cover
Contact Name
Febby J. Polnaya
Contact Email
febbyjpolnaya@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
jbdpunpatti@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota ambon,
Maluku
INDONESIA
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN
Published by Universitas Pattimura
ISSN : 18584322     EISSN : 2620892X     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN (Journal of Agriculture) first published in 2003 by the Department of Agriculture, Faculty of Agriculture, Pattimura University. Jurnal Budidaya Pertanian is an official publication of the Agriculture Faculty, Pattimura University, publishes primary research paper, review article, policy analysis, and research notes and preliminary results in all areas of agronomy. Manuscripts could be written either in English or in Indonesia.
Arjuna Subject : -
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian" : 14 Documents clear
Pendugaan Erosi Tanah dan Arahan Rehabilitasi Lahan berbasis SIG di DAS Wai Ela Negeri Lima Jazirah Leihitu Pulau Ambon Sisilia Wariunsora; Rafael M Osok; Silwanus Talakua
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.11

Abstract

The occurrence of soil erosion in Wai Ela Watershed is related to natural factors such as geology, soil types, slope steepness, and land uses. This study aimed to estimate soil erosion rates and their spatial distribution in Wai Ela watershed, and the results were used to establish land rehabilitation practices. The study used a survey method with a flexible grid observation distance, and field data collection was conducted on 15 sampling areas representing 72 land units. The annual soil erosion rates of Wai Ela watershed were estimated by using RUSLE and GIS, and the results were corrected with 0,2547 (Talakua and Osok’s correction factor). The proposed land rehabilitation practices were established based on the tolerable soil erosion (T) values and CP maximum. The study results showed that the average annual erosion rates in Wai Ela watershed vary from light erosion (8,14 t/ha/yr) to very heavy erosion (381,70 t/ha/yr), while the tolerable soil erosion rates range from 4,60 t/ha/yr to 24t/ha/yr. The proposed land rehabilitation practices include enrichment of the existing unprotected areas (bare lands) with forest and fruit trees, planting cover crops and grasses, and mulching on agricultural land. Keywords: correction factor 0,2547, land rehabilitation practices, RUSLE, Wai Ela watershed ABSTRAK Erosi pada DAS Wai Ela terjadi akibat faktor alam yaitu geologi, jenis tanah, panjang dan kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Tujuan penelitian adalah menduga besarnya erosi di DAS Wai Ela, dan menetapkan arahan rehabilitasi lahannya. Metode yang digunakan adalah survei dengan tipe observasi fleksible grid dan pengumpulan data lapangan dilakukan pada 15 sampel area yang mewakili 72 satuan lahan. Besarnya erosi dihitung menggunakan metode RUSLE dan hasilnya dikoreksi dengan factor 0,2547, dan dipetakan menggunakan program SIG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rrosbi di DAS Wai Ela berkisar dari sangat ringan (8,14 ton/ha/thn) hingga erosi sangat berat (381,70 ton/ha/thn), sedangkan erosi yang dapat dibiarkan atau nilai T berkisar dari 4,6 ton/ha/thn hingga 24 ton/ha/thn. Arahan rehabilitasi lahan yang disarankan adalah melakukan pengkayaan pada lahan-lahan yang terbuka dengan tanaman hutan dan buah-buahan, menanam tanaman penutup tanah dan rumput pada lahan yang miring dan penggunaan mulsa serasah/jerami, pada lahan-lahan pertanian. Kata kunci: DAS Wai Ela, faktor koreksi 0,2547, usulan rehabilitasi lahan, RUSLE
Korelasi Genotipe dan Fenotipe Antar Sifat Kuantitatif Pada Populasi Segregasi Transgresif Kacang Hijau Julian Timisela; Aca A Anakotta; Adriana Hiariej; Edizon Jambormias
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.21

