cover
Contact Name
Suharto
Contact Email
pusjianmar@gmail.com
Phone
+622129408081
Journal Mail Official
pusjianmar@tnial.mil.id
Editorial Address
Kantor Pusjianmar Seskoal, Komplek Seskoal, Jl. Ciledug Raya, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal)
ISSN : 23386185     EISSN : 27211428     DOI : https://doi.org/10.52307
Core Subject : Education,
Jurnal bertaraf internasional ini memuat banyak sekali permasalahan atau isu-isu umum yang berkaitan dengan ilmu kelautan. Publikasi jurnal ini bertujuan untuk menyebarluaskan pemikiran atau gagasan konseptual serta mengkaji hasil-hasil yang telah dicapai di bidang kebijakan maritim. Jurnal Maritim Indonesia (Jurnal Maritim Indonesia) secara khusus menitikberatkan pada permasalahan utama dalam pengembangan ilmu kelautan dan kawasan strategis. Ini mencakup keamanan maritim, pertahanan maritim, strategi maritim, pengembangan maritim, keselamatan maritim, ekonomi maritim, sumber daya manusia maritim, hidro-oseanografi, dan teknologi militer.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 75 Documents
DIPLOMASI PERTAHANAN MARITIM INDONESIA: KERJASAMA KEMARITIMAN INDONESIA – AUSTRALIA DALAM ‘PLAN OF ACTION FOR THE IMPLEMENTATION OF THE JOINT DECLARATION ON MARITIME COOPERATION 2018-2022’ Arcelinocent Emile Pangemanan, Anak Agung Banyu Perwita
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.101

Abstract

Belum berlakunya ketentuan perbatasan Indonesia - Australia dalam Perth Treaty 1997 mengundang berbagai ancaman tersendiri terhadap keberlangsungan kedua negara, sehingga status kawasan perbatasan tersebut perlu dipetakan dengan tepat. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tetang Kebijakan Kelautan Indonesia, sebagai suatu roadmap kemaritiman Indonesia, telah mengamanatkan bahwa program prioritas kemaritiman negara ialah melaksanakan percepatan perundingan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga melalui mekanisme diplomasi pertahanan maritim yang berakar pada cita-cita Poros Maritim Dunia (PMD). Dengan demikian, Indonesia pada dasarnya mengartikan diplomasi pertahanan maritim sebagai bentuk implementasi kebijakan luar negeri Indonesia yang dilakukan demi mencapai tujuan besar kemaritimannya, sehingga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan kemampuan kemaritimannya sembari menjaga dan mempertahankan integritas wilayah kedaulatannya, salah satunya melalui Joint Declaration on Maritime Cooperation beserta dengan plan of action yang terdiri dari sembilan area prioritas. Tentu kerjasama kemaritiman tersebut bertujuan untuk mewujudkan tercapainya confidence building meassure yang dapat menunjang keamanan, pertahanan, kepastian hukum terhadap hak berdaulat, pengembangan kemampuan kemaritiman hingga mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara bersama.Kata Kunci: Diplomasi Pertahanan Maritim, Poros Maritim Dunia, Kerjasama Maritim, Perbatasan Maritim, Indonesia - AustraliaAbstractThe non-enactment of the Indonesia-Australia border resolved in 1997 Perth Treaty invites various threats to the sustainability of both parties, hence the status of its border needs to be mapped accurately. Presidential Regulation Number 16 of 2017 on Indonesian Maritime Policy has mandated that the national maritime policy has to prioritize the acceleration of Indonesia's maritime boundaries negotiation with its neighboring countries through a maritime defense diplomacy mechanism rooted in the ideals of the Global Maritime Fulcrum (GMF). Thus, Indonesia defines maritime defense diplomacy as a form of foreign policies that carried out to achieve its national maritime goals, thereby providing an opportunity to develop its maritime capabilities while maintaining its territorial integrity, one of which is through the Joint Declaration on Maritime Cooperation along with its plan of action that consisting of nine priority areas. By this manner, this cooperation aims to achieve confidence building measures that can ensure its national security, defence, legality of its rights, development of maritime capabilities and the prosperity of both countries.Key Words: Maritime Defence Diplomacy, Global Maritime Fulcrum, Maritime Cooperation, Maritime Border, Indonesia - Australia
PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG KEAMANAN PERTAHANAN INDONESIA UNTUK MENJAGA KEDAULATAN PERAIRAN DI WILAYAH INDONESIA Hendro Antoni., S.H.
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.105

