Journal of Anaesthesia and Pain
Journal of Anaesthesia and Pain is a peer-reviewed and open-access journal that focuses on anesthesia and pain. Journal of Anaesthesia and Pain, published by Anesthesiology and Intensive Therapy Specialist Program of Medicine Faculty, Brawijaya University. This journal publishes original articles, case reports, and reviews. The Journal s mission is to offer the latest scientific information on anesthesiology and pain management by providing a forum for clinical researchers, scientists, clinicians, and other health professionals. This journal publishes three times a year. Subjects suitable for the Journal of Anaesthesia and Pain are all subjects related to anesthesiology and pain management.
Articles
125 Documents
Ketamin Sebagai Inhibitor Kalsium Intraseluler pada Human Umbilical Vein Endothelial Cell (HUVEC) Model Sepsis
Rudy Vitraludyono;
Aswoco Andyk Asmoro;
Edi Widjajanto
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 1 (2020): January
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.01.02
Latar belakang: Sepsis berat dan syok sepsis memiliki angka kematian yang tinggi. Agen anestesi yang sering digunakan untuk pasien sepsis adalah ketamin. Perubahan kadar kalsium dalam sel berkontribusi dalam peningkatan respon imun dan kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efek ketamin terhadap ekspresi kalsium intraseluler Human Umbilical Vein Endotel Cell pada jam ke-3 pasca paparan LPS dibandingkan dengan HUVEC model sepsis.Metode: Sebanyak 30 sumuran culture HUVEC diberi perlakuan sesuai kelompok perlakuan. Kelompok P1 (HUVEC + LPS), kelompok P2 / Model sepsis (HUVEC + LPS + Monosit), kelompok P3 (HUVEC + LPS + Ketamin 50 µmol/L) dan kelompok P4/ Model sepsis + Ketamin (HUVEC + LPS + Monosit + Ketamin 50 µmol/L). Ekspresi kalsium intraseluler dianalisis menggunakan metode imunofluoresens 3 jam setelah pemberian Ketamin. Data hasil penelitian diuji statistic menggunakan uji T dua sampel bebas menggunakan software SPSS 18.0.Hasil: Sepsis menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang signifikan dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Ketamin 50 µmol/L secara signifikan mampu menurunkan ekspresi kalsium intraseluler pada model sepsis secara signifikan. Selain itu, ketamin juga menujukkan aktivitas penghambatan produksi kalsium intraseluler pada HUVEC yang hanya diinduksi LPS.Kesimpulan: Pemberian Ketamin 50 µmol/L dapat menurunkan ekspresi kalsium intraseluler pada HUVEC yang dipapar LPS dan HUVEC model sepsis. Ketamin dapat digunakan sebagai imunoterapi sepsis dengan memodulasi konsentrasi kalsium intraseluler.
Blokade Saraf Femoral-Popliteal pada Pasien dengan Pseudarthrosis Kongenital Tibia yang Menjalani Prosedur Ilizarov Berulang
Danny Sandhi Arivianto;
Mahendratama Purnama Adhi;
Andri Lumban Tobing
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 3 (2020): September
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.03.06
Latar belakang: Penggunaan blokade saraf perifer pada pasien pediatrik semakin meningkat karena dinilai aman, mengurangi kebutuhan opioid, efek samping minimal, pulih sadar lebih cepat dan mengurangi lama hari rawat. Untuk prosedur pembedahan ekstremitas bawah minimal diperlukan dua blokade saraf perifer.Kasus: Kami laporkan dua kasus pasien pediatrik (4 dan 6 tahun) dengan pseudarthrosis kongenital tibia yang menjalani prosedur Ilizarov berulang. Manajemen anestesi dilakukan dengan kombinasi blokade saraf femoral-popliteal dengan levobupivacain 0,3% dan pasien disedasi dengan propofol 75 mcg/kgBB/menit selama intraoperasi. Kombinasi blokade saraf dilakukan dengan menggunakan stimulasi saraf perifer dengan bantuan pencitraan USG. Parameter yang dinilai ialah kekuatan efek analgetik dari blokade saraf perifer, pemberian analgetik tambahan serta efek samping kombinasi blokade saraf femoral-popliteal. Operasi berlangsung selama 2 jam dengan pemberian analgetik tambahan fentanyl intraoperasi sebanyak satu kali.Kesimpulan: Kombinasi blokade saraf femoral-popliteal dapat menjadi teknik anestesi pilihan pada kasus pseudarthrosis kongenital tibia. Teknik tersebut memberikan hasil yang memuaskan, mengurangi penggunaan opioid dan tidak ada efek samping. Penambahan fentanyl intraoperatif kemungkinan disebabkan blokade saraf perifer yang tidak adekuat pada osteatom tibia karena penggunaan konsentrasi levobupivacain yang rendah.
