cover
Contact Name
Fenny Sumardiani
Contact Email
jurnallitbang@gmail.com
Phone
+6285712816604
Journal Mail Official
jurnallitbang@gmail.com
Editorial Address
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian Jalan Salak No.22, Bogor 16151 E-mail : jurnallitbang@gmail.com Website : http://bpatp.litbang.pertanian.go.id
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ISSN : 02164418     EISSN : 25410822     DOI : http://dx.doi.org/10.21082
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian pertanian pangan hortiikultura, perkebunan, peternakan, dan veteriner yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian dan atau ketentuan kebijakan, yang ditujukan kepada pengguna meliputi pengambil kebijakan, praktisi, akademisi, penyuluh, mahasiswa dan pengguna umum lainnya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif serta bertujuan memberi informasi tentang perkembangan teknologi pertanian di Indonesia, pemanfaatan, permasalahan dan solusinya. Ruang lingkupnya bahasan meliputi bidang ilmu: pemuliaan, bioteknologi perbenihan, agronomi, ekofisiologi, hama dan penyakit, pascapanen, pengolahan hasil pertanian, alsitan, sosial ekonomi, sistem usaha tani, mikro biologi tanah, iklim, pengairan, kesuburan, pakan dan nutrisi ternak, integrasi tanaman-ternak, mikrobiologi hasil panen, konservasi lahan.
Articles 221 Documents
MODIFIKASI SISTEM PERTANAMAN JAGUNG DAN PENGOLAHAN BRANGKASAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI LAHAN KERING ., Syafruddin
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 30, No 1 (2011): Maret 2011
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.541 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v30n1.2011.p16-22

Abstract

Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berpeluang sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan petani, sekaligus menopang program ketahanan pangan di perdesaan. Jagung dapat menjadi bahan pangan alternatif penghasil karbohidrat setelah padi, juga sebagai bahan baku industri makanan ringan maupun pakan ternak. Usaha tani jagung umumnya belum dikelola secara optimal sehingga produktivitasnya rendah. Modifikasi sistem pertanaman pada usaha tani jagung di lahan kering merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan dan sekaligus pendapatan petani melalui penganekaragaman produk yang dihasilkan pada satu siklus pertanaman, yaitu biji dan brangkasan. Hasil penelitian di beberapa lokasi menunjukkan bahwa modifikasi pertanaman melalui pengaturan jarak tanam dan panen brangkasan secara bertahap melalui penjarangan, yang disertai dengan pengolahan brangkasan menjadi pakan ternak sangat layak diusahakan dengan nilai B/C lebih dari 2 dan meningkatkan pendapatan petani 2-3 kali lipat dibanding cara konvensional. Di samping itu, cara ini juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan menciptakan lapangan kerja bagi rumah tangga tani, bila pengelolaannya dilakukan secara terintegrasi dengan ternak sapi. Sistem ini diharapkan dapat menjadi suatu model pengelolaan pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan antara tanaman jagung dan ternak sapi pada usaha tani di lahan kering.
PELUANG ZAT BIOAKTIF TANAMAN SEBAGAI ALTERNATIF IMBUHAN PAKAN ANTIBIOTIK PADA AYAM / The Opportunities of Plants Bioactive Compound as an Alternative of Antibiotic Feed additive on Chicken Pasaribu, Tiurma -
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 38, No 2 (2019): DESEMBER, 2019
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.592 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v38n2.2019.p96-104

