cover
Contact Name
Johanes Hasugian
Contact Email
johaneswhasugian@gmail.com
Phone
+6285265222617
Journal Mail Official
johaneswhasugian@gmail.com
Editorial Address
johaneswhasugian@gmail.com
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
IMMANUEL: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : 27216020     EISSN : 2721432X     DOI : 10.46305
Core Subject : Religion, Education,
IMMANUEL: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan pendidikan agama Kristen, dengan nomor ISSN: 2721-432X (online), ISSN: 2721-6020 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara, Medan. Focus dan Scope penelitian IMMANUEL adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Teologi Praktika Pendidikan Agama Kristen IMMANUEL menerima artikel dari dosen dan para praktisi teologi yang ahli di bidangnya, dari segala institusi teologi yang ada, baik dari dalam maupun luar negeri. Artikel yang telah memenuhi persyaratan akan dinilai kelayakannya oleh reviewer yang ahli di bidangnya melalui proses double blind-review. IMMANUEL terbit dua kali dalam satu tahun, April dan Oktober
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024" : 7 Documents clear
Peran Majelis Gereja dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat: Analisis 1 Timotius 3:8-13 Halawa, Iman Kristina; Sesatonis, Yos Adoni; Purwonugroho, Daniel Pesah
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.322

Abstract

This paper aims to explore the role of church elders in the spiritual growth of the congregation. The role of church elders is examined through the lens of 1 Timothy 3:8-13. Church elders are believers entrusted with significant responsibilities within a local church. It is essential that church elders exhibit good character and integrity, as their attitudes directly influence the spiritual life of the local church they serve. Church elders must align their lives with the truth of God’s Word. 1 Timothy 3:8-13 outlines the proper attitudes in the context of church ministry. These attitudes, as described in 1 Timothy 3:8-13, should be adopted and lived out by church elders. When elders embody these attitudes, their ministry will have a positive impact on the spiritual growth of the congregation. Through a qualitative descriptive method, it can be concluded that the attitudes in 1 Timothy 3:8-13 must be possessed and expressed in the lives of church elders. When these attitudes are cultivated and become integral to their character, the congregation will experience significant spiritual growth. AbstrakTulisan ini dibuat untuk menjelajahi peran majelis gereja dalam pertumbuhan rohani jemaat. Peran majelis gereja tersebut akan diperhatikan dalam perspektif 1 Timotius 3:8-13. Majelis gereja adalah orang percaya yang memegang pelayanan penting di dalam sebuah gereja lokal. Majelis gereja perlu memiliki sikap yang baik dan berintegritas. Kualitas sikap akan mempengaruhi kehidupan rohani dalam sebuah gereja lokal tempat majelis gereja melayani. Majelis gereja perlu membangun hidupnya sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. 1 Timotius 3:8-13 menunjukkan sikap-sikap yang tepat sesuai dengan konteks ayat tersebut dalam membangun sebuah pelayanan gereja. Sikap-sikap dalam 1 Timotius 3:8-13 perlu dimiliki dan dihidup oleh para majelis gereja. Saat para majelis gereja memiliki sikap seperti yang dinyatakan dalam 1 Timotius 3:8-13, maka pelayanan majelis gereja akan memberi dampak kepada pertumbuhan rohani jemaat. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, dapat disimpulkan bahwa sikap-sikap dalam 1 Timotus 3:8-13 harus dimiliki dan diekspresikan dalam kehidupan majelis gereja. Saat sikap tersebut terbangun dan menjadi karakter majelis gereja, maka jemaat akan mengalami pertumbuhan rohani yang signifikan.
Ice Breaking dalam Pembelajaran: Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Materi Pendidikan Agama Kristen Gulo, Betieli; Gulo, Rayani Arnidar; Zai, Anugerah Jaya; Hia, Sesilia; Gulo, Liami
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.324