Abstract

Mung bean (Vigna radiata L. Wilczek) is one of the food plants as a source of vegetable protein for humans. One of these is a population of transgressive segregation resulting from crossing in mung beans. This research aims to estimate the correlation between genotype and phenotype values ​​between quantitative traits in the transgressive segregation population of mung beans. Genetic material was 11 lines of transgressive segregated in the selection generation S2:2 of varieties Mamasa Lere Butnem × Lasafu Lere Butnem crosses. Genotype correlation analysis was obtained from the decomposition of genetic variance components from the results of the analysis of variance according to a randomized complete design with sub-sampling, consisting of 13 genotypes (including check varieties) which were two replications. The results showed a genotype correlation between the quantitative traits of mung beans that indicated the possibility of direct selection of the populations of transgressive segregation lines on yields and indirectly through easily observable traits such as harvest age, number of pods, and number of seeds. Keywords: genetic correlation, mungbeans, quantitative traits ABSTRAK Kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek) merupakan salah satu tanaman pangan sebagai sumber protein nabati bagi manusia. Salah satu diantaranya adalah populasi segregasi transgresif hasil persilangan pada kacang hijau. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai korelasi genotipe dan fenotipe antar sifat-sifat kuantitatif pada populasi segregasi transgresif kacang hijau. Bahan genetik adalah 11 galur segregan transgresif pada generasi seleksi S2:2 zuriat persilangan varietas Mamasa Lere Butnem × Lasafu Lere Butnem. Analisis korelasi genotipe diperoleh dari penguraian komponen ragam-peragam genetik dari hasil analisis peragam sesuai model acak rancangan acak lengkap dengan anak contoh, terdiri atas 13 genotipe (termasuk varietas penguji) yang diulang dua kali. Hasil penelitian memperlihatkan adanya korelasi genotipe antar sifat-sifat kuantitatif kacang hijau yang mengindikasikan kemungkinan seleksi langsung populasi galur segregasi transgresif terhadap hasil maupun tak-langsung melalui sifat yang mudah diamati seperti umur panen, jumlah polong dan jumlah biji. Kata Kunci: kacang hijau, korelasi genetik, sifat kuantitatif
Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Aksesi-Aksesi Kacang Tunggak Lokal Asal Maluku Marni Papa; Helen Hetharie; Fransin Polnaya
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.88

Abstract

Cowpea belongs to minor legumes that have a prospect for future improvement as a supplementary food source. This research aimed to describe the vegetative growth of local cowpea and obtain genotypes with the highest performances of yield components and yields. This research was conducted as a single factor experiment that tested 14 accessions of cowpea. The study used a Completely Randomized Block Design with three replications. The results showed that KTm‑1, KTm-5, KTm-9, KTm-10, KTm-16, and KTm-26 accessions showed a denser appearance characteristic as indicated by their higher branch number and leaf number. Whereas, KTm-12 and KTm-20 had a characteristic of compact canopy appearance with a relatively short plant, but also with greater branch number and leaf number than that of the KT 6 national variety that did not have a dense canopy performance. The performance of KTm-5 and KTm-19 local accessions showed superior appearance in some of the observed yield variables, i.e. total pod number, full pod number, pod weight per plant, seed number, total seed number, and seed weight per plant, compared to the other local accessions. These two former local accessions showed the potential for all yield variables as good as those of the KT6 superior variety. For the seed number per pod and the seed locus number per pod, all local accessions except KTm-1 and KTm-17 were as excellent and high as those of the KT6 superior variety. Keywords: cowpea, local accessions, performance, yield ABSTRAK Kacang tunggak merupakan kacang-kacangan minor yang mempunyai prospek pengembangan ke depan sebagai sumber makanan tambahan. Penelitian bertujuan mendiskripsikan keragaan pertumbuhan vegetatif kacang tunggak lokal dan mendapatkan aksesi kacang tunggak lokal dengan hasil maupun komponen hasil tertinggi. Penelitian ini merupakan percobaan faktor tunggal yaitu menguji 14 aksesi kacang tunggak. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan KTm-1, KTm-5, KTm-9, KTm-10, KTm-16 dan KTm-26 memiliki karakteristik penampilan lebih rimbun berdasarkan jumlah cabang dan jumlah daun banyak. Sedangkan KTm-12 dan KTm-20 memiliki karakteristik rimbun dengan ciri tanaman relatif pendek namun jumlah cabang dan jumlah daunnya banyak dibandingkan varietas Nasional KT 6 dengan penampakan yang tidak rimbun. Keragaan produksi aksesi lokal KTm-5 dan KTm-19 memiliki penampilan lebih unggul pada beberapa peubah produksi yang diamati, yaitu jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong per tanaman, jumlah biji, jumlah biji bernas, bobot biji per tanaman, dibandingkan aksesi-aksesi lokal yang lain. Dua aksesi lokal tersebut berpotensi pada semua peubah produksi yang sama baik dengan varietas unggul KT6. Pada peubah jumlah biji per polong dan jumlah lokus biji per polong semua aksesi lokal sama baik dan tinggi dengan varietas unggul KT6 kecuali aksesi lokal KTm-1 dan KTm-17. Kata kunci: aksesi lokal, kacang tunggak, keragaan, produksi
Analisis Pembentukan Harga Komoditas Cabai Rawit dan Bawang Merah Pada Tingkat Eceran di Kota Ambon Natelda R Timisela; Yuliahwati E Salampessy; Yolanda M T N Apituley
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.31

