cover
Contact Name
Endang Sriyati
Contact Email
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
ISSN : 08535884     EISSN : 25026542     DOI : -
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia accepts articles in the field of fisheries, both sea and inland public waters. The journal presents results of research resources, arrest, oceanography, environmental, environmental remediation and enrichment of fish stocks.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019" : 6 Documents clear
KAJIAN RESIKO KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI ESTUARI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR Aisyah Aisyah; Setiya Triharyuni; Eko Prianto; Husnah Husnah
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2502.169 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.15-26

Abstract

Kawasan estuari merupakan wilayah yang kaya akan unsur hara di daerah pantai. Perubahan ekosistem pantai, seperti terjadinya pendangkalan menyebabkan penurunan luasan mangrove. Dampak yang terjadi merupakan penyumbang bagi kerentanan sumberdaya kepiting bakau di daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resiko potensi kerentanan sumber daya kepiting bakau dan keberlanjutannya di estuari Sungai Mahakam Kalimantan Timur. Analisis kerentanan menggunakan perangkat lunak PSA (Productivity and Susceptibility Analysis). Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi kepiting bakau di Eestuari Mahakam mempunyai kerentanan tingkat rendah (tingkat kerentanan =1,3). Nilai produktivitas (kemampuan pulih sumber daya) menunjukan nilai yang lebih tinggi (2,1) dari pada nilai susceptabilitas (tingkat resiko sumber daya ikan terhadap aktivitas perikanan di perairan tersebut) yaitu 1,9. Dengan kondisi tersebut maka peluang keberlanjutan ketersediaan kepiting bakau di estuari Mahakam berada dalam tingkat sedang.Estuaries constitute an extremely valuable natural resource in the coastal areas. The coastal ecosystem changes such as deforestation of the estuarine caused the decrease of mangrove forestry. These impacts directly contribute to the vulnerability of mud crab resources. The purpose of this research was to determine the risk level of potential vulnerability of mangrove crab resources in the Mahakam estuary. Vulnerability analysis using Productivity and Susceptibility Analysis (PSA) software. The results showed that mangrove crabs in the Mahakam estuary were low vulnerable (vulnerability level of 1.3). Value of productivity (the ability to recover resources) higher than susceptibility (level of risk of fish resources to fisheries activities in those areas). It, means that the chances for sustainability of mangrove crab in Mahakam estuary were medium level.
UJICOBA MINI LINE HAULER PADA KAPAL PANCING ULUR TUNA YANG DIOPERASIKAN DI SEKITAR RUMPON DI SAMUDERA HINDIA Agustinus Anung Widodo; Wudianto Wudianto; Agus Setiyawan
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2300.238 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.45-54

Abstract

Pancing ulur tuna (dHL) umumnya dioperasikan di sekitar rumpon dengan tali pancing dHL ditarik secara manual saat menangkap ikan tuna. Praktik tersebut berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja bagi nelayan. Penarikan tali pancing dHL secara manual saat pancing dimakan tuna hingga tuna sampai ke dek kapal juga memakan waktu lama. Dalam rangka mengurangi potensi kecelakaan kerja nelayan dHL dan meningkatkan kecepatan tarik tali dHL saat mendapat tuna, maka telah dilakukan ujicoba mini line hauler pada armada dHL. Ujicoba dilakukan pada armada dHL yang berbasis di PPN Prigi tahun 2016. Ujicoba dilakukan selama 5 trip  penangkapan dHL dengan jumlah ulangan percobaan 112 kali penarikan tali dHL secara manual dan 114 kali penarikan tali dHL dengan mini line hauler. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa penarikan tali dHL secara manual telah mengakibatkan isu kecelakaan kerja berupa luka kulit tangan ABK sebanyak 4 kasus dan isu kesehatan kerja berupa sakit pinggang ABK sebanyak 2 kasus. Sedangkan penggunaan mini line hauler telah terbukti tidak mengurangi isu kesehatan dan keselamatan kerja ABK ketika menari tali dHL. Penggunaan mini line hauler juga meningkatkan kecepatan penarikan tali dHL sebesar 1,5 kali dibanding penarikan tali dHL secara manual. Hasil uji coba juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah hasil tangkapan tuna antara dHL yang tidak menggunakan mini line hauler dan dHL yang menggunakan mini line hauler.Tuna hand line is widely used by fishers for catching yellowfin tuna (Thunnus albacares) and bigeye tuna (T.obesus) around fish aggregating devices (FADs). The tuna hand line with targeting large-size of tuna is called deep hand line (dHL). The existing dHL fleets are generally not equipped with auxiliary mechine such as line hauler for hauling line of dHL,  the line of dHL is hauled manually when striked / fished tuna. Hauling the line of dHL manually potential leads to work accident and health issues of fishers due to over load of work. Hauling of dHL's line manually also cause  takes a long time from moment of tuna hooked until the tuna reach on deck of boat. To reducing potential work accident and increasing hauling speed of the line, a research  has carried out throught a trial of using mini line hauler in dHL boat in 2016. The trial conducted in dHL boat based at Prigi Fishing Port-East Jawa. From total of 5 dHL fishing trips, amonut of 112 replication of line hauling of dHL manually and 144 replication of line hauling of dHL using mini line hauler have carried out. The result show that there has been a work accident of fishers such as hands skin injury of 4 fishers and health issues such as low back pain of 2 fishers. In other hand, using mini line hauler in the trial has obviated the fishers work accidents and health issues. Using mini line hauler has also been proven to increase speed of line hauling of dHL. Average of  line speed dHL uses mini line hauler 12,16 m/minute and average of line speed dHL is hauled manually 7,91 m/minute. Using mini line hauler has not affected to the amount of  tuna catch of  dHL.
HUBUNGAN ANTARA KONDISI OSEANOGRAFI DAN DISTRIBUSI SPASIAL IKAN PELAGIS DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) 712 LAUT JAWA Asep Ma'mun; Asep Priatna; Khairul Amri; Erfind Nurdin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.522 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.1-14