Abstract

AbstrakPerumusan teknologi pertahanan dipengaruhi oleh filosofi dan visi negara sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Visi negara Indonesia dalam pertahanan dan keamanan negara mengharuskan adanya kemandirian dalam bidang pertahanan dan keamanan negara yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, kondisi peralatan pertahanan dan keamanan yang dimiliki, dan peraturan perundang-undangan. Pembangunan teknologi pertahanan harus didasarkan pada aspek demografi dan kondisi geografi yang mencakup artikulasi negara nusantara (sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara), dan negara kepulauan (sesuai dengan UNCLOS 1982, United Nations Convention on Law on the Seas). Bagaimana hubungan kerjasama industri perkapalan dan industri pendukung perkapalan. Bagaimana konsep industri perkapalan nasional untuk meningkatkan daya saing dalam mendukung keamanan maritim Indonesia. Teori dan konsep penelitian menggunakan Teori Daya Saing, Teori Pemberdayaan, Konsep Maritime Security Sector Reform dan Konsep Klaster Industri Perkapalan. Metodologi penelitian kualitatif dengan metode deskriktif. Hasil Penelitian. Kerjasama industri perkapalan dan industri pendukung perkapalan memerlukan perubahan regulasi terkait pengelolaan manajemen industri perkapalan. Perubahan tersebut untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dan produsen industri perkapalan. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan dan Perpres. Komite Kebijakan Industri Pertahanan, ditekankan melakukan pemanfaatan industri nasional dalam pemenuhan Alutsista. Sehingga memerlukan pengelolaan menejemen industri pertahanan dengan industri pendukung lainnya. Konsep pengembangan klaster terbagi dua berdasarkan jenis kepemilikannya yaitu industri swasta dengan konsep pengeloalan klaster industri perkapalan. Sedangkan industri BUMN menggunakan konsep holding industri National Shipbuilding and Heavy Indrustries.Kata Kunci: Industri Perkapalan, Pengembangan Industri Perkapalan, Pertahanan Indonesia, Perairan IndonesiaAbstractThe formulation of defense technology is influenced by the philosophy and vision of the state as stated in Law no. 3 of 2002 on National Defense. The vision of the Indonesian state in defense and national security requires independence in the field of national defense and security which is influenced by geographical conditions, the condition of defense and security equipment owned, and laws and regulations. The development of defense technology must be based on aspects of demography and geographical conditions which include the articulation of the archipelago (in accordance with the conception of the archipelago perspective), and the archipelagic state (in accordance with UNCLOS 1982, United Nations Convention on Law on the Seas). How is the relationship between the shipping industry and the shipping support industry. How is the concept of the national shipping industry to increase competitiveness in supporting Indonesian maritime security. The theory and research concepts use Competitive Theory, Empowerment Theory, Maritime Security Sector Reform Concept and Shipping Industry Cluster Concept. Qualitative research methodology with descriptive method. Research Results . The cooperation between the shipping industry and the shipping support industry requires regulatory changes related to the management of the shipping industry. These changes are to overcome the problems faced by the government and shipping industry manufacturers. In Law Number 16 of 2012 concerning the Defense Industry, the Defense Industry Policy Committee emphasized the use of the national industry in the fulfillment of defense equipment. So it requires the management of the defense industry management with other supporting industries. The concept of cluster development is divided into two based on the type of ownership, namely private industry with the concept of managing the shipping industry cluster. Meanwhile, the BUMN industry uses the concept of holding the National Shipbuilding and Heavy Industries industry.Keyword: Shipping Industry, Shipping Industry Development, Indonesian Defense, Indonesian Waters.
OPTIMALISASI PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTAHANAN KAPAL TANPA AWAK UNTUK TINDAKAN PERLAWANAN RANJAU SMART MINE Rendra Hariwibowo, Dwi Soediantono
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.100

