Articles
112 Documents
Search results for
, issue
"Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016"
:
112 Documents
clear
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBAYARAN UANG MUKA PEMBELIAN RUMAH APABILA TIDAK DAPAT MELAKUKAN PENANDATANGANAN AKTA JUAL BELI SESUAI WAKTU YANG TELAH DITENTUKAN
Bambang Eko Turisno, R. Suharto, Indah Puspitaarum*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (495.833 KB)
 Pembayaran uang muka pada transaksi pembelian rumah didasarkan pada PPJB dan surat pemesanan rumah dalam penentuan waktu penandatangan akta jual beli. Pada pembelian secara KPR maka ketentuan penandatanganan akta jual beli akan diberi tenggang waktu yang dapat lampau sesuai dengan ketentuan yang ada dalam SPPK. Lampaunya waktu akan menyebabkan SPPK hangus dan penandatangan akta jual beli batal dilaksanakan. Pemberlakukan klausula baku yang cenderung merugikan konsumen.Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dimana metode ini menggunakan metode pendekatan yang tidak hanya berpedoman pada ketentuan perundang-undangan saja tetapi juga melihat praktek pelaksanaan di lapangan. Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ialah deskriptif analitis yaitu dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarka fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penerapan klausula baku masih digunakan oleh developer dalam pembuatan surat pemesanan rumah maupun PPJB. Hal ini berkaitan dengan isi hingga penentuan waktu penandatanganan akta jual beli yang berimbas pada ketentuan konsumen dinyatakan wanprestasi dan dikenai denda. Pada putusan pengadilan nomor 937K/Pdt.Sus/2010 terdapat sengketa antara konsumen dengan developer perihal hangusnya uang muka yang sudah dibayarkan dengan keterlambatan penandatanganan akad kredit yang berhubungan dengan penandatanganan akta jual beli sehingga menyebabkan pelaksanaan klausula baku yang telah ditentukan sepihak oleh developer. Ketentuan mengenai klausula baku pada pembelian rumah masih kurang spesifik mengingat transaksi jual-beli rumah merupakan transaksi yang tidak bisa dilakukan secara cepat karena dibutuhkan proses pembayaran uang muka hingga penandatanganan akta jual beli sehingga dapat meminimalisir pemberlakukan klausula baku yang merugikan konsumen. Pengadilan dapat membatalkan Surat Pemesanan Rumah dan PPJB untuk menerapkan hukum perlindungan konsumen.
PELAKASAAN PIDANA MATI DI INDONESIA PASCA REFORMASI DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MAN USIA
Eko Soponyono, Rahayu, Samuel Agustinus*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (708.863 KB)
Pidana mati merupakan salah satu bentuk pidana pokok di Indonesia yang hingga saat ini masih menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, masyarakat duniapun masih memperdebatkan pemberlakuan pidana mati. Perdebatan ini timbul karena pelaksanaan suatu pidana mati dianggap bertentangan dengan panjaminan HAM. Di satu sisi, pidana mati dipandang sebagai suatu hukuman yang efektif karena dapat memberikan efek jera dan dapat memberikan kengerian terhadap seseorang yang hendak melakukan kejahatan. Di sisi lain, pidana mati merupakan hukuman yang tidak seharusnya diberlakukan karena merenggut hak hidup seseorang.Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan pidana mati di Indonesia pasca reformasi tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan orde sebelumnya, yaitu orde lama dan orde baru. Dalam pelaksanaan pidana mati, hak-hak terpidana mati harus tetap dipenuhi. Dalam pemenuhan hak-hak tersebut, terdapat anggapan bahwa pidana mati tetap tidak akan bisa memenuhi hak terpidana mati, karena hak utamanya sebagai manusia yaitu hak hidup telah direnggut. Â