Abstract

The distribution channel is one of the significant factors that influence the price formation of a commodity. This research intended to analyze several factors that affect the price formation of cayenne and shallot at the retail level in Ambon City. The data collected in this research were primary and secondary. The samples used in this research consisted of 30 respondents of each commodity (shallot and cayenne), and eight people from each marketing agency or distributors (wholesalers, distributors, and retailers). The collected data were analyzed by applying Multiple Linear Regression analysis. The result of the research depicted that factors that influenced the price formation of cayenne at the retail levels were transportation (X1), the packaging (X3), the difference between in supply and demand (X5), while that factors that influence the price formation of shallots at the retail levels were transportation (X1), the difference between in supply and demand (X5), production (X6), and substitution goods (X7). Keywords: cayenne, shallot, price, retail ABSTRAK Saluran distribusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan harga suatu komoditas. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor mempengaruhi pembentukan harga cabai rawit dan bawang merah ditingkat eceran di Kota Ambon. Sampel penelitian adalah pengecer komoditi bawag merah dan cabe rawit berjumlah masing-masing 30 responden. Analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan harga cabai rawit di tingkat eceran adalah transportasi (X1), kemasan (X3) dan selisih pasokan dan permintaan (X5), sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga bawang merah di tingkat eceran adalah transportasi (X1), selisih pasokan dan permintaan (X5), produksi (X6), dan barang substitusi (X7). Kata Kunci: bawang merah, cabai rawit, harga, eceran
Keragaan Varietas Kubis (Brassica oleracea L) Dataran Rendah dengan Aplikasi Mulsa di Maluku Marietje Pesireron; Sheny S Kaihatu; Rein E Senewe
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.42

