cover
Contact Name
Nurindah
Contact Email
buletintas@gmail.com
Phone
+628123101407
Journal Mail Official
buletintas@gmail.com
Editorial Address
Balittas Jl. Raya Karangploso KM-4 Malang Indonesia
Location
Kab. malang,
Jawa timur
INDONESIA
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri
ISSN : 20856717     EISSN : 24068853     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri merupakan jurnal ilmiah nasional yang dikelola oleh Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan untuk menerbitkan hasil penelitian dan pengembangan, serta tinjauan (review) tanaman pemanis, serat buah, serat batang/daun, tembakau, dan minyak industri, dengan bidang ilmu pemuliaan tanaman, plasma nutfah, perbenihan, ekofisiologi tanaman, entomologi, fitopatologi, teknologi pengolahan hasil, mekanisasi, dan sosial ekonomi. Buletin ini membuka kesempatan kepada para peneliti, pengajar perguruan tinggi, dan praktisi untuk mempublikasikan hasil penelitian dan reviewnya. Makalah harus dipersiapkan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan penulisan yang disajikan pada setiap nomor penerbitan atau di http://balittas.litbang.pertanian.go.id. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober, satu volume terdiri atas 2 nomor.
Articles 131 Documents
Profil Minyak Biji dari Empat Varietas Rosela Herbal (Hisbiscus sabdariffa var. sabdariffa) Indonesia Elda Nurnasari; Tantri Dyah Ayu Anggraeni; Nurindah Nurindah
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 11, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.528 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v11n1.2019.8-15

Abstract

Rosela herbal dibudidayakan untuk diambil kalik (kelopak bunga) sebagai bahan baku minuman herbal. Produk samping dari budidaya rosela herbal salah satunya adalah biji rosela. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi komposisi senyawa asam lemak dan kadar minyak biji rosella dari empat varietas unggul rosella herbal (Roselindo 1, Roselindo 2, Roselindo 3, dan Roselindo 4 dan membahas potensinya sebagai bahan pangan). Minyak biji rosella herbal diekstrak dengan cara pengepresan dan analisa profil asam lemak dengan metode GCMS. Biji rosela herbal mempunyai kadar minyak yang cukup tinggi, yaitu antara 23,25 – 27,31%. Asam linoleat, asam oleat, asam palmitat dan asam nonadekanoat adalah asam lemak utama pada empat varietas rosela herbal. Pengelompokan varietas rosela berdasarkan persentase kemiripan kandungan minyak dan asam lemak menunjukkan bahwa Roselindo 1 berada dalam satu kelompok dengan Roselindo 3 dan Roselindo 2 dengan Roselindo 4.  Senyawa asam lemak dari Roselindo 1 dan Roselindo 3 asam adalah dari kelompok asam lemak tak jenuh (UFA) yakni asam linoleat pada Roselindo 1 dan asam oleat pada Roselindo 3.  Senyawa asam lemak utama varietas Roselindo 2 dan Roselindo 4 adalah asam nonadekanoat. Berdasarkan jenis asam lemak tersebut maka minyak biji rosella termasuk dalam kategori minyak yang aman dikonsumsi (edible oil) dan juga berkhasiat bagi kesehatan.Profile of Four Varieties of Indonesian Herbal Roselle (Hisbiscus sabdariffa var. sabdariffa) Herbal roselle is cultivated for calices production as raw material for herbal drinks. One of the by products from herbal roselle cultivation is roselle seeds. This study was conducted to evaluate the composition of fatty acid compounds and roselle seed oil content of four herbal roselle superior varieties (Roselindo 1, Roselindo 2, Roselindo 3, and Roselindo and discuss their potency as a foodstuff 4). Herbal roselle seed oil is extracted using pressing method and analyzing fatty acid profiles using GC-MS method. Herbal roselle seeds have high oil content, i.e., 23.25 - 27.31%. Linoleic acid, oleic acid, palmitic acid and nonadecanoic acid are the main fatty acids in four herbal rosela varieties. The grouping of rosela varieties based on the percentage similarity of oil content and fatty acids shows that Roselindo 1 is in one group with Roselindo 3 and Roselindo 2 with Roselindo 4. The main fatty acids of Roselindo 1 and Roselindo 3 are from a group of unsaturated fatty acids (UFA), namely linoleic acid on Roselindo 1, and oleic acid in Roselindo 3  The main  fatty acid compounds of Roselindo 2 and Roselindo 4 are nonadecanoic acid. Based on these types of fatty acids, rosella seed oil of Roselindo varieties is in the category of edible oil and is also beneficial for health.
Evaluasi Kemampuan Merestorasi Sifat Mandul Jantan pada Beberapa Aksesi Kapas Emy Sulistyowati; Siwi Sumartini; Moch. Mahfud; . Abdurrakhman
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 4, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.587 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v4n2.2012.61-67