Abstract

Kepadatan dan penyebaran sumber daya ikan di perairan banyak dipengaruhi oleh variasi kondisi oseanografinya. Untuk mengkaji interaksi antara kondisi oseanografi dengan sebaran spasial ikan pelagis di Laut Jawa, telah dilakukan penelitian hydro acoustic dengan menggunakan KR. Bawal Putih III pada 17 Oktober-11 November 2017. Akuisisi data akustik menggunakan multi beam Simrad ME (70-120 kHz) dengan posisi transduser dipasang pada lunas kapal. Parameter lingkungan (oksigen, pH, salinitas, klorofil, suhu) diukur menggunakan CTD SBE 19 plus V2 dan parameter oseanogafi fisik (arah dan kecepatan arus) menggunakan ARM current meter, keduanya diturunkan secara vertikal sesuai kedalaman pada 48 stasiun. Analisa korelasi antara parameter oseanografi dengan kelimpahan ikan dan distribusi spasial menggunakan analisis statistik PCA (Principal Component Analysis). Hasil penelitian menunjukkan densitas ikan pelagis dipengaruhi secara berturut-turut oleh salinitas, oksigen, klorofil, pH dan suhu. Urutan ini didasarkan pada jarak dan kedekatan terhadap garis yang dibentuk faktor lingkungan terhadap titik pusat korelasi. Komponen lingkungan yang memiliki interaksi langsung dengan kelimpahan ikan pelagis adalah salinitas dan oksigen. Kedua faktor ini merupakan faktor utama dalam kegiatan osmoregulasi dan pembentukan energi untuk tubuh ikan, sementara keempat faktor lingkungan lainnya (klorofil pH, suhu dan kecepatan arus) berkorelasi secara parsial terhadap keberadaan ikan pelagis.The density and distribution of fish resources in the waters are much influenced by variations in oceanographic conditions. To examine interaction between oceanographic condition with spatial distribution of pelagic fish in Java Sea, hydroacoustic research was done using KR. Bawal Putih III on October 17 to November 11, 2017. Acoustic data acquisition used Simrad ME multi beam (70-120 kHz) with the position of the transducer installed on the keel. Environmental parameters (oxygen, pH, salinity, chlorophyll, temperature) were measured using the SBE 19 plus V2 CTD and physical oceanographic parameter (current direction and speed) using the ARM current meter, both are lowered vertically according to depth at 48 station. Correlation analysis between oceanographic parameter with fish abundance and spatial distribution using PCA (Principal Component Analysis) statistical analysis. Results show that density of pelagic fish was influenced respectively by salinity, oxygen, chlorophyll, pH and temperature. This sequence based on distance and proximity to the line formed by environmental factors towards the center of correlation. The environmental components that have a direct interaction with the abundance of pelagic fish are salinity and oxygen. These two factors are the main factors in osmoregulation and energy formation for fish bodies, while the other four environmental factors (chlorophyll pH, temperature and current velocity) correlate partially to the presence of pelagic fish. 
DINAMIKA POPULASI DAN TINGKAT PEMANFAATAN KEPITING MERAH (Scylla olivacea) DI PERAIRAN MERAUKE DAN SEKITARNYA, PAPUA Andina Ramadhani Putri Pane; Reza Alnanda
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.871 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.55-65