Abstract

The low yield of cabbage in Maluku is thought to due to the lack of attention of farmers to grow to crop because so far farmers think it can only grow well and forms crops in the highlands, so no one wants to grow cabbage. This study aimed to determine the yield performance of five cabbage varieties with the use of several types of mulches and was carried out in Gemba Village, Kairatu Subdistrict, Western Seram Regency. The experimental design used was the factorial Randomized Block Design with three replications and the farmers as replications. The first factor was five varieties of cabbage (Sehati-F1, Daehnfeldt, Green Hero, Green Coronet, KK-Koss), the second factor was the type of mulch, consisting of four types, namely: without mulch (M0), black silver plastic mulch, straw mulch, and husk mulch. The data obtained were analyzed with analysis of variance and DMRT test at the level of 5% if necessary. Parameters observed included plant height at 45 days after planting, leaf number, percentage of crop formation, percentage of pest and disease attacks, crop circumference per plant at harvest, fruit weight, and yield. The study results showed that the five varieties tested with the use of various types of mulch had the potentials to be developed in Maluku. Varieties with the highest yields and very good adaptation to lowland environments in Maluku included Sehati-F1 and KK-Cross. Pest control by using plant-based pesticides in a combination with scheduled mechanical control (yellow plates, pitfalls, and stick traps) could reduce the levels of pest and disease attacks and the crops appeared healthy for consumption. Keywords: cabbage, lowland, mulch ABSTRAK Rendahnya produksi kubis di Maluku diduga akibat kurangnya perhatian petani untuk bertanam kubis, yang dikarenakan selama ini petani mengira kubis hanya dapat tumbuh baik dan membentuk krop di dataran tinggi, sehingga sedikit petani yang mau berusahatani kubis. Kajian ini bertujuan mengetahui keragaan hasil lima varietas kubis dengan penggunaan berbagai jenis mulsa di desa Gemba, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan dan petani sebagai ulangan. Faktor pertama adalah lima varietas kubis (Sehati-F1, Daehnfeldt, Green hero, Green Coronet, KK-Cross); faktor kedua adalah jenis mulsa yang terdiri dari empat macam, yaitu: tanpa mulsa (M0), mulsa plastic hitam perak, mulsa jerami dan mulsa sekam. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada taraf 5% sesuai kebutuhan. Peubah-peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman umur 45 hari setelah tanam (hst), jumlah daun, persentase pembentukan krop, persentase serangan hama dan penyakit, lingkar buah per tanaman saat panen, bobot buah dan hasil panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima varietas yang di uji dengan penggunaan berbagai jenis mulsa sangat berpotensi untuk dibudidayakan di Maluku berdasarkan kemampuannya membentuk krop. Varietas dengan produksi tertinggi dan beradaptasi sangat baik terhadap lingkungan dataran rendah di lokasi penelitian adalah Sehati-F1 dan KK-Cross. Penggendalian hama dengan menggunakan pestisida nabati yang dikombinasikan dengan pengendalian secara mekanis (tampan kuning, pitfoll dan sticky trap) secara terjadwal dapat menurunkan tingkat serangan hama dan penyakit, dan menghasilkan tanaman-tanaman yang sehat. Kata Kunci: dataran rendah, kubis, mulsa, varietas
Respon Hama Wereng Coklat Nilaparvata lugens Stal. (Hemiptera: Delphacidae) Terhadap Ketahanan Dan Kerentanan Varietas Padi Rein Estefanus Senewe; Silvia Permatasari; Marietje Pesireron
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.51