Abstract

Bioactive compounds (phenols, tannins, flavonoids, essential oils, curcumin, saponins, phyllanthin) have the ability as an antibacterial or antifungal. Feed additives are feed raw materials that do not contain nutrients, however, it may increase productivity, quality of livestock products (meat, eggs, milk, skin, feathers), the feed efficiency and to improve animal health or resistance of disease. Feed additives that are widely used in the livestock industry include antibiotics, antioxidants, antifungals, emulsifiers, and binders. The aim of using antibiotics is to reduce the population of pathogenic microbes or disturbing microbes in the digestive tract. Antibiotics have been banned for used because it can cause resistance to pathogenic bacteria or intestinal microflora which has a negative impact on consumers. To improve feed efficiency in poultry and to produce higher quality products, healthy and safe for consumption, the antibiotic could be replaced with plant bioactive compound. The aims of this review is to describe the role of plant bioactive compounds as feed additive to replace antibiotic for chickens. Some of plant bioactive substances that can be used as feed additives include phenols, curcumin, saponins, tannins, phenols, flavonoids, alkaloids. Bioactive substances from plants have several functions including inhibiting the growth of bacteria or fungi, increasing endurance, as an adjuvant, and preventing fat oxidation. It can be concluded that bioactive substances from plants have potential as feed additives which have the ability as antibacterial, antifungal, antioxidant, immunostimulator, and adjuvant.Keywords: bioactive compound, plants, feed additives, chicken  Abstrak Zat bioaktif (fenol, tanin, flavonoid, minyak atsiri, curcumin, saponin, phyllanthin) memiliki kemampuan sebagai antibakteri atau antifungi. Imbuhan pakan adalah bahan baku pakan yang tidak mengandung nutrisi, namun dapat meningkatkan produktivitas, kualitas produk ternak (daging, telur, susu, kulit, bulu), efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan kesehatan hewan atau ketahanan terhadap penyakit. Imbuhan pakan yang banyak digunakan dalam industri peternakan termasuk antibiotik, antioksidan, antifungi, pengemulsi, dan pengikat (binder). Tujuan penggunaan antibiotik adalah untuk mengurangi populasi mikroba patogen atau mikroba yang mengganggu di saluran pencernaan. Antibiotik telah dilarang untuk digunakan karena dapat menyebabkan resistensi terhadap bakteri patogen atau mikroflora usus yang memiliki dampak negatif pada konsumen. Untuk meningkatkan efisiensi pakan pada unggas dan menghasilkan produk berkualitas tinggi, sehat dan aman untuk dikonsumsi, antibiotik dapat diganti dengan zat bioaktif tanaman. Tujuan dari ulasan ini adalah untuk menggambarkan peran zat bioaktif tanaman sebagai pengganti imbuhan pakan antibiotik pada ayam. Beberapa zat bioaktif tanaman yang dapat digunakan sebagai imbuhan pakan termasuk fenol, kurkumin, saponin, tanin, fenol, flavonoid, alkaloid. Zat bioaktif dari tanaman memiliki beberapa fungsi antara lain menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur, meningkatkan daya tahan tubuh, sebagai bahan adjuvan dan mencegah oksidasi lemak. Dapat disimpulkan bahwa zat bioaktif dari tanaman berpotensi sebagai imbuhan pakan yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri, antifungi, antioksidan, imunostimulator, dan adjuvant.Kata kunci: Zat bioaktif, tanaman, imbuhan pakan, ayam 
Introduksi Parasitoid, Sebuah Wacana Baru dalam Pengendalian Hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus di Indonesia Herlina, Lina
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 30, No 3 (2011): September 2011
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.566 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v30n3.2011.p87-97

Abstract

Masuknya hama eksotis Paracoccus marginatus ke Indonesia telah menimbulkan permasalahan dalam pengendalianhama tersebut pada tanaman pepaya (Carica papaya). Belum terdapat alternatif pengendalian yang efektif untukmenekan populasi hama ini di Indonesia. Pengendalian hayati dengan mengoptimalkan musuh alami sebenarnyamerupakan alternatif yang paling sesuai, namun hasil penelitian yang memadai untuk mengembangkan musuhalami lokal yang potensial belum tersedia. Introduksi parasitoid yang efektif mengendalikan P. marginatus di luarnegeri menginspirasi upaya pengendalian hama ini di Indonesia. Tulisan ini bertujuan membahas beberapa aspekpenting dalam program introduksi parasitoid, antara lain karakter agens hayati introduksi, prosedur pelepasanmusuh alami, dampak negatif terhadap organisme bukan sasaran, serta prospek aplikasi parasitoid introduksi diIndonesia. Pada prinsipnya, introduksi parasitoid cukup prospektif untuk diterapkan di Indonesia dengan persyaratantertentu.
Bakteri yang sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya Suwito, Widodo
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 3 (2010): September 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.532 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v29n3.2010.p96-100

