cover
Contact Name
Firdaus Noor
Contact Email
jurnalurban@pascasarjanaikj.ac.id
Phone
+6221-3159687
Journal Mail Official
jurnalurban@pascasarjanaikj.ac.id
Editorial Address
Jl. Cikini Raya No. 73 Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Urban : Jurnal Seni Urban dan Industri Budaya
ISSN : 26142767     EISSN : 28283015     DOI : -
Urban: Jurnal Seni Urban is published twice a year (Apr and October) issued by the Postgraduate School of the Jakarta Institute of the Arts. Urban provides open access to the public to read abstract and complete papers. Urban focuses on creation and research of urban arts and cultural industries. Each edition, Urban receives a manuscript that focuses on the following issues with an interdisciplinary and multidisciplinary approach, which are: 1. Film 2. Television 3. Photograph 4. Theatre 5. Music 6. Dance 7. Ethnomusicology 8. Interior Design 9. Fine Arts 10. Art of Craft 11. Fashion Design 12. Visual Communication Design 13. Literature
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No.2: Oktober 2017" : 7 Documents clear
Film Fiksi.: Antara Identitas Film Nasional dan Sinema Pasca-Orde Baru Nariswari, Fitria Sis
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.13

Abstract

he term ‘national film’ has a long history, and in some circles is a subject of debate, going to the terms “Third Cinema” and “First Cinema”. The basic question with what is called ‘national film’ will be discussed in this paper, by analyzing the film Fiksi. (2008). The choice of this movie is based on its director, who is a woman, and was produced after the New Order. This paper discusses how a post-New Order women-directed film tries to create a ‘national film’ identity. Furthermore, the writer tries to analyze the question of women representation in the Fiksi. film or a sharp distinction between the New Order film discourse and Fiksi. This film shows a cautious approach towards the ‘national film’ identity, even though it is filled with various gender and social issues. As a post-New Order cinema, this film is lucky in that it did not have to face censorship on its critique. Istilah film nasional ini pun memiliki sejarah panjang dan menjadi perdebatan di beberapa kalangan dengan mengacu pada istilah “Sinema Ketiga” dan “Sinema Pertama”. Pertanyaan mendasar dengan apa yang disebut dengan film nasional akan dibahas dalam tulisan ini dengan menganalisis film Fiksi. (2008). Pemilihan film ini juga didasari atas film yang bersutradara perempuan dan yang diproduksi pasca-Orde Baru. Tulisan ini membahas bagaimana sebuah film pasca-Orde Baru yang disutradarai perempuan berupaya untuk memiliki identitas sebagai film nasional. Selain itu, pertanyaan tentang bagaimana representasi perempuan pada film Fiksi. atau adakah perbedaan yang mencolok antara wacana film Orde Baru dan film Fiksi., terutama dalam hal representasi perempuan juga akan muncul. Film ini kemudian menunjukkan identitas sebagai film nasional yang masih gamang meskipun di dalamnya sarat isu gender dan isu-isu sosial. Sebagai sinema pasca-Orde Baru, film ini beruntung karena tidak perlu terkena sensor atas kritiknya.
Zootopia: Kontestasi Dalam Multikultur Ayu, Ardianti Permata
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.7

Abstract

Film is an effective communication media to deliver an ideology. Disney as a producer which contributed significantly in film industry – which is making film continuously with diverse background and theme – trying deliver problems and changes in society. Zootopia (2016) as one of its products is animation film which represent urban problems by featuring heterogeneous animal society. In this film, animals have modern minded and have an agreement to live together and no longer prey on one another. By cultural studies, this paper examines that how the multiculturalism works in heterogeneous society, and how the contestation (rights and space) happens on multiculturalism in urban city called Zootopia. Film merupakan media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan sebuah ideologi. Disney sebagai produsen yang berkontribusi secara signifikan di industri perfilman dunia - terus membuat film dengan latar dan tema yang beragam - mencoba menyampaikan permasalahan dan perubahan yang ada di masyarakat. Salah satunya Zootopia (2016), merupakan produk film animasi yang merepresentasikan permasalahan-permasalahan di kota urban melalui masyarakat (para hewan) yang heterogen. Dalam film ini, digambarkan para hewan sudah berpikiran modern dan memiliki kesepakatan untuk hidup berdampingan dan tidak lagi saling memangsa. Melalui pendekatan cultural studies, tulisan ini mengkaji bagaimana wacana multikulturisme berjalan di masyarakat heterogen, serta bagaimana kontestasi hak dan ruang muncul dalam multikulturime di kota urban bernama Zootopia.
Merayakan Perubahan Damono, Sapardi Djoko
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.8

