cover
Contact Name
Sumasno Hadi
Contact Email
sumasno.hadi@ulm.ac.id
Phone
+6281328516583
Journal Mail Official
pelataran.seni@ulm.ac.id
Editorial Address
Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP Universitas Lambung Mangkurat Jl. Brigjend H. Hasan Basry, Gedung FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Kotak Pos No. 87, Banjarmasin, 70123
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Pelataran Seni : Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni
ISSN : 25025848     EISSN : 25286404     DOI : https://doi.org/10.20527/jps.v1i2
Pelataran Seni contains research articles, findings, ideas, and scientific studies related to the field of arts education and art studies. The editor also receives a review or book review related to the scope of the Pelataran Seni.
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 2" : 8 Documents clear
Relasi Kuasa Lelaki-Perempuan dalam Lagu "I'm All Over It" karya Jamie Cullum Dewi Alfianti
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5196

Abstract

 Tulisan ini menganalisis lirik dari lagu berjudul I’m All Over It di album jazz The Pursuit karya Jamie Cullum yang menggambarkan hubungan interpersonal antara lelaki dan perempuan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana relasi kuasa di antara pihak-pihak yang diceritakan dalam lirik lagu tersebut. Penulis menggunakan teori relasi kuasa yang dicetuskan Michel Faucoult sebagai dasar untuk melakukan analisis. Dari hasil analisis kita dapat melihat bahwa kekuasaan dalam hubungan interpersonal lelaki dan perempuan dalam lagu itu dimiliki secara dominan oleh salah satu pihak yaitu pihak perempuan. Kuasa tidak didapatkan dengan cara represif, tetapi melalui rasa bersalah. Rasa bersalah yang menyelimuti si lelaki karena tak mampu mencintai si perempuan justru menimbulkan kuasa pada si perempuan. karena rasa bersalah mencegah si lelaki mengatur dan mengarahkan hubungan mereka, sehingga perempuan mengambil alih peran tersebut.Kata kunci: Lirik lagu, hubungan interpersonal, relasi kuasa
Pergeseran Budaya Sungai dalam Lukisan Umar Sidik Hajriansyah Hajriansyah
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5197

Abstract

 Wacana tergerusnya daratan yang mengisyaratkan pergeseran budaya dari sungai ke daratan menjadi objek perbincangan dalam diskursus kebudayaan di Banjarmasin. Efek globalisasi dan kemajuan yang tak terhindarkan serta romantisme sikap kebudayaan menjadi hal yang menarik untuk dicermati dalam karya seni lukis Umar Sidik. Dengan meminjam sistem penandaan melalui semiotika visual, dalam batas analisanya yang longgar, tulisan ini mencoba melihat persoalan-persoalan di seputar arus perubahan yang terjadi di masyarakat tradisional Banjar itu dan situasi sosial politik dalam wacana hubungan pusat dan daerah di Indonesia. Wacana demikian paralel dengan dinamika seni lukis daerah yang kadang tak seiring-sejalan dengan dinamika mainstream seni rupa Indonesia.Kata kunci: lukisan Umar Sidik, pergeseran budaya, semiotika visual
Perkembangan Musik Tradisional Sattung Suku Bajau Rampa Syahlan Mattiro
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5194

Abstract

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Fokus penelitian adalah kesenian musik tradisional sattung pada Suku Bajau di Desa Rampa, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Masyarakat Desa Rampa memiliki seni musik instrumental (alat bunyi-bunyian) yang diiringi olah vokal (menyanyi). Permainan alat musik sattung diiringi oleh penyanyi yang menyanyikan syair iko-iko. Kemudian, di sana juga terdapat seni tari tradisionalnya yakni tari tombak. Dalam perkembangannya, kesenian musik tradisional sattung mengalami perubahan secara dinamis menjelang akhir tahun 1990-an, yakni sudah mulai jarang dimainkan. Kemudian muncul grup musik Alahai Pusaka Laut yang diketuai Daeng Muhtar, seniman musik Bajau Bajau Rampa. Muhtar mengembangkan musik alahai khas Bajau Rampa dengan mengadopsi beberapa alat musik dari Suku Bajau Rampa, Banjar, Arab dan alat musik modern seperti gambus, panting, biola, suling, ketipung, kontrabass, gitar eletrik dan rebana. Hal ini akibat adanya pengaruh “musik pesisiran” yang berkembang di Kabupaten Kotabaru.
Keberadaan Nyanyian Balian pada Upacara Adat Wurung Jue Etnik Dayak Maanyan Rusma Noortyani
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5198

