima sanksi. Diketahui trend kasus pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang ditangani dalam sidang MKH pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, mayoritas merupakan kasus penyuapan. Namun mulai tahun 2013 dan tahun 2014 trend kasus pelanggaran KEPPH bergeser dimana mayoritas merupakan kasus perselingkuhan. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran pilihan nilai-nilai oleh hakim yakni dari nilai-nilai ideal atau objektif  hukum ke nilai-nilai pragmatik atau subjektif yang dipentingkan diutamakan oleh hakim dalam penanganan perkara tertentu. Artinya penanganan suatu perkara dapat menjadi sumber komoditi untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik politik maupun ekonomi. Kendala yang dihadapi hakim  dalam penegakkan kode etik hakim di pengadilan dapat dibedakan dalam kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal berdasarkan hasil temuan yang diadakan adalah terdiri dari pengangkatan hakim, pendidikan hakim, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, moral hakim, dan kesejahteraan hakim. Sementara kendala eksternal meliputi kemandirian kekuasaan kehakiman, pembentukan hukum oleh hakim (penemuan hukum), sistem peradilan yang berlaku, partisipasi masyarakat, dan sistem pengawasan hakim. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan dalam mengatasi kendala internal antara lain adalah Pengangkatan/ rekrutmen yang benar-benar mempunyai kualitas tidak didasarkan pada kolusi, korupsi, dan nepotisme; hakim harus mempunyai kemampuan  profesional serta moral dan integritas tinggi; penguasaan hakim terhadap ilmu hukum; melakukan pendidikan dan pelatihan hakim secara rutinitas; Kesejahteraan Hakim dan keluarganya harus lebih  diperhatikan oleh pemerintah. Sementara upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala eksternal yaitu Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas,  tidak memihak dan Penataan kembali struktur dan lembaga kekuasaan kehakiman yang ada; Penegakkan hukum  dalam sistem peradilan yang berdasarkan prinsip berkeadilan; Pembentukan hukum oleh hakim bertujuan untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat (hukum progresif); Partisipasi publik dan system penagawasan hakim secara internal  dan eksternal.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Setiyo, Setiyo; Hendrawati, Heni; Susila, Agna
Varia Justicia Vol 10 No 2 (2014): Vol 10 No. 2 Oktober 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.698 KB)

Abstract

Negara Indonesia dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang utamanya penyidikan masih belum adanya koordinasi satu sama lain antar instansi penegak hukum. Pada kenyataannya keterpaduan antara satu sistem dengan sistem yang lain pada keterpaduan dan koordinasi satu sama lain masih sering mengalami kendala bahkan tidak adanya koordinasi satu sama lain dalam menangani suatu kasus pidana maupun kasus-kasus yang lain karena yang penulis lihat bahwa setiap instansi berhak menyidik serta undang-undang penyidikan masih tercecer dimana-mana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam KUHAP (2)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam Undang-undang khusus di luar KUHAP (3) Bagaimana pengaturan penyidikan dalam RUU KUHAP?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum atau berpedoman pada segi hukumnya yaitu berusaha untuk menelaah suatu peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yg dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yg berlaku di dalam masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyidikan menurut hukum pidana positif saat ini di Indonesia diatur didalam KUHAP. Pengaturan penyidikan diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Bab IV Bagian kesatu dan Bab IV Bagian Kedua pasal 6 sampai dengan pasal 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Bab XIV bagian Kedua Penyidikan mulai dari pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang diberi kewenangan melakukan penyidikan adalah Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.