Abstract

Pendekatan teknologi hibrida menawarkan perbaikan tingkat produktivitas, ketahanan terhadap hamadan kekeringan, serta mutu serat melalui pemanfaatan gen-gen dari kedua tetua potensial. Dalammemproduksi benih varietas kapas hibrida dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu secara konvensionaldan dengan me-manfaatkan sifat jantan mandul. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi sumberdaya genetik kapas untuk karakter restorer atau kemampuan merestorasi fertilitas pada F1 dilaksanakan diMalang (untuk kegiatan persilangan), dan Bojonegoro (untuk pengujian F1 hasil persilangan) pada tahun2010 dan 2011. Persilangan dilakukan antara galur mandul jantan 06050 BC3/15 X K7 (BC4) sebagai tetuabetina, dengan masing-masing 60 aksesi kapas sebagai tetua jantan pada tahun 2010 dan 2011. F1 hasilpersilangan untuk mendapatkan restorer ditanam di Bojonegoro dalam rancangan acak kelompok diulang2 kali dengan luas masing-masing plot adalah 2 m x 5 m. Pengamatan meliputi persentase fertilitas dari F1,komponen hasil, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama dua tahun pengujiandiperoleh sebelas aksesi kapas yang mampu merestorasi karakter mandul jantan, yaitu 9442, SHR, KPX22, CTX 5, CTX 7, CTX 4, CTX 2, CTX 6, 9445, 9446, dan NFBL 3, namun hanya dua aksesi yang stabilmenunjukkan potensi merestorasi karakter mandul jantan, yaitu SHR dan KPX 22. Produktivitas tertinggidicapai oleh hasil persilangan dengan aksesi SHR, yaitu tetua jantan dengan potensi restorasi 100% yanggalurnya mampu menghasilkan 1.457,5 kg kapas berbiji/ha. Dengan demikian SHR merupakan aksesi yangcukup prospektif untuk digunakan sebagai salah satu tetua jantan dalam perakitan kapas hibrida nasional.
Prospek Ekstrak Daun Tembakau Sebagai Nematisida Nabati . Wiratno; . Siswanto; I.M. Trisawa
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 5, No 2 (2013): Oktober 2013
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bultas.v5n2.2013.91-98

Abstract

Nematisida nabati adalah salah satu jenis nematisida alami yang saat ini sedang banyak dipelajari peranan-nya dalam mengendalikan nematoda. Nematisida ini relatif aman bagi lingkungan dan organisme hidup karena bahan aktifnya berasal dari senyawa metabolit sekunder tanaman yang mudah terurai. Pemanfaatan senyawa metabolit sekunder tanaman sebagai bahan aktif nematisida nabati didasarkan pada fungsinya bagi tanaman, di antaranya sebagai sarana untuk perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan adalah tembakau (Nicotiana tabacum). Daun tembakau mengandung senyawa nikotin dan secara in vivo mampu membunuh nematoda Meloidogyne incognita dengan nilai LC50 dan LC90 berturut-turut sebesar 1,9 dan 3,6 mg ekstrak/ml air. Nematoda yang mati terpapar ekstrak daun tembakau berbentuk keriting (curly), menyerupai bentuk nematoda yang mati terpapar insektisida organo-fosfat dan karbamat yang menghambat pembentukan senyawa acetylcholine dalam sistem syaraf organisme hidup. Fenomena ini dapat dijadikan salah satu indikator untuk mendeteksi cara kerja berbagai senyawa se-kunder tanaman dalam membunuh hama yang hingga kini masih belum banyak diketahui. Tujuan dari penu-lisan tinjauan ini adalah untuk mengkaji prospek ekstrak daun tembakau sebagai nematisida nabati, juga sebagai alternatif diversifikasi pemanfaatan tembakau selain untuk bahan baku rokok. Botanical nematicide is one type of natural pesticide, which is currently being studied for its role in the control of nematodes. This nematicide is safer for the environment and living organisms as the active ingredient de-rived from secondary metabolite of plants is biodegradable. Utilization of this compound as active ingredients of botanical nematicide is based on naturally used as a mean of self-protection against pests and diseases. One plant that potentially to be used as nematicide is tobacco (Nicotiana tabacum). Tobacco leaves extract is able to kill the root knot nematode, Meloidogyne incognita, with LC50 and LC90 values are 1.9 and 3.6 mg extract/ml of water, respectively. Body of the dead nematodes exposed by this extract shows curly shape similar to that of exposed by an organophosphate and carbamate groups, which acts as acetyl cholinesterase inhibitors. Meanwhile the body of naturally dead nematode shows straight shape. This phenomenon can be used as an indicator to detect the mode of action of plant secondary metabolite compounds that have not been widely known. This paper would discuss about possibility of using extracted tobacco leaf as botanical nematicide, and also alternatife of tobacco diversification usage except cigarette.
Pengaruh PVP dan DIECA terhadap Regenerasi Meristem Tebu Ika Roostika; Rara Puspita Dewi Lima Wati; Deden Sukmadjaja
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 7, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.84 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v7n1.2015.9-14