Abstract

AbstrakPeperangan ranjau dibagi menjadi operasi Peranjauan dan operasi Tindakan Perlawanan Ranjau (TPR). Operasi TPR adalah semua tindakan yang dilakukan untuk melawan ranjau atau menetralisir ranjau yang disebar. Operasi TPR merupakan salah satu tugas yang dijalankan oleh Satuan Kapal Ranjau bersama dengan unsur- unsurnya. saat ini terdiri dari kapal-kapal Buru Ranjau (BR) dan Penyapu Ranjau (PR). Untuk peningkatan dari segi platform dan sewaco yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan operasi TPR. Beberapa negara telah mengembangkan teknologi yang lebih efektif dengan memanfaatkan Kapal tanpa awak yang dilengkapi peralatan dan sensor dengan kemampuan TPR. Namun hingga saat ini, Satran belum memiliki Kapal Tanpa Awak berkemampuan TPR. Oleh karena itu, peneliti menganggap perlu dilakukan penelitian untuk memilih Kapal Tanpa Awak yang tepat bagi Satuan Kapal Ranjau.Kata Kunci: Peperangan Ranjau, Tindakan Perlawanan Ranjau, Smart MineAbstractMine Warfare is divided into Mining Operations and Mine Countermeasure (MCM) Operations. MCM Operations are all actions taken to counter mines or neutralize sea mines. The MCM Operation is one of the tasks carried out by the vessels of the Mine Countermeasure (MCM) Squadron of Fleet Command. The vessels of the MCM Squadron currently consist of the Mine Hunting (MH) ships and the Minesweepers (MS). For Optimalize in their capabilities both in terms of platforms and sewaco which greatly affect the implementation of MCM Operations. Several countries have developed more effective technology by utilizing Unmanned Vessels equipped with equipment and sensors with MCM capabilities. Therefore, researchers consider it necessary to conduct research to select the right Unmanned Vessel for Mine Squadron of Fleet Command.Keywords: Mine Warfare, Mine Counter Measure, Smart Mine
PANDUAN OPERASIONAL PENEGAKAN HUKUM DI PERBATASAN LAUT RI - SINGAPURA DI WILAYAH KERJA PANGKALAN UTAMA TNI AL IV/TPI Suyadi, Mangisi Simanjutak, Priyonggo, Suharto
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.96