Abstract

Belle Dalam Dua Dunia: Animasi Beauty And The Beast Tahun 1991 dan Film La Belle Et La Bête Tahun 2014 Jinanto, Damar
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.9

Abstract

The ideology of a text can be seen in a story, and one can see the message behind a story, even though the story is a popular one that can be reused in many versions. Theories within the framework of media adaptation can be used to interpret changing ideologies behind a text that transformed alongside developing issues, even if the story is only told in a different medium. This is visible on the French popular folktale, La Belle et La Bête (Beauty and the Beast), that was adapted into animation film by Walt Disney Pictures (1991), and the live action French film by Christophe Gans (2014). The battle of ideologies can be seen through the reconstruction of Belle’s story by Walt Disney Pictures, through Belle’s leitmotif, and Christophe Gans’s deconstruction that he did by removing, changing, or adding narrative and cinematographic materials that were present in the Disney version. Ideologi teks dapat tampak di sebuah karya agar mampu ditemukan pesan yang ingin disampaikan walaupun ceritanya merupakan sebuah cerita populer yang dapat dibuat berulang kali dalam berbagai versi. Kajian alih wahana untuk membaca ideologi teks yang berbeda dapat dikaitkan dengan isu yang sedang berkembang di zamannya, walaupun dengan cerita yang diangkat dari sumber yang sama. Hal ini terjadi pada dongeng populer Prancis, La Belle et La Bête (Beauty and the Beast) yang dialihwahanakan menjadi animasi oleh Walt Disney Pictures tahun 1991 dan film Prancis versi live action karya Christophe Gans tahun 2014. Pertarungan ideologi terlihat dari rekonstruksi kisah Belle oleh Walt Disney Pictures melalui leitmotif karakter Belle dan dekonstruksi yang dilakukan Christophe Gans dengan menghilangkan, mengubah, atau menambahkan materi naratif dan sinematografis yang sudah dibangun di versi animasi Disney.
Yogyakarta Urban Women: Expression Of Cultural Values Through Contemporary Jewelry In Experimental Installations And Live Performances Hendranto, Dhyani
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.10

Abstract

Women have been seen as being capable in maintaining a spiritual and physical balance allowing them to exist as part of the community. Their harmonious spiritual, moral, intellectual and psychological achievements are a form of true perfection, and are desirable by every woman as represented by symbols which are considered to represent the ‘soul’ of Java urban women. The selected inspirational objects are packed to have meanings as well as aesthetic values and to deliver motivational, inspiring messages. The creation process of generating forms, structures, selections of color and material, and also movement, is the visual language that communicates the artists’ aspirations. This artwork shows the artist’s creative characters; essentially every human being has creative potentials that could lead to the finding of his or her own original personal concepts that would eventually give birth to innovative and varied artworks. The theme of women who are members of our community possesses the potential to be expanded broadly, so that it will become a priority issue and that it will receive due attention, as women are a major stakeholder in the continuity of humanity. The way women struggle to achieve balance, in the midst of existing values and stereotyping is a remarkable feat, and the artist, as a woman, tries to visualize all their feelings in the creation of this work. Perempuan dipandang mampu menjaga keseimbangan spiritual dan fisik, sehingga mereka dapat eksis sebagai bagian dari masyarakat. Pencapaian spiritual, moral, intelektual, dan psikologis mereka adalah sebentuk kesempurnaan yang nyata dan merupakan suatu hal yang diinginkan setiap perempuan sebagaimana ditampilkan dengan simbol-simbol yang dianggap merepresentasikan ‘jiwa’ perempuan urban Jawa. Obyek-obyek inspiratif yang dipilih dianggap memiliki makna serta nilai estetika, serta mampu menyampaikan pesan-pesan motivasional dan menginspirasi. Proses penciptaan bentuk dan struktur, pemilihan warna serta material, serta bentuk, adalah bahasa visual yang menyampaikan aspirasi sang seniman. Karya seni menampilkan sifat seorang seniman dengan sangat jelas. Pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi kreatif yang mampu menciptakan karya seni yang inovatif dan berbeda- beda. Tema peran perempuan dalam masyarakat perlu diperluas agar menjadi isu prioritas dan mendapat perhatian yang diperlukan, karena perempuan adalah stakeholder besar dalam kelanjutan kemanusiaan. Cara perempuan menciptakan keseimbangan, di tengah-tengah nilai yang sudah ada dan stereotyping, sangat menakjubkan dan sang seniman, sebagai seorang perempuan, mencoba untuk memvisualisasikan seluruh perasaannya dalam penciptaan karya ini.  
Retno Maruti, Sebuah Catatan Perjalanan dari Panggung Ramayana Prambanan Hingga Padneçwara Nostalgia, Genoveva Noirury
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.11

