cover
Contact Name
Khairil Fazal
Contact Email
khairil.fazal@ar-raniry.ac.id
Phone
+6285373325237
Journal Mail Official
jurnal.abrahamic@ar-raniry.ac.id
Editorial Address
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Ar-raniry, Banda Aceh Indonesia Jalan Abdur Rauf Kopelma Darussalam, Gedung Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Lt. I, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Provinsi Aceh 23111, Indonesia
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN : 27977722     EISSN : 27976440     DOI : 10.22373/arj
Abrahamic Religions: Journal of Religious Studies is open access and peer review research journal published by the Study Program of Religions, UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Abrahamic Religions is a Journal of the Study Program of Religions and Religions as a forum for researchers, academics, professionals, practitioners, and students worldwide to share knowledge in the form of empirical and theoretical research studies, case studies, and literature reviews. Scope: Religion and Culture Conflict Resolution Religious Moderation Theology Religion and Science Philosophy of Religion Psychology of Religion History of Religions Sociology of Religion Religion and Ethics Religion and Literature Religion and Art Religion and Media Religion and Linguistics Religion and Health Religion and Globalization
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 2 No. 2 (2022)" : 8 Documents clear
KEBERAGAMAN PADA KELOMPOK PENGGEMAR K-POP DI INDONESIA Hidayat, Muslim; Ahmadiyati, Jihan Nurrizki; Sulistiyani, Ratna; Vebryana, Lukluk Chaeratunnisya; Azzahra, Yumna; Bobihu, Nursyahdina Al-Rahmah; Maknuna, Luluk
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.12194

Abstract

Hallyu or Korean cultural wave has become a cultural force in Asia and began to export its cultural products widely to the Middle East, Europe, South America, Africa and North America. Korean pop music or better known as K-pop has now succeeded in placing it self in the global market and producing a new musical sensation. K-pop has the characteristics of music that can provide its own pleasure for the audience, so that this type of music is increasingly favored and consumed by many people regardless of gender or age range. Individuals in early adulthood tend to have a strong attraction to celebrities in their lives, such as pop idols, movie stars, and the like. This will eventually give rise to fan groups who are the most visible part of the audience of cultural texts and practices dominated by people in early adulthood. Fan groups that appear in K-pop culture are called K-popers (K-pop Lovers) or the K-pop community who hunts for all information about their favorite K-pop idols such as groups of singers and Korean music groups commonly referred to as Boy Bands and Girlbands. This study aims to determine the process of forming social groups and how the phenomenon of K-pop fan groups in the process of group formation is viewed from the point of view of social psychology. The method used in this research is to use a literacy study method or commonly referred to as a literature study, where the data obtained are sourced from recording and processing the research data obtained.Abstrak Hallyu atau gelombang budaya korea telah menjadi kekuatan budaya di Asia dan mulai mengekspor produk budayanya secara luas hingga ke Timur Tengah, Eropa, Amerika Selatan, Afrika dan Amerika Utara. Musik pop Korea atau lebih dikenal sebagai K-pop kini berhasil menempatkan diri di pasar global dan menghasilkan sensasi musik yang baru. K-pop memiliki ciri khas musik yang dapat memberikan kesenangan tersendiri bagi para penikmatnya, sehingga jenis musik tersebut semakin digemari dan dikonsumsi oleh banyak orang tanpa membedakan jenis kelamin maupun rentang usia. Individu pada masa dewasa awal cenderung memiliki ketertarikan yang kuat terhadap selebritas dalam kehidupannya, seperti idola pop, bintang film, dan semacamnya. Hal ini pada akhirnya akan memunculkan kelompok penggemar yang merupakan bagian paling tampak dari khalayak teks dan praktik budaya yang didominasi oleh orang-orang pada tahap dewasa awal. Kelompok penggemar yang muncul dalam budaya K-pop disebut dengan K-popers (K-pop Lovers) atau komunitas K-pop yang berburu segala informasi tentang idola K-pop yang disukainya seperti kelompok penyanyi dan grup musik Korea yang biasa disebut dengan Boy Band dan Girl Band. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembentukan kelompok sosial dan bagaimana fenomena kelompok penggemar K-pop dalam proses pembentukan kelompok yang dirtinjau dari sudut pandang ilmu psikologi sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode studi literasi atau biasa disebut juga sebagai studi kepustakaan, dimana data yang diperoleh bersumber dari mencatat dan mengolah data penelitian yang didapatkan. 
AGAMA DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DI ERA MODERN Andika, Andika
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.12556

