Articles
22 Documents
Search results for
, issue
"Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum"
:
22 Documents
clear
KAJIAN YURIDIS PADA PUTUSAN NO.275/PID.SUS/2019/PN.SBY TENTANG PENGHINAAN DAN/ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK DI MEDIA SOSIAL
Anggraini, Crisdinata Refta;
Rusdiana, Emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38044
Pada putusan No.275/PID.SUS/2019/PN.SBY mengenai Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik di Media Sosial Permasalahan yang timbul adalah ketidaksesuaian putusan dengan pasal yang didakwakan. Pasal yang didakwakan adalah Pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tetapi berdasarkan fakta persidangkan menunjukkan bahwa hakim tidak mempertimbangkan aspek yuridis dan non yuridis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek yuridis dan non yuridis sebagai dasar pertimbangan hakim pada putusan No.275/PID.SUS/2019/PN.SBY tentang Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik di Media Sosial dan Independensi Hakim dalam Memutus Perkara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pengumpulan data dengan studi Pustaka dengan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus,dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim pada putusan No.275/PID.SUS/2019/PN.SBY tidak memperhatikan segi yuridis dan non yuridis. Aspek yuridis berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP, hakim tidak memperhatikan keterangan terdakwa, keterangan saksi dan barang bukti yang telah diungkapkan dalam persidangan. Hakim hanya berfokus pada dakwaan penuntut umum, pasal-pasal yang terkait dengan tindak pidana terdakwa sedangkan berdasarkan pertimbangan non yuridis hakim tidak mempertimbangkan latar belakang perbuatan terdakwa dan kondisi terdakwa. Selain hal tersebut hakim juga belum menerapkan independensial praktis nyata dalam membuat putusan, dikarenakan adanya pengaruh pihak lain dalam penyelesaian perkara. Kata Kunci: UU ITE, Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, Penghinaan di media sosial
Penegakan Hukum Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 1999 Terhadap Lokalisasi Ban Sepur Wonokromo
Puspita, Audy Clara;
Rusdiana, Emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38059
Surabaya memiliki Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1999 yang mengatur tentang larangan menggunakan bangunan untuk melakukan perbuatan asusila serta pemikatan untuk melakukan perbuatan asusila. Pasal 2 huruf b Perda tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang di Kota Surabaya dilarang melakukan perbuatan pemikatan untuk berbuat asusila. Perda tersebut menjadi acuan bagi Pemkot Surabaya untuk menanggulangi praktik prostitusi yang ada di Surabaya. Salah satu tempat yang digunakan sebagai praktik prostitusi di Surabaya adalah lahan di sebelah timur Stasiun Wonokromo. Prostitusi harus ditanggulangi karena mempunyai dampak buruk bagi lingkungan serta tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. Prostitusi juga menjadi sarang penyebaran penyakit Human Immunodeficiency Virus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum Perda Nomor 7 Tahun 1999 serta hambatan yang terjadi dalam penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi di Lokalisasi Ban Sepur Wonokromo. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis. Lokasi penelitian dilakukan di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya. Informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Satpol PP Surabaya dan Mantan Pekerja Seks Komersial. Dengan melakukan wawancara, dokumentasi, dan observasi lalu dianalisa secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku prostitusi di Ban Sepur Wonokromo yang terjaring razia oleh Satpol PP Surabaya dilakukan sesuai dengan ketentuan Perda yang tergolong tipiring tidak memberi efek jera terhadap PSK yang tertangkap. Pada tahun 2018 dan 2019 dilakukan empat kali kegiatan penertiban hasilnya sebanyak empat puluh PSK terjaring. Hambatan penegakan hukum diantaranya jumlah personil minim untuk mengawasi dan melakukan patrol di wilayah Surabaya yang berpotensi digunakan sebagai tempat praktik prostitusi dan ancaman sanksi tergolong rendah.
Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Rumah Tangga Terkait Hak Untuk Mendapatkan Cuti
Kurniadi, Almira Vasthi Ghina;
Nugroho, Arinto
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38084
Fenomena yang sering terjadi pada bidang hukum ketenagakerjaan adalah banyaknya kasus yang melibatkan Pekerja Rumah Tangga. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (Selanjutnya disebut Permenaker Nomor 2 Tahun 2015) belum secara rinci melindungi hak cuti pekerja rumah tangga. Tidak adanya aturan lebih lanjut mengenai hak cuti pekerja rumah tangga membuat ketentuan hak cuti yang ideal bagi pekerja rumah tangga. Tidak adanya aturan lebih lanjut mengenai hak cuti pekerja rumah tangga berakibat munculnya permasalahan terkait pelanggaran hak cuti pekerja rumah tangga. Pelanggaran hak cuti rumah tangga seringkali berupa tidak diberikannya hak cuti pekerja rumah tangga oleh pengguna jasa pekerja rumah tangga. Pekerja rumah tangga yang merupakan seorang pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas hak cutinya serta aturan lebih lanjut mengenai standarisasi cuti yang berhak didapatkan pekerja rumah tangga. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terkait hak cuti bagi pekerja rumah tangga dan mengetahui pengaturan hak cuti yang ideal bagi pekerja rumah tangga. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan melakukan pengumpulan bahan-bahan hukum serta bahan non hukum untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, aturan mengenai hak cuti pekerja rumah tangga hanya disebutkan dalam pasal 7 Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 yang mengatur mengenai hak-hak pekerja rumah tangga. Aturan hak cuti pekerja rumah tangga tidak diatur lebih lanjut dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015. Undang-Undang Ketenagakerjaan (Selanjutnya disebut UUK) pun tidak menjadi acuan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 sehingga hak cuti pekerja rumah tangga hanya dilakukan sesuai kesepakatan sesuai dengan ketentuan pasal 7 huruf f Permenaker Nomor 2 Tahun 2015. Pekerja rumah tangga berhak mendapatkan cuti kerja yang ideal, namun cuti yang ideal bagi pekerja rumah tangga selaku pekerja informal tidak bisa disamakan dengan pekerja formal khususnya mengenai jumlah hari dalam ketentuan cuti yang ada dalam UUK dikarenakan Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tidak menjadikan UUK sebagai acuan khususnya dalam ketentuan cuti kerja.
EKSAMINASI TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN PADA PENGADILAN NEGERI KUDUS DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 124/Pid.B/2019/Pn.Kds: EKSAMINASI TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN PADA PENGADILAN NEGERI KUDUS DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 124/Pid.B/2019/Pn.Kds
Nugroho, Haryo Yudhistira Hamengku;
Astuti, Pudji;
Ahmad, Gelar Ali
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38166
Developers are prohibited from selling plots of land, according to Article 1 number 17 of Law no. 1 of 2011 concerning Housing and Settlement Areas defines mature land plots as "a plot of land that has been prepared for a house in accordance with the requirements for use, control, land ownership, detailed spatial planning, as well as building and environmental planning." In connection with the provisions regarding selling mature land lots according to the explanation of Article 146 paragraph (1) of Law no. 1 of 2011 concerning Housing and Settlement Areas states that mature land lots are "an activity of a legal entity that deliberately only markets mature land lots to consumers without building houses first". Selling mature land lots, according to Article 146 of Law no. 1 of 2011 concerning Housing and Settlement Areas that "legal entities that build Ready-to-Build Environment (hereinafter abbreviated as Lisiba) are prohibited from selling mature land plots without houses", the prohibition is aimed at developers who build housing which are prohibited from selling mature land lots without houses. Taking into account the description, the issues discussed were what was the basis for the consideration of the public prosecutor to charge ADY PRIYO LEKSONO with Article 378 of the Criminal Code in cases that were decided by decision Number 124 / Pid.B / 2019 / Pn Kds and Is Article 154 of Law Number 1 Year 2011 concerning Housing and Housing not worthy of being accused.
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KOTAMOBAGU NOMOR : 104/PDT.G/2019/PN Ktg TENTANG JUAL BELI BANGUNAN TIDAK BESERTA DENGAN TANAH
Syarif, Abdurahman;
Wardhana, Mahendra
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38248
Kasus sebuah sertifikat tanah yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang salah satu pertimbangan hakimnya berdasarkan karena jual beli yang terpisah antara bangunan dengan tanahnya yakni pada putusan Pengadilan Negeri Kotamobagu (Putusan Nomor : 104/Pdt.G/2019/PN Ktg). Pada sengketa tersebut terdapat Sertifikat Hak Milik No.71/Purworejo dan Sertifikat Hak Milik No.685/Purworejo. Berdasarkan terbitnya Sertifikat Hak milik atas tanah tersebut terdapat pihak yang merasa dirugikan yaitu pihak Pengugat, sebab pihak Penggugat merasa memiliki tanah tersebut berdasarkan jual beli yang terpisah antara bangunan dengan tanahnya, Majelis Hakim mengabulkan permohonan Penggugat.Sehingga pada sengketa diatas menimbulkan sebuah permasalahan mengenai kepastian hukum dan siapa yang berhak atas tanah tersebut.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pertimbangan hakim dan akibat hukum dari putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus dengan sumber bahan hukum primer,sekunder. Metode pengumpulan bahan hukum menggunakan studi kepustakaan dengan teknik analisis preskriptif. Hasil penelitian ini adalah putusan hakim terdapat Asas putusan memuat dasar alasan yang jelas dan rinci, pada perkara ini hakim kurang memperhatikan Asas tersebut, terdapat kekaburan norma mengenai jual beli yang terpisah antara tanah dengan bangunan diatasnya, putusan hakim menyatakan sertifikat yang dipunyai tergugat tidak mempunyai kekatan hukum, namun berdasarkan analisis penulis yang dilakukan sertifikat tanah tersebut merupakan haknya Tergugat, sehingga putusan tersebut tidak mencerminkan unsur keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan bagi Para Tergugat yang menyebabkan Para Tergugat tidak dapat merasakan manfaat dari tanah tersebut untuk seterusnya.