Abstract

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif sehingga berisiko besar akan terjadinya akumulasi virus di dalam jaringan tanaman. Kultur meristem merupakan salah satu teknik eliminasi virus yang umum digunakan, namun seringkali meristem memiliki daya hidup dan daya re-generasi yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah karena akumulasi senyawa fenol. Akumulasi senyawa tersebut dapat direduksi melalui penggunaan senyawa adsorben dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan un-tuk mengetahui pengaruh polyvinylpyrrolidone (PVP) dan diethyldithiocarbamate sodium (DIECA) terhadap regenerasi meristem tebu. Bahan tanaman yang digunakan adalah tebu PS864. Eksplan yang digunakan adalah meristem dengan 1–2 primordia daun yang diisolasi di bawah mikroskop. Perlakuan meliputi PVP (100 dan 300 mg/l) dan DIECA (0 dan 20 mg/l) serta kombinasi antara kedua zat tersebut, dengan 3 ulang-an (botol) dan setiap botol terdiri atas 3 meristem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kon-sentrasi PVP atau kombinasi perlakuan PVP dan DIECA dapat meningkatkan persentase eksplan hidup, daya regenerasi, dan jumlah tunas. Kombinasi perlakuan PVP 300 mg/l dan DIECA 20 mg/l merupakan perlakuan terbaik karena persentase hidup dan daya regenerasi eksplan yang paling tinggi (100%) dengan jumlah tu-nas 3,8 tunas/eksplan. Being vegetatively propagated, sugar cane faces a high risk of virus accumulation. Meristem culture is one method that usually applied for virus elimination. However, it often has low survival and regeneration rate due to an accumulation of phenolic compounds. Accumulation of those compounds can be reduced by apply adsorbent antioxidant. This research aimed at evaluating the effect of PVP and DIECA on the regeneration capacity of meristem. The plant material was sugar cane PS864. Meristems with 1─2 primoridial leaves were used as the explants and isolated under microscope. The PVP (100−300 mg/l) and DIECA (0− 20 mg/l), or combined treatment of both antioxidants were used as treatments. Each treatment was replicated 3 times (bottles), and each bottle contained 3 meristems. The result showed that the higher concentration of PVP or combined treatment of PVP and DIECA could increase the percentage of survival, regeneration rate, and number of shoot. The combined treatment of 300 mg/l PVP, and 20 mg/l DIECA produced the highest level of survival rate (100%) which yielded 3.8 shoots/explants.
Pengaruh Penambahan Biomassa di Lahan Kering terhadap Diversitas Arthropoda Tanah dan Produktivitas Tebu Sujak Sujak; Dwi Adi Sunarto; Subiyakto Subiyakto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 1 (2018): April 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (31.232 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v10n1.2018.21-30

