Articles
112 Documents
Search results for
, issue
"Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016"
:
112 Documents
clear
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUATAN BAHAN PELEDAK LOW EXPLOSIVE TANPA IZIN (BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NO.226/PID.B/2014/PN.Smg)
Eko Soponyono, Umi Rozah, Inggrieny Angelia Ester Pakpahan*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (842.696 KB)
Dewasa ini pembuatan bahan peledak tanpa izin kian marak. Banyak bahan peledak illegal yang dapat ditemukan beredar di masyarakat. Sebagai contohnya adalah petasan yang termasuk dalam golongan bahan peledak low explosive. Pembuatan bahan peledak low explosive tanpa izin sangat berbahaya. Bukan hanya melanggar perizinan yang telah ditetapkan tetapi lebih kepada tingkat keamanan dari bahan peledak tersebut. Kejahatan terhadap pembuatan bahan peledak low explosive tanpa izin ini  telah diformulasikan dalam UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak. Pemerintah juga telah mengatur hal yang berhubungan mengenai perizinan dari bahan peledak tersebut dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan, Pembinaan, Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian Industri Bahan Peledak dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia  Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pengawasan, Pengendalian, Dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial. Dalam Putusan Nomor 226/Pid.B/2014/PN.Smg, Hakim dalam memutus menggunakan ketentuan UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang tertuang dalam Pasal 1.
ANALISIS YURIDIS TENTANG REHABILITASI TERHADAP PENGGUNA ATAU PEMAKAI NARKOTIKA DALAM PUTUSAN NOMOR: 79/Pid/2012/PT.TK.
Nyoman Serikat, Purwoto, Citra Marina Napitupulu*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (705.959 KB)
Kejahatan bukan saja merupakan masalah bagi suatu masyarakat tertentu yang berskala lokal maupun nasional, tetapi menjadi masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia, baik pada masa lalu, kini dan masa mendatang. Penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan melanggar hukum dan membuat banyak kalangan dan lapisan masyarakat resah karena banyak orang yang memakai barang terlarang tersebut dan bisa mempengaruhi banyak kalangan baik usia muda maupun usia lanjut. Karena bahaya tersebut, bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemakai di lingkungan masyarakat bisa terjadi dengan cara agar dapat memenuhi hasratnya mendapatkan narkotika.               Jurnal ini menggunakan metode yuridis empiris dengan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Pembahasan dari jurnal ini adalah bagaimana tuntutan rehabilitasi terhadap pengguna atau pemakai narkotika dalam UU No.35 Tahun 2009 dan praktik pengadilan dalam mengadili kasus yang ada tentang rehabilitasi terhadap pengguna atau pemakai narkotika. Para pengguna atau pemakai narkotika seharusnya di rehabilitasi ditempat rehabilitasi yang telah ditentukan oleh pihak berwajib untuk menjalani rehabilitasi.
TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS PERIKANAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
Amiek Soemarmi, Retno Saraswati, Wisnu Purba Anggara*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (599.969 KB)
Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi perikanan yang melimpah diantaranya, potensi perikanan air tawar, potensi perikanan air laut, potensi budidaya laut, potensi budidaya pesisir, dan potensi ekosistem habitat viral. Pengawas perikanan dibentuk untuk melindungi agar usaha perikanan di perairan Indonesia dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya tanpa harus menimbulkan efek negatif. Penelitian ini dibatasi 2 rumusan masalah yaitu:Bagaimana tugas dan wewenang pengawas perikanan dan hambatan-hambatan yang dihadapi pengawas perikanan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di Provinsi Jawa Tengah? Kajian penelitian ini bersifat yuridis normatif sebagai pendekatan utama. Spesifikasi dari penelitian ini adalah deskriptif analitis yang menggunakan data sekunder sebagai data utama. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan dan mempunyai 12 wewenang. Upaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah adalah penambahan jumlah pengawas perikanan, membangun kapal pengawas perikanan baru, dan mengikutkan pengawas perikanan untuk mengikuti bimbingan teknis. Hambatan yang ditemui antara lain kurangnya jumlah pengawas perikanan, Provinsi Jawa Tengah hanya memilik1 kapal pengawas perikanan, selain itu jumlah penyidik perikanan yang terbatas.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MENGENAI LEMBAGA PELATIHAN MENGEMUDI MOBIL YANG MEMBAHAYAKAN PENGGUNA JALAN UMUM
Arjuna Raenaldi*, Nyoman Serikat PJ, Purwoto
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (755.945 KB)
Perkembangan usaha di Indonesia saat ini sangat pesat. Salah satu kegiatan usaha yang semakin marak saat ini adalah kegiatan usaha setir mobil yang mengakibatkan terjadinya pengampuan didalam pembelajaran latihan setir mobil di jalan raya.Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Dalam penelitian ini analisis data kualitatif dilakukan dengan pemikiran berdasarkan penalaran-penalaran untuk dapat mengambil sebuah simpulan yang logis, sebelum disusun dalam bentuk sebuah laporan penelitian. Analisis data yang dilakukan secara kualitatif untuk menarik simpulan-simpulan tidak hanya bertujuan mengungkapkan kebenaran, tetapi mampu mengatasi permasalahan-permasalahan pelanggaran hak cipta di masa yang akan datang.Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA TENAGA PEMASARAN DALAM KEGIATAN BISNIS MULTI LEVEL MARKETING (MLM) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Albert NichoF.T.*, Sonhaji, Solechan
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (486.838 KB)
Dewasa ini, muncul suatu sistem pemasaran bernama Multi Level Marketing. Sistem pemasaran ini menawarkan suatu peluang usaha dengan pendapatan yang besar kepada setiap orang yang mau bergabung menjadi tenaga pemasarannya. Namun, dalam prakteknya seorang tenaga pemasaran tidak diberikan hak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur sedemikian rupa mengenai perlindungan hak kepada pekerja. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 telah menyebutkan hak-hak pekerja seperti hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan upah dan penghargaan kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya, hak untuk mendapatkan pelatihan kerja yang sesuai dengan kompetensi kerja yang diminatinya. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi pekerja dari kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang menggunakan sistem pemasaran MLM yang terjadi adalah melakukan kecurangan dalam memenuhi hak dari tenaga pemasaran/marketing di perusahaannya. Namun dalamperjanjian kerja yang digunakan dalam perekrutan dari perusahaan satu dengan lainnya tidak selalu sama dan diperlukan suatu peraturan lebih detail mengenai dengan sistem pemasaran MLM ini dengan tegas untuk mengurangi pelanggaran.
PENEGAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN POLRESTABES SEMARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN PENGANCAMAN DI JALAN RAYA
Raden Bagus Satriyo Pamuditya*, Nyoman Serikat, Budhi Wisaksono
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (637.622 KB)
Penegakan hukum yang dilakukan Polrestabes semarang dalam tindak pidana pemerasan dan pengancaman di jalan raya. Hukum pidana harus pula menjawab kasus-kasus pemerasan dan pengancaman yang masih ada ditengah-tengah masyarakat khususnya di jalan raya. Ditegaskan dalam Kitab Undang-undang Hukum pidana Pasal 368 sendiri bertujuan untuk menanggulangi adanya tindakan yang tidak bertanggungjawab seperti pemerasan dan pengancaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara penegakan hukum yang digunakan oleh kepolisian dalam menghadapi tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya dan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami oleh kepolisian dalam menghadapi tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya. Metode pendekatan yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris, yaitu meneliti objek yang bersifat yuridis, juga melihat kenyataan dan didasarkan kepada pengalaman yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Spesifikasi peelitian dalam penulisan hukum ini mengguanakan metode deskriptif analitis yang menggambarkan atau menuliskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada secara rinci, sistematis dan menyeluruh yang menyangkut permasalahan yang akan dibahas.Berdasarkan latar belakang tersebut penulisan akan membahas tentang (1)Bagaimana penegakan hukum yang dilakukan oleh Polrestabes Semarang dalam menghadapi tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya ? Serta (2)Apakah kendala yang ditemukan oleh polisi dalam menghadapi tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan di jalan raya?Hasil penelitian, Penegakan hukum yang dilakukan oleh polrestabes semarang sudah sangat optimal, namun masih banyaknya kesadaran masyarakat yang terus-menerus mengabaikan peringatan yang diberikan dari pihak kepolisian kepada masyarakat, membuat kejahatan yang terjadi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun pemberian informasi kemasyarakat kurang mengena ke dalam kehidupan masyarakat yang sudah terkikis secara moral dan mentalnya dan penanganan kasus-kasus perampasan dan pengancaman dijalan raya seharusnya tidak ada hambatan serius, namun di polrestabes Semarang menemukan banyak hambatan yang terjadi, baik hambatan dari luar polrestabes Semarang bahkan dari dalam polrestabes Semarang. Yang dari waktu ke waktu sudah menjadi alasan klasik, namun itu juga bukan suatu hambatan yang dapat memperlambat jalannya proses untuk memerangi kejahatan perampasan dan pengancaman dijalan raya.
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI SECARA SPORADIK DI DESA BUTUH KECAMATAN BUTUH KABUPATEN PURWOREJO
Hariyadi Fitriyanto*, Ana Silviana, Dyah Widjaningsih
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (178.167 KB)
Pendaftaran tanah merupakan salah satu hal yang sangat penting dan sangat berperan sekali terhadap kepastian hukum untuk melindungi hak seseorang atas tanahnya. Di Desa Butuh Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo masih terdapat tanah yang belum didaftarkan sehingga belum bersertipikat. Namun seiring dengan semakin majunya pembangunan, maka kesadaran akan pentingnya pendaftaran tanah membuat warga masyarakat mengajukan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendaftaran tanah pertama kali di Desa Butuh Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo bisa dikatakan efektif. Kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pensertifikatan tanah, belum terpasangnya patok tanda batas diatasi dengan pemilik diminta,dan kesulitan menghadirkan tetangga batas sehingga pengukuran ditunda dengan menunggu kehadiran tetangga batas. Akibat hukum tanah-tanah yang belum didaftarkan ke Badan Pertanahan Kabupaten Purworejo adalah tanah tidak dapat dijadikan sebagai agunan (Hak Tanggungan) di bank dan juga pemilk tidak memiliki bukti kepemilikan yang kuat atas tanahnya.
TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.43/PUU-XIII/2015 TENTANG INKONSTITUSIONALITAS KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DALAM MELAKUKAN REKRUITMEN HAKIM BERSAMA MAHKAMAH AGUNG
Enggar Wicaksono*, Fifiana Wisanaeni, Eko Sabar Prihatin
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (215.615 KB)
Para Hakim Agung yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengajukan gugatan Undang-Undang No.49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang No.50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang No.51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ke Mahkamah Konstitusi. Alasan pengajuan gugatan adalah keterlibatan Komisi Yudisial dalam melakukan seleksi pengangkatan Hakim bersama Mahkamah Agung, karena menurut Mahkamah Agung keterlibatan Komisi Yudisial justru menghambat seleksi pengangkatan Hakim di Mahkamah Agung dan berimbas pada terhambatnya promosi serta mutasi Hakim. Permasalahan penelitian ini adalah apa yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan Nomor 43/PUU-XIII/2015, serta bagaimana impilkasi putusan tersebut terhadap kewenangan dari Komisi Yudisial.Metode pendekatan penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, sumber data penelitian sekunder, yang diperoleh melalui sudi kepustakaan, yang kemudian dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 43/PUU-XIII/2015 adalah keterlibatan Komisi Yudisial dalam melakukan seleksi pengangkatan Hakim sebagai bentuk intervensi terhadap kekuasaan kehakiman, sekaligus menganggu independensi dari Hakim dalam bekerja. Dijelaskan pula di dalam Konstitusi tidak tertulis sama sekali kewenangan Komisi Yudisial dalam melakukan seleksi Hakim. Frasa wewenang lain yang diberikan Konstitusi kepada Komisi Yudisial semata-mata hanya untuk menjaga dan menegakkan kode etik perilaku Hakim. Kemudian Impilkasi putusan tersebut terhadap kewenangan Komisi Yudisial adalah, Komisi Yudisial tidak memiliki kewenangan lagi untuk melakukan seleksi pengangkatan Hakim bersama Mahkamah Agung dan mulai saat ini seleksi pengangkatan Hakim hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Hal ini menjadikan semakin berkurangnya kewenangan dari Komisi Yudisial dalam menjalankan tugas dan kewenangannya yang diberikan konstitusi, serta semakin berkurang pula kontrol dan pengawasan yang diberikan kepada Hakim di negara ini.Akar permasalahan seleksi hakim ini terletak pada ketidakjelasan distribusi kewenangan dalam Undang-Undang, seharusnya para Hakim Konstitusi mengambil peluang untuk meluruskan kembali ketidakpastian hukum ini, dengan meminta legislatif merumuskan kembali pembagian kewenangan definitif antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
TANGGUNG JAWAB PENGURUS DALAM PELAKSANAAN PRINSIP GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) PADA BUMDES (BADAN USAHA MILIK DESA)
Irawati Mahardiyatsih*, Budiharto, Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (658.96 KB)
Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut asas ontonomi, dalam rangka melaksanakan otonomi dan mengupayakan pengembangan Desa serta peningkatan ekonomi Desa maka dibentuklah Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha yang bercirikan Desa. GCG (Good Corporate Governance) pada dasarnya merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan. Badan Usaha Milik Desa sebagai Badan Usaha perlu menerapkan GCC (Good Corporate Governance) guna melaksanakan pengelolaan perusahaan yang baik.
PERLINDUNGAN HUKUM AKIBAT SURAT HUTANG FIKTIF YANG DIKELUARKAN BANK TERHADAP NASABAH YANG SUDAH MEMUTUSKAN KONTRAKNYA (STUDI PADA PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN NO. 258/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL)
Daniel Octavianus*, Achmad Busro, Marjo
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (347.267 KB)
Dalam perkara pada Putusan PN. Jakarta Selatan No. 258/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel terdapat pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dan kerahasiaan bank. Annual Fee dari fasilitas Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang dikeluarkan oleh Tergugat yang dalam hal ini adalah pimpinan bank tetap dikenakan dan ditagih kepada Penggugat II yang dalam hal ini adalah nasabah hingga menerbitkan Konfirmasi Tagihan yang diserahkan kepada Debt Collector dalam keadaan terbuka sehingga menjadi “tidak rahasia” untuk Penggugat II yang seharusnya sudah ditutup dan/atau dihapus dari database Tergugat karena Penggugat II telah menyatakan berhenti dan tidak mau lagi meneruskan fasilitas KTA serta meminta agar Acc. Number Penggugat II ditutup. Berdasarkan analisis diketahui bahwa Undang-Undang Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, Sistem Informasi Debitur, dan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan maka, pimpinan Bank terancam dikenakan sanksi pada Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Perbankan dan pimpinan Bank wajib mengganti kerugian kepada pihak nasabah yang dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut.