cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
REKA GEOMATIKA
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Science,
Arjuna Subject : -
Articles 96 Documents
Evaluasi Pembangunan Sistem Visualisasi Data (Studi Kasus: Pengelolaan Data pada Kementerian Dalam Negeri Indonesia) Muhammad Fikry Abyadl; - Sumarno; - Indrianawati
REKA GEOMATIKA Vol 2016, No 2 (2016)
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPembangunan sistem visualisasi data (vista) Kemendagri merupakan langkah awalpengolahan data dan informasi Kemendagri oleh Pusdatinkomtel untuk menyederhanakan, mempermudah, mempercepat, memanipulasi, serta mengolah data dan informasi menjadi berbagai variasi penyajian data. Kebutuhan penyajian data dan informasi pada sistem vista disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja di lingkungan Kemendagri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pembangunan sistem vista Kemendagri terkait data, metode, dan implementasi visualisasi data. Metode penelitian yang digunakan adalah metode top-­down, yaitu metode analisis kebutuhan data yang diturunkan berdasarkan tupoksi yang telah terbentuk di instansi tersebut. Hasil identifikasi data berdasarkan tupoksi Kemendagri selanjutnya dibandingkan dengan hasil identifikasi sistem vista Kemendagri sehingga dapat dilakukan analisis kesesuaian data. Dari hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa sistem vista Kemendagri baru memenuhi 71,11% dari kebutuhan penyajian data dan informasi di lingkungan Kemendagri. Hal tersebut dikarenakan setiap kategori pada sistem vista masih terdapat kekosongan data sehingga belum memenuhi keseluruhan kebutuhan penyajian data.Kata kunci: visualisasi data, sistem visualisasi data, kementerian dalam negeriABSTRACTDevelopment of the Ministry of Home Affair’s data visualization system by Pusdatinkomtel is a first step in processing the Ministry of Home Affair’s data and information. The development aims to simplify, accelerate, facilitate, manipulate and process data and information into various data visualizations. Data and information visualization necessity develops in agreement with basic task and function of work unit in the Ministry of Home Affair’s. This study aims to evaluate development of the Ministry of Home Affair’s data visualization system related to the data, method, and implementation of data visualization. The research method in this study uses a top-­down method. The method analyses data needs based on the basic task and function of work unit in the Ministry of Home Affairs. Furthermore, data suitability analysis is done by comparing result of data identification based on the basic task and function of Ministry of Home Affair’s with data visualization system. The analysis result shows the Ministry of Home Affair’s data visualization system only fulfilling 71.11% from the data and information visualization necessity in the Ministry of Home Affair’s. This is because each category in data visualization system still has data gaps so it has not met the overall needs of data visualization.Keywords: data visualization, data visualization system, ministry of home affairs
Analisis Asas dan Tujuan dari Undang-Undang Kelautan, serta Peran Keilmuan Geodesi dan Geomatika dalam Implementasinya di Indonesia Agung P Nugroho; Eka Djunarsjah; Wiwin Windupranata
REKA GEOMATIKA Vol 2016, No 1
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKWilayah dan potensi kelautan yang besar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memerlukan pengelolaan yang sesuai agar dapat terjaga dan termanfaatkan dengan baik. Penyusunan dan pengesahan undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan negara dalam menata dan mengatur ruang lautnya secara terpadu. Undang-undang kelautan di dalamnya mempunyai sebelas asas dan delapan tujuan. Asas dan tujuan tersebut berisi mimpi-mimpi besar di bidang kelautan Indonesia dan harapannya dapat dicapai melalui undangundang ini. Akan tetapi kenyataanya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengimplementasikannya sehingga mencapai kondisi ideal yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana undang-undang dapat diimplementasikan melalui uji prasyarat hukum undang-undang. Hasilnya undang-undang kelautan memenuhi syarat sah dan absah, sehingga dapat diimplementasikan dari aspek muatan hukum tersebut. Sedangkan, hasil analisis SWOT dan semantik bahasa menunjukkan bahwa implementasi dari undang-undang kelautan masih jauh dari harapan. Harapan kedepannya dengan dibuatnya aturan-aturan pendukung dan diperbaikinya kinerja pemerintahan, maka implementasinya akan berjalan lebih baik. Peranan bidang geodesi dan geomatika dalam bidang kelautan sudah