PELAKSANAAN PERJANJIAN BUILD OPERATE AND TRANSFER (BOT) DALAM PEMBANGUNAN ASET MILIK PEMERINTAH DAERAH (STUDI PADA PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PASAR TURI KOTA SURABAYA)
Budi Santoso, Hendro Saptono, Muhammad Zea Algabili*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (669.376 KB)
Ditengah keterbatasan pemerintah dalam hal pendanaan melalui APBN maupun APBD, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu menciptakan pola-pola baru sebagai alternatif pembiayaan sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan sedapat mungkin memberikan kontribusi pendapatan. Kerjasama melalui perjanjian build operate and transfer (BOT) merupakan model baru pembiayaan proyek pembangunan yang saat ini sering dilakukan, termasuk pada proyek pembangunan kembali Pasar Turi Surabaya akibat kebakaran tahun 2007. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kerja sama pembiayaan dengan model kemitraan BOT dalam pembangunan aset milik pemerintah daerah, Secara khusus penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak kerjasama pembangunan Pasar Turi, mengkaji dan menganalisa kendala-kendala apa saja yang dialami dalam kerja sama BOT Pasar Turi. Metode dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yuridis yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan juga disebut penelitian kepustakaan. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti di lapangan yang merupakan data primer. pendekatan tersebut digukanan untuk menganalisis secara kualitatif tentang penerapan sistem perjanjian BOT Dalam Pembangunan dan Pengelolaan Pasar Turi. Hasil penelitian menunjukan, pelaksanaan kerja sama ini sebagai perjanjian timbal balik yang saling menguntungkan. Pemkot Surabaya menyediakan dan menyerahkan fasilitas berupa lahan eks bangunan Pasar Turi yang sudah dikosongkan. Sedangkan pihak PT. Gala Bumiperkasa melakukan pembangunan gedung (build) dan dimanfaatkan selama 25 tahun (operate). Setelah jangka waktu berakhir, gedung dan pengelolaannya akan diserahkan kepada Pemkot (transfer). Secara umum proses pelaksanaan perjanjian berjalan lancar, namun tidak terlepas dari hambatan berupa kendala-kendala dalam pelaksanaannya
TINJAUAN YURIDIS PENYALURAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) MELALUI JASA PERIKLANAN ILEGAL DI MALAYSIA SEBAGAI KEJAHATAN TRANSNASIONAL TERORGANISIR
Soekotjo Hardi Winoto , Peni Susetyorini, Muhammad Fahmi Setiadin*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (559.58 KB)
Indonesia digemparkan dengan iklan penjualan TKI di Malaysia. TKI yang bekerja di Malaysia dijual layaknya barang dagangan. Hal ini terjadi karena kurangnya perlindungan dan kualitas dari TKI yang dikirim sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki. Faktor ini merupakan awal dari rentannya TKI diperlakukan semena-mena di luar negeri. Dengan kurangnya kemampuan dan minimnya ilmu pengetahuan, para TKI sering diperlakukan tidak manusiawi. Perdagangan orang melalui periklanan penyaluran TKI ilegal dapat dikategorikan sebagai kejahatan transnasional terorganisir berdasarkan Protokol Palermo tahun 2000. Karena tindakan yang memiliki dampak terhadap lebih dari satu negara, tindakan yang melibatkan atau memberi dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metode-metode yang dipergunakan melampui batas-batas teritorial suatu negara. Perdagangan orang telah diatur oleh hukum internasional dan hukum nasional. Kewajiban Negara dalam melaksanakan pendampingan TKI korban perdagangan orang yaitu, Negara pihak harus melindungi privasi dan identitas dari korban perdagangan orang, dengan cara menerapkan penegakan hukum.