Abstract

The average attention span of students in the process of teaching and learning activities in class is between ten and twenty minutes. After that, the teacher reacts to being sleepy, disturbing friends, being busy with his own activities, going in and out of class and sometimes finding it difficult to return to a conducive state. This problem is very serious and has the potential to reduce students' interest in learning about Christian Religious Education subject matter. The Ice breaking learning strategy is able to change a passive atmosphere into an active one. This strategy can be used by teachers to increase students' interest in receiving the material presented. This research aims to determine the effectiveness of the ice breaking learning strategy in increasing students' interest in learning and returning students' attention to Christian Religious Education material. This research uses qualitative research based on library research. Researchers search for and analyze research in the form of journals, proceedings, books and other articles related to the research title and then write them down as research results. From the results of the analysis, it was found that the application of the ice breaking learning strategy was able to develop and optimize students' brains and creativity, train them to think systematically to solve problems and increase their self-confidence. Therefore, teachers need to carefully consider using the ice breaker learning method and choose the type of ice breaker used based on the principles of motivation, synchronization, appropriate situation, and does not contain elements of SARA and pornography. AbstrakRata-rata rentang perhatian naradidik dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas antara sepuluh sampai dua puluh menit. Setelah itu, reaksi mengantuk, mengganggu teman, sibuk pada kegiatan sendiri, keluar masuk kelas ditemui guru dan terkadang sulit dikembalikan pada keadaan yang kondusif. Permasalahan ini sangat serius dan berpotensi mengurangi minat belajar siswa pada materi pelajaran pendidikan agama Kristen. Strategi belajar ice breaking mampu mengubah suasana yang pasif menjadi aktif. Strategi ini dapat digunakan oleh guru dalam meningkatkan minat siswa untuk menerima materi yang disampaikan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efetivitas strategi belajar ice breaking dalam meningkatkan minat belajar siswa serta mengembalikan perhatian siswa pada materi pendidikan agama Kristen. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif berbasis library research. Peneliti mencari dan menganalisis litertur penelitian dalam bentuk jurnal, prosiding, buku, dan artikel lainnya yang berkaitan dengan topik yang diteliti. Dari hasil analisis ditemukan bahwa penerapan strategi pembelajaran ice breaking mampu mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan berpikir dan kreatifitas siswa, melatih berfikir sistematis untuk memecahkan masalah serta dapat meningkatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu, guru perlu mempertimbangkan dengan matang untuk menggunakan metode pembelajaran ice breaking dan memilih jenis ice breaking yang digunakan berdasarkan prinsip motivasi, sinkronisasi, tepat situasi, dan tidak mengandung unsur SARA dan pornografi.
Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar: Kajian Teologis, Efektivitas dan Tantangan Guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Mendrofa, Arianto
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.327

Abstract

This research was carried out with the aim of analyzing theological studies regarding the challenges of PAK and Budi Pekerti teachers in the effectiveness of implementing the independent learning curriculum.  So the method used in this research is a descriptive quantitative approach to effectiveness. The research subjects were Christian students registered at Surakarta City Public Middle Schools, totaling 872 students. The results of data analysis showed that 29.9% stated that moral cultivation would be effective if taught by spiritual mentors in the Church. Meanwhile, 67.4% stated that teachers at school were very effective when instilling morals in their students. In implementing the Merdeka Curriculum, there are challenges for Religious Education and Character Teachers, namely the implementation of general education and the cultivation of character based on the six key dimensions of the Pancasila Student Profile competencies. AbstrakPenelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menganalisis survei efektivitas pelaksanaan kurikulum merdeka dan merdeka belajar dalam perspektif kajian teologi terhadap tantangan guru Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti.  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Subyek penelitian adalah siswa Kristen yang terdaftar di SMP Negeri se-Kota Surakarta yang berjumlah 872 siswa. Hasil analisa data menunjukkan 29,9% menyatakan bahwa penanaman moral akan efektif jika diajarkan oleh pembina rohani di Gereja. Sedangkan 67,4% menyatakan guru di sekolah sangat efektif apabila menanamkan moral kepada peserta didiknya. Dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar terdapat tantangan bagi Guru PAK dan Budi Pekerti yakni terjadinya general education dan penanaman budi pekerti mengacu pada keenam kompetensi dimensi kunci Profil Pelajar Pancasila.
Upaya Perdamaian Yakub dan Esau: Tafsir Naratif Kejadian 33:1-20 serta Relevansinya dalam Purpur Sage Suku Karo Sinukaban, Bertha Wandasari
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.325