PROBLEMATIKA KEWENANGAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM MEMUTUS SENGKETA PADA SEKTOR JASA KEUANGAN MELALUI ARBITRASE
Putri, Shafira Monica;
Masnun, Muh. Ali
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38304
BPSK menerima banyak aduan mengenai sengketa di sektor jasa keuangan. Namun, putusan BPSK melalui arbitrase mengenai sengketa konsumen di sektor jasa keuangan yang diajukan keberatan pada Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai kewenangan BPSK dalam menangani sengketa konsumen di sektor keuangan melalui arbitrase serta menganalisis mengenai akibat hukum atas Putusan MA No 27 K/Pdt.Sus/2013 dengan kewenangan BPSK dalam menangani sengketa pada sektor jasa keuangan melalui arbitrase. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan beberapa pendekatan penelitian, yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah pertama, BPSK tidak memiliki kewenangan untuk menangani sengketa di sektor jasa keuangan melalui arbitrase berdasarkan jenis sengketa atau perkaranya. Kedua, akibat hukum Putusan MA No 27 K/Pdt.Sus/2013 terhadap kewenangan BPSK adalah sengketa yang timbul akibat wanprestasi tidak tunduk dengan ketentuan yang terdapat dalam UUPK serta tidak termasuk dalam ranah kewenangan BPSK. Penulis dapat memberikan saran yaitu BPSK seharusnya tidak menerima pengaduan dan menangani perkara yang sengketanya mengenai sengketa di sektor jasa keuangan. Konsumen seharusnya memperhatikan materi atau muatan dari aduannya sebelum mengadukannya kepada BPSK, sehingga apabila sengketanya mengenai sengketa di sektor jasa keuangan sebaiknya diperkarakan melalui Pengadilan Negeri atau LAPS OJK. Pelaku usaha sektor jasa keuangan juga seharusnya menyampaikan informasi mengenai penyelesaian sengketa yang telah disepakati sebelumnya pada konsumennya yaitu melalui Pengadilan Negeri atau LAPS OJK. Kata Kunci: Kewenangan, BPSK, Sengketa Keuangan, Arbitrase.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DISPENSASI PERKAWINAN PADA PEREMPUAN DI INDONESIA
AMBAR SARI, SRI MURNI;
susilowati, S.H.,M.H., indri fogar
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38418
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri Perkawinan merupakan ikatan lahir batin seorang pria dengan wanita sebagai suami istri membentuk keluarga yang bahagia,kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu yang menjadi syarat perkawinan adalah pria dan wanita berusia 19 tahun, apabila calon belum mencapai usia 19 tahun, dapat mengajukan dispensasi ke pengadilan dengan alasan sangat mendesak dan disertai bukti yangcukup, dalam pasal 7 ayat (2) tidak menjelaskan kriteria standar dan indikator dari dispensasi itu sendiri sehingga tidak menimbulkan pemaknaan salah oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa rasiolegis pemberian dispensasi perkawinan yang tertuang dalam Pasal7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 TentangPerkawinan dan untuk mengetahui akibat hukum pemberiandispensasi. metode penelitian ini yaitu yuridisnormatif, meneliti bahan pustaka berdasarkan sumberutama ,menelaah teori, konsep, dan asas-asas hukum. meninjau secara yuridis normatif rasio legis dispensasi perkawinan dalam Pasal7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan dan akibat hukum pemberian dispensasi perkawinan. Hasil dari penelitian yaitu dasar pertimbangan dispensasi perkawinan yakni berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, pertimbangan mengenai pemberian dispensasi perkawinan yaitu Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, selain itu landasan filosofis, sosiologis dan landasan yuridis disebutkan dalam Naskah Akademik RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di jelaskan dalam Naskah Akademik tersebut alasan dispensasi tersebut di berikan. Akibat hukum pemberian dispensasi perkawinan yaitu anak tersebut telah dianggap dewasa dan dianggap cakap dalam melakukan perbuatan hukum atau dapat di katakan bahwa ia tidak berada dibawah pengampuan
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS TENAGA KEPERAWATAN YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS (Studi Putusan No.109/Pid.Sus/2019/PN.Kbu): PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS TENAGA KEPERAWATAN YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS (Studi Putusan No.109/Pid.Sus/2019/PN.Kbu)
Bimantara, Gesa;
ASTUTI, PUDJI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38428