TANGGUNG JAWAB KOMISARIS INDEPENDEN DALAM MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk
Zahruddin Adhi Prakoso*, Etty Susilowati, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (494.297 KB)
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai BUMN yang sudah Go Public dan bergerak dibidang perbankan, diwajibkan menjalankan Good Corporate Governance. Untuk menjalankan konsep tersebut maka diperlukan Komisaris yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya yang dikenal dengan Komisaris Independen. Komisaris Independen di dalamnya bertanggung jawab dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut.Jurnal ini menggunakan metode yuridis empiris dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Pembahasan dari jurnal ini adalah Komisaris Independen mempunyai kedudukan yang sama dengan Komisaris lainnya, berarti Dewan Komisaris harus bertindak secara bersama-sama (majelis). Komisaris Independen dengan Komisaris lainnya (Dewan Komisaris) mempunyai kesamaan dalam hal tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta anggaran dasar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kendala yang dihadapi oleh Komisaris Independen dalam mewujudkan Good Corporate Governance dikategorikan menjadi dua yaitu kendala internal dan kendala eksternal.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAPERJUDIAN SABUNG AYAM DI SEMARANG (STUDI PUTUSAN PN SEMARANG NO.155/PID/B./2015/PN.SMG)
Sony Duga Bangkit Pardede*, Nyoman Serikat Putra Jaya, AM.Endah Sri
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (823.058 KB)
Sejarah Perjudian Sabung Ayam di Indonesia atau kegiatan mengadu dua ekor Ayam Jago atau Ayam jantan ini adalah salah satu hobi atau kegiatan yang sangat terkenal dan kental di kalangan masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai hobi, Sabung Ayam juga kerap dijadikan sebagai ajang atau media perjudian baik sekala kecil bahkan sampai sekala besar dengan nominal taruhan sampai berpuluh-puluh juta rupiah.Dalam hal ini yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimana kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian sabung ayam saat ini. Praktik pengadilan dalam memeriksa, megadili dan memutus perjudian sabung ayam dalam Putusan PN.Semarang NO.155/PID/B./2015/PN.SMG. Kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian sabung ayam yang akan datang.Penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang melihat hukum dalam perspektif hukum positif. Penelitian dengan pendekatan yuridis normatif artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan.Perjudian merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Tindak pidana perjudian dalam KUHP termasuk “Sabung Ayam” selain dilarang secara tegas oleh hukum positif (KUHP). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan pasal 303 KUHP, pasal 542 KUHP dan sebutan pasal 542 KUHP kemudian dengan adanya UU.No.7 1974 diubah menjadi pasal 303 bis KUHP. Para terdakwa pelaku tindak pidana perjudian telah divonis bersalah dan dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 4 (empat) bulan penjara. Hal tersebut dapat dibuktikan karena para terdakwa telah mengakui terus terang perbuatannya melakukan Tindak Pidana khususnya Perjudian Sabung Ayam dan juga menggunakan uang sebagai taruhan demi mendapatkan sebuah keuntungan. Pembaharuan RUU KUHP merupakan suatu keharusan. Karena pemerintah harus menyikapi perkembangan tersebut dengan merancang sebuah peraturan yang dapat menjangkau dan mengakomodir kejahatan di bidang kesusilaan khususnya tindak pidana perjudian sabung ayam. Jadi dalam hal ini perlu kerja sama antara penegak hukum dengan masyarakat untuk menanggulangi Tindak Pidana Perjudian agar tercipta kondisi sosial yang aman dan bersih serta bebas dari perjudian yang meresahkan masyarakat.Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan perjudian sabung ayam selain dilakukan para penegak hukum hal ini juga perlu ditempuh dengan berbagai cara yang bersifat persuasif dan juga melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi mengatasi maraknya perjudian sabung ayam yang terjadi. Dengan melaporkan kepada pihak berwajib bila mengetahui adanya perjudian sabung ayam. Karena dalam hal tersebut sangat berpengaruh dalam mengurangi adanya tindak pidana perjudian dimana dalam hal ini masyarakatlah yang sering diserahkan oleh pelaku perjudian tersebut.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA MAKAR DI INDONESIA
Fauzan Hamsyah Permana*, Eko Soponyono, R. B. Sularto
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (461.597 KB)
Makar (aanslag) yang diterjemahkan dari Bahasa Belanda lahir disaat Pemerintah Belanda mensiasati keajegan sosial dimana di Negara-negara Eropa pada saat itu menjadi familiar dengan perbuatan Makar, atau yang dikenal pada masa itu adalah perbuatan memisahkan diri dari sebuah bangsa, menjatuhkan pemerintahan, dan/ atau kejahatan terhadap Negara (Rebellion dan insurrection) efek euforia perang dingin. Ekspansi yang dilakukan Belanda kepada Negara jajahan dalam hal ini Indonesia pun disiasati dengan upaya yang sama yang mengacu pada Anti Revolutie Wet 1920 (Staatblad 619) dalam Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvS). Dalam pengaturannya di Indonesia yang dituangkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tidak jauh berbeda dengan WvS yakni tidak dirubah secara substansi makna perbuatan Makar, karena dalam pengaturan tersebut hanya merubah istilah Raja dan Ratu menjadi Presiden dan Wakil Presiden saja, begitupun pada pembaharuannya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana makar saat ini di Indonesia, mengetahui bagaimana formulasi pembaharuannya pada masa yang akan datang (ius constituendum) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana Indonesia serta kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya kebijakan kriminal saat ini dan yang akan datang. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis-normatif. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian penulis melihat tidak terjadi kesinambungan dan sinergisitas antara perlakuan Penal Policy dengan Non Penal Policy sebagai upaya penanggulangan Tindak Pidana Makar di Indonesia.
