cover
Contact Name
Muh. Risnain
Contact Email
aramel@unram.ac.id
Phone
+628190834567
Journal Mail Official
majil.fhunram@gmail.com
Editorial Address
Jl. Majapahit No. 62, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, 83125
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Mataram Journal of International Law
Published by Universitas Mataram
ISSN : -     EISSN : 2987369X     DOI : https://doi.org/10.29303/majil.v3i1
Core Subject : Humanities, Social,
This journal is dedicated to advancing rigorous scholarship in international law, with particular emphasis on the intersection between international perspectives and their implementation in Indonesia. Its scope spans a wide range of fields, including public international law, international human rights law, international humanitarian law, international environmental law, international economic law, international criminal law, the law of the sea, air and space law, as well as comparative and transnational legal studies. Within these areas, contributions may explore diverse topics such as state responsibility, treaty law, dispute settlement, human rights in the digital era, the conduct of armed conflict and civilian protection, climate change and environmental justice, international trade and investment arbitration, accountability for mass atrocities, maritime and space governance, and the interplay between domestic and international legal systems, with particular attention to perspectives from the Global South. The journal especially welcomes articles that engage with contemporary and emerging issues, whether theoretical, doctrinal, or empirical, that contribute to critical debates on international law and global justice.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law" : 7 Documents clear
Penerapan Prinsip Extraterritorial Jurisdiction Dalam Memerangi Tindak Pidana Siber Rusdianto, Rusdianto; Risnain, Muh.
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.2532

Abstract

This research aims to determine the development of the regulation of extraterritorial jurisdiction principles in combating cybercrime and the application of extraterritorial jurisdiction principles. The research method used is normative research. The approach used is statutory, historical, and conceptual. The sources of legal material used are primary, secondary, and tertiary. The legal material collection technique used is in the form of library data. The analysis of legal materials used is a qualitative analysis method. The study result shows that the development of the principle of extraterritorial jurisdiction regulation began with the birth of rules in background paper documents, then the emergence of the 1996 European Council regulations. Applying the principle of extraterritorial jurisdiction is urgently needed in combating criminal acts when cases intersect with state jurisdiction. So that a country can choose jurisdictional principles that can apply in resolving cases, such as the example of the case conducted by Abraham Ben Moses in the United States. Namely, law enforcement can be carried out in Indonesia based on active national principles and protection principles following the ITE Law and the Criminal Code.
Tinjauan Yuridis Tindakan Aneksasi Rusia di Krimea, Ukraina dari Perspektif Hukum Internasional Salsabila, Andyni Iftinan; Zunnuraeni, Zunnuraeni; Nugraha, Lalu Guna
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.2534

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan menganalisis tentang ketentuan-ketentuan di dalam Hukum Internasional yang berkaitan dengan aneksasi, selain itu juga untuk mengidentifikasi dan mengkaji dari perspektif Hukum Internasional mengenai keabsahan tindakan aneksasi Rusia di Krimea. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan 3 (tiga) macam metode pendekatan, yaitu; Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Kesimpulan dari penelitian ini adalah berdasarkan Hukum Internasional, aneksasi merupakan pengambilalihan wilayah negara terhadap negara lain yang melanggar Hukum Internasional dan Piagam PBB. Kemudian alasan Rusia melakukan aneksasi yaitu intervention by invitation, self defence dan Crimean Referendum tidak sesuai dengan Hukum Internasional. Aneksasi Rusia di wilayah Krimea melanggar ketentuan hukum internasional yaitu Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB tentang larangan melakukan intervensi terhadap persoalan internal dari suatu negara, serta larangan penggunaan kekuatan militer terhadap negara lain.
Analisis Perjanjian Pengelolaan Wilayah Udara (Flight Information Region) Antara Indonesia dan Singapura Menurut Hukum Internasional Mithalina, Fatona Mithalina; Risnain, Muh.; Zunnuraeni
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.2579

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis 1) Apakah perjanjian FIR tahun 2022 antara Indonesia dan Singapura telah sesuai dengan hukum internasional, dan 2) Apakah perjanjian bilateral tahun 2022 yang disahkan melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2022 telah sesuai dengan hukum nasional Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, historis, dan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui telaah studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perjanjian Bilateral FIR antara Indonesia dan Singapura tahun 2022 tidak mereflesikan aturan yang sesuai dalam Konvensi Chicago 1944 dan Annex 11. Indonesia sebagai negara pemilik kedaulatan memiliki hak untuk menolak mendelegasikan pengelolaan FIR kepada Singapura. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2022 tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan . Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 mengharuskan Indonesia mengambilalih FIR kepulauan Riau dan Natuna yang nyatanya masih dikelola sebagian besar oleh Singapura dalam jangka waktu 25 tahun mendatang. Dalam hal ini pendelegasian kewenangan kepada Singapura tersebut telah melanggar kedaulatan Indonesia yang bersifat penuh dan eksklusif. Aturan nasional Indonesia juga tidak memberikan kepastian hukum dalam penegakkan kedaulatan dan keamanan wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna. Hal ini ditandai dengan disahkannya Perpres Nomor 109 Tahun 2022 oleh Pemerintah yang harusnya menggunakan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000. Oleh karena itu pemerintah Indonesia melalui Kementrian Perhubungan dan TNI AU mestinya mengkaji ulang perjanjian bilateral tahun 2022 dengan pemerintah Singapura. Masalah FIR kemudian dapat dijadikan bahan acuan bagi kalangan akademisi dan generasi mendatang untuk mempersiapkan diri menjadi orang yang profesional di bidangnya agar suatu hari dapat membela bangsa Indonesia dari segala bentuk masalah, termasuk problematika yang sedang kita hadapi saat ini mengenai ruang udara kepulauan Riau dan Natuna. Kata Kunci: Perjanjian Bilateral; Flight Information Region; Kepulauan Riau; dan Natuna. ABSTRACT This study aims to analyze 1). Is the 2022 FIR agreement between Indonesia and Singapore following international law? 2). Is the 2022 bilateral agreement ratified through Presidential Decree Number 109 of 2022 following Indonesia national law? The research method used is normative legal research. The approach used is statutory, historical, and conceptual. The sources of legal materials used are primary, secondary, and tertiary data obtained through a literature study. The study results show that the Bilateral FIR Agreement between Indonesia and Singapore in 2022 does not reflect the rules in the 1944 Chicago Convention and Annex 11. Indonesia is a sovereign country and has the right to refuse to delegate the management of FIR to Singapore. In addition, Presidential Regulation Number 109 of 2022 is not following the mandate of Law Number 1 0f 2009 concerning Aviation. Law No.1 of 2009 requires Indonesia to take over the FIR of the Riau and Natuna islands. Singapore still managed the FIR of these regions in the next 25 years. Therefore, the delegation of authority to Singapore has violated the exclusive and full soveregnty of Indonesia. National regulations do not provide legal certainty in upholding the sovereignty and security of the airspace above the Riau islands and Natuna. The legal uncertainty is marked by the ratification of the FIR Agreement year 2022 using Presidential Regulation Number 109 of 2022, instead, it should be ratified by statutory regulations as stipulated in Law Number 24 of 2000. Therefore, the Indonesian government through the Ministry of Transportation and the Indonesian Air Force should review the bilateral agreement year 2022 with the Singapore government. The FIR issue can then be used as reference material for academics and future generations to prepare themselves to become profesionals in their fields so that one day they can defend the Indonesian nation from all kinds of problems, including the problems we are currently facing regarding the Riau and Natuna airspace. Keywords: Bilateral Agreement, Flight Information Region, Riau Islands and Natuna.
Perlindungan Terhadap Instalasi Nuklir Dalam Wilayah Konflik Bersenjata Internasional Berdasarkan Hukum Internasional Pambudi, Gregorius Bagus Ageng Pambudi; Zunnuraeni; Nugraha, Lalu Guna
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.2626

Abstract

Abstrak Tujuan penelian ini untuk menganalisis perlindungan instalasi nuklir yang memberi kontribusi efektif terhadap aksi militer dan implikasi hukum bagi negara yang melakukan serangan terhadap instalasi nuklir dalam konflik bersenjata. Dalam penelitian ini menggunakan jenis peneliatan normative. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa perlindungan instalasi nuklir yang digunakan untuk kepentingan militer tidak dapat diserang meskipun digunakan untuk kepentingan militer, namun jika instalasi nuklir digunakan untuk kepentingan militer dengan hanya memberi kontribusi bagi kepentingan militer secara tetap, langsung dan mengandung arti penting, maka fungsinya sebagai penunjang dapat diserang. Syarat pemberhentian perlindungan instalasi nuklir bertentangan dengan peraturan perlindungan istimewa instalasi nuklir karena dapat mengancam kehidupan warga sipil. Tindakan serangan terhadap instalasi nuklir yang digunakan untuk kepentingan militer merupakan tindakan bertentangan hukum, oleh karena itu negara harus bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Abstract The purposes of this study were to analyze protection of nuclear installation which give effective contribution on military activity and legal implication to the state which attacked nuclear installation in the armed conflict territory. This research applied normative legal research. Based on result’s study, it can be known that protection on nuclear installation which used for military activity shall not be military object, even though it used for military purposes. However, if it used for military purposes by giving regular essential contribution, direct, and has an important meaning, thus its function as support of war can be attacked. Requirements for protection termination violated the provisions on special protection of nuclear installation because it may cause harm for civilian. Attacks towards nuclear installation which used for military activity is an act against the law, thus the attacking state has to be responsible on that action.
Implementation of The Provincial Government’s Authority to Carry Out Sister Province Cooperation In The Perspective of International and National Law Case Study: Sister Province Cooperationbetween Province of NTB And Northern Province of Australia Tyanto, Amar; Risnain, Muh; Pitaloka, Diva
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.2846