Tatalaksana Catheter Related Bloodstream Infection (CRBI) di Intensive Care Unit (ICU)
Resa Putra Adipurna;
Arie Zainul Fatoni
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 2 (2020): May
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.02.03
Catheter-related bloodstream infection (CRBI) didefinisikan sebagai adanya bakteremia yang berasal dari kateter intravaskular. CRBI adalah masalah iatrogenik yang menyebabkan morbiditas, mortalitas, lama rawat inap yang berlebih, dan biaya berlebih. Diagnosis yang akurat dapat ditegakkan berdasarkan biakan spesimen darah dan kateter yang dikumpulkan dengan tepat. Panduan berbasis bukti tersedia untuk menginformasikan pengobatan antibiotik dan manajemen kateter ketika infeksi terjadi. Risiko CRBI dapat dikurangi dengan mengoptimalkan pemilihan, penyisipan dan pemeliharaan kateter, dan dengan melepas kateter saat tidak diperlukan lagi.
Pengaruh Penggunaan Alcohol Swab Terhadap Tingkat Kontaminasi Bakteri pada Blade Laringoskop di Kamar Operasi Sentral Rumah Sakit Saiful Anwar
Buyung Hartiyo Laksono;
Isngadi Isngadi;
Muhammad Rizqan Khalidi
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 1 (2020): January
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.01.03
Latar belakang: Infeksi nosokomial masih menjadi masalah di dunia kesehatan dengan angka kejadian infeksi yang cukup tinggi. Salah satu penyebab tingginya infeksi nosokomial adalah penggunaan peralatan yang terkontaminasi bakteri. Laringoskop merupakan salah satu alat yang banyak mengalami kontak langsung dengan pasien pembedahan dan memiliki potensi sebagai agen pembawa kontaminan. Belum ada standard internasional maupun nasional untuk desinfeksi atau dekontaminasi laringoskop. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknik alcohol swab terhadap tingkat kontaminasi blade laringoskop di kamar operasi rumah sakit umum Dr. Saiful Anwar Malang.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel penelitian adalah 32 buah blade laringoskop yang dibagi menjadi kelompok. Kelompok kontrol/ kelompok I (n=16) tidak diberi perlakuan alcohol swab dan kelompok perlakuan/ kelompok II (n=16) diberi perlakuan alcohol swab. Analisis bakteri dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Analisis data menggunakan uji One-Way ANOVA pada software SPSS 16.0. Hasil: Jumlah kontaminasi bakteri pada kelompok kontrol signifikan lebih tinggi (75%) dibandingkan kelompok perlakuan (35,5%)(p<0,05). Blade laringoskop yang mendapat perlakuan alcohol swab memiliki tingkat kontaminasi bakteri yang lebih rendah daripada blade laringoskop yang tidak mendapat perlakuan alcohol swab.Kesimpulan: Alcohol swab 70% dapat digunakan untuk memaksimalkan proses desinfeksi dengan cara menurunkan tingkat kontaminasi bakteri.