Abstract

This paper is an analysis of the creative process done by Retno Maruti when making his dance work. I focus on Maruti’s work, titled Legong Calonarang. This work is a collaboration between Retno Maruti and Bulantrisna Djelantik; it combines bedhaya, one dance that originated from Java, with legong, a type of Balinese dance. In the work, Maruti shows the black-and-white, either/or concept of good and evil that makes the two sides of the coin of a human life. The bedhaya dance from Java, as well as the legong from Bali, are two dances that contrast in all forms, whether it be moves, music, and costume. The combination of Java and Bali is an excellent, innovative combination, that does not eliminate the feel from each origination. My research concludes with the view that the creative process done by Retno Maruti is an effort to preserve traditional arts in the middle of modernization, while still keeping the philosophy within. It can also be said that Maruti’s work is a traditional dance that is modern. Her creative process is based on her experience as a dancer who grew up in the Surakarta court, and who started her professional career by joining the Sendratari Ramayana Prambanan, in 1961. Paper ini merupakan kajian tentang sebuah proses kreatif yang dilakukan Retno Maruti dalam membuat sebuah karya pertunjukan tari. Fokus penelitian saya adalah karya Retno Maruti yang berjudul The Amazing Bedhaya-Legong Calonarang. Karya ini merupakan kolaborasi Retno Maruti dan Bulantrisna Djelantik, yang memadukan bedhaya, salah satu jenis gaya tari Jawa, dan legong yang berasal dari Bali. Konsep hitam putih ditampilkan Maruti dalam menggambarkan kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia yang selalu berdampingan seperti dua sisi mata uang. Materi tari bedhaya dari Jawa dan tari legong dari Bali, merupakan materi utama dalam karya yang ditampilkan secara kontras baik dalam gerak, iringan, maupun kostumnya. Perpaduan Jawa dan Bali dalam karya ini merupakan suatu persenyawaan dalam sebuah pertunjukan inovatif namun tidak kehilangan nafas daerahnya. Dari penelitian yang saya lakukan menghasilkan pandangan bahwa proses kreatif yang dilakukan oleh Retno Maruti merupakan sebuah upaya menjaga kesenian tradisonal yang berkembang di tengah modernisasi, dengan tetap mempertahankan filosofi yang terkandung di dalamnya, dapat juga dikatakan bahwa karya Retno Maruti merupakan pertunjukan tari tradisional yang bersifat kekinian. Retno Maruti melakukan proses kreatif berdasarkan pengalamannya sebagai seorang penari yang dibesarkan di lingkungan keraton Surakarta dan mengawali karirnya sebagai penari profesional saat bergabung dengan Sendratari Ramayana Prambanan tahun 1961.  
Representasi Tubuh Manusia dalam Omah Jawa Fajarwati, Ade Ariyani Sari
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.2: Oktober 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i2.12

Abstract

Omah Jawa is an architectural that has a great tradition, with a design that adheres to the concept of cosmology and adapted to the human environment. This article is about the description and architectural analysis of the Javanese tradition house that called omah, as a human body representation, by knowing the meaning of important component in the concept, function and form of the building. This analysis study is using Roland Barthes semiotics models, which develop from De Saussure theory (signified and signifier). The result of this research is explain that the design of Javanese house (form and function), has relation with human body structure. Omah Jawa merupakan sebuah bangunan yang mempunyai nilai tradisi adiluhung, dengan desain yang mengacu pada konsep kosmologi dan disesuaikan dengan lingkungan hidup manusianya. Tulisan ini merupakan kajian yang mendeskripsikan serta menganalisis arsitektural dan desain layout rumah Jawa sebagai representasi tubuh manusia, dengan men- getahui makna yang menjadi komponen penting dalam konsep, fungsi dan bentuk bangunan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yakni menggunakan model semiotika Roland Barthes, yang mengembangkan teori tanda De Saussure (penanda dan petanda). Hasil peneli- tian ini menjelaskan bahwa pada dasarnya antara desain bentuk dan fungsi layout rumah Jawa memiliki keterkaitan dengan struktur tubuh manusia.  

Page 1 of 1 | Total Record : 7