cover
Contact Name
Pendidikan Sosiologi
Contact Email
sosiologi@untirta.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
yustikairfani@untirta.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. serang,
Banten
INDONESIA
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika
ISSN : 24773514     EISSN : 26140055     DOI : -
Core Subject : Social,
“Hermeneutika”memuat hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan sains dan teknologi dalam bidang sosiologi.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2019)" : 5 Documents clear
IMPLEMENTASI SANKSI BERJENJANG BAGI PELANGGAR TATAKRAMA DAN TATA TERTIB PADA SISWA SMA NEGERI 2 CIBEBER LEBAK Stevany Afrizal; sastra juanda; jedah nurlatifah
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.296 KB) | DOI: 10.30870/hermeneutika.v5i1.7382

Abstract

Sekolah memiliki sanksi berjenjang bagi warganya yang tidak dapat mentaati peraturan tersebut sesuai dengan tingkat pelanggaran siswa. Sanksi sangat penting diterapkan bagi siswa agar tetap pada jalur yang sesuai dengan ketentuan sekolah.prosedur. Penelitian ini telah berusaha mendeskripsikan implementasi sanksi berjenjang yang diterapkan bagi siswa yang melanggar tata tertib di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Cibeber Lebak. Prosedur penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dengan pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) sanksi berjenjang bagi siswa pelanggar tatakrama dan tata tertib di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Cibeber lemah dalam implementasinya. Ditunjukkan dengan banyaknya kasus pelanggaran yang tidak mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran. (2) hal yang melatarbelakangi yaitu: perilaku siswa yang sudah menjadi habitus dalam melanggar sehingga sulit dirubah dan dihilangkan. Lemahnya tindakan sekolah dalam memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar, adanya pengaruh kultur siswa dan masyarakat sekitar, pengaruh jabatan siswa di sekolah, pengaruh relasi siswa dengan guru, dan pengaruh ekonomi siswa.
Faktor-Faktor Penyebab Eksistensi Permainan Tradisional di Desa Nyangkringan Yustika Irfani Lindawati
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.148 KB) | DOI: 10.30870/hermeneutika.v5i1.7381

Abstract

Abstrak Di tengah arus globalisasi yang sangat deras dimana segala bentuk hiburan dikemas secara modern dan apik. Salah satu gejala mencolok yang muncul dalam tiga dasawarsa terakhir di Indonesia adalah maraknya berbagai macam bentuk mainan (toys) dan permainan (game) yang berasal dari luar negeri. Arus ini mengalir deras dalam dasawarsa terakhir, ketika di beberapa kota besar di Indonesia muncul toko-toko yang begitu besar, namun khusus hanya menjual mainan anak-anak, terutama boneka-boneka berbagai tokoh dalam dalam film kartun. Eksistensi permainan tradisional di desa Nyangkringan kabupaten Bantul dapat terlihat dari warga desa, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, masih memainkan permainan tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Ragam permainan tradisional yang dimainkan oleh warga desa Nyangkringan kabupaten Bantul cukup banyak jenisnya, antara lain sebagai berikut Gobak sodor, Bekelan, Nekeran (kelereng), Lompat tali, Dhelikan (petak umpet), Layangan, Engklek, Dakon, Jamuran, Gamparan. Faktor-faktor penyebab eksistensi permainan tradisional di desa Nyangkringan adalah peran orang tua, hemat dan praktis, ekonomis, pelestarian kebudayaan, transformasi kebudayaan dari generasi tua ke generasi muda, manfaat dan pengaruh positif  terhadap perkembangan jiwa anak serta usaha dan kerjasama warga dalam melestarikan permainan tradisional.Kata kunci: budaya tradisional, permainan tradisional, manfaat Abstract In the midst of a very heavy current of globalization where all forms of entertainment are packaged in a modern and chic manner. One striking symptom that appeared in the last three decades in Indonesia is rampant in various forms of toys(toys)and games(games)coming from abroad. These flows flowed in the last decade, when there were large shops in several major cities in Indonesia, but specifically only selling children's toys, especially dolls of various characters in cartoons. The existence of traditional games in the village of Nyangkringan, Bantul district can be seen from villagers, ranging from children to adults, still playing traditional games in everyday life. The variety of traditional games played by the residents of Nyangkringan village in Bantul district are quite various, including Gobak sodor, Bekelan, Nekeran (kelereng), Jump rope, Dhelikan (hide and seek), Layangan, Engklek, Dakon, Jamuran, Gamparan. The causes of the existence of traditional games in Nyangkringan village are the role of parents, thrifty and practical, economical, cultural preservation, a cultural transformation from the old generation to the younger generation, benefits and positive influence on children's development and efforts and cooperation in preserving traditional games.Keywords: traditional culture, traditional games, benefits
Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Desa Wisata Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga Kanita Khoirun Nisa
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.837 KB) | DOI: 10.30870/hermeneutika.v5i1.7380