ANALISIS YURIDIS PERKAWINAN CAMPURAN PRIA WARGA NEGARA ASING (WNA) MENIKAH DENGAN WANITA WARGA NEGARA INDONESIA (WNI) MENURUT UNDANG – UNDANG NO 1 TAHUN 1974
Ade Nurhidayat*, Herni Widanarti, Kashadi
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (870.59 KB)
Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang telah mencapai usia tertentu maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama dengan orang lain yang bisa dijadikan curahan hati, penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah perkawinan, Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok tanah air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, penulis kemudian tertarik untuk menjadikan tema penulisan hukum ini adalah “Analisis Yuridis Perkawinan Campuran Pria Warga Negara Asing (WNA) Menikah dengan Wanita Warga Negara Indonesia (WNI) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974”(Studi Kasus)
TUNTUTAN NAFKAH TERUTANG TERHADAP SUAMI PASCA PERCERAIAN (Studi di Pengadilan Agama Semarang)
Ahmad Syarief*, Yunanto, Herni Widanarti
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (608.317 KB)
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang sakral antara pria dan wanita sehingga menjadi suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan adanya ikatan perkawinan maka secara otomatis timbul hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Namun dalam perjalanannya suatu perkawinan dapat putus karena perceraian. Setelah putusnya perkawinan tidak semata-mata hilang kewajiban suami kepada isteri terutama mengenai nafkah. Terhadap nafkah isteri yang tidak dipenuhi selama perkawinan oleh suami, pihak isteri dapat mengajukan gugatan nafkah terutang/ nafkah madliyah ke Pengadilan pada domisili tergugat. Dari hasil penelitian penulis di Pengadilan Agama Semarang dapat diperoleh kesimpulan bahwa seorang Isteri dapat mengajukan gugatan nafkah terutang terhadap suami melalui dua cara yaitu melalui rekonvensi/ gugat balik dalam perkara cerai talak dan melalui pengajuan gugatan nafkah terutang tersendiri di Pengadilan. Dalam pelaksanannya tuntutan nafkah terutang yang dilakukan oleh isteri di Pengadilan mengalami kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya adalah suami dalam keadaan tidak mampu atau miskin, pihak isteri yang mengajukan gugatan nafkah terutang tidak datang ke pengadilan, suami tidak mempunyai kepentingan atau melakukan keberatan dan Besarnya Jumlah nafkah terutang yang diajukan istri tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses berperkara.
PENERAPAN ASAS KESEIMBANGAN SEBAGAI INDIKATOR ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN UPGRADING GUDANG LPG DI TBBM SEMARANG GROUP ANTARA PT CITRA AGUNG MANDIRI UTAMA DENGAN PT PERTAMINA (PERSERO)
Baginda A J N*, Ery Agus Priyono, Dewi Hendrawati
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (918.218 KB)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis teori hukum perjanjian mengenai syarat sahnya perjanjian terutama perjanjian pemborongan ini telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dan Untuk mengetahui dan menganalisis suatu perjanjian pemborongan telah sesuai dengan asas keseimbangan dan kebebasan berkontrak. Hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa perjanjian pemborongan tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian pemborongan ini tidak menerapkan asas keseimbangan dan asas kebebasan berkontrak secara menyeluruh. Hal ini disebabkan karena kriteria asas keseimbangan dan asas kebebasan berkontrak tidak dipenuhi seluruhnya. Pihak penyedia jasa hanya dapat mengajukan harga penawaran kontrak, sedangkan klausula-klausula dalam kontrak ini ditentukan oleh pihak pengguna jasa, namun pembagian hak dan kewajiban dijelaskan secara jelas dan terperinci dan pada kontrak ini tidak terdapat klausula yang menghilangkan kewajiban salah satu pihak (klausula eksonerasi).