Abstract

Penangkapan kepiting merah (Scylla olivacea) di Merauke berlangsung sangat intensif dan dikuatirkan akan mengancam kelestariannya. Untuk itu perlu pengelolaan yang didasarkan hasil kajian ilmiah. Dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan merupakan informasi komponen penting dalam pengelolan perikanan secara efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan kepiting merah di Merauke dan sekitarnya. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) tahun yaitu Februari hingga Desember 2017 dan Maret hingga Desember 2018 dengan metode survey. Hasil penelitian menunjukkan struktur ukuran kepiting merah diatas 99 % berukuran dibawah 145 mm dan ukuran pertama kali tertangkap (CWc) adalah 110.52 mm (2017) dan 112,5 mm (2018). Pola pertumbuhan kepiting merah bersifat allometrik negatif dengan nisbah kelamin tidak seimbang antara jantan dan betina. Laju pertumbuhan (K) adalah 0,6 per tahun dengan tingkat kematian alamiah (M) lebih kecil daripada kematian karena penangkapan (F). Tingkat pemanfaatan (E) 0,68 menjadi indikasi telah terjadi overfishing dari nilai optimum penangkapan kepiting. Upaya pelestarian sumberdaya kepiting dapat dilakukan dengan mengurangi upaya penangkapan sebesar 36 % dari yang sudah dilakukan saat ini.The capture of red mud crabs (Scylla olivacea) in Merauke is very intensive and threat its sustainability. For this reason, management needs to be based on the results of scientific studies. Population dynamics and exploitation rates are information about important components in fisheries management effectively. The purpose of this study was to determine population dynamics and exploitation of red mud crabs in Merauke and its adjancent. The study was conducted for 2 (two) years, February to December 2017 and March to December 2018 with the survey method. The results showed that the structure of the size of red mud crabs above 99% was under 145 mm and the first size caught (CWc) was 110.52 mm (2017) and 112.5 mm (2018). The growth pattern of red mud crabs is allometric negatif with an unbalanced sex ratio between male and female. The growth rate (K) is 0.6 per year with a natural death rate (M) smaller than death due to arrest (F). The utilization rate (E) of 0.68 indicates an overfishing of the optimum value of crab capture. Efforts to preserve crab resources can be done by reducing fishing efforts by 36% from what has been done today.
NISBAH KELAMIN, UKURAN PERTAMA KALI TERTANGKAP DAN CATCH PER-UNIT EFFORT DUA JENIS LOBSTER KIPAS (SCYLLARIDAE) DI PERAIRAN KUPANG DAN SEKITARNYA Ngurah N Wiadnyana; Setiya Triharyuni; Prihatiningsih Prihatiningsih
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.572 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.27-34