Abstract

Program pengembangan tebu saat ini diarahkan ke lahan kering yang memiliki ketersediaan air dan kesuburan tanah terbatas.  Kondisi lahan kering dapa menjadi pembatas produktvitas tebu.  Penambahan biomassa ke lahan dapat meningkatkan kesuburan dan populasi arthropoda tanah/detrivora.  Penelitian penambahan biomassa Crotalaria juncea  pada lahan kering  dilaksanakan di Kebun Percobaan Asembagus, Situbondo mulai bulan Januari–Juli 2015. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pengaruh penambahan biomassa pada lahan kering terhadap diversitas arthropoda tanah dan pengaruhnya terhadap produksi tebu. Perlakuan terdiri atas lahan dengan penambahan biomassa (serasah tebu dan pupuk hijau C. juncea) dan lahan yang tanpa penambahan biomassa.  Pengamatan kelimpahan arthropoda tanah dan tingkat diversitas dilakukan dengan pemasangan pitfall traps dan yellow pan traps. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Collembola dan Hymenoptera merupakan arthropoda tanah yang dominan. Indeks diversitas arhropoda tanah pada lahan dengan penambahan biomassa lebih tinggi (0,82–0,84) dibandingkan pada lahan tanpa penambahan biomassa (0,75–0,79). Penambahan biomassa pada tahun pertama dapat meningkatkan kandungan C Organik tanah dari 0,76 menjadi 1,06, dan meningkatkan kandungan N dari 0,03 menjadi 0,11, serta meningkatkan produksi tebu dari 70,4 ton/ha menjadi 101,4 ton/ha. Untuk memperbaiki kondisi ekosistem lahan kering diperlukan penambahan biomassa secara terus menerus.Effect of Biomass Addition in Dry Land to Diversity of Soil Arthropods and Productivity of SugarcaneThe current sugarcane development program is directed to dry lands that have limited water availability and soil fertility, thereby limiting the productivity of sugarcane.  In order to restore soil fertility and reduce the evaporation of groundwater, addition of biomass in the form of trash (dried leaves) of sugarcane as well as the addition of green manure (Clotalaria juncea) is needed.  Biomass addition to the land could increase soil fertility and the population of soil arthropods/detrivores.  The experiment was conducted on dry land at Asembagus Experimental Station, Situbondo from January 2015–July 2015.  The purpose of this research was to analyze the effect of biomass addition to the diversity of soil arthropods and sugarcane productivity.  Treatments consisted of land with the addition of biomass (sugarcane/sugarcane and green manure C. juncea) and control.  Observation of the abundance of soil arthropods and diversity level was done by setting pitfall traps and yellow pan traps, observation was done monthly.  The results showed that the order of Collembola and Hymenoptera were dominant arthropods. The diversity index of ground arhropods on the land with biomass increments was higher (0.82–0.84) than that in the land without biomass addition (0.75–0.79).  The addition of biomass in the first year succeeded in increasing the organic C content of soil from 0.62 to 1.06 and increasing the production of sugar cane from 70.4 tons/ha to 101.4 tons/ha.  In order to improve the ecosystems condition, it is required the addition of biomass continuously.
Analisis Ekonomi Penggunaan Minyak Biji Kapas (MBK) untuk Bahan Bakar Nabati Teger Basuki; Joko Hartono
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 3, No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.138 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v3n2.2011.66-70

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara ekonomi efisiensi penggunaan minyak biji kapas sebagai bahan bakar nabati (BBN) untuk kompor Semawar 203. Perlakuan yang diteliti sebanyak lima perlakuan, yaitu (1) 100% minyak biji kapas, (2) 75% minyak biji kapas dicampur 25% kerosin, (3) 50% minyak biji ka-pas dicampur 50% kerosin, (4) 25% minyak biji kapas dicampur 75% kerosin, (5) 100% kerosin. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa dengan menggunakan kompor tekan Semawar tipe 203 dengan bahan bakar campuran antara 50% minyak biji kapas (MBK) dan 50% kerosin menunjukkan efisiensi tertinggi. Dengan biaya sebesar Rp 689,00 mampu untuk mendidihkan 2 liter air dalam waktu 6,20 menit (waktu didihnya pa-ling cepat di antara perlakuan lainnya). Purpose of this study was to analyze the efficiency of cotton seed oil used as a biofuel using Semawar 203 stove. The treatments consist of, i.e.: (1) 100% cotton seed oil, (2) 75% cotton seed oil mixture 25% kero-sene, (3) 50% cotton seed oil mixture 50% kerosene, (4) 25% cotton seed oil mixture 75% kerosene, (5) 100% kerosene. The results showed that by using the stove press Semawar type 203 with a fuel mixture of 50% cotton seed oil and 50% kerosene had the highest efficiency of cost. At a cost of Rp689,00 the mixture was able to boil 2 liters of water in 6.20 minutes (boiling time fastest among other treatments).
Potensi Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Asal Lahan Tebu di Jawa Timur Berdasarkan Aktivitas Enzim Fosfatase Farida Rahayu; . Mastur; Budi Santoso
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 6, No 1 (2014): April 2014
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bultas.v6n1.2014.23-31