Abstract

Susu merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, namun mudah terkontaminasi oleh bakteri. Kontaminasi bakteri pada susu dimulai pada saat proses pemerahan sampai konsumsi. Bakteri yang mengontaminasi susu dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri patogen meliputi Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella sp., sedangkan untuk bakteri pembusuk antara lain adalah Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Kasus keracunan setelah minum susu ada dua bentuk, yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi terjadi karena mengonsumsi susu yang terkontaminasi bakteri, sedangkan intoksikasi terjadi karena mengonsumsi susu yang mengandung toksin. Gejala intoksikasi lebih cepat muncul dibandingkan dengan infeksi. Kontaminasi susu dapat diminimalkan dengan memperbaiki proses penerimaan susu segar, penanganan, pemrosesan, penyimpanan sampai konsumsi. Susu yang aman dikonsumsi berasal dari sapi yang sehat dan diproses dengan pasteurisasi atau ultra high temperature (UHT), penggunaan bakteriosin, dan pencucian peralatan dengan neutral electrolysed water (NEW). Keracunan setelah minum susu dapat dihindari dengan tidak mengonsumsi susu mentah dan susu yang telah berubah penampilannya secara fisik maupun organoleptis.
PROSPEK PERBANYAKAN BIBIT KARET UNGGUL DENGAN TEKNIK OKULASI DINI Boerhendhy, Island
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 32, No 2 (2013): Juni 2013
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.117 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v32n2.2013.p85-90

Abstract

Konsumsi karet alam di masa mendatang masih tetap tinggi. Sejalan dengan itu, pembangunan kebun karet melalui perluasan area tanam, intensifikasi, maupun peremajaan dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga permintaan terhadap bibit karet unggul juga terus bertambah. Pengadaan bibit karet klonal dengan cara okulasi masih merupakan metode perbanyakan terbaik. Dengan teknik okulasi cokelat, bibit siap disalurkan setelah 12-18 bulan sejak perkecambahan. Teknik tersebut dinilai terlalu lambat untuk dapat memenuhi kebutuhan bibit karet unggul. Sebagai alternatif dapat dikembangkan teknik okulasi dini. Dengan teknik ini, proses penyiapan bibit karet unggul dapat lebih cepat, berkisar antara 6-8 bulan sejak biji dikecambahkan hingga bibit siap disalurkan. Secara genetik dan fisiologis, mutu bibit karet hasil okulasi dini tetap tinggi sehingga dapat menjamin laju pertumbuhan dan daya hasil tinggi, walaupun secara fisik bibit hasil okulasi dini mempunyai diameter tunas lebih kecil dibandingkan dengan bibit yang berasal dari okulasi cokelat. Pengadaan bibit unggul dengan okulasi dini menghemat biaya 61% dibandingkan dengan teknik okulasi cokelat. Ketersediaan air untuk penyiraman, tenaga okulasi yang terampil, penyiapan entres tepat waktu dan tepat jumlah, merupakan kunci keberhasilan penerapan teknik okulasi dini. Apabila permasalahan tersebut dapat diatasi, maka penyediaan bibit unggul dengan teknikokulasi dini akan dapat menjadi alternatif terbaik guna mengatasi permintaan bibit yang semakin meningkat.
STRATEGI KOMUNIKASI MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN Rangkuti, Parlaungan Adil
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 28, No 2 (2009): Juni 2009
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (88.617 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v28n2.2009.p39 - 45

Abstract

Communication strategy in developing food independencyRole of agricultural development communication is important to build food self-suffiency and diversification as the main base of food independency and food security. Food independency will be accomplished if its development comes from people initiative as an awareness to build modern farm industry with effective and efficient communication strategy support. Adoption of innovation technology by means of communication will boost productivity and product quality, decrease loss of production, increase value added of production with farmer empowerment and participation approach, and strengthen farmers' institutions and competitiveness. To empower the farmers, development of single commodity agribusiness cooperation such as rice or maize will facilitate transformation of information on technology and farm management from variety of sources for the farmers. Government policy to develop centers of agricultural information at production centers as agribusiness development area is required to build food independency and food diversification based on local production with effective communication system support. Communication information system based on cooperation and social capital with stakeholders partnership approaches (government, businessmen, university, research and development institutions, social institutions, etc) will accelerate accomplishment of food independency in suburb areas.
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN RENDEMEN TEBU Subiyakto, Subiyakto; Mulyaningsih, Sri
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 33, No 3 (2014): September 2014
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v33n3.2014.p95-104