Abstract

Brown planthopper (BPH) is one of the important pest insects that attack rice plants, which indirectly becomes a vector for the spread of grassy dwarf and empty dwarf diseases caused by viruses, and can consume a lot of food in a short time so that it can cause damage explosions and great losses. The aim of this study was to compare the eating response of brown planthopper to resistant and vulnerable rice varieties through the measurement of secreted honeydews. The study was conducted at the Toxicology Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Rice seedlings for honeydew testing were 30 days after sowing. Testing was done by infesting 3 female BPH into a plastic cage with filter paper (Whatman No.40 9 cm in diameter) placed on the bottom, which had been sprayed with a solution of Ninhydrin 0.01 mg/ml in acetone. The treatment consisted of 3 rice varieties (Ciherang, IR-64 dan Pelita) on each ovened and non-ovened filter paper, with three replicates so that a total of 18 treatments were used by infesting each with the 3 female BPH nymphs. Whereas, 3 treatments with non-ovened papers, with 3 replicates, were infested with 3 female BPH imago each. So that the treatments involved a total of 27 feeding tubes. Honeydews released by BPH that ate on the test varieties for 24 hours were collected on filter papers and formed blue/purple spots. The extent of the honeydew spots formed was measured and analyzed. The results showed that the average value of phloem consumption in Ciherang, IR-64, and Pelita rice varieties showed that these three varieties were very susceptible to BPH sucking pests. The more food nutrients sucked by BPH pests from rice plants, the greater the number of honeydew spots and the wider the honeydew spots that were produced. The areas of honeydew spots of Pelita variety was 33.78 m2, IR-64 28.26 mm2, and Ciherang 22.44 mm2, respectively. Pelita rice varieties had a high susceptibility to BPH pests when compared to Ciherang and IR-64 because Pelita does not have resistance genes to BPH pests. Keywords: Ciherang, IR-64, Pelita, planthopper, rice, honeydew ABSTRAK Wereng batang coklat (WBC) merupakan salah satu serangga hama penting yang menyerang tanaman padi, yang secara tidak langsung menjadi vektor bagi penyebaran penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa oleh virus, serta dapat mengkonsumsi makanan yang banyak dalam waktu singkat sehingga dapat menimbulkan ledakan kerusakan dan kerugian yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon makan WBC pada varietas padi tahan dan rentan melalui pengukuran embun madu yang disekresikan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Toksikologi, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bibit padi untuk pengujian embun madu digunakan saat berumur 30 hari setelah semai. Pengujian dengan menginfestasikan WBC betina ke dalam kurungan plastik yang di bagian bawahnya diletakkan kertas saring (Whatman No. 40 berdiameter 9 cm) yang telah disemprot dengan larutan Ninhidrin 0,01 mg/mL aseton. Perlakuan yang terdiri dari 3 varietas padi (Ciherang, IR-64 dan Pelita) pada masing-masing kertas saring oven dan tidak oven dan dengan tiga ulangan sehingga total terdapat 18 perlakuan dengan menginfestasikan masing-masing 3 ekor nimfa betina WBC. Sedangkan pada 3 perlakuan kertas saring tanpa oven, dengan tiga ulangan, yang diinfestasikan masing-masing berupa 3 ekor imago betina WBC. Sehingga total perlakuan seluruhnya meliputi sebanyak 27 tabung makan. Embun madu yang dikeluarkan oleh WBC yang makan pada varietas uji selama 24 jam tertampung pada kertas saring dan membentuk bercak berwarna biru/ungu. Luas bercak embun madu yang terbentuk diukur dan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat konsumsi floem pada varietas padi Ciherang, IR-64 dan Pelita, menunjukkan bahwa ketiga varietas ini sangat rentan terhadap hama pengisap WBC. Semakin banyak nutrisi makanan yang disedot oleh hama WBC dari tanaman padi, maka semakin banyak jumlah spot bercak honeydew dan semakin luas spot bercak honeydew yang dihasilkan. Luas spot untuk varietas Pelita adalah 33,78 m2, IR-64 28,26 mm2, dan Ciherang 22,44 mm2. Varietas padi Pelita memiliki kerentanan yang tinggi terhadap hama WBC, bila dibandingkan dengan varietas Ciherang dan IR-64, karena varietas Pelita ini tidak memiliki gen ketahanan terhadap hama WBC. Kata kunci: Ciherang, honeydew IR-64, padi, Pelita, wereng
Transformasi Sistem Pemanenan Latex Tanaman Karet: Review Junaidi Junaidi
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.1