Abstract

 Fosfor (P) merupakan hara esensial untuk pertumbuhan tanaman karena P berperan penting dalam banyak ak-tivitas metabolisme tanaman. Tanaman memperoleh P dari larutan tanah dalam bentuk anion. Namun, anion P sangat reaktif dan dapat mudah terikat oleh unsur Al, Fe, Mg, dan Ca. Dalam bentuk tersebut, P sangat tidak terlarut sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) berperan penting dalam meningkatkan ketersediaan P dalam tanah sehingga potensi BPF yang diisolasi dari lahan tebu perlu diidentifikasi. Kegiatan identifikasi potensi bakteri pelarut fosfat dilakukan mulai Januari–Desember 2012 di Laboratorium Bioprosesing Balai Penelitan Tanaman Pemanis dan Serat, Malang. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melakukan eksplorasi bakteri pelarut fosfat dan seleksi berdasarkan kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat. Isolat dieksplorasi dari lahan tebu di Jawa Timur yaitu di Kabupaten Sidoarjo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Bondowoso dan Situbondo. Dari 65 isolat bakteri yang berhasil diisolasi, 22 isolat bakteri diantaranya berpotensi sebagai bakteri pelarut fosfat (BPF). Setelah dilakukan uji lebih lanjut, diperoleh 9 isolat unggul bakteri pelarut fosfat yaitu SD-10, Bl-1, KD-5, ML-2, LJ II-3 yang menunjukkan aktivitas fosfatase tinggi di hari pertama, sedangkan LJ I -3 dan BD-2 menunjukkan aktivitas fosfatase pada hari kedua dan SD-7 serta BL-4 termasuk dalam 9 besar isolat dengan diameter zona bening terbesar. Luas daerah zona bening secara kualitatif menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat. Isolat BPF tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki ketersediaan P di tanah dan mampu memperbaiki kualitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu. Phosphorus (P) is an essential nutrient for plant growth, because it plays an important role in many metabolisms activities. Plants obtain P from soil solution as anion. However, phosphate anions are very reactive and can be immobilized through precipitation with Al, Fe, Mg, and Ca. In these form, phosphate is insoluble and unavailable to plants. Phosphate solubilizing bacteria (PSB) plays important role in dynamics and availability of P in soil. So, the potency of PSB isolates which were explored from sugarcane soil of East Java might be important to be identified. Identification based on activity of phosphatase enzyme was conducted from January–December 2012 in Bioprocessing Laboratory Indonesian Sweetener and Fiber Crops Research Institute, Malang. The aim was to explore and select PSB based on their ability to dissolve of P. Isolation of PSB was collected from sugar cane land of East Java included Sidoarjo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Bondowoso and Situbondo. Among 65 bacterial isolates, 22 bacterial isolates were potentially as PSB. After a further test, we obtained 9 isolate had high enzyme activities, ie. SD-10, BL-1, KD-5, ML-2 and LJ II-3 had phosphatase activity on the first day, whereas LJ I-3 dan BD-2 had an activity at the second day, while SD-7 and BL-4 had largest diameter of clear zones. Phosphate solubilizing bacteria isolate is expected to increase improve availability of P in the soil, quality and development of plants.
N2O Emissions from Rainfed Sugarcane Plantation Anggri Hervani; Rina Kartikawati; Miranti Ariani; Prihasto Setyanto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 9, No 1 (2017): April 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.575 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v9n1.2017.10-14