Abstract

Living in peace is something many people in the world desire. However, human relationships as social beings living side by side with others are very prone to misunderstandings, disagreements, and conflicts, as in the brotherly relationship between Jacob and Esau. Moreover, there are long-lasting conflicts due to the lack of peacemaking efforts from the conflicting parties. This paper aims to examine Genesis 33:1-20 using a qualitative method with narrative interpretation that pays attention to narrative components such as: structure, setting (place, time), plot, characters (and characterization), conflict, style, and narrator. This study found that conflicts can be stopped with peacemaking efforts between the conflicting parties. Furthermore, this study also found that peace can be achieved when we see the faces of our neighbour as if seeing God's face. This paper also shows that the peacemaking efforts made by Jacob and Esau can provide a basic theological contribution to society, especially the Karo tribe, which recognizes a peacemaking effort called Purpur Sage. Through this research, the author hopes that readers will understand the meaning of the narrative of Jacob making peace with Esau in Genesis 33:1-20 and Purpur Sage in the Karo tribe that conflicts can be stopped with the efforts from the conflicting parties, thus creating peace. AbstrakHidup di dalam damai merupakan hal yang diinginkan banyak orang di dunia ini. Akan tetapi, relasi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain sangat rentan dengan kesalahpahaman, perselisihan dan konflik, seperti dalam relasi persaudaraan Yakub dan Esau. Selain itu, terdapat pula konflik-konflik yang berlarut-larut dikarenakan tidak adanya upaya perdamaian dari pihak yang berkonflik. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti Kejadian 33:1-20 menggunakan metode kualitatif dengan tafsir naratif yang memperhatikan komponen-komponen narasi, seperti: struktur, latar cerita (setting) tempat, waktu, alur cerita (plot), karakter (dan karakterisasi), konflik, gaya dan narator. Penelitian ini menemukan bahwa konflik dapat dihentikan dengan adanya upaya perdamaian antara pihak-pihak yang berkonflik. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa perdamaian dapat tercipta ketika kita melihat wajah sesama kita seperti melihat wajah Allah. Tulisan ini juga menunjukkan bahwa upaya perdamaian yang dilakukan Yakub dan Esau dapat memberikan kontribusi dasar teologis bagi masyarakat, secara khusus suku Karo yang mengenal upaya perdamaian yang disebut Purpur Sage. Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan agar pembaca memahami makna narasi Yakub berdamai dengan Esau dalam Kejadian 33:1-20 dan Purpur Sage dalam suku Karo bahwa konflik dapat dihentikan dengan upaya dari pihak-pihak yang berkonflik sehingga tercipta perdamaian.
Urgensi Standar Kompetensi Pendeta: Tinjauan terhadap Dokumen Standar Kompetensi Pendeta di Sinode Gereja Kristus Wattimury, Costansa; Surbakti, Pelita Hati
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.337

Abstract

The church in the Northern Hemisphere has been in a state of decline, while the church in the Southern was predicted to experience growth. In the context of Asia, including Indonesia and South Korea, this prediction does not seem to match reality. The level of congregational participation in some of the older churches in Indonesia is still low, some even very low. Will what happened to the church in the Northern also happen to the church in the Southern? One thing that can be done to avoid this is to hand over the leadership of the church to a leader or Pastor who is competent and relevant to the context of his time. Unfortunately, the two aspects have not received serious attention. Many churches do not have instruments to measure the two aspects. Among those who have it, it is also not sufficient because the instrument in question has not been compiled by considering the context. Through qualitative research, by collecting data through literature studies and interviews, this article shows that some of the above realities are indeed true. Specifically, this article takes the measurement instrument document used in the Synod of Gereja Kristus as a case study. At the end of this article, we propose a process of establishing competency standards for Pastors and the stages of making competency measurement instruments. AbstrakGereja di bagian bumi Utara telah mengalami kondisi yang memprihatinkan, sementara gereja di bagian Selatan diprediksi mengalami pertumbuhan. Dalam konteks Asia, termasuk Indonesia dan Korea Selatan, prediksi ini kelihatannya belum sesuai dengan realitas. Tingkat partisipasi jemaat di sejumlah gereja tua di Indonesia masih rendah, bahkan ada di antaranya sangat rendah. Akankah yang dialami oleh gereja di Utara juga akan dialami oleh gereja di Selatan? Salah satu yang bisa dilakukan untuk menghindarinya adalah menyerahkan kepemimpinan gereja kepada pemimpin atau Pendeta yang kompeten serta relevan dengan konteks zamannya. Sayangnya kedua hal di atas masih belum mendapat perhatian yang serius. Banyak gereja tidak memiliki instrumen pengukuran kedua aspek di atas. Di antara yang telah memilikinya juga belum cukup memadai oleh karena instrumen yang dimaksud belum disusun dengan mempertimbangkan konteks. Melalui penelitian kualitatif, dengan melakukan pengumpulan data melalui studi kepustakaan serta wawancara, tulisan ini memperlihatkan bahwa sejumlah realitas di atas memang benar adanya. Secara khusus tulisan ini mengambil dokumen instrumen pengukuran yang digunakan di lingkungan Sinode Gereja Kristus sebagai sebuah studi kasus. Pada bagian akhir tulisan ini, kami mengusulkan sebuah proses pembentukan standar kompetensi Pendeta serta tahapan pembuatan instrumen pengukuran kompetensinya.
Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Mengoptimalkan Kinerja Guru di Lembaga Pendidikan Masa Kini Kaudin, Elyes Sasep; Panjaitan, Firman
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.339