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keunikan prosesi pencarian mempelai perempuan melalui upacara adat wurung jue yang menggunakan nyanyian balian. Nyanyian balian adalah lagu atau tuturan yang berisi syair, sajak, puisi, atau cerita yang menggunakan bahasa pangunraun atau janyawai yang dinyanyikan oleh balian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan data-data kualitatif. Data-data diambil melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Objek dalam penelitian ini adalah keberadaan nyanyian balian etnik Dayak Maanyan di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong. Setelah analisis dilakukan ditemukan hasil bahwa keberadaan nyanyian balian pada upacara adat wurung jue merupakan tradisi adat Dayak Maanyan yang dilaksanakan secara turun-temurun. Nyanyian balian yang diiringi musik tradisional sangat dipelihara sampai sekarang agar nilai-nilai kebudayaannya tidak hilang. Nyanyian balian berisi nasihat pada kedua mempelai sebagai sebuah aktivitas adat dan religi memiliki makna yang dalam. Selain itu, pada saat penyambutan mempelai laki-laki juga terletak suatu tujuan yakni untuk memajukan dan mengembangkan kesenian budaya Dayak Maanyan.Kata kunci: keberadaan, nyanyian balian, upacara adat, wurung jue, Dayak Maanyan
Negativitas Total: Kritik Adorno terhadap Rasionalitas dan Seni Masyarakat Modern Sunarto Sunarto
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.1883

Abstract

Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969) adalah salah satu tokoh dari Mazhab Frankfurt, yang sangat akrab dengan Max Horkheimer. Keduanya membesarkan Mazhab Frankfurt. Adorno ahli dari berbagai bidang: filsafat, sosiologi, dan musikolgi. Pemikirannya saling bertautan. Kritiknya terhadap seni modern lebih kepada pertautan dengan sosiologi. Kondisi masyarakat modern post-aufklarung telah begitu memprihatinkan dengan mengorbankan hidup demi rasionalitas teknologi yang instrumental. Adorno menganggap telah terjadi pembalikkan total atas peran manusia sebagai subjek menjadi objek. Masyarakat modern telah terjebak rasionalitasnya sendiri. Bidang seni telah terjebak pada industrialisasi, yang memungkinkan manusia telah kehilangan daya estetis. Manusia menciptakan seni dan sebagai subjek seni akhirnya menjadi objek seni. Realitas inilah yang disebut sebagai “negativitas total”, manusia ingin menguasai alam akhirnya terkuasai oleh alam itu sendiri. Seni yang diciptakan manusia, akhirnya menjadi seni untuk kebutuhan “sesaat” dan konsumtif belaka.Kata Kunci: seni, negativitas total, teori kritis, rasionalitas Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969) is one of the leaders of the Frankfurt School, who is very familiar with Max Horkheimer. Both raise the Frankfurt School. Adorno experts from various fields: philosophy, sociology, and musikolgi. Their thinking is interlocked. His criticism of modern art is more to engagement with sociology. Conditions Aufklarung post-modern society has been so alarming at the expense live for rasionality instrumental technology. Adorno considers there has been a total reversal of the role of man as a subject to an object. Modern society has stuck own rationality. The arts have been stuck on industrialization, which allows humans have lost their aesthetic. Humans create art and as a subject of art eventually became an art object. Reality is what is referred to as "total negativity", humans want to control nature eventually possessed by nature itself. Art created humans, eventually becoming an art for the needs of “instantaneous” and a mere consumer.Keywords: art, total negativity, critical theory, rationality 
Pengembangan Instrumen Virtual Gamelan Banjar Sumasno Hadi; Rezky Irfansyah
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5199

Abstract

Di era teknologis ini, Gamelan Banjar dalam bentuk virtual sangat potensial untuk membantu para seniman Tradisional Banjar dalam berkesenian dan sekaligus memberikan media alternatif yang menunjang proses pembelajaran seni, khususnya dalam pembelajaran seni Tradisional. Penelitian berjenis R & D ini bertujuan untuk mengembangkan Gamelan Banjar virtual melalui teknik audio sampling. Penelitian ini dilakukan di Kota Banjarmasin dengan fokus pada studio musik JEF Music Production dengan menghasilkan sampel audio Gamelan Banjar (virtual instrument) yang berekstensi nki atau native kontakt instrument. Sampel audio sebagai hasil pengolahan instrumen virtual Gamelan Banjar tersebut dapat dikatakan baik karena memiliki kualitas suara/bunyi yang menyerupai atau mendekati bunyi instrumen aslinya (Gamelan Banjar). Instrumen virtual Gamelan Banjar ini menawarkan nilai fungsional bagi praktisi pendidikan seni dalam proses pembelajaran Gamelan Banjar. Selain itu, instrumen virtual Gamelan Banjar ini juga menawarkan nilai praktis (mempermudah) bagi seniman musik dalam membuat rekaman musik (Gamelan Banjar) sebagai iringan tari Tradisional BanjKatakunci: Gamelan Banjar, musik tradisional, instrumen virtual, rekaman
Kesenian Musik dan Tari Tradisional Suku Dayak Manunggal Mansyur Mansyur
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5193

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan  kesenian tradisional Suku Dayak Manunggal di Desa Rantau Buda, Kecamatan Sungai Durian, Kabupaten Kotabaru. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Melalui kajian tekstual dan kontekstual terhadap bentuk penyajiannya, kesenian tradisional Suku Dayak Manunggal diketahui memiliki dua jenis, yaitu seni musik dan seni tari. Pada seni musiknya diketahui memiliki beberapa alat musik seperti: gelang hiyang/giring, gamelan, sarun, babun, suling, rebab dan gong. Adapun seni tarinya dapat digolongkan sebagai tarian magis (tari balian) dan tarian rakyat (tari joget sasar punai dan tari joget langkah tiga). Kesenian tradisional Suku Dayak Manunggal ini dalam perkembangannya makin ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya, terutama golongan generasi mudanya. Oleh karennya perlu diadakan usaha pelestarian dan pengembangan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah setempat.Kata kunci: kesenian tradisional, dayak manunggal, seni musik, seni tari
Etnografi Seni Mural di Yogyakarta Hendra Hendra
Pelataran Seni Vol 1, No 2
Publisher : Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP ULM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v1i2.5195

Abstract

Dinding bukan sekadar ruang kosong tanpa makna. Dinding menjadi saksi bisu atas proses waktu yang telah maupun akan berlaku. Dinding kemudian diberi makna melalui coretan kuas yang berwarna lalu menghasilkan keterkaitan bahasa dalam gambar. Tulisan ini berdasar studi etnografi dengan observasi pada empat wilayah di Kota Yogyakarta, yang kemudian dikombinasikan melalui studi kepustakaan dan menghasilkan penafsiran dengan berpegang pada teori Ludwig Wittgenstein. Hasilnya adalah terdapat relasi antara simbol budaya dengan tempat gambar berada yang menghasilkan mural dengan penuh simbolisasi makna.Kata kunci: mural, budaya, Ludwig Wittgenstein, teori gambar

Page 1 of 1 | Total Record : 8