Abstract

Abstrak Pengembangan pariwisata oleh masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artikel ini berbicara tentang Pengembangan Desa Wisata di Desa Wisata Panusupan yang diawali dengan kemunculan wisata religi yang belum dikembangkan secara maksimal. Desa Panusupan mulai dirintis untuk menjadi desa wisata yaitu pada tahun 2009 dan diresmikan menjadi Desa Wisata pada tahun 2014. Setelah diresmikan menjadi desa wisata pada tahun 2014, Desa Panusupan mengalami berbagai perubahan Pengembangan yang dilakukan di Desa Wisata Panusupan ini berbasis CBT, dimana pengelolaannya ialah masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi. Adapun informan yang terlibat adalah Kepala Desa Panusupan, Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Komunitas Lokal. Sedangkan instrument yang digunakan yaitu menggunakan sumber data primer dan sekunder.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pariwisata di Desa Panusupan terbagi menjadi dua yaitu pariwisata sebelum adanya community based tourism dan pariwisata sesudah adanya community based tourism. Pariwisata sebelum CBT dikenal dengan wisata religi, makam Syekh Jambu Karang pada tahun 2009 – 2014. Sedangkan, pariwisata sesudah adanya CBT yakni pada tahun 2015 – 2018. Pariwisata sesudah adanya CBT di Desa Panusupan sangat beragam, yakni wisata petualangan, wisata Rumah Pohon, wisata Puncak Batur, wisata Sendaren, wisata Jembatan Cinta hingga wisata Batu Gilang Green Park. Selanjutnya, dengan adanya pariwisata berbasis CBT di Desa Panusupan menimbulkan kemanfaatan positif dalam bidang ekonomi dan sumber daya alam yang masih terjaga keasliannya. Temuan selanjutnya yaitu tentang proses perkembangan pariwisata di Desa Panusupan yang berbasis masyarakat. Proses perkembangan pariwisata CBT di Desa Panusupan meliputi adanya partisipasi masyarakat, kelembagaan masyarakat, organisasi dan pengelolaan.Kata-kata Kunci: pariwisata; komunitas; pariwisata berbasis masyarakat; partisipasi. Abstract The development of tourism by the community aims to improve the welfare of the community. This article talks about the Development of a Tourism Village in the Panusupan Tourism Village, which began with the emergence of religious tourism that has not yet been fully developed. Panusupan Village was initiated to become a tourism village in 2009 and was formalized as a Tourism Village in 2014. After being inaugurated as a tourism village in 2014, Panusupan Village underwent various changes in development. . The research method used in this study is qualitative with an ethnographic approach. The informants involved were the Head of Panusupan Village, Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Local Community. While the instruments used are primary and secondary data sources.The results showed that tourism in Panusupan Village was divided into two, namely tourism before the existence of community based tourism and tourism after the existence of community based tourism. Tourism before CBT was known as religious tourism, the tomb of Sheikh Jambu Karang in 2009 - 2014. Meanwhile, tourism after the CBT was in 2015 - 2018. Tourism after the CBT in Panusupan Village was very diverse, namely adventure tourism, tree house tourism, tourism Batur Peak, Sendaren tour, Love Bridge tour to Batu Gilang Green Park tour. Furthermore, the existence of CBT-based tourism in Panusupan Village has led to positive benefits in the fields of economy and natural resources that are still maintained its authenticity. The next finding is about the process of tourism development in the community-based Panusupan Village. The process of CBT tourism development in Panusupan Village includes community participation, community institutions, organization and management. Keywords: tourism; community; community-based tourism; participation.
RELEVANSI PENDIDIKAN IPS DALAM ARUS GLOBALISASI Septi Kuntari
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.091 KB) | DOI: 10.30870/hermeneutika.v5i1.7389