Kesesuaian antara Persiapan Darah Preoperatif dengan Kebutuhan Darah Durante Operasi Total Hip Replacement (THR) dan Total Knee Replacement (TKR) pada Operasi Elektif di RSSA
Devi Ariani;
Ristiawan Muji Laksono;
Arie Zainul Fatoni
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 3 (2020): September
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.03.01
Latar belakang: Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar saat ini belum memiliki tata peraturan permintaan darah sehingga permintaan didasarkan dengan kebiasaan atau pengalaman. Akibatnya, sering terjadi ketidaksesuaian antara jumlah darah yang disiapkan dengan kebutuhan darah intraoperatif pada pasien yang menjalani operasi Total Hip Replacement dan Total Knee Replacement pada pembedahan elektif di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara persiapan darah preoperatif dengan kebutuhan darah durante operasi pada operasi elektif di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional pada 109 subjek yang menjalani total hip replacement (THR) (63 pasien) dan total knee replacement (TKR) (46 pasien). Data rekam medis yang didapat diolah dengan menggunakan Ms Office Excell. Data yang diamati berupa kesesuaian jumlah darah yang disediakan dengan jumlah darah yang dibutuhkan. Data dianalisis menggunakan uji Korelasi menggunakan SPSS 18.00.Hasil: Sebanyak 61,90 % dari subjek Total Hip Replacement dan 50% dari operasi Total Knee Replacement tidak memiliki kesesuaian antara darah yang disiapkan dengan darah yang dibutuhkan. Jumlah total darah yang digunakan pada Total Hip Replacement sebanyak 36 labu (31,58%) dari 144 labu darah yang disiapkan, sedangkan pada operasi Total Knee Replacement 45 labu (100%) darah yang disiapkan tidak digunakan. Waktu operasi THR berbanding lurus dengan jumlah perdarahan pada kedua jenis operasi. Rata-rata perdarahan pada operasi TKR sebanyak 134,02 ml sedangkan pada operasi THR sebanyak 601,11 ml. Kesimpulan: Pada operasi THR didapatkan ketidaksesuaian antara persiapan darah preoperatif dengan kebutuhan darah durante operatif yang lebih besar dibandingkan dengan operasi TKR. Perlu dilakukan pengurangan dalam penggunaan darah atau pengetatan aturan transfusi sehingga dapat berefek baik terhadap pasien dan manajemen rumah sakit.
Hemostasis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Ibnu Umar;
Reza Widianto Sujud
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 2 (2020): May
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.02.04
Rangkuman Hemostasis merupakan mekanisme tubuh yang bekerja untuk melindungi tubuh dari perdarahan dan kehilangan darah. Sistem ini melibatkan faktor plasma, trombosit dan dinding pembuluh darah. Oleh karna itu, mekanisme hemostasis mencerminkan keseimbangan antara mekanisme prokoagulan dan antikoagulan yang dikaitkan dengan proses fibrinolisis. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan penyakit serius dimana terjadi aktivasi koagulasi yang meningkat, persisten, generalisata serta biasanya menyebabkan pembentukan mikrotrombus pada mikrovaskular. Pada saat yang sama, konsumsi trombosit dan protein koagulasi dapat menginduksi perdarahan masif. DIC selalu memiliki penyakit yang mendasarinya seperti infeksi berat, keganasan hematologi, trauma atau gangguan obstetrik. Tatalaksana DIC berupa manajemen penyakit yang mendasarinya, terapi antikoagulan, dan supportive care berupa transfuse komponen darah. Wawasan patofisiologi tentang koagulopati konsumtif saat ini mengarahkan pada pilihan terapi yang ditujukan untuk mengurangi pembentukan thrombin atau regulasi aktivasi koagulasi. Akan tetapi, keuntungan klinis terapi tersebut masih belum dapat ditetapkan.
Injeksi Sendi Gleno-Humeral dan Bursa Subacromial disertai Blok Saraf Suprascapularis dengan Pulsed Radiofrequency pada Pasien dengan Nyeri Bahu Akibat Adhesive Capsulitis
Erwin Mulyawan;
Antonius H Wijono
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 1 (2020): January
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.01.04
Adhesive capsulitis adalah kondisi bahu dimana terdapat pengurangan range-of-motion (ROM) aktif dan pasif secara bertahap dan sakit pada semua bidang pergerakan sendi glenohumeral yang disebabkan oleh adanya fibrosis dan kontraktur. Kondisi ini terjadi sekitar 2% hingga 5% dari populasi umum, sering terjadi pada wanita berusia antara 40 dan 60 tahun. Pengobatan awal nyeri dan disabilitas fungsional adhesive capsulitis bahu antara lain kombinasi obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAIDs) dan terapi fisik. Pasien yang tidak respon terhadap pengobatan tersebut, dapat diberikan teknik intervensi. Manajemen intervensi untuk adhesive capsulitis dapat berupa injeksi kortikosteroid intra-artikular, injeksi bursa subacromial, atau blok saraf suprascapularis dengan pulsed radiofrequency (PRF).Pada laporan kasus ini, akan dibahas pasien wanita berusia 60 tahun dengan adhesive capsulitis yang menjalani prosedur injeksi kortikosteroid sendi gleno-humeral dan bursa subacromial serta PRF saraf suprascapularis.