sampai dalam tahapan membantu berbagai permasalahan di bidang kelautan.Kata kunci: undang-undang, kelautan, asas, tujuan, implementasiABSTRACTLarge marine regions and potential in the Republic of Indonesia require appropriate management and maintainance. Drafting and legitimating of maritme law no. 32 in 2014 are government effort in maintining and organizing of Indonesia sea n integrated manner. Maritime law has eleven principles and eight objectives contained within. The principles and objectives contain big dreams for Indonesian marine. These dreams hope can be achieved with the existence of this law. But in fact is still much work to be done in implementing such a big dream to reach the ideal situation. This research aims to determine in which extent legislation can be implemented and carried out to test the legal prerequisite legislation, and the result is marine legislation qualified from legitimate and legal test so that it can be implemented from the aspect of the legal aspect. While the SWOT and semantic analysis can be seen that the implementation of marine legislation is still far from expectations, expected in the future with the establishment of rules from the and improved performance of the government, the implementation will be better. For the geodesy and geomatics roles are already in the level helpin in the problems of marine field.Keywords: law, principle, objective, implementation
Penentuan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kabupaten Sumedang Menggunakan Pemodelan Spasial Hary Nugroho; Melan Nano Firmansyah
REKA GEOMATIKA Vol 2017, No 1
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Jumlah penduduk Kabupaten Sumedang saat ini mencapai 1.125.125 jiwa dengan tingkat buangan sampah per hari pada tahun 2014 mencapai 3.270 m3. Adapun volume sampah yang tertangani per hari oleh pemerintah Kabupaten Sumedang melalui Badan Lingkungan Hidup baru mencapai 150 m3. Kondisi ini terjadi sebagai akibat akumulasi berbagai permasalahan penanganan sampah. Salah satu di antaranya adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. TPA yang saat ini digunakan, yaitu TPA di Kecamatan Cimalaka Desa Cibeureum Wetan, sudah tidak layak. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian lahan yang dapat dijadikan lokasi tempat pembuangan sampah akhir yang dapat menampung sampah dalam kurun waktu yang lama. Penentuan lokasi TPA baru harus mengikuti kriteria standar seperti yang tertulis dalam SNI No. 03-3241-1994 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/PRT/M/2013. Dalam penelitian ini, lokasi TPA terbaik ditentukan melalui analisis kesesuaian dengan menggunakan pemodelan spasial. Adapun parameter yang digunakan dalam pemodelan terdiri atas: jenis tanah, jenis batuan, tata guna lahan, kemiringan tanah, kepadatan lalu lintas, hidrogeologi, curah hujan, dan batas administrasi. Hasil pemodelan menunjukkan terdapat 45 titik sebaran lokasi yang berpotensi untuk dijadikan TPA Sampah dengan waktu pengoperasian lebih dari 5 tahun. Kata kunci: TPA Sampah, Pemodelan Spasial, SNI   ABSTRACT The population of Sumedang Regency currently reaches 1,125,125 people with waste disposal in 2014 reached 3,270 m3. The volume of waste which can be handled daily by the district government through the Environment Agency has only reached 150 m3. This condition occurs as a result of the accumulation of various problems of waste management. One of them is the Final Disposal Site (TPA) of Garbage. The TPA currently used, TPA in Cimalaka Village Cibeureum Wetan Village, is no longer feasible. Therefore it is necessary to search for the land that can be used as the location of the final waste disposal that can accommodate the waste in a long time. The determination of new TPA location must follow the standard criteria as written in SNI no. 03-3241-1994 and Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/PRT/M/2013. In this study, the best TPA sites were determined through conformity analysis using spatial modeling. The parameters used in this modelling includes soil type, rock type, land use, land slope, traffic density, hydrogeology, rainfall, and administrative boundaries. The modelling result shows that there are 45 spots of potential location to be used as TPA of garbage with operating time more than 5 years. Keywords: TPA Garbage, Spatial Modelling, SNI
Dampak Pertumbuhan Penduduk Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Cirebon Tahun 2010-2016 - Indrianawati; Nadhiya D Mahdiyyah
REKA GEOMATIKA Vol 2019, No 1