Abstract

Religion is a belief that has existed since humans on the surface of the Earth. As time goes by and the development of the times, religion is eternal and eternal in human life. However, religion which was originally eternal and eternal in human life was met with the progress of the times as time passed from time to time so as to bring together religion and technology. Technology is one of the results of the times in life, from time to time technology continues to develop and provide the latest innovations in human life. Along with the rapid development of technology developed by humans, so that it can deliver humanity to an era or era called the modern era. Therefore, it is necessary to conduct a study of religion and technological developments in the modern era. This study aims to determine that religion is not a barrier to humans in the modern era. Instead, religion is a controller in human life so that humans do not lose their way when thinking and acting with their minds. This research uses descriptive analysis methods through literature study. The results of this study are that religion is not an obstacle to technological development in the modern era because the role of religion in life cannot be replaced. This study concludes that religion provides space for its adherents to think and act by standardizing it to religion.AbstrakAgama adalah sebuah kepercayaan yang telah ada sejak manusia di permukaan Bumi. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, agama senantiasa abadi dan kekal dalam kehidupan manusia. Namun demikian, agama yang awalnya senantiasa abadi dan kekal dalam kehidupan manusia dipertemukan dengan kemajuan zaman seiring berjalannya waktu dari masa ke masa sehingga mempertemukan agama dan teknologi. Teknologi merupakan salah satu dari hasil perkembangan zaman dalam kehidupan, dari waktu ke waktu teknologi terus berkembang dan memberikan inovasi-inovasi terbaru dalam kehidupan manusia. Seiring pesatnya perkembangan teknologi yang dikembangkan oleh manusia, sehingga bisa mengantarkan umat manusia ke zaman atau era yang disebut dengan era modern. Oleh demikian itu, perlu untuk melakukan kajian terhadap agama dan perkembangan teknologi di era modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa agama bukan penghambat manusia di era modern. Justru, agama merupakan pengendali dalam kehidupan manusia supaya manusia tidak kehilangan arah ketika berfikir dan bertindak dengan akal pikirannya. Oleh demikian itu, agama menjadikan manusia tidak liar dalam menjalani kehidupannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis melalui studi pustaka. Hasil dari penelitian ini bahwa agama bukanlah penghambat perkembangan teknologi di era modern sebab peran agama dalam kehidupan tidak bisa tergantikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa agama memberikan ruang bagi pemeluknya dalam berfikir maupun bertindak dengan menstandarisasikannya kepada agama.
LIBERALISME DALAM PEMIKIRAN ISLAM Sinta Dewi, Ning Ratna
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.12827

Abstract

Liberalism is a study that discusses the issue of freedom or rather the understanding of the freedom inherent in every human being. Free attitude in this case is not only limited to the issue of belief in God alone, but this free attitude includes all aspects that exist in oneself, actions and thoughts that are owned by every human being. Islam itself teaches its followers to have a liberal attitude, in this case the intended liberal must be adapted to the teachings that apply in the Islamic religion. Likewise with thoughts, where every human being has different thoughts, and as long as these thoughts do not violate the applicable religious rules, then that thinking deserves to be maintained and even developed for progress.AbstrakLiberalisme merupakan kajian yang membahas persoalan kebebasan atau lebih tepatnya paham tentang kebebasan yang melekat pada diri setiap manusia. Sikap bebas dalam hal ini tidak hanya sebatas tentang persoalan keyakinan kepada Tuhan semata, namun sikap bebas ini meliputi segala aspek yang ada dalam diri, perbuatan dan juga pemikiran yang dimiliki oleh setiap manusia. Islam sendiri mengajarkan kepada pengikutnya untuk memiliki sikap liberal, dalam hal ini liberal yang dimaksud harus disesuaikan dengan ajaran yang berlaku dalam agama Islam tersebut. Begitu juga halnya dengan pemikiran, dimana setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda-beda, dan selama pemikiran tersebut tidak menyalahi aturan agama yang  berlaku, maka pemikiran itu layak untuk dipertahankan bahkan dikembangkan  demi kemajuan. 
GAYA HIDUP MINIMALIS SEBAGAI PENGAMALAN ILMU ESKATOLOGI DALAM MENGINGAT HARI AKHIR DAN AKHIRAT Putri, Rahmadila Dania; Wasik, Abdul
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.13402