Abstract

AbstrakLetak geografis wilayah kerja Lantamal IV/TPI yang sangat strategis, karena terdapat Selat Malaka dan Selat Singapura yang merupakan Sea Lines of Trade (SLOT), Sea Lines of Communication (SLOC), dan choke points untuk jalur pelayaran internasional. Selat Singapura merupakan kawasan perbatasan laut RI - Singapura yang memiliki nilai strategis dan terdapat kawasan Outside Port Limits (OPL) atau yang biasa dikenal dengan kawasan Ship to Ship (STS), Traffic Sparation Scheme (TSS), keduanya berada di Selat Singapura dan Perairan kepulauan dan Zona Tambahan. Selat Singapura merupakan jalur laut di kawasan Asia Tenggara dan salah satu jalur laut yang dilalui ribuan kapal dari berbagai negara setiap tahunnya. Hal ini berdampak pada meningkatnya kejahatan transnasional. Meningkatnya jumlah tindak pidana yang terjadi di kawasan perbatasan RI-Singapura menimbulkan ancaman yang dapat mengganggu keamanan negara Indonesia. Tim Lantamal IV/TPI Fleet One Quick Response (F1QR) di bawah komando Danlantamal IV/TPI berhasil menggagalkan dan menangkap beberapa tindak pidana yang terjadi di Selat Malaka dan Selat Singapura. Kerjasama Lantamal IV/TPI dengan penegak hukum dari instansi manapun yang melakukan patroli di perbatasan laut RI-Singapura antara lain: PSDKP, Imigrasi, Polri, Bakamla RI, TNI AL, KPLP, Bea Cukai, sehingga bahwa mereka mampu melaksanakan tugas penegakan hukum dalam mendukung keamanan nasional.Kata Kunci: Selat Singapura, perbatasan laut, Lantamal IV/TPI, Kerja sama antar Aparat Penegak Hukum, Keamanan Nasional.AbstractThe geographical location of the working area of Lantamal IV/TPI Main Base is very strategic, because there are the Malacca Strait and the Singapore Strait which are sea lines of trade (SLOT), sea lines of communication (SLOC), and chokepoints for international shipping. The Singapore Strait is a maritime border area of RI - Singapore, which has a strategic value, there is also an Outside Port Limits (OPL) area or commonly known as the Ship to Ship (STS) area, Traffic Separation Scheme(TSS), both of which are located in Malacca Strait and archipelago Waters and Additional Zone. Singapura strait namely the sea route in the Southeast Asia region and is one of the sea routes that thousands of ships pass from various countries every year. This has an impact on the increase in transnational crime. The increasing number of criminal acts that occur in the RI-Singapore border area poses a threat that can disrupt the security of the Indonesian state. Lantamal IV/TPI Fleet One Quick Response (F1QR) Team managed to thwart and arrest several criminal acts that occurred in the Malacca Strait and the Singapore Strait. Lantamal IV/TPI cooperation with law enforcers from any agencies that carry out patrols at the RI-Singapore sea border include: Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Immigration, Police, Indonesian Cost Guard, Indonesian Navy, ministry of maritime transportation, Customs, so that they are able to carry out law enforcement duties in supporting national security.Keyword: Singapore Strait, the sea border, Lantamal IV/TPI, Cooperation with law enforcers, national security.
MODEL PENDANAAN INDUSTRI PERTAHANAN DAN PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA Yusman Efendi, Ruslan Arief
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.102

Abstract

AbstrakSebagai negara kepulauan posisi strategis Indonesia memiliki implikasi terhadap pengembangan kekuatan pertahanan guna menghadapi dinamisnya perubahan lingkungan strategis baik dalam tataran regional maupun secara global. Naiknya anggaran pertahanan negara-negara di Kawasan telah memberikan tantangan tersendiri bagi Indonesia seperti apa perencanaan kekuatan yang diharapkan oleh negara kepulauan terbesar di dunia ini. Kebijakan pemerintah dalam bidang industri pertahanan merupakan langkah strategis guna membangun kekuatan pertahanan di Kawasan yang secara langsung berimplikasi secara global terhadap perimbangan kekuatan. Industri pertahanan memiliki peranan yang sangat signifikan dihadapkan dengan perkembangan teknologi dewasa ini. Oleh karena itu, kebijakan terkait penganggaran dalam mewadahi kepentingan pembangunan kekuatan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diatur sedemikian rupa sehingga arah perencanaan pembangunan kekuatan dapat terwadahi secara maksimal dan tepat guna. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh serta memiliki keterkaitan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan sebuah negara dalam hubungannya dengan kebijakan industri pertahanan adalah sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia bersifat linear terhadap pembangunan kekuatan pertahanan. Oleh karena itu peningkatan kekuatan pertahanan selalu diikuti dengan peningkatan sumber daya manusia. Dalam tataran kebijakan, pemerintah memiliki peran yang sangat penting terhadap upaya alokasi pendanaan anggaran pertahanan guna mewujudkan sebuah Angkatan perang yang memiliki daya pukul yang besar.Kata kunci: kebijakan, penganggaran dan sumber daya manusiaAbstrackAs an archipelagic country, strategic position of Indonesian territory has an implication toward it defense power development in dealing with a dynamic changing of strategic environment not only in regional site but also global international vicinity. A rising defense budgeting of nations in regional area has brought a significant challenging to Indonesia related to its defense power planning. Indonesian government policy especially in term of defense industry has judged as strategic step to develop its defense power in regional area, which has a direct implication, In the global level related to defense balancing policy. Defense industry has a significant role in dealing with current technology development. Therefore, policy tied to defense budgeting to allocate defense power development interest should be arranged until defense power planning could be maximally allocated and on target.One of the factors that bring a significant impact in term of building a country defense power related to its defense industry policy is human resource. Rising human resource give an impact linearly toward defense power development. So, defense power development always followed by human resource improvement. In the strategic level policy, Indonesian government has an important role toward defense budgeting allocation effort to embody the strong Indonesian armed forces.Keywords: Policy, Defense Budgeting, Human Resource
STRATEGI BADAN KEAMANAN LAUT (BAKAMLA) DALAM MENCEGAH TERJADINYA KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI PERBATASAN NEGARA DITINJAU DARI POSISI STRATEGIS KEPULAUAN RIAU Widia Aprilia, Lukman Yudo Prakoso, Aries Sudiarso
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.97