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang mempunyai jumlah penduduk cukup besar. Dari tahun 2010 hingga 2016, terjadi peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Cirebon yang mengakibatkan adanya peningkatan kebutuhan lahan dan banyak terjadi alih fungsi lahan di daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan dan pusat pertumbuhan kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan jumlah penduduk terhadap alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Cirebon antara tahun 2010 ke tahun 2016. Metode yang digunakan untuk mengetahui dampak tersebut adalah korelasi. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi antara laju pertumbuhan penduduk dengan alih fungsi lahan pertanian dapat diketahui bahwa pertumbuhan penduduk memiliki dampak yang kecil terhadap alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Cirebon tahun 2010-2016. Pengaruh dari faktor pertumbuhan penduduk terhadap alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Cirebon tahun 2010-2016 adalah sebesar 12%.Kata kunci: pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan, korelasiABSTRACTCirebon Regency is one of the regencies in West Java Province that has a quite large population. From 2010 to 2016, there was an increase of population in Cirebon Regency which resulted in the increase in land needs and a lot of land conversion in areas close to the government center and the city growth center. This study aims to determine the impact of changes in population on the conversion of agricultural land in Cirebon Regency between 2010 and 2016. The method used to determine these impacts is correlation. Based on the calculation of the correlation coefficient between the rate of population growth and the conversion of agricultural land, it can be known that population growth has a small impact on the conversion of agricultural land in Cirebon Regency in 2010-2016. The effect of population growth factors on the conversion of agricultural land in Cirebon Regency in 2010-2016 was 12%.Keywords: population growth, land conversion, correlation 
Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar RINALDY -; CHAERUL ANWARI
REKA GEOMATIKA Vol 1, No 2 (2013)
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Teknologi GPS diharapkan dapat mengatasi masalah penentuan posisi vertikal titik-titik di permukaan bumi terutama untuk titik-titik yang satu sama lain jaraknya relatif jauh dan saling terhalang, namun penentuan tinggi secara terestrial untuk mendapatkan data beda tinggi antar titik saat ini masih menjadi pilihan utama. Penelitian ini bertujuan membandingkan nilai beda tinggi yang diperoleh dari data tinggi hasil pengukuran survei GPS terhadap nilai beda tinggi hasil pengukuran terestrial menggunakan metode sipat datar. Dari hasil pengukuran, diperoleh rata-rata perbedaan beda tinggi GPS dan beda tinggi sipat datar yaitu 0,056 m dan rata-rata ketelitian beda tinggi sipat datar sebesar ± 0,016 m, sementara rata-rata ketelitian beda tinggi GPS sebesar ± 0,029. Hasil pengujian simpangan baku beda tinggi GPS yaitu semua simpangan baku memenuhi toleransi yang ditetapkan, sehingga beda tinggi survei GPS dapat diaplikasikan untuk keperluan titik kontrol foto udara vertikal. Besar kesalahan penutup beda tinggi sipat datar yaitu 0,015 dan besar kesalahan penutup beda tinggi GPS yaitu 0,025, dengan mengikuti ketentuan Jaring Kerangka Kontrol Vertikal (JKKV) menurut Standar Nasional Indonesia, maka kesalahan penutup beda tinggi sipat datar masuk ke dalam orde L3 dengan besar toleransi >12mm √D, sedangkan kesalahan penutup beda tinggi GPS masuk ke dalam orde L4 dengan besar toleransi >18mm √D. Kata kunci : Posisi vertikal, beda tinggi, survei GPS, sipat datar ABSTRACT GPS technology is expected to solve the problem of determining the vertical position of points on the Earth's surface, especially for the points that each other are relatively distant and blocked each other, but the determination of terrestrial measurement to get the levelling data is still the main choice. This research will compare the value of levelling data obtained by high GPS survey measurements with the value of levelling terrestrial measurements using spirit leveling. From the measurement results, an average differential value of GPS levelling and spirit levelling is 0,056 m, the average difference for the spirit levelling accuracy is ± 0,016 m and a levelling GPS is ± 0,029. Standard deviation of the test results from leveling GPS is set all tolerances, so that the leveling from GPS survey can be applied for the purposes of aerial photographs vertical control points.The value of closing error from sprit levelling and GPS, respectively amounting to 0.015 m and 0.025 m, follow the Indonesian national standard, value of closing error from spirit leveling into a L3 order with closing error tolerance is > 12mm √D, while closing error from GPS leveling into a L4 order with closing error tolerance is >18mm √D.Keywords : vertical position, levelling,GPS survey, Spirit leveling