Abstract

Most people understate that latex harvesting is merely cutting the bark and collecting the sap. Since it was cultivated in the monoculture plantation system, rubber (Hevea brasiliensis) harvesting system has been transformed continually. This article presents the transformation of rubber harvesting systems, tapping innovations that have been developed, and the current condition of rubber agribusiness and its impact on the tapping system applied. At the beginning of the development of the rubber cultivation era, tapping was conducted with multiple slicings to gain high rubber yield. This system turned into one slice to extend the economic span of the plant. The invention of latex stimulants transformed the rubber tapping system from once every two days (d2) without stimulants to once every three days (d3) with stimulants. In the case of the tapping technique, several tapping systems have been developed, including puncture tapping, upward and double-cut tapping, Alternate Tapping System, and Change Over Panel. Except for the puncture tapping, those tapping systems are still used nowadays. Latex diagnosis, that is the measurements of the sucrose, inorganic phosphate, and thiol contents in the latex, became the basis of clonal grouping and the clonal typology tapping system. The current low rubber price renders the adoption of low-frequency tapping systems (d4, d5, or d6) with high dose and frequency of stimulant application. In the future, the low-frequency tapping system will remain the ultimate choice as labor costs continue rising. Besides, the use of sensory technology and digital instruments is being widely studied, which indicates that the latex harvesting system in rubber plants is believed to continue to develop. Keywords: Hevea brasiliensis, latex diagnosis, latex yield, stimulant, tapping ABSTRAK Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa memanen lateks hanya mengiris kulit dan menampung getahnya. Namun sebenarnya, sejak dikembangkan dalam sistem perkebunan monokultur, sistem pemanenan lateks karet (Hevea brasiliensis) terus mengalami pembaharuan. Artikel ini menyajikan transformasi sistem pemanenan lateks tanaman karet, inovasi-inovasi yang pernah dikembangkan, serta kondisi agribisnis karet saat ini dan dampaknya terhadap sistem sadap yang diterapkan. Pada awal perkembangan perkebunan karet, penyadapan dilakukan dengan banyak irisan untuk mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya. Ini kemudian berubah menjadi satu irisan untuk memperpanjang umur ekonomis tanaman. Penggunaan stimulan mengubah sistem penyadapan karet dari dua hari sekali (d2) tanpa stimulan menjadi tiga hari sekali (d3) dengan stimulan. Dalam hal teknis, beberapa sistem sadap pernah dikembangkan antara lain, sadap tusuk, penyadapan ke arah atas, sadap ganda, Alternate Tapping System, dan Change Over Panel. Selain sadap tusuk, inovasi-inovasi penyadapan tersebut tetap digunakan sampai saat ini. Diagnosis lateks melalui pengukuran kadar sukrosa, fosfat anorganik, dan thiol dalam lateks, menjadi dasar pengelompokan klon dan penyadapan tipologi klonal. Harga karet yang rendah saat ini menyebabkan perusahaan perkebunan cenderung mengadopsi sistem sadap frekuensi rendah (d4, d5, atau d6) dengan dosis dan frekuensi stimulan yang tinggi. Di masa yang akan datang, sistem sadap frekuensi rendah akan tetap menjadi pilihan utama karena upah tenaga kerja terus meningkat. Selain itu, penggunaan teknologi sensorik dan instrumen digital mulai banyak diteliti. Melihat fakta-fakta ini, sistem pemanenan lateks pada tanaman karet diyakini akan terus berkembang. Kata kunci: diagnosis lateks, Hevea brasiliensis, penyadapan, produksi karet, stimulan
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Endofit Beberapa Jenis Pohon Berhabitat Basah Ckrisna Nuruwe; Johan M Matinahoru; Miranda H Hadijah
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.65