Abstract

Pada masa penjajahan Belanda (1929), industri gula Indonesia mencapai puncak kejayaan yang menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor gula kedua di dunia setelah Kuba. Dengan berjalannya waktu, kontribusi gula Indonesia di pasar dunia makin menurun dan saat ini Indonesia termasuk negara importir gula terbesar di dunia. Dalam upaya mencapai swasembada gula, kondisi on farm yang dihadapi dalam peningkatan produktivitas dan rendemen tebu antara lain potensi varietas belum optimal, varietas unggul belum diadopsi petani, teknik budi daya belum sesuai rekomendasi, pemupukan belum tepat dosis, serta kegiatan panen dan giling tebu belum optimal. Sementara itu, kondisi off farm yang dihadapi yaitu pabrik belum efisien, kelembagaan petani lemah, informasi rendemen belum transparan, jaminan rendemen belum diterapkan, keterkaitan antarlembaga belum sinergis, dan pendistribusian gula rafinasi masih longgar. Strategi untuk meningkatkan produktivitas dan rendemen tebu dapat ditempuh melalui optimalisasi sistem budi daya (benih, varietas, pemupukan, pengaturan sistem tanam), tebang dan giling secara tepat, peningkatan efisiensi pabrik, penguatan kelembagaan petani, transparansi rendemen, jaminan rendemen, pengetatan distribusi gula rafinasi, dan sinergisme antarlembaga terkait.
BUDI DAYA DAN ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADI PADA LAHAN RAWA LEBAK SUMATERA SELATAN / Cultivation and Adaptation of New Superior Varieties Paady in Lebak Swampy Lands in South Sumatra Suparwoto, Suparwoto; Waluyo, Waluyo
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 38, No 1 (2019): Juni, 2019
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.347 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v38n1.2019.p13-22

Abstract

Lebak swampy lands are one of the contributors to rice production in Indonesia, especially in South Sumatra. This agroecosystem is affected by river water overflow and rainfall. Based on the height and duration of waterlogging, the lebak swampy land is divided into three typologies, namely shallow lebak swampy lands, middle swampy lands, and deep swampy lands. This paper discusses cultivation and adaptation of new superior varieties of rice on lebak swampy  lands. In this agroecosystem, rice is cultivated in the dry season after low tide, starting from shallow lebak swampy lands, then continuing to the middle lebak swampy lands and deep lebak swampy lands. Problems with rice cultivation on lebak swampy lands include: (1) stagnant water, (2) drought in the dry season, (3) continuous use of the same variety, (4) the use of poor quality seeds, (5) limited varieties superior, and (6) fertilizer use is not as recommended. Paddy cultivation in lebak swampy lands uses only local varieties such as Siputih which can be sown up to three times, so that the age of the seedlings can reach two months with high posture. Land preparation is carried out by cleaning weeds until they are ready for planting and using hand tractors in shallow and middle lebak swampy lands. The seed comes from its own multiplication (40 kg / ha). Ciherang and IR-42 varieties are used from season to planting season with fertilization according to the ability of farmers. Thus, the results obtained are low, ranging from 3.5-4.5 t / ha GKP. One way to improve rice productivity in lebak swampy lands is the use of new improved varieties. Inpara and Inpari varieties can grow and produce in shallow lebak swampy lands and middle lebak swampy lands. In shallow lebak swampy lands it is recommended to use drought tolerant varieties such as Situbagendit, Limboto, Batutegi, Inpago, Inpari-1, Inpari-4, Inpari-6, and Inpara-5. In deep lebak swampy lands, rice can only be cultivated once a year, using superior varieties in the long dry season. The recommended superior varieties are Inpara-3, Inpara-4, and Inpara-5 which are tolerant to soaking.Key words: Paddy, lebak swampy lands, superior varieties, cultivation, adaptation AbstrakLahan rawa lebak merupakan salah satu agroekosistem penyumbang produksi beras di Indonesia, terutama di Sumatera Selatan. Agroekosistem ini dipengaruhi oleh luapan air sungai dan curah hujan. Berdasarkan tinggi dan lama genangan air, lahan rawa lebak dipilah menjadi tiga tipologi, yaitu lebak dangkal, lebak tengahan, dan lebak dalam. Makalah ini membahas budi daya dan adaptasi varietas unggul baru padi pada lahan rawa lebak. Pada agroekosistem ini padi dibudidayakan pada musim kemarau setelah air surut, dimulai dari lebak dangkal, kemudian dilanjutkan pada lebak tengahan dan lebak dalam. Permasalahan budi daya padi pada lahan rawa lebak antara lain: (1) genangan air, (2) kekeringan pada musim kemarau, (3) penggunaan varietas yang sama secara terus-menerus, (4) penggunaan benih tidak bermutu, (5) keterbatasan varietas unggul, dan (6) penggunaan pupuk tidak sesuai anjuran. Budi daya padi pada lahan lebak dalam hanya menggunakan varietas lokal seperti Siputih yang dapat disemai sampai tiga kali, sehingga umur bibit bisa mencapai dua bulan dengan postur yang tinggi. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara pembersihan gulma sampai siap tanam dan menggunakan traktor tangan pada lebak dangkal dan lebak tengahan. Benih berasal dari perbanyakan sendiri  (40 kg/ha). Varietas Ciherang dan IR-42 digunakan dari musim ke musim tanam dengan pemupukan sesuai kemampuan petani. Dengan demikian, hasil yang diperoleh rendah, berkisar antara 3,5-4,5 t/ha GKP. Salah satu cara untuk memperbaiki produktivitas padi pada lahan lebak adalah penggunaan varietas unggul baru. Varietas Inpara dan Inpari dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lebak dangkal dan lebak tengahan. Pada lebak dangkal disarankan menggunakan varietas toleran kekeringan seperti Situbagendit, Limboto, Batutegi, Inpago, Inpari-1, Inpari-4, Inpari-6, dan Inpara-5. Pada lebak dalam, padi hanya dapat diusahakan satu kali dalam satu tahun, menggunakan varietas unggul pada musim kemarau panjang. Varietas unggul yang disarankan ialah Inpara-3, Inpara-4, dan Inpara-5 yang toleran rendaman.Kata kunci: Padi, rawa lebak, varietas unggul, budi daya, adpatasi.
PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PERAKITAN VARIETAS TAHAN DALAM PENGENDALIAN WERENG COKLAT DI INDONESIA Iswanto, Eko Hari; Susanto, Untung; Jamil, Ali
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 34, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (78.818 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v34n4.2015.p187-193