Abstract

Expansion of sugarcane areal to support enhancement production and fulfilment target of self-sufficiency for national sugar should be conducted to see environment impact, particularly related to greenhouse gases emission. The objective of this study was to figure out N2O emission from conventional sugarcane plantation by farmer in rainfed area. The observation of N2O gas was carried out in sugarcane plantation in Sidomukti Village, Jaken District, Pati, Central Java. Sampling of N2O gas was conducted by close chamber method. The study showed that maximum fluxes of sugarcane plantation before and after fertilizer application are 4.011 and 223 µg N2O m-2 day-1. Meanwhile, after fertilizer application the maximum and minimum fluxes of N2O are 6.408 and 25 µg N2O m -2 day-1. N2O emission from sugarcane plantation recorded in rainfed area as 4.21 ± 2.53 kg N2O ha-1 year-1 with potential of global warming number as 1.31 ton CO2-e per hectar per year.Emisi N2O dari Pertanaman Tebu di Lahan Tadah HujanPerluasan areal tanam tebu untuk mendukung peningkatan produksi dan pemenuhan target swasembada gula nasional sudah dianggap perlu untuk melihat dampak lingkungan khususnya mengenai evaluasi emisi gas rumah kaca dari pertanaman tebu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui emisi gas N2O dari sistem pertanaman tebu secara konvensional petani di lahan tadah hujan. Pengamatan gas N2O dilakukan pada lahan perkebunan tebu di desa Sidomukti Kecamatan Jaken Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Pengambilan sampel N2O menggunakan metode sungkup tertutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks maksimum pada pertanaman tebu sebelum pemupukan sebesar 4,011 µg N2O m -2 hari-1 dan fluks minimum sebesar 223 µg N2O m -2 hari-1, sedangkan fluks maksimum setelah pemupukan sebesar 6,408 µg N2O m -2 hari-1 dan fluks minimum sebesar 25 µg N2O m -2 hari-1. Emisi N2O pertanaman tebu sebesar 4.21 ± 2.53 kg N2O ha-1tahun-1 dengan nilai potensi pemanasan global sebesar 1.31 ton CO2-e per hektar per tahun.
Pengaruh Kondisi Ketinggian Tempat Terhadap Produksi dan Mutu Tembakau Temanggung Elda Nurnasari; . Djumali
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 2, No 2 (2010): Oktober 2010
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.593 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v2n2.2010.45-59

Abstract

Tembakau temanggung banyak dibudidayakan pada daerah pegunungan, terutama di lereng Gunung Sum-bing dan Gunung Sindoro. Untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat terhadap produksi dan mutu tem-bakau temanggung maka dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap pro-duksi dan mutu tembakau temanggung. Percobaan pot dilakukan di Kabupaten Temanggung-Jawa Tengah, pada bulan Maret–Agustus 2008 dengan 3 perlakuan lokasi tumbuh yang mempunyai perbedaan elevasi tempat, yakni (1) Desa Tlilir berelevasi 1395 m dpl, (2) Desa Wonotirto berelevasi 1245 m dpl, dan (3) Desa Sunggingsari berelevasi 880 m dpl dengan media tanah yang sama (seri Wonotirto). Perlakuan disusun da-lam rancangan tersarang dengan 9 ulangan, dimana ulangan tersarang dalam perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa lokasi tumbuh mempengaruhi produksi dan kadar nikotin tembakau yang dihasilkan. Produksi rajangan kering tertinggi (28,3 g/tanaman) diperoleh dari tembakau yang ditanam di Desa Wono-tirto sedangkan kadar nikotin tertinggi (6,24%) diperoleh Desa Tlilir. Perbedaan lokasi tumbuh diikuti oleh perbedaan unsur-unsur lingkungan (temperatur udara, kelembapan udara relatif, curah hujan, dan jumlah hari hujan) selama masa hidup tanaman. Unsur lingkungan yang mempengaruhi produksi adalah temperatur udara, kelembapan relatif, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Adapun unsur lingkungan yang mempenga-ruhi kadar nikotin adalah elevasi tempat, temperatur udara, dan kelembapan relatif. Temanggung tobacco is cultivated in highly areas, especially at Sumbing and Sindoro mountainside. To de-termine the effect of land elevation on yield and quality of temanggung tobacco, experiment had been con-ducted at different land elevation. Pot experiment was conducted in the Temanggung Regency-Central Java, on March–August 2008 with 3 treatments of growth location which has different site altitude, that is (1) Tlilir with site altitude 1395 m above sea level (asl), (2) Wonotirto with site altitude 1245 m asl, and (3) Sung-gingsari with site altitude 880 m asl with the same soil (Wonotirto series). The treatments were arranged in nested design with nine replications, which the replications were nested in the treatment. Result showed that growth location affect on yield and nicotine content. The highest production of dried sliced (28.3 g/ plant) was obtained in Wonotirto while the highest nicotine content (6.24%) was obtained in Tlilir. Differences in growth location followed by the difference of the environmental elements (air temperature, relative humi-dity, rainfall, and number of rainy days) during the lifetime of the plant. Environmental element that affect the production is the air temperature, relative humidity, rainfall, and number of rainy days. The environmen-tal elements that affect the nicotine content is the site altitude, air temperature, and relative humidity.
Konsep dan Implementasi Teknologi Budi Daya Ramah Lingkungan pada Tanaman Tembakau, Serat, dan Minyak Industri Concept and Implementation of Environmentally-Friendly Technologies in Cultivation of Tobacco, Fiber, and Industrial Oil Crops . Nurindah
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 1, No 1 (2009): April 2009
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7197.725 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v1n1.2009.41-54