Abstract

AbstrakSalah satu yang menjadi ancaman suatu kawasan perbatasan adalah kejahatan yang melintasi batas negara atau kejahatan transnasional (Transnational crime) yang muncul akibat kedekatan geografis wilayah suatu negara. Untuk mengatasi kejahatan transnasional tersebut, Bakamla melaksanakan operasi keamanan laut yang didukung oleh pendeteksian berbasis intelijen. Artikel ini ditulis bertujuan untuk meneliti bagaimana strategi Bakamla dalam mencegah kejahatan transnasional di wilayah perbatasan Kepulauan Riau. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu memberikan gambaran melalui data dan fakta-fakta yang ada. Sedangkan analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya adalah studi kepustakaan. Teknik tersebut adalah mengumpulkan data teori dan konsep dari internet berupa buku online dan jurnal artikel yang berhubungan dengan ruang lingkup penelitian sebagai landasan pemikiran dan pembahasan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari sejumlah permasalahan keamanan maritim, perlu disusun konsep strategi maritim Indonesia untuk menghadapi seluruh ancaman. Strategi maritim yang pertama adalah pada presence at sea yaitu merupakan kehadiran para penegak hukum di laut seperti Bakamla, TNI AL, dan KKP. Kedua adalah explore the sea yaitu mengeksplorasi, mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di ZEE maupun di landas kontinen sebagai strategi ekonomi maritim, dan trust build by sea sebagai strategi diplomasi maritim.Kata kunci: Transnasional, Transnational crime, BakamlaAbstractOne of the threats to a border area is crime that crosses national borders or transnational crimes that arise due to the geographical proximity of a region. To address these transnational crimes, Bakamla carries out maritime security operations supported by intelligence-based detection. This article was written to examine how Bakamla's strategy is to prevent transnational crime at the border with the Riau Islands. The research method used is descriptive, which provides an overview through existing data and facts. While the data analysis used qualitative data analysis with the data collection technique was literature study. The technique is collecting theory and concept data from the internet in the form of online books and journal articles related to the scope of research as a basis for thought and discussion. The results of the study state that from several maritime security issues, it is necessary to develop a concept of Indonesia's maritime strategy to deal with all threats. The first maritime strategy is presence at sea, which is the presence of law enforcement officers at sea such as Bakamla, TNI AL, and KKP. The second is explore the sea, namely exploring, exploiting natural resources in the EEZ and on the continental shelf as a maritime economic strategy, and trust build by sea as a maritime diplomacy strategy.Keywords: Transnational, Transnational crime, Bakamla
PEMBANGUNAN PANGKALAN MILITER CINA DI LAUT CINA SELATAN DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) Mangisi Simanjuntak
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.103