Abstract

Transformational leadership systems in educational institutions are needed to optimize teacher performance so that the education system can be developed. Through proper transformational leadership, every member of the education system will grow and develop in line with expectations. Therefore, every educational institution needs a strong transformational leadership model in order to optimize the performance of teachers and create good educational outcomes through the achievements of teachers and learners. By using descriptive qualitative methods, especially through the approach of open and in-depth interviews (deep interview), this study resulted in the finding that the pace of education in schools, as educational institutions, can not be separated with a strong transformational leadership system, because through a strong and appropriate transformational leadership, optimization of teacher performance can be achieved and student achievement will increase. Optimization of teacher performance along with increased student achievement, will create a school atmosphere as a very conducive place to develop themselves, both in terms of work and achievement. AbstrakTujuan dari studi ini adalah menunjukkan peran dari sistem kepemimpinan transformasional di lembaga pendidikan untuk mengoptimalkan kinerja guru di sebuah lembaga pendidikan. Melalui kepemimpinan transformasional yang tepat, setiap anggota yang ada dalam aras sistem pendidikan akan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan membutuhkan model kepemimpinan transformasional yang kuat agar dapat kinerja para guru dapat optimal dan menciptakan hasil pendidikan yang baik melalui prestasi dari para guru dan peserta didik. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, khususnya melalui pendekatan wawancara mendalam terbuka dan mendalam (deep interview), penelitian ini menghasilkan temuan bahwa laju pendidikan di sekolah, sebagai lembaga pendidikan, tidak dapat dipisahkan dengan sistem kepemimpinan transformasional yang kuat, karena melalui kepemimpinan transformasional yang kuat dan tepat, optimalisasi kinerja guru dapat tercapai dan prestasi siswapun akan semakin meningkat. Optimalisasi kinerja guru yang seiring sejalan dengan prestasi siswa yang meningkat, akan menciptakan suasana sekolah sebagai tempat yang sangat kondusif untuk mengembangkan diri, baik dalam hal bekerja maupun mencapai prestasi.
Membumikan Nilai dan Etika Politik Kristen dalam Teologi Titus 3:1-7 bagi Politikus Kristen Masa Kini Ngesthi, Yonathan Salmon Efrayim; Arifianto, Yonatan Alex; Indriana, Nining
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 5, No 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v5i2.323

Abstract

Many people of God feel reluctant or unwilling to discuss political ethics. Moreover, when Christians talk about politics, they will unilaterally stay away from it.  Because there is an assumption that Christianity should not be mixed with politics. Through this research, Christian politicians who are involved in politics can ground the values and ethics of Christian politics in the theology of Titus 3:1-7 for today's Christian politicians as a basis for building healthy political theological ethics. Using a descriptive qualitative method with a literature study approach, it can be concluded that grounding Christian political values and ethics in the theology of Titus 3:1-7 for today's Christian politicians requires an understanding and paradigm that Christian politicians can know the nature of politics and its interests. They can even understand the church and political challenges. So that politicians who live with integrity have attitudes and principles that are in accordance with Christian political values and ethics. Of course, Christian politicians must submit to the government and the law, which is to bring obedience in doing good deeds, not slander, not quarrel and be able to live in obedience. Not going astray, not being a slave to lust, not living in wickedness, not living in malice and hatred and certainly being able to appreciate grace. AbstrakBanyak umat Tuhan yang merasa sungkan atau tidak mau untuk membahas etika politik. Apalagi adanya orang Kristen bila berbicara tentang politik maka secara sepihak akan menjauhi hal tersebut.  Karena adanya anggapan bahwa kekristenan tidak boleh dicampuradukan dengan politik. Melalui penelitian ini maka politikus Kristen yang terjun dalam percaturan politik dapat membumikan nilai dan etika politik Kristen dalam teologi Titus 3:1-7 bagi politikus Kristen masa kini sebagai dasar dalam membangun etika teologis politik yang sehat. Menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur maka dapat disimpulkan membumikan nilai dan etika politik Kristen dalam teologi Titus 3:1-7 bagi politikus Kristen masa kini, diperlukan pengertian dan paradigma bahwa politikus Kristen dapat mengetahui hakikat politik dan kepentingannya. Bahkan mereka dapat memahami gereja dan tantangan politik. Supaya politikus yang hidup berintegritas memiliki sikap dan prinsip yang sesuai dengan nilai dan etika politik Kristen. Tentunya politikus Kristen harus tunduk kepada pemerintah dan hukum, yang memang untuk membawa ketaatan dalam melakukan perbuatan baik, tidak memfitnah, tidak bertengkar dan dapat hidup dalam Ketaatan. Tidak Sesat, tidak menjadi budak hawa nafsu, tidak hidup dalam kejahatan, tidak hidup dalam kedengkian dan keji serta kebencian dan tentunya dapat menghargai kasih karunia.

Page 1 of 1 | Total Record : 7