Abstract

The purpose of this study is to examine and analyze the position and strength of the LoI between the West Nusa Tenggara Provincial Government and the Northern Territory Government regarding sister province cooperation from the perspective of international law and national law. Furthermore, this research also examines the implementation of government authority and dispute resolution mechanisms stipulated in the Letter of Interest in the context of Sister Province agreements according to international law. The research method used is normative empirical. The Letter of Intent (LoI) between the West Nusa Tenggara Provincial Government and the Northern Territory Government regarding sister province cooperation has limited power and does not have binding legal force in the perspective of international law and national law. However, in the implementation of the authority exercised, the West Nusa Tenggara Provincial Government and the Northern Territory Government have gone through the stages of exploration, formulation of texts, and negotiations. The mechanism for resolving differences as stipulated in Article 10 requires an amicable settlement of any differences arising from the interpretation or implementation of the contents of the agreement.
Studi Kasus Putusan Permanent Court Arbitration (PCA) Tentang Sengketa Kepemilikan Zina Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Cina Selatan Antara Republik Rakyat Cina (RRC) And Philipina Wahyudi, Indra; Risnain, Muh.; Pitaloka, Diva
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.2974

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan Permanent Court Arbitration (PCA) dalam memutus perkara konflik Laut Cina Selatan antara Philipina dan Republik Rakyat Cina (RRC) serta untuk menganalisis dampak dari putusan tersebut terhadap perkembangan hukum laut internasional khusunya yang berkaitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif . Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu penelitian hukum normatif, dengan metode Pendekatan kasus (Case Approach ). Pendekatan Perjanjian Internasioanl, Pendekatan Historis, Pendekatan Konseptual ( Conseptual Approach). Adapun hasil dan kesimpulan dari penelitian ini yakni, Permanent Court Arbitration dalam pertimbangan-pertimbangannya terhadap putusan(Award) menyatakan bahwa, pengajuan pertama ini mencerminkan suatu keluhan tentang sumber hak maritim di Laut Cina Selatan dan tentang klaim RRC atas hak bersejarah. Bahwa Hak maritim RRC di Laut China Selatan, tidak dapat melampaui yang secara tegas diizinkan oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Apa yang disebut “ Nine Dash Line ” bertentangan dengan Konvensi dan tanpa efek hukum sejauh melebihi batas-batas geografis dan substantif hak maritim China yang secara tegas diizinkan oleh UNCLOS. Pasca putusan ( Penghargaan), perkembangan hukum laut internasional tidak mengalami perubahaan yang signifikan, khususnya yang berkaitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dalam putusannya PCA memberikan penegasan bahwa, Klaim Historis tidak serta merta dapat memberikan suatu Negara hak terhadap Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Status Personal Dalam Rezim Hukum Perdata Internasional Bin Ali, Mansur Armin
Mataram Journal of International Law Vol. 1 No. 1 (2023): Mataram Journal of International Law
Publisher : Department of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/majil.v1i1.3197

Abstract

Status Personal dalam kajian hukum perdata internasional merupakan langkah pertama yang digunakan oleh hakim untuk menyelesaian perkara hukum perdata internasional. Dengan melihat status personal dari seseorang hakim dapat menentukan hukum yang digunakan untuk menyelesaikan perkara hukum perdata internasional. Dalam kajian HPI dikenal ada dua jenis status personal yaitu status personal perorangan maupun badan hukum. Status personal ditentukan oleh hukum nasional sebuah Negara atau hukum sang hakim (lex fori).Untuk menyamakan konsepsi dan keseragaman hukum tentang status personal dalam hukum nasional Indonesia maka Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional yang sekarang dalam proses penyusunan oleh Pemerintah maka status personal perlu diatur secara jelas dan komprehensif terkait status personal badan hukum maupun status personal perorangan.

Page 1 of 1 | Total Record : 7