Abstract

AbstrakKonvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, dalam UNCLOS 1982 telah diatur mengenai pembagianpembagian wilayah laut dan penggunaanya bagi masyarakat internasional, seperti halnya laut lepas yang telah dinyatakan sebagai wilayah laut yang tidak boleh berada dikedaulatan negara manapun termasuk digunakan untuk keperluan pribadi negara, seperti halnya Cina yang membangun Pangkalan Militernya di wilayah Laut Cina Selatan yang merupakan laut lepas. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah penelitian yuridis-normatif dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan (Library Reasearch) yang berupa Perundang-undangan , buku-buku, serta jurnal maupun internet yang berkaitan dangan pokok permasalahan dalam peneilitian ini, serta menggunakan analisis data kualitatif. Cina menggunakan klaim historisnya yang dikenal dengan “Nine Dash Line”,dengan klaim ini Cina mengakui bahwa Laut Cina Selatan merupakan bagian dari yurisdiksinya dan Cina memiliki kehendak untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan di wilayah tersebut, untuk itu Cina melakukan pembangunan Pangkalan Militernya di Laut China Selatan tepatnya di Mischief Reef yang merupakan bagian dari Laut lepas bahkan hanya berjarak 250 mil dari Filipina dan jarak yang dimiliki dengan negara Cina cukuplah jauh, berdasarkan UNCLOS 1982 bahwa tindakan yang dilakukan oleh Cina tersebut telah bertentangan dengan UNCLOS 1982.Kata Kunci: Hukum Laut Internasional, Laut Cina Selatan, Laut Lepas, Pangkalan Militer, UNCLOS 1982Abstract1982 International Law of the Sea Convention or in English known as the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), in 1982 UNCLOS has regulated the division of marine areas and their use for the international community, such as the high seas which have been declared as sea areas that are not allowed to be under the sovereignty of any country, including those used for private purposes, such as China which builds its military base in the South China Sea which is the high seas. The research method used by the author in this study is juridicalnormative research with library research data collection methods in the form of legislation, books, journals and the internet related to the main problems in this research, and using qualitative data analysis. China uses its historical claim known as the "Nine Dash Line", with this claim China recognizes that the South China Sea is part of its jurisdiction and China has the will to carry out various activities in the region, for which China is building its military base in the China Sea. South, precisely on Mischief Reef which is part of the high seas, is even only 250 miles from the Philippines and the distance it has with China is quite far, based on UNCLOS 1982 that the actions taken by China were contrary to UNCLOS 1982.Keywords: International Law of the Sea, South China Sea, High Seas, Military Bases, UNCLOS 1982.
KONSEP PENGAMANAN INFORMASI UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Nur Cahyo Utomo, Achmad Faisol
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 1 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA VOLUME 10 NOMOR 1
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i1.98

Abstract

AbstrakRevolusi industri 4.0 membawa perubahan yang sangat besar terutama dalam penggunaan teknologi dan akses informasi. Penggunaan dokumentasi digital dan koneksi internet membuka peluang kebocoran informasi dan peretasan data. Pemerintah Indonesia menjamin keterbukaan informasi dan akses informasi publik melalui Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada peraturan tersebut dinyatakan hak atas akses informasi publik dan kewajiban bagi pemerintahan dan lembaga negara untuk menyediakan informasi publik. Penelitian ini membahas tentang pengamanan informasi Industri Pertahanan. Industri Pertahanan merupakan bagian dari perencanaan strategis pertahanan dan keamanan negara. Perlu adanya upaya pengamanan informasi Industri Pertahanan dalam menghadapi era keterbukaan informasi. Dalam tulisan ini disusun konsep pengamanan informasi BUMN Industri Pertahanan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Konsep ini terbagi dalam 4 tahapan yaitu 1) klasifikasi data, 2) klasifikasi hak akses, 3) SOP backup data, dan 4) perjanjian kerahasiaan data. Klasifikasi data membedakan tingkat kerahasiaan data dan derajat dalam informasi publik. Klasifikasi hak akses membedakan tingkatan akses user terhadap data dan informasi. SOP backup data mengatur tentang pengelolaan data backup dalam mengantisipasi kerusakan dan/atau kehilangan data asal/induk. Perjanjian kerahasiaan data mengatur tentang sanksi dan hukuman atas kesengajaan dan kelalaian yang mengakibatkan kebocoran data oleh karyawan. Dengan konsep pengamanan informasi Industri Pertahanan ini diharapkan mampu melindungi data dan informasi yang bernilai strategis dalam pembangunan pertahanan negara.Kata Kunci: pengamanan informasi, industri pertahanan, infromasi publik, pertahanan negara.AbstractThe industrial revolution 4.0 brought enormous changes, especially in the use of technology and access to information. The use of digital documentation and internet connection opens up opportunities for information leakage and data hacking. The Government of Indonesia guarantees information disclosure and access to public information through Undang-undang nomor 14 tahun 2008 in concerning of Public Information Disclosure. The regulation states the right to access public information and the obligation for governments and state institutions to provide public information. This study discusses the information security of the Defense Industry. The Defense Industry is part of the national defense and security strategic planning. There needs to be an action to secure the Defense Industry's information in facing the era of information disclosure. In this paper, the concept of information security for Defense Industry is formulated to face the industrial revolution 4.0. This concept divided into 4 stages, 1) data classification, 2) access rights classification, 3) data backup SOPs, and 4) data confidentiality agreement. Data classification distinguishes the level of data confidentiality and the degree to which public information is available. Classification of access rights distinguishes the level of user access to data and information. The data backup SOP regulates the management of backup data in anticipating damage and/or loss of original/master data. The data confidentiality agreement regulates sanctions and penalties for intentional and negligence that results in data leakage by employees. With the concept of information security, the Defense Industry is expected to be able to protect data and information of strategic value in the development of national defense.Keywords: information security, defense industry, public information, national defense.
ANALISIS PEMILIHAN RUDAL PERMUKAAN KE PERMUKAAN PADA KRI KELAS SAMPARI GUNA MENDUKUNG TUGAS TNI AL Joni Hari Purnomo
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 2 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i2.118