Abstract

Eschatology is part of theology that discusses the last days, in Islamic teachings eschatology is closely related to the faith of a Muslim in the last days. And for a Muslim faith must be in line with the existence of evidence in the form of practice in everyday life that reflects an eschatology or faith in the last days. The practice of a science is very important because it will provide many benefits and significant developments for human life. Actually, there are many ways to practice and imply faith in the hereafter and eschatology, one of which is living a minimalist life. Then how can a minimalist life be said to be a practice of eschatology in remembering the last days or the afterlife. In this article, we will discuss this matter using qualitative research methods, in the form of literature review and literature study. The results of this study show that minimalist living can be used as the practice of eschatology in remembering the afterlife, because minimalist life is basically similar to qanaah and zuhud life, both of which focus on the afterlife. It also turns out that a minimalist life has been recommended from the beginning in Islamic teachings, namely living as simply as possible and not exaggerating in pursuing the world, and increasing practices to improve the quality of the afterlife.AbstrakIlmu eskatologi merupakan bagian dari ilmu teologi yang membahas mengenai hari akhir, pada ajaran Islam ilmu eskatologi erat kaitannya dengan keimanan seorang muslim kepada hari akhir. Dan bagi seorang muslim keimanan itu harus sejalan dengan adanya pembuktian berupa pengamalan dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan suatu ilmu eskatologi atau keimanan pada hari akhir. Pengamalan suatu ilmu sangat penting karena akan memberi manfaat yang banyak dan perkembangan yang signifikan bagi kehidupan manusia. Sebenarnya banyak cara dalam mengamalkan dan mengimplikasikan iman kepada hari akhir dan ilmu eskatologi, salah satu diantaranya adalah hidup minimalis. Lalu bagaimana bisa hidup minimalis dikatakan sebagai sebuah pengamalan ilmu eskatologi dalam mengingat hari akhir ataupun alam akhirat. Pada artikel ini akan dibahas mengenai hal tersebut dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, berupa kajian pustaka dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini ternyata hidup minimalis bisa digunakan sebagai pengamalan ilmu eskatologi dalam mengingat akhirat, karena hidup minimalis pada dasarnya mirip dengan qanaah dan hidup zuhud, dimana sama-sama memfokuskan diri untuk kehidupan akhirat. Juga ternyata hidup minimalis memang sudah dianjurkan dari dahulu pada ajaran islam, yaitu hidup sesederhana mungkin dan tidak berlebih-lebihan dalam mengejar dunia, serta memperbanyak amalan untuk meningkatkan kualitas kehidupan akhirat.
KONTROVERSI ANTARA ULAMA SYARIÁT DENGAN ULAMA TASAWUF Nur, Faisal Muhammad
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.13403

Abstract

Sufism is part of Islamic Shari'a and is also the spirit of Islamic Shari'a. Sufi spiritual teachings can be used as a solution to overcome various kinds of problems in human life and can maintain harmony both internally and between religious communities, because the foundation of Sufis is love and compassion (mahabbah). In essence there is no dispute between fiqh scholars and Sufism scholars because these two scientific elements are included in the joints and foundations of Islamic Shari'a, fiqh scholars guard Shari'a outwardly while Sufism scholars guard Shari'a inwardly (spirit), like the two wings of a bird that need each other. one another. ABSTRAKTasawuf merupakan bagian dari Syariát Islam dan juga merupakan ruh dari Syariát Islam. Ajaran spiritual sufi dapat dijadikan sebagai solusi untuk menanggulangi berbagai macam problematika kehidupan manusia serta dapat menjaga kerukunan baik intern maupun antar ummat beragama, karena pondasi dari sufi adalah cinta dan kasih sayang (mahabbah).  Pada hakekatnya tidak ada perselisihan antara ulama  fiqih dengan ulama tasawuf karena kedua elemen keilmuan ini termasuk dalam sendi-sendi dan pondasi Syariát Islam, ulama fiqih menjaga Syariát secara lahiriah sedangkan ulama tasawuf menjaga Syariát secara batiniah (ruh), bagaikan kedua sayap burung yang saling membutuhkan satu sama lain.
KOSMOLOGI HARUN YAHYA DAN KRITIKNYA TERHADAP MATERIALISME: INTEGRASI AGAMA DAN SAINS Juwaini, Juwaini; Rahmasari, Lilis Suci
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.13404