Abstract

Penerapan teknologi ramah lingkungan budi daya tanaman pada suatu lahan akan dapat mempertahankan kelestarian lingkungan. Penciptaan teknologi budi daya tanaman tembakau, serat, dan minyak industri di-arahkan pada teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu hasil, efisiensi biaya usaha tani, dan ramah lingkungan. Teknologi ramah lingkungan difokuskan pada penemuan komponen teknologi prapa-nen yang mempunyai dampak minimal terhadap pencemaran atau perusakan lingkungan, yang meliputi va-rietas-varietas unggul, teknik pengendalian hama dan penyakit, teknik konservasi lahan tembakau. Varietas-varietas unggul tersebut adalah varietas-varietas yang mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit, yaitu tembakau Prancak 95, Prancak N1, Prancak N2, Kemloko 2, dan Grompol Jatim 1; kapas: Kanesia 11–Kanesia 13; kenaf: Karangploso 14–Karangploso 15; wijen: Sumberrejo 4; dan jarak kepyar: Asembagus 81. Teknik pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan adalah teknologi pengendalian hama yang membatasi atau meniadakan penggunaan insektisida kimia sintetik dan menerapkan teknik pengendalian de-ngan memanfaatkan peran musuh alami serangga hama atau antagonis patogen penyebab penyakit, dan penggunaan pestisida nabati. Teknik konservasi lahan untuk mengendalikan erosi dan penyakit lincat dikem-bangkan pada lahan tembakau temanggung dengan menerapkan penggunaan varietas tahan penyakit, pem-buatan terassering dan penguatnya, pengolahan lahan minimal, dan aplikasi mikroba antagonis. Teknologi ramah lingkungan tersebut telah diterapkan di tingkat petani dan memberikan dampak yang positif terhadap pengembangan komoditas.Technology innovations for tobacco, fibers, and industrial-oil crops are directed to increase production and quality of the products, efficiency, and environmentally-friendly technologies. The efficiency and environ-menttally-friendly technologies are focused on the pre-harvest technology innovations that have minimal im-pacts on environmental damages. The technologies include superior varieties, pest control, and land conser-vation. The superior varieties are those that resistant to either insect pests or diseases, i.e. tobacco: Prancak 95, Prancak N1, Prancak N2, Kemloko 2, and Grompol Jatim 1; cotton: Kanesia 11–Kanesia 13; kenaf: Ka-rangploso 14–Karangploso 15; sesame: Sumberrejo 4; and  castor: Asembagus 81.  Environmentally-friendly pest control is to limit or no use synthetic-chemical pesticides in pest control, but optimally make use the role of natural enemies and antagonists and use biopesticides. Land conservation technique to control erosi-on as well as ”lincat’ disease has been developed in fields of temanggung tobacco by using tobacco variety resistant to the disease, terracering, minimum tillage, and application of antagonist microbes. Those techno-logies has been implemented in the farmers’ fields and has a positive impacts for the commodity develop-ment. 

Page 7 of 14 | Total Record : 131