Abstract

Pemanfaatan lobster kipas (Scyllaridae) yang tertangkap di Perairan Kupang terus meningkat, tetapi informasi mengenai kondisi stok dan aspek biologi nya belum banyak diketahui. Tulisan ini mengkaji nisbah kelamin, rata-rata ukuran pertama kali tertangkap dan catch per-unit of effort (CPUE) lobster kipas di perairan Kupang dan sekitarnya. Kedua spesies lobster kipas yang dianalisis merupakan hasil tangkapan sampingan jaring krendet yang dilakukan oleh nelayan setempat. Jenis data yang dianalisis meliputi data penangkapan dan biologi lobster yang dikumpulkan selama periode Oktober 2015 - Desember 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua jenis lobster kipas hasil tangkapan sampingan di perairan Kupang, yaitu Scyllarides haanii dan Thenus indicus dengan komposisi hasil tangkapan T. indicus lebih banyak dari S. haanii. Rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc) untuk lobster T. indicus betina berdasarkan panjang karapas adalah sekitar 93,79 dan 94,18 mm untuk jantan, sedangkan untuk lobster S. haanii betina adalah 101,40 mm dan 104,06 mm untuk jantan. Nisbah kelamin dari kedua jenis lobster ini masih dalam kondisi seimbang. Rata-rata nilai CPUE lobster jenis T. indicus 3,7 kg/trip lebih besar dibandingkan dengan nilai CPUE S. haanii sebesar 0,8 kg/trip. Nilai CPUE dari tiap-tiap lokasi penangkapan tidak berbeda nyata antar lokasi penangkapan.The utilization of slipper lobster (Scyllaridae) caught in around Kupang waters is increased continuously, however a little information on its stock and biological aspect is available. This paper describes sex ratio, length at first capture and the catch per-unit of effort (CPUE) of the slipper lobster population in the Kupang and surrounding waters. Both slpper lobsters analyzed are a by-catch of a gillnet operated by local fishermen. The data analysized included cacth and biology of lobster collected during the period of October 2015 to December 2016. Results show that there were two types of slipper lobster as by-catch in Kupang waters, namely Scyllarides haanii and Thenus indicus with the number of T. indicus higher than S. haanii. The first lengths of captured (Lc) for female T. indicus based on carapac lenght was 93.79 and 94.18 mm for male, while female S. haanii were 101.40 mm (female) and 104.06 mm for male. The sex ratio of both types of lobsters was still in a balanced condition. The average CPUE of T. indicus was 3.7 kg/trip, higher than that CPUE value of S. haanii of only 0.8 kg/trip. The CPUE value was significantly no different between the fishing location.
KEBERADAAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI SEKITAR RUMPON Erfind Nurdin; Asep Ma'mun; Muhamad Fedi Alfandi Sondita; Roza Yusfiandayani; Mulyono Baskoro; Mahiswara Mahiswara
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.477 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.35-44