Analisis Pergeseran Koseismik Gempa Sianok Tahun 2007 Berdasarkan Data Pengamatan GPS Tahun 1993-2007 dan Efek terhadap SRGI 2013 Joni Efendi; Kosasih Prijatna; Irwan Meilano
REKA GEOMATIKA Vol 2018, No 1
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTumbukan miring Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia membentuk zona subduksi di bagian barat Pulau Sumatra dan sejumlah segmen sesar di darat Pulau Sumatra. Zona subduksi dan segmen sesar yang terbentuk aktif bergerak sehingga sering menimbulkan gempa bumi di wilayah tersebut. Semenjak diberlakukannya Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013) sebagai referensi tunggal dalam aktivitas pemetaan di Indonesia, maka perubahan posisi kerangka referensi koordinat sebagai fungsi waktu akibat dinamika bumi perlu diperhitungkan. Dengan terjadinya dua gempabumi yang berurutan pada tanggal 6 Maret 2007 di wilayah Danau Singkarak Sumatra Barat, akan menimbulkan deformasi koseismik yang dapat mempengaruhi SRGI2013. Dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk menentukan model koseismik gempabumi Sianok yang paling sesuai dan sejauh mana dampaknya pada SRGI 2013. Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai residual hasil validasi dengan koseismik pada 11 titik pengamatan GPS dapat disimpulkan bahwa model koseismik dari gempabumi Sianok adalah model koseismik menggunakan data parameter gempa dari Global CMT dengan residual misfit 47.5 mm. Secara umum, pola kosesimik gempabumi Sianok mendeskripsikan mekanisme gempabumi sesar geser. Nilai kosesimik terbesar terjadi pada titik KACA dan K108, yaitu 135,43 mm dan 84,74 mm. Besarnya koseismik gempabumi Sianok tidak berpengaruh terhadap peta dengan skala 1: 1000, akan tetapi akan mempengaruhi nilai koordinat Jaring Kontrol Geodesi (JKG) yang berada di sekitar daerah gempa, sehingga perlu adanya pemutakhiran koordinat dari JKG.Kata kunci: Gempabumi Sianok, GPS, Deformasi Koseismik, SRGI2013. ABSTRACTThe oblique movement of Eurasian Plate towards Indo-Australian Plate create subduction zone in the western part of Sumatra Island and some faults on the mainland of Sumatra. These subduction zone and faults actively produce some earthquakes. Since we used the Geospatial Reference System of Indonesia 2013 (SRGI 2013) as one reference on mapping activities in Indonesia, coordinate changes as a function of time caused by earthquake cycle need to be calculated. There are two earthquakes that had been occurred on March 6, 2007 in Singkarak Lake area which affected the SRGI 2013. We analyzed the data to estimate the coseismic model of Sianok earthquake and the impact to the SRGI 2013. The residual from the coseismic model by including 11 GPS displacements shows that the coseismic model of Sianok earthquake is a model that used earthquake parameters from Global CMT with the misfit of 47.5 mm. Overall, this coseismic pattern shows the shear mechanism. The largest displacements are on KACA and K108 sites, that are 135.43 mm and 84.74 mm respectively. The coseimic of Sianok earthquake does not affect a map with scale of 1:1000, but affect the Geodetic Control Network in this area. From this analysis, we conclude that we need to update our Geodetic Control Network.Keywords: Sianok Earthquake, GPS, Coseismic Deformation, SRGI2013.
Pemetaan Pola Tanam dan Kalender Tanam Padi Sawah menggunakan Teknik Pengindraan Jauh Rika Hernawati; Agung Budi Harto; Dewi Kania Sari
REKA GEOMATIKA Vol 2017, No 2
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPemantauan dan prakiraan hasil tanam padi sawah penting untuk dilakukan antara lain dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional. Saat ini, pemantauan pertumbuhan tanaman padi sawah dapat dilakukan dengan mengaplikasikan teknologi pengindraan jauh, antara lain dengan mendeteksi fenologi tanaman padi sawah yang terekam pada setiap piksel citra yang selanjutnya dapat digunakan untuk pemetaan pola tanam dan kalender tanam padi sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan algoritma deteksi fenologi padi sawah dengan menggunakan indeks vegetasi Enhanced Vegetation Index (EVI) dan Land Surface Water Index (LSWI) berkala yang diturunkan dari data citra MODIS, dengan menerapkan proses penapisan Gaussian. Penerapan teknik penapisan Gaussian pada data indeks vegetasi tersebut diharapkan dapat meminimalisasi derau, sehingga akan meningkatkan ketelitian hasil pendeteksian fenologi tanaman padi sawah. Wilayah studi mencakup 3 Kabupaten di Provinsi Jawa Barat bagian