Abstract

AbstrakKapal Republik Indonesia (KRI) merupakan salah satu alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki oleh TNI AL. Pada tahun 2014 , TNI AL membangun kapal jenis Kapal Cepat Rudal (KCR) buatan PT PAL yang diberi nama KRI Kelas Sampari, memiliki beberapa kelebihan, baik dari segi platform maupun dari sistem sensor, weapons and command (sewaco) jika dibandingkan dengan KRI lainnya. Untuk meningkatkan kemampuan bertempurnya, KRI Kelas Sampari ini akan dilengkapi dengan rudal permukaan ke permukaan (Surface to Surface Missile/SSM) dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi asasinya sehingga diperlukan pemilihan alternatif rudal permukaan yang benar-benar tepat dan efektif. Pemilihan alternatif rudal permukaan memerlukan sebuah analisis dan identifikasi yang tepat terkait data-data dari alternatif rudal permukaan. Selain alternatif, nantinya akan diketahui juga kriteria dan subkriteria dalam pemilihan senjata rudal tersebut. Dalam pengambilan keputusan alternatif rudal tersebut, terdapat permasalahan dimana tidak dapat disusun dalam bentuk hirarki karena melibatkan interaksi dan dependensi elemen-elemen yang lebih tinggi tingkatannya terhadap elemen yang lebih rendah levelnya sehingga pada penelitian ini digunakan metode Decision Making Trial And Evaluation Laboratory (DEMATEL) dan Analytic Network Process (ANP) yang mempunyai kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria, subkriteria maupun alternatif. Dari hasil penelitian ini didapatkan alternatif jenis rudal permukaan yaitu Rudal C705 dengan subkriteria accuracy.Kata kunci: KRI Kelas Sampari, Decision Making Trial and Evaluation Laboratory (DEMATEL), Analytic Network Process (ANP), Alternatif, Senjata Atas Air, Kriteria Utama.AbstractThe Indonesian Warship (KRI) is one of the main weapons systems owned by the Indonesian Navy. In 2014, the Indonesian Navy built a Fast Missile Ship (KCR) made by PT PAL, named KRI Sampari Class, which has several advantages, both in terms of platform and sensor, weapons and command system (sewaco) when compared to other KRIs. To improve its combat capability, the Sampari class will be equipped with Surface to Surface Missile (SSM) with the aim of improving its basic functions necessary to select an alternative SSM that is truly precise and effective. Selection of alternative SSM requires analysis and proper identification of data from alternative SSM. In addition to alternatives, the criteria and sub-criteria in the selection of SSM will also be known. In making the alternative SSM decision, there are problems where it cannot be arranged in a hierarchical form because it involves the interaction and dependencies of higher-level elements on lower-level elements so this study the Decision Making Trial And Evaluation Laboratory (DEMATEL) method and Analytic Network Process (ANP) which has the ability to accommodate linkages between criteria, sub-criteria, alternatives. From this paper, an alternative type of SSM was obtained, namely the C705 missile with accuracy sub-criteria.Keywords: Decision Making Trial and Evalution Laboratory (DEMATEL), Analytical Network Process (ANP), Alternative, Surface to Surface Missile, Criterias, Subcriterias .
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN PANTAI PENDARATAN DALAM LATIHAN OPERASI AMFIBI DENGAN METODE BORDA DAN ELECTRE III Taryono .
Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) Vol 10, No 2 (2022): JURNAL MARITIM INDONESIA
Publisher : PUSJIANMAR SESKOAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52307/jmi.v10i2.114