Abstract

Armada penangkapan ikan tuna di Indonesia banyak yang menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan. Teknologi alat bantu ini menyebabkan sumberdaya ikan tuna semakin rentan terhadap penangkapan. Hal ini berarti jika perikanan berbasis rumpon tidak dikendalikan, keberlanjutan sumberdaya akan terancam. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 24 November hingga 3 Desember 2015 di perairan selatan Palabuhanratu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi dan periode waktu sebagai daerah penangkapan ikan yang layak. Pengamatan mengunakan teknologi hidroakustik portable scientific echosounder SIMRAD EY60, dengan lintasan perekaman mengelilingi rumpon berbentuk bintang (star survey). Hasil penelitian ini menunjukkan dugaan daerah penangkapan ikan tuna layak tangkap di sekitar rumpon berada pada kedalaman 200 hingga 500 meter dengan puncak keberadaan terjadi pada pagi hari.Most of tuna fishing fleet in Indonesia are using FADs as fishing tools. This technology leads tuna resources to be more susceptible to fishing activity. If the fisheries not well managed, the sustainability of fish resources will be threatened. The study was conducted from November 24th until December 3rd 2015 in south of Pelabuhanratu waters. The aims of this study to determine the location and time period as a suitable fishing areas. The studied through underwater acoustic devices portable scientific echosounder SIMRAD EY60 with star survey patterns around the FAD. This study showed that indication of the existence matured tuna based on acoustic observation around FADs occurred within the depth of 200 until 500 metre peak condition mostly found during the early of day light.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 31, No 4 (2025): (Desember 2025) Vol 31, No 3 (2025): (September 2025) Vol 31, No 2 (2025): (Juni 2025) Vol 31, No 1 (2025): (Maret 2025) Vol 30, No 4 (2024): (Desember 2024) Vol 30, No 3 (2024): (September) 2024 Vol 30, No 2 (2024): (Juni) 2024 Vol 30, No 1 (2024): (Maret) 2024 Vol 29, No 4 (2023): (Desember) 2023 Vol 29, No 3 (2023): (September) 2023 Vol 29, No 1 (2023): (Maret) 2023 Vol 28, No 4 (2022): (Desember) 2022 Vol 28, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 28, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 28, No 1 (2022): (Maret) 2022 Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021 Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021 Vol 27, No 2 (2021): (Juni) 2021 Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021 Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020 Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020 Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020 Vol 26, No 1 (2020): (Maret) 2020 Vol 25, No 4 (2019): (Desember) 2019 Vol 25, No 3 (2019): (September) 2019 Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019 Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019 Vol 24, No 4 (2018): (Desember) 2018 Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018 Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018) Vol 24, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 23, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 23, No 3 (2017): (September 2017) Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 23, No 1 (2017): (Maret, 2017) Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 22, No 3 (2016): (September) 2016 Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 21, No 3 (2015): (September 2015) Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014) Vol 20, No 3 (2014): (September 2014) Vol 20, No 2 (2014): (Juni 2014) Vol 20, No 1 (2014): (Maret 2014) Vol 19, No 4 (2013): (Desember 2013) Vol 19, No 3 (2013): (September 2013) Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013) Vol 19, No 1 (2013): (Maret 2013) Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012) Vol 18, No 3 (2012): (September 2012) Vol 18, No 2 (2012): (Juni) 2012 Vol 18, No 1 (2012): (Maret 2012) Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011) Vol 17, No 3 (2011): (September 2011) Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011) Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011) Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010) Vol 16, No 3 (2010): (September 2010) Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010) Vol 16, No 1 (2010): (Maret 2010) Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009) Vol 15, No 3 (2009): (September 2009) Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009) Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009) Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008) Vol 14, No 3 (2008): (September 2008) Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008) Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008) Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 13, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 13, No 1 (2007): (April 2007) Vol 12, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 12, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 12, No 1 (2006): (April 2006) Vol 11, No 9 (2005): (Vol. 11 No. 9 2005) Vol 11, No 8 (2005): (Vol. 11 No. 8 2005) Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005) Vol 11, No 6 (2005): (Vol. 11 No. 6 2005) Vol 11, No 5 (2005): (Vol. 11 No. 5 2005) Vol 11, No 4 (2005): (Vol. 11 No. 4 2005) Vol 11, No 3 (2005): (Vol. 11 No. 3 2005) Vol 11, No 2 (2005): (Vol. 11 No. 2 2005) Vol 11, No 1 (2005): (Vol. 11 No. 1 2005) Vol 10, No 7 (2004): (Vol. 10 No. 7 2004) Vol 10, No 6 (2004): (Vol. 10 No. 6 2004) Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004) Vol 10, No 4 (2004): (Vol. 10 No. 4 2004) Vol 10, No 3 (2004): (Vol. 10 No. 3 2004) Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004) Vol 10, No 1 (2004): (Vol. 10 No. 1 2004) Vol 9, No 7 (2003): (Vol.9 No.7 2003) Vol 9, No 6 (2003): (Vol.9 No.6 2003) Vol 9, No 5 (2003): Vol. 9 No. 5 2003) Vol 9, No 4 (2003): Vol. 9 No. 4 2003) Vol 9, No 3 (2003): (Vol.9 No.3 2003) Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003) Vol 9, No 1 (2003): (Vol.9 No.1 2003) Vol 8, No 7 (2002): (Vol.8 No.7 2002) Vol 8, No 6 (2002): (Vol.8 No.6 2002) Vol 8, No 5 (2002): (Vol.8 No.5 2002) Vol 8, No 4 (2002): (Vol.8 No.4 2002) Vol 8, No 3 (2002): (Vol.8 No.3 2002) Vol 8, No 2 (2002): (Vol. 8 No. 2 2002) Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002) Vol 7, No 4 (2001): (Vol. 7 No. 4 2001) Vol 7, No 2 (2001): (Vol.7 No. 2 2001) Vol 6, No 3-4 (2000): (Vol.6 No.3-4 2000) Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000) Vol 6, No 1 (2000): (Vol.6 No.1 2000) Vol 5, No 2 (1999): (Vol.5 No.2 1999) Vol 5, No 1 (1999): (Vol.5 No. 1 1999) Vol 4, No 4 (1998): (Vol.4 No.4 1998) Vol 4, No 3 (1998): (Vol.4 No.3 1998) Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998) Vol 4, No 1 (1998): (Vol.4 No.1 1998) Vol 3, No 4 (1997): (Vol.3 No.4 1997) Vol 3, No 3 (1997): (Vol.3 No.3 1997) Vol 3, No 2 (1997): (Vol.3 No.2 1997) Vol 3, No 1 (1997): (Vol.3 No.1 1997) Vol 2, No 4 (1996): (Vol.2 No.4 1996) Vol 2, No 3 (1996): (Vol.2 No.3 1996) Vol 2, No 2 (1996): (Vol.2 No.2 1996) Vol 2, No 1 (1996): (Vol.2 No.1 1996) Vol 1, No 4 (1995): (Vol.1 No.4 1995) Vol 1, No 3 (1995): (Vol.1 No.3 1995) Vol 1, No 2 (1995): (Vol.1 No.2 1995) Vol 1, No 1 (1995): (Vol.1 No.1 1995) More Issue