Tatalaksana Bronkospasme selama Anestesi Umum
Amalia Rahmadinie;
Rudy Vitraludyono
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 3 (2020): September
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.03.02
Bronkospasme selama prosedur anestesi umum merupakan salah satu kejadian yang tidak diharapkan. Menurut beberapa literatur, etiologinya dapat disebabkan oleh proses anafilaksis, faktor mekanis, maupun farmakologis. Karakteristik utama dari bronkospasme adalah pemanjangan waktu ekspirasi, mengi, dan peningkatan peak airway pressure. Identifikasi dan penatalaksanaan segera dari bronkospasme selama anestesi umum harus dapat segera diketahui agar tidak menyebabkan hipoksia berkepanjangan, hipotensi, dan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Penyebab utama dari bronkospasme harus diketahui segera selama penatalaksanaan yang dilakukan.
Balance Cairan Restriktif sebagai Manajemen Pada Pasien dengan Sindroma Kompartemen Abdomen di Intensive Care Unit (ICU)
Ayu Yesi Agustina;
Wiwi Jaya;
Arie Zainul Fatoni;
Ruddi Hartono
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 2 (2020): May
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.02.05
Latar belakang: Sindrom kompartemen pada abdomen (ACS) dikaitkan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hipertensi intraabdomen didefinisikan sebagai tekanan intraabdomen lebih dari 12 mmHg, sedangkan sindrom kompartemen abdominal terjadi apabila tekanan intraabdomen lebih dari 20 mmHg dengan disertai disfungsi organ. Manajemen pada pasien ACS juga cukup menantang, secara holistik meliputi resusitasi cairan, dekompresi dengan tindakan pembedahan dan juga manajemen yang tepat di Unit Perawatan Intensif (ICU) untuk pasca operasi. Ada bukti yang berkembang bahwa tekanan intraabdomen (IAP) mempengaruhi hampir semua sistem organ dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Namun, beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara balancecairan 24 jam dan resusitasi cairan masif pada pasien menjadi suatu prediktor independen untuk terjadinya IAH. Kasus: Pria 68 tahun dengan keluhan utama sakit perut, benjolan di umbilikus disertai sesak napas. Pasien dalam kondisi syok septik dengan topangan norepinefrin 0,1 µg/kgbb/menit dan dobutamin 10 µg/kgbb/menit. Pasien diagnosa dengan ACS, kemudian dilakukan dua kali operasi dekompresi laparotomi dengan rencana perawatan pasca operasi di ICU menggunakan ventilator. Di ICU kami memberikan Meropenem dan vasopressor selama sembilan hari. Kami melakukan pemberian cairan pada pasien dengan metode balance cairan negatif. Kondisi pasien menjadi lebih baik, dan ekstubasi dilakukan pada hari ketujuh, kemudian vasopressor dimatikan. Pada hari kesembilan pasien ini stabil tanpa vasopressor dan dipindahkan ke bangsal Kesimpulan: Pemberian cairan dengan metoda balance cairan negatif pada pasien ACS dengan tujuan mencegah edema cairan di ruang interstitial memberikan hasil yang memuaskan dan kondisi pasien menjadi lebih baik.
Manajemen Nyeri pada Kasus Complex Regional Pain Syndrome (CRPS) di Tangan Kiri Disertai Nyeri Bahu dan Leher
Taufiq Agus Siswagama;
Ristiawan Muji Laksono
Journal of Anaesthesia and Pain Vol 1, No 1 (2020): January
Publisher : Faculty of Medicine, Brawijaya University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.jap.2020.001.01.05
Latar belakang: Nyeri dan edema lengan pasca operasi mammae cukup sering terjadi dan menimbulkan permasalahan yang pelik bagi pasien dan tenaga kesehatan. Gejala dan tanda berupa nyeri progresif yang tidak sebanding dengan penyebabnya diikuti edema, perubahan warna kulit dan suhu serta gangguan fungsi gerak merupakan tanda dan gejala Complex Regional Pain Syndrome (CRPS). Diperlukan pemahaman tentang penegakan diagnosis dan terapi yang tepat agar pasien CRPS mendapatkan tatalaksana yang baik. Kasus: Pasien dengan nyeri dan edema lengan kiri yang progresif pasca operasi mammae aberant kiri, tidak memberikan hasil memuaskan dengan terapi konservatif selama sepuluh tahun, dilakukan terapi intervensi nyeri dengan stellate ganglion block, facet cervical-3 median branch block dan suprascapullar nerve block dilanjutkan dengan program fisioterapi menunjukkan hasil yang baik. Kesimpulan: Tatalaksana CRPS pada ekstremitas atas dengan terapi konservatif yang tidak menunjukkan hasil yang baik memerlukan terapi intervensi nyeri dikombinasi dengan fisioterapi agar memberikan hasil yang memuaskan.