Abstract

AbstrakIndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan 6.400.000 Km² dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu 8.300.000 Km² (Kemenkomarvest, BIG dan Pushidrosal, 2018). Hal tersebut yang mendasari pentingnya menjaga luas perairan termasuk garis pantainya dari ancaman musuh. Oleh karena Marinir selaku salah satu komponen utama TNI AL dengan tugas pokoknya sebagai pasukan pendarat dalam operasi amfibi maupun latihan guna menjaga kedaulatan NKRI. Dalam menentukan pilihan pantai pendaratan Marinir/TNI AL belum dilakukan secara perhitungan/ model matematis serta belum menggunakan suatu metode ilmiah, hal demikian dirasa perlu untuk membuat model pengambilan keputusan dalam kasus pemilihan pantai pendaratan dalam latihan operasi amfibi. Metode sistem pendukung keputusan yang sesuai dengan kasus tersebut adalah menggunakan pendekatan metode Borda untuk membobot kriteria-kriteria yang dipersyaratkan dan metode Electre III untuk menentukan outranking alternatif pilihan pantai pendaratan. Ada 11 (sebelas) kriteria dan 4 (empat) alternatif yang ditentukan dalam penelitian ini. Dari ke 11 kriteria yang memiliki bobot tertinggi yaitu kriteria Jenis Pantai (K1) dengan bobot 0,1389 atau 14%, sedangkan untuk alternatif rangking pertama terpilih alternatif 2 yaitu Pantai Pasieraja 1. Hasil Uji sensitifitas menunjukkan tidak terjadi perubahan ranking pada alternatif, dengan demikian model tersebut robust.Kata Kunci: Marinir, Borda, Electre III, Kriteria dan Alternatif.AbstractIndonesia is the largest archipelagic country in the world with an area of 6,400,000 km² of water from the area of the Unitary Republic of Indonesia (NKRI) which is 8.300,000 km² (Kemenkomarvest, BIG dan Pushidrosal, 2018). This is what underlies the importance of protecting the vast waters including the coastline from enemy threats. Because the Marines as one of the main components of the Navy with its main task as a landing force in amphibious operations and training to maintain the sovereignty of the Republic of Indonesia. In determining the choice of the Marine/TNI AL landing beach, calculations/mathematical models have not been carried out and have not used a scientific method, it is deemed necessary to make a decision-making model in the case of choosing a landing beach in amphibious operations exercises. The decision support system method that is suitable for this case is to use the Borda method approach to weigh the required criteria and the Electre III method to determine the alternative outranking of landing beach options. There are 11 (eleven) criteria and 4 (four) alternatives determined in this study. Of the 11 criteria that have the highest weight, namely the Beach Type criterion (K1) with a weight of 0.1389 or 14%, for the first alternative, alternative 2 is chosen, namely Pasieraja Beach 1. The results of the sensitivity test show that there is no change in ranking on the alternative, thus the model is robust.Keywords: Marines, Borda, Electre III, Criteria and Alternatives.