Abstract

The purpose of this study was to determine the macroscopic and microscopic characteristics of endophytic bacteria that live in the root and leaf tissue of several wet habitat trees, such as: kayu marsegu (Anthocephalus cadamba), ketapang hutan (Terminalia copelandii) and kayu burung (Elaeocarpus ganitrus). This study shows that the results of microscopic identification of 20 samples of bacterial isolates, there are only 11 samples of endophytic bacteria that live in the root and leaf tissue of tree samples. Furthermore, based on microscopic identification with the Gram Staining Method, it was found that there were 17 samples of endophytic bacterial isolates categorized into gram-negative (-), namely: DM1, DM3, DM4, AM1, AM2, AM3, AM4, DKH2, DKH3, DKH4, AKH1, AKH2, AKB1, AKB2, AKB3, DKB3, and DKB4. While 3 other bacterial isolate samples were classified into gram-positive (+), namely: AKH3, AKH4, and AKB4. Based on observations with a microscope with 1000 times the magnification size, all bacteria isolates were categorized as a rounded bacterial group, and therefore they are classified as genera Monococcus, Staphylococcus, and Streptococcus. The study also found that all three genera of bacteria have the ability to live in root and leaf tissue, even though the tree habitat is in a long-wet condition. Keywords: endophytic bacteria, isolation, morphology, wet habitat trees ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik makroskopis dan mikroskopis dari bakteri endofit yang hidup di akar dan jaringan daun dari beberapa pohon habitat basah, seperti: kayu marsegu (Anthocephalus cadamba), ketapang hutan (Terminalia copelandii) dan kayu burung (Elaeocarpus ganitrus). Penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil identifikasi mikroskopis terhadap 20 sampel isolat bakteri, hanya ada 11 sampel bakteri endofit yang hidup di akar dan jaringan daun sampel pohon. Selanjutnya, berdasarkan identifikasi mikroskopis dengan Metode Pewarnaan Gram, ditemukan bahwa ada 17 sampel isolat bakteri endofit yang dikategorikan menjadi gram‑negatif (-), yaitu: DM1, DM3, DM4, AM1, AM2, AM3, AM4, DKH2, DKH3, DKH4, AKH1, AKH2, AKB1, AKB2, AKB3, DKB3, dan DKB4. Sedangkan 3 sampel isolat bakteri lainnya digolongkan kedalam gram-positif (+), yaitu: AKH3, AKH4, dan AKB4. Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop ukuran pembesaran 1000 kali, semua isolat bakteri dikategorikan sebagai kelompok bakteri bulat, dan oleh karena itu mereka diklasifikasikan sebagai genus Monococcus, Staphylococcus, dan Streptococcus. Studi ini juga menemukan bahwa ketiga genera bakteri memiliki kemampuan untuk hidup dalam jaringan akar dan daun, meskipun habitat pohon berada dalam kondisi basah yang lama. Kata Kunci: bakteri endofit, isolasi, morfologi, pohon berhabitat basah
Teknik Penggunaan Ajir pada Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di Dataran Tinggi Papua Alberth Soplanit; Merlin K Rumbarar; Siska Tirajoh; Nur E Suminarti
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.77

Abstract

This study aimed to obtain high efficiency in the use of solar radiation energy by combining varieties and stake angle (against horizontal) in sweet potato cultivation in the Papua highlands. The experiment was conducted on entisol soil type at 1560 m above sea level from April to September 2016. The environment experiment was arranged in a factorial Randomized Block Design with three replications. Factor A (variety) consisted of three varieties, i.e. Siate (local), Papua Sollosa, and Cangkuang; factor B (stake angle) consisted of four angles i.e. without stakes, 45°, 60°, and 90°. Specific Leaf Area decreased following an increase in stake angle levels for all varieties. The experiment reveals that Cangkuang with a 90° stake angle was higher on tuber dry weight (248.7 g per plant). The highest tuber yields were achieved by Cangkuang variety at 90° and 60° stakes angle with production 31.53 ton per ha and 28.86 ton per ha, respectively. Under conditions of abiotic stress due to the high level of cloud shade in the Papua highlands, it is recommended to use Cangkuang sweet potato variety or varieties with wide leaves, combined with the use of stakes at 90° and 60° angles. Keywords: Stake, solar radiation energy, sweet potato variety, Papua highland ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan efisiensi penggunaan energi radiasi matahari yang tinggi dengan mengkombinasikan varietas dan kemiringan (sudut terhadap horizontal) ajir pada budidaya tanaman ubi jalar di dataran tinggi Papua. Penelitian berlangsung pada tanah entisol, ketinggian 1560 m di atas permukaan laut dari bulan April - September 2016. Rancangan lingkungan adalah faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Faktor A (varietas) terdiri dari tiga varietas, yakni Siate (lokal), Papua Sollosa dan Cangkuang; faktor B (sudut kemiringan ajir) terdiri dari empat sudut yakni tanpa ajir, kemiringan ajir 45°, 60° dan 90°. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas daun spesifik (LDS) menurun mengikuti peningkatan kemiringan ajir pada semua varietas, dengan bobot kering umbi tertinggi 248,7 g per tanaman dihasilkan oleh varietas Cangkuang pada kemiringan ajir 90°. Hasil umbi tertinggi secara berturut-turut diperoleh oleh varietas Cangkuang pada kemiringan ajir 90° dan 60° masing-masing 31,53 ton per ha dan 28,86 ton per ha. Pada kondisi cekaman abiotik akibat tingkat keawanan tinggi di dataran tinggi Papua, dianjurkan untuk menanam varietas ubi jalar Cangkuang atau varietas dengan karakter berdaun lebar dikombinasikan dengan penggunaan ajir dengan kemiringan 90° dan 60°. Kata kunci: Ajir, energi radiasi matahari, varietas ubi jalar, dataran tinggi Papua
Pengaruh Aplikasi Bakteri Endofit Terhadap Perkembangan Penyakit Darah (Ralstonia solanacearum Phylotipe IV) pada Tanaman Pisang Husda Marwan; Rainiyati Rainiyati; Sri Mulyati
JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN Vol 16 No 1 (2020): Jurnal Budidaya Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/jbdp.2020.16.1.95