Abstract

This study aims to discuss the concept of cosmology Harun Yahya in the Koran with the theory (Big Bang) and his criticism of the concept of materialist cosmology. This paper uses library research and analysis of the character's thoughts, starting with examining all available data from primary sources, namely Harun Yahya's book, entitled "The Creation of Nature" and other secondary sources related to Harun Yahya's cosmological concepts. The results showed that Harun Yahya did the integration between religion and science. The integration that he did was the integration of the concept of cosmology version of the Koran with the concept of cosmology version of the Big Bang theory. According to him, the Qur'anic version of the concept of cosmology is very much in line with what is conveyed in the Big Bang theory. One of its relevance is to both mention that the universe began from nothing and has an end point. In contrast to the cosmological concept of materialists who explain that this universe has no beginning and no end. Furthermore, the concept of materialism claims that the universe is only filled with matter that is visible to the five senses, there is no room for spirit and God. This is in accordance with the statement that does not assume the existence of God (atheism). Therefore, with this integrative paradigm, a harmonious and harmonious life should be built between religion and science, by no longer creating a "gap" between the two. Because both are valid science and a coherent source of truth for the world.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk membahas tentang konsep kosmologi Harun Yahya di dalam Alquran dengan teori (Big Bang) dan kritikannya terhadap konsep kosmologi materialis. Tulisan ini mengunakan penelitian kepustakaan dan analisis pemikiran tokoh dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari sumber primer yaitu buku karya Harun Yahya, yang berjudul “Penciptaan Alam” dan sumber sekunder lainnya yang berhubungan dengan konsep kosmologi Harun Yahya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harun Yahya melakukan pengintegrasian antara agama dan sains. Pengintegrasian yang beliau lakukan adalah integrasi konsep kosmologi versi Alquran dengan konsep kosmologi versi teori Big Bang. menurutnya, konsep kosmologi versi Alquran, sangat selaras dengan apa yang disampaikan dalam teori Big Bang. Salah satu relevansinya adalah sama-sama menyebutkan bahwa alam semesta berawal dari ketiadaan dan memiliki titik akhir. Berbeda dengan konsep kosmologi kaum materialis yang  menjelaskan bahwa alam semesta ini tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir. Selanjutnya konsep materalisme mengklaim, bahwa alam semesta ini hanya di isi oleh materi-materi yang tampak secara panca indera saja, tidak ada ruang bagi roh dan Tuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tidak menganggap adanya eksistensi Tuhan (ateisme). Oleh sebab itu, dengan paradigma integratif ini, sudah seharusnya dibangun kehidupan yang rukun dan harmonis antara agama dan sains, dengan tidak lagi membuat “gap” antar keduanya. Karena keduanya merupakan ilmu valid dan sumber kebenaran koheren bagi dunia. 
TRADISI DAN BUDAYA TOLERANSI DALAM TINJAUAN SEJARAH DI ACEH Nurlaila, Nurlaila
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.13892

Abstract

The discussion of tolerance has become a hot topic discussed in various studies, both in the form of writing and verbally through various dialogues and forums. Tolerance is an easy topic to discuss in sharing forums, but in its realization and application there is still a lot to learn. The problem of tolerance is a test in itself in society, because although there are many scientific studies that discuss the necessity and obligation of a culture of tolerance in society. But in reality tolerance is always a problem in realizing it. This sometimes becomes difficult in its realization because it is found that there are still many citizens, groups or even certain cultures who are intolerant in various ways. Aceh, an area that applies Islamic law in Indonesia, is a test in itself in implementing a culture of tolerance in Aceh. There were several cases that caused Aceh to become intolerant, starting from the DI/TII rebellion in 1953 which was intolerant of Indonesia, the displacement of other ethnic groups during GAM's burning of houses of worship in Aceh and various other cases that indicated that Aceh was intolerant. Seeing this reality, this study wants to see another angle on the problem of tolerance in Aceh. The author sees from the perspective of culture and history, Aceh is very tolerant in religious matters. So that in the course of Aceh's history they can live, do business, diplomacy and discuss with various religions.AbstrakPembahsan tentang toleransi  menjadi topik yang hangat di bicarakan dalam berbagai kajian baik di berupa tulisan, maupun pembicaraan secara lisan lewat bergai dialog dan forum. Toleransi menjadi topik yang mudah untuk di bahas dalam berbagi forum namun dalam perwujudan dan aplikasinya masih harus terus banyak belajar. Masalah toleransi menjadi ujian tersendiri dalam masyarakat, karena meski banyak kajian ilmiah yang membahas harus, perlu dan wajibnya budaya toleransi dalam bermasyarakat. Namun kenyataannya toleransi selalu terjadi masalah dalam mewujudkan. Hal tersebut kadang menjadi susah dalam perwujudannya karena didapati masih banyak warga, kelompok atau bahkan budaya tertentu yang bersikap intoleran dalam berbahai hal.  Aceh sebuah daerah yang menerapkan syariat Islam di Indonesia menjadi ujian tersendiri dalam menerapakan budaya toleransi di Aceh. Ada beberapa kasus yang menyebabkan Aceh menjadi in toleran mulai dari pemberontaka DI/TII tahun 1953 yang tidak toleran dengan Inonesia, pengusian etnis lain pada saat  GAM pembak aran rumah ibadah  di Aceh dan berbagai kasu lain yang mengindikasikan Aceh intoleran. Melihat realitas tersebut kajian ini ingin melihat sudut lain dari permasalah toleransi di Aceh. Penulis melihat dari kaca mata budaya dan sejarah dulu, Aceh sangat toleran dalam masalah agama. Sehingga  dalam perjalanan sejarah Aceh bisa hidup, berbisnis, berdiplomasi dan berdiskusi dengan berbagai Agama. 
MODERASI BERAGAMA DALAM AGAMA KONGHUCHU Mawardi, Mawardi
Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Prodi Studi Agama-Agama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/arj.v2i2.14585

Abstract

Mutual respect and mutual respect is an attitude that must be owned by everyone to realize a tolerance. Tolerance is the most important aspect of social life. Where in social life of course everyone wants a safe, peaceful, and peaceful life. In terms of the teachings of religious moderation, it is not only belonging to one particular religion, but various religions and even world civilizations also have things like that. This study concludes that religious moderation is necessary, especially now that religious moderation aims to create a generation that is moderate and not easily influenced by radical ideas spread from cyberspace. As in Confucianism, this ethnic Chinese religion also upholds a sense of tolerance. This is done on the grounds that differences are certain things and differences should not be to divide but to complement each other.AbstrakSaling menghargai dan saling menghormati adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk terwujudnya suatu toleransi. Toleransi merupakan aspek terpenting dalam hidup bermasyarakat. Dimana dalam hidup bermasyarakat tentu semua orang menginginkan hidup yang aman, tentram, dan damai. Dalam hal ajaran moderasi agama bukanlah hanya kepunyaan satu agama tertentu saja, melainkan berbagai agama bahkan peradaban dunia juga mempunyai hal seperti itu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa moderasi beragama sangat diperlukan apalagi saat ini moderasi beragama bertujuan agar mencetak generasi yang moderat dan tidak gampang terpengaruh oleh paham-paham radikal yang disebarkan dari dunia maya. Seperti halnya didalam agama Khonghucu, agama etnis Tionghoa ini juga menjunjung tinggi rasa toleransi. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa perbedaan merupakan hal yang pasti adanya dan perbedaan seharusnya tidak untuk memecah belah melainkan untuk saling melengkapi

Page 1 of 1 | Total Record : 8