utara, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan penapisan Gaussian pada metode deteksi fenologi padi sawah berbasis indeks vegetasi EVI dan LSWI berkala telah dapat meningkatkan ketelitian hasil deteksi tanggal-tanggal fenologis padi sawah. Keakuratan hasil estimasi luas tanam dan luas panen padi sawah divalidasi menggunakan data statistik dari Dinas Pertanian Kabupaten.Kata Kunci: deteksi fenologi, EVI, LSWI, penapisan GaussianABSTRACTMonitoring and forecasting yields of paddy rice are important to do, in order to maintain national food security. The current paddy crop growth monitoring can be done by applying remote sensing technology by detecting paddy phenology to produce the date of planting and harvest dates, which were recorded at each pixel of the digital image of rice field and can then be used for cropping pattern and planting calendar mapping. This research aims to develop a detection algorithm phenology paddy using vegetation indices Enhanced Vegetation Index (EVI) and Land Surface Water Index (LSWI) periodic image data derived from MODIS, by applying a Gaussian filtering process. The application of Gaussian filtering techniques to the data of vegetation indeces, EVI and LSWI, are expected to minimize the noise, thereby increasing the precision of detection of paddy rice crop phenology. The study area covers three districts in the northern part of West Java Province, i.e. Subang, Karawang and Bekasi. The results showed that the application of Gaussian filtering on the detection method of paddy rice phenology based on multitemporal vegetation indices EVI and LSWI can improve the precision of the detection of paddy phenological dates. The accuracy of the estimation results of the planting and harvested area of paddy were validated using statistical data from the District Agricultural Office.Keywords: phenology detection, EVI, LSWI, Gaussian filtering
Studi Awal Desain Hull USV (Unmanned Surface Vehicle) untuk Pengukuran Batimetri di Perairan Tenang Zulfikar Banu Azmar; NMR Ratih Cahya Perbani
REKA GEOMATIKA Vol 2016, No 1
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKUSV batimetri adalah wahana apung tanpa awak berdimensi kecil dan mudah dibawa untuk pengukuran batimetri. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain bentuk hull USV yang stabil untuk keperluan survei batimetri di perairan tenang. Bentuk hull yang didesain berupa monohull yang dioperasikan di perairan tawar, hanya mempertimbangkan kestabilan statik vertikal untuk gerakan heave (yang disebabkan oleh bobot total USV) dan roll sudut kecil tanpa pengaruh angin dan arus. Hull USV didesain dengan panjang 1,64 meter; lebar 0,52 meter; dan tinggi total 0,26 meter di mana dua pertiga hull bagian bawah buritan berbentuk U dan sepertiga hull bagian bawah haluan berbentuk V. Draft rencana 0,08 m; 0,12 m; 0,16 m memiliki kestabilan statik vertikal yang baik dengan koefisien blok berkisar 0,68 - 0,71 sehingga dikategorikan sebagai kapal yang didesain bukan untuk kapal cepat. Bobot USV beserta muatan direkomendasikan antara 36 - 83 kg. Dari dimensi, bobot, dan koefisien blok yang cukup besar hull yang didesain dapat dikategorikan sebagai wahana apung tanpa awak berkecepatan rendah sehingga cocok untuk keperluan survei batimetri.Kata kunci: USV batimetri, heave, roll sudut kecil, draft.ABSTRACTBathimetric USV is a portable unmanned vehicle with small dimension which is capable of carrying out bathymetric measurements. This study is intended to design the stable USV hull for bathymetric surveys in calm waters. The hull is designed as a monohull and will be operated in freshwater, only consider the vertical static stability for heave motion (caused by the total weight of USV) and small angle roll without the influence of wind and currents. USV hull is designed with 1.64 meters length, 0.52 meters breadth, and 0.26 meters depth which has U-shaped at two-thirds of the aft hull bottom and U-shaped at one-third of fore hull bottom. The drafts plan of 0,08 m, 0,12 m, and 0,16 m have good vertical static stability with block coefficient from 0.68 to 0.71, so the designed USV is not classified as a fast ship. USV total weight is recommended between 36 to 83 kg. From the dimensions, weight, and large block coefficient the designed USV hull can be categorized as a unmanned vessel with low speed. Therefore, it is suitable for bathymetric USV.Keywords: bathimetric USV, heave, small angle roll, draft
Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar BAMBANG RUDIANTO; RENDY FAISAL AZWAR
REKA GEOMATIKA Vol 1, No 2 (2013)