Abstract

ABSTRAK       Globalisasi menjadi hal yang sudah pasti tidak bisa setiap orang hindari. Kemajuannya begitu cepat terutama dalam segi majunya perkembangan tekonologi. Setiap individu, harus memiliki kemampuan untuk mempersiapkan diri terutama dalam menghadapi pengaruh negatif dari globalisasi. Ketika globalisasi bisa di manfaatkan dengan baik dan bijaksana, maka hal ini akan membawa kemajuan yang positif, terutama dalam bidang pendidikan.      Kemajuan dalam bidang teknologi, menuntut keterampilan yang tinggi bagi pendidik khususnya, terutama dalam memanfaatkan teknologi pada saat proses pembelajaran.      Pendidikan IPS mampu mengembangkan kemampuan sosial di lingkungan masyarakat, terutama di tengah-tengah arus globalisasi yang semakin meningkat. Pendidikan IPS juga membekali kemampuan peserta didik untuk bisa memecahkan berbagai macam permasalahan sosial baik dalam lingkungannya maupun yang terkait dengan isu-isu global.  Kata Kunci: Pendidikan, IPS, Globalisasi
Strategi Eksistensi Pencak Silat Bandrong di tengah Industri Kebudayaan Lepi Ratnasari; Rizki Setiawan
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.195 KB) | DOI: 10.30870/hermeneutika.v5i1.7202

Abstract

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menginformasikan strategi eksistensi pencak silat bandrong di tengah industri kebudayaan. Ini dilakukan dengan mencaritahu bagaimana pencak silat bandrong dapat menjadi representasi budaya lokal dan menjalani reproduksi sosial di masyarakat, dinamika perkembangan bandrong hingga akhirnya eksistensi bandrong di dalam masyarakat Banten modern. Penelitian ini menggunakan mix methods, dengan teknik embedded konkuren. Metode kuantitatif dilekatkan atau disarangkan ke dalam metode yang lebih dominan (metode kualitatif). Kriteria pemilihan informan terbagi menjadi 3: (1) penggiat Pencak Silat Bandrong dan memiliki jabatan di organisasi; (2) penggiat pencak silat yang tidak memiliki jabatan organisasi,dan ; (3) bukan penggiat pencak silat dan bukan dari organisasi independen. Strategi Eksistensi Pencak Silat Bandrong di tengah industri kebudayaan dapat ditemukan pada hal-hal berikut. Pertama, sejarah dan nilai nilai berupa keagamaan atau religiusitas, nilai kebudayaan, dan nilai sosial atau kepedulian terhadap masyarakat menjadi cerminan keterlekatan Bandrong dengan perkembangan masyarakat lokal. Kondisi ini menjadikan Bandrong dapat dilihat sebagai representasi budaya lokal Banten. Kedua, dalam dinamika perkembangan bandrong terbentuk organisasi formal pencak silat bandrong struktural yang mendukung eksistensi dan juga ekspansi bandrong di masyarakat. Ketiga, terdapat dua jenis bandrong; struktural dan kultural, dimana kedua nya saling bersinergi yang mendukung perkembangan pencak silat bandronbg. Keempat, bandrong dapat bertahan dan tidak sepenuhnya masuk dalam arus industri kebudayaan namun tetap memperkuat eksistensinya di masyarakat. Seperti dengan reproduksi sosial bandrong melalui pendidikan formal, informal, non formal maupun melalui lembaga pemerintahan.Kata-kata Kunci: pencak silat bandrong; kultural; struktural; industri budaya. Abstract The purpose of this study is to inform the strategy of the existence of pencak silat bandrong in the midst of the cultural industry. This is done by finding out how pencak silat bandrong can be a representation of local culture and undergoing social reproduction in the community, the dynamics of bandrong development until finally the existence of bandrong in modern Banten society. This research uses mix methods, with concurrent embedded techniques. Quantitative methods are embedded or nested into more dominant methods (qualitative methods). Criteria for selecting informants is divided into 3: (1) activists of Pencak Silat Bandrong and have positions in the organization; (2) pencak silat activists who do not have organizational positions, and; (3) not a pencak silat activist and not from an independent organization. The Existence Strategy of Pencak Silat Bandrong in the middle of the culture industry can be found in the following matters. First, history and values in the form of religion or religiosity, cultural values, and social values or concern for the community are a reflection of Bandrong's attachment to the development of local communities. This condition makes Bandrong can be seen as a representation of the local culture of Banten. Secondly, in the dynamics of bandrong development a formal organization of structural bandrong pencak silat was formed that supported the existence and expansion of the bandrong in society. Third, there are two types of bandrong; structural and cultural, where the two work together to support the development of pencak silat bandronbg. Fourth, bandrong can survive and not fully enter the flow of the culture industry but still strengthen its existence in society. As with bandrong social reproduction through formal, informal, non-formal education or through government institutions.Keywords: pencak silat bandrong, cultural, structural, cultural industry.

Page 1 of 1 | Total Record : 5