Abstract

Endophytic bacterium EAL15 and EKK22 isolated from banana plants can suppress the development of blood diseases caused by Ralstonia solanacearum Phylotype IV in banana. This study aims to obtain the best liquid media for multiplying endophytic bacterial isolates EAL15 and EKK22, as well as the effect of the application of endophytic bacteria to the development of blood diseases in banana plants in the field. The liquid media tested were: coconut water waste + peptone, coconut water waste, and peptone. The application of endophytic bacterial suspension on Raja Bulu banana seedlings was done one month before planting, during planting, and 3 months after planting. Inoculum of R. solanacearum was inoculated on roots and banana flowers. Observations were made on the number of endophytic bacterial populations in each liquid media, the severity of blood diseases in plants and the incidence of blood diseases in bananas. The results showed that the liquid media of coconut water waste +peptone was the best medium for multiplying endophytic bacterial isolates. The application of endophytic bacteria influences the severity of blood diseases in banana plants and the incidence of diseases in bananas. The frequency of application of endophytic bacteria has no effect on the development of blood diseases in plants and bananas. Keywords: banana; blood disease; endophytic bacteria ABSTRAK Isolat bakteri endofit EAL15 dan EKK22 yang diisolasi dari tanaman pisang mampu menekan perkembangan penyakit darah yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum Phylotipe IV pada bibit pisang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media cair terbaikuntuk memperbanyak isolat bakteri endofit EAL15 dan EKK22, serta pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap perkembangan penyakit darah pada tanaman pisang di lapangan. Media cair yang diuji yaitu : limbah air kelapa + pepton, limbah air kelapa, dan pepton. Aplikasi suspensi bakteri endofit pada bibit pisang Raja Bulu dilakukan satu bulan sebelum ditanam, saat tanam, dan 3 bulan setelah tanam. Inokulum R. solanacearumdiinokulasikan pada perakaran dan bunga pisang. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah populasi bakteri endofit dalam masing-masing media cair, keparahan penyakit darah pada tanaman dan kejadian penyakit darah pada buah pisang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media limbah air kelapa + pepton merupakan media terbaik untuk memperbanyak isolat bakteri endofit. Aplikasi bakteri endofit berpengaruh terhadap keparahan penyakit darah pada tanaman pisang dan kejadian penyakit pada buah pisang. Frekuensi aplikasi bakteri endofit tidak berpengaruh terhadap perkembangan penyakit darah pada tanaman dan buah pisang. Kata kunci: Bakteri endofit, penyakit darah, pisang

Page 1 of 2 | Total Record : 14