Abstract

Varietas tahan merupakan komponen utama dalam pengendalian wereng coklat pada tanaman padi. Namun, varietas tahan yang ditanam secara luas dan terus-menerus dapat patah ketahanannya karena wereng coklat mampu beradaptasi dengan membentuk biotipe baru. Saat ini lebih dari 70 gen ketahanan terhadap wereng, baik gen utama maupun quantitative trait loci (QTLs), telah diidentifikasi dan beberapa gen telah digunakan dalam perakitan varietas unggul padi. Keanekaragaman sumber gen ketahanan pada varietas dapat menjadi alternatif pergiliran tanaman dalam upaya meredam serangan wereng coklat. Tantangan perakitan varietas tahan ke depan ialah produktivitas tinggi dan toleran terhadap cekaman abiotik. Perakitan varietas tahan dengan ketahanan lestari (durable resistance) menggunakan marker-assisted selection (MAS) dengan menggabungkan lebih dari dua gen ketahanan (gen utama maupun QTLs) diharapkan dapat menghambat pembentukan biotipe baru wereng coklat. Gen-gen ketahanan pada beberapa varietas diferensial seperti Rathu Heenati (Bph3 dan Bph17) dan PTB33 (bph2 dan Bph3) masih mempunyai ketahanan yang baik terhadap populasi wereng coklat dari daerah endemis dan dapat dijadikan donor dalam perakitan varietas tahan. Deteksi gen ketahanan pada varietas unggul padi yang akan dilepas sangat penting untuk menentukan rekomendasi daerah/lokasi tanam dan pergiliran varietas. Selain itu, manajemen ketahanan varietas juga penting agar varietas tahan yang dilepas dapat bertahan lama di lapangan.
Peluang Pengembangan Teknologi Pengolahan Keripik Buah dengan Menggunakan Penggoreng Vakum Kamsiati, Elmi
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 2 (2010): Juni 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.868 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v29n2.2010.p%p

Abstract

Indonesia memiliki aneka jenis tanaman buah tropis. Pada musim panen, produksi buah-buahan melimpah sehingga tidak terserap pasar dan harganya turun. Buah-buahan memiliki kandungan air yang tinggi sehingga mudah rusak dan umur simpannya pendek. Untuk meningkatkan umur simpan dan nilai tambah, buah-buahan dapat diolah menjadi keripik. Pengolahan keripik buah telah berkembang di Indonesia. Nenas, salak, pisang, bengkuang, danmelon dapat diolah menjadi keripik dengan menggunakan mesin penggoreng vakum. Keripik yang dihasilkan dengan mesin penggoreng vakum memiliki rasa dan aroma seperti buah aslinya serta tekstur renyah sehingga disukai panelis. Prospek pengembangan keripik buah cukup baik karena bahan baku cukup tersedia, terutama saat panen dan produk ini disukai konsumen. Namun, beberapa kendala perlu diatasi, meliputi keseragaman bahan baku,mutu produk, pengemasan, dan peningkatan umur simpan.

Page 9 of 23 | Total Record : 221