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKKeberadaan kerangka dasar pemetaan sebagai titik-titik acuan dalam penentuan posisi titik-titik detail di lapangan sangat diperlukan. Penelitian ini merupakan kajian empirik aplikasi survei GPS dengan metode statik singkat dalam penentuan koordinat titik-titik kerangka dasar pada pemetaan skala besar. Penelitian ini dilakukan pada daerah dengan kondisi ruang pandang ke langit bervariasi relatif terbuka dan tertutup, pengamatan dilakukan menggunakan receiver GPS satu frekuensi dengan geometri berbentuk poligon. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penentuan posisi menggunakan GPS dengan metode statik singkat dapat digunakan untuk pemetaan skala 1 : 250 dengan waktu pengamatan setiap titik 30 menit, 1 : 500 dengan waktu pengamatan 20 menit, 1 : 750 dengan waktu pengamatan setiap titik 15 menit.Kata kunci: kerangka dasar pemetaan, survei GPS, statik singkatABSTRACTThe existence of a fundamental framework for mapping a large scale as reference points in determining the position of an object is needed. This research is an empirical study of the application of GPS survey with a rapid static method in determining the coordinates of points on the fundamental framework for mapping a large scale. This research was conducted in an area with good visibility and bad visibility, observations were made using a single frequency GPS receiver, observation geometry is a polygon. Based on the research that has been done can be concluded that the use of GPS positioning with a rapid static method can be used for mapping the scale of 1: 250, 1: 500, and 1: 750 with a length of observation time each 30 minute, 20 minute, and 15 minutes.Keywords: fundamental framework for mapping, GPS surveys, rapid static
Pengujian Kepresisian Modul GNSS Murah Dual Frequency Pada Pengamatan GNSS Dengan Metode RTK-NTRIP Efrila Aji Ratnawati; Henri Kuncoro
REKA GEOMATIKA Vol 2019, No 1
Publisher : Institut Teknologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakGNSS berkembang dengan pesat seiring berkembangnya zaman. Dominasi dari receiver GNSS tipe geodetik memiliki kekurangan, yaitu terkait permasalahan biaya (cost issue) yang tinggi. Permasalahan biaya tersebut dapat diatasi dengan pengembangan Original Equipment Manufacturer boards (OEM-boards) yang memerlukan biaya murah untuk menjadi modul GNSS yang bisa digunakan untuk pengukuran RTK-NTRIP. Penelitian ini bertujuan menguji tingkat kepresisian dari modul GNSS murah dual frequency untuk pengukuran metode RTK-NTRIP dengan panjang baseline 0,1 km, 2 km, 10 km, dan 20 km. Pengukuran dilakukan berdasarkan New International Standard ISO 17123-8:2015 yang terdiri dalam  tiga tahap, yaitu pengukuran menggunakan receiver GPS geodetik metode statik, pengukuran menggunakan modul GNSS murah dual frequency, dan pengukuran menggunakan receiver geodetik metode RTK-NTRIP. Kepresisian  ditentukan berdasarkan simpangan baku horizontal dan vertikal, diuji menggunakan Simplified Test Procedure. Tingkat kepresisian yang dihasilkan modul GNSS murah tergolong tinggi, untuk komponen horizontal berkisar antara 8 mm s.d. 3 cm dan vertikal antara 7 mm s.d. 3 dm. Nilai kepresisian horizontal telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh New International Standard ISO 17123-8:2015, sedangkan komponen vertikal tingkat kepresisiannya terbatas pada baseline kurang dari 10 km.Kata kunci: Panjang baseline, modul GNSS murah; tingkat kepresisianAbstractGNSS was a technology that grows rapidly. Unfortunately, most of geodetic GNSS receivers had disadvantages related to the cost issue. Original Equipment Manufacturer boards (OEM-boards) could be developed as low cost GNSS modules which is used for RTK-NTRIP measurements to overcome the cost problem. This research was objected to  measure the level of  precision from dual-frequency GNSS modules of the RTK-NTRIP method, tested on baselines with 0.1 km, 2 km, 10 km, and 20 km length Based on New International Standard ISO 17123-8: 2015 measurements were established with three stages, static measurement with geodetic GPS receiver, measurement with cheap dual-frequency GNSS modules, and RTK-NTRIP measurements with geodetic GPS receiver. Precision was determined based on horizontal and vertical standard deviation and tested using the Simplified Test Procedure. It was founded that low cost GNSS modules could achieved the the high-level precision, 8 mm to 3 cm for horizontal component and 7 mm to 3 dm for the vertical. Horizontal precision had reached the New International Standard ISO 17123-8: 2015, while the vertical precision still could be reached the standard with limitation, i.e. for baselines with less 10 kilometers length.Keywords: baseline length, low cost GNSS modules, level of precision

Page 6 of 10 | Total Record : 96