Di dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan (selanjutnya disingkat UU No. 36 Tahun 2014) mengelompokan tenaga kesehatan menjadi tenaga medis dan tenaga keperawatan. Tenaga medis menurut Pasal 11 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2014 terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis, sedangkan tenaga keperawatan menurut Pasal 11 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2014, bahwa tenaga keperawatan terdiri atas berbagai jenis perawat. Hal ini berarti bahwa perawat dalam dunia kesehatan bukan sebagai tenaga medis, namun dalam praktiknya tidak jarang tenaga keperawatan melakukan tindakan medis. Di dalam praktik, perawat dijumpai melakukan praktik perawat sering melakukan tindakan medik yang sebenarnya bukan wewenang perawat seperti yang di atur dalam peraturan dan perundangundangan. Hal ini dapat dilihat dimana perawat yang melakukan tindakan medic tanpa ada pelimpahan secara tertulis dari dokter yaitu sebanyak 50%. Perawat yang melakukan tindakan medik dalam rangka menjalankan tugas pemerintah sangat rawan bersinggungan dengan hukum. Memperhatikan uraian tersebut, permasalahan yang dibahas adalah Apakah dakwaan penuntut umum sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa yang diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2014 dan Apa akibat hukumnya jika tenaga keperawatan melakukan tindakan medis operasi pasien. Hasil yang didapat adalah tenaga keperawatan yang melakukan tindakan medis operasi pasien, tanpa izin sebagaimana izin praktik kedokteran melanggar Pasal 86 UU No. 36 Tahun 2014 terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum. Pelaku selaku tenaga kesehatan melakukan tindakan medis (operasi terhadap pasien), pasca operasi pasien meninggal dunia, dikaitkan dengan dakwaan jaksa dalam dakwaan kesatu.
ANALISIS YURIDIS REGULASI PEMAKAIAN SEPEDA MOTOR UNTUK MENGANGKUT PENUMPANG PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
Masitha, Fachriah Dewi;
Hikmah, Nurul;
Sulistyowati, Eny
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38444
2019 was the beginning for Indonesia to experience a Covid-19 pandemic, The existence of covid -19 has led to various regulations related to preventing the spread of the pandemic. Large-scale Social Restrictions (PSBB) and New Normal Life are a form of order in the transportation sector for two-wheeled vehicles or motorbikes to carry passengers during the covid-19 pandemic. However, the provisions in the sector found a problems. Namely the existence of a conflict of norms contained in Permenhub Nu. 18 of 2020 with Permenhub Nu, 12 of 2019. The Focus of this research is the provions written in article 2 of Permenhub Nu. 12 of 2019 and article 11 paragraph (1) Permenhub Nu, 18 of 2020. The results showed that there was a conflict between the article 2 Permenhub Nu. 12 of 2019 with article 11 paragraph (1) Permenhub Nu. 18 of 2020 which wil have legas consequences for motorcyclist for the benefit of the community. Conflict of norms between Permenhub Nu. 18 of 2020 with Permenhub Nu. 12 of 2019 refers to the 3 principle of legal objectives, so that the result is that Permenhub Nu. 18 of 2020 and Permenhub Nu. 12 of 2019 has not provided a legal certainty for motorbike users for the benefit of the community during the covid-19 pandemic, due to the law with the enactment of Permenhub Nu. 18 of 2020 and Permenhub Nu. 12 of 2019 exist in both public and private spheres. Keywords: covid-19, legal consequences, legal certainty.
Intersepsi Pesawat Jet Tempur Rusia Terhadap Pesawat Mata-mata Amerika Serikat di Wilayah Udara Laut Medeterania Berdasarkan Hukum Internasional
Ekayanti, Rafita;
Nugroho, Arinto;
Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v0i0.38583
Abstract Russian fighter jets with aircraft code SU-35 flew in the international airspace of the Mediterranean Sea region on June 4, 2019. At the same time, the American spy plane, code number P-8A Poseidon, also flew in the same area was subject to interception which was carried out unsafe and incompatible with the interception procedure for aircraft in international airspace by Russian warplanes. International law regulates everything that can endanger the safety and security of an aircraft in international airspace as regulated in the provisions of Appendix 3 regarding aircraft maneuvers and interception. The purpose of this study is to analyze the form of responsibility and sanctions that can be given regarding the interception of Russian fighter jets against US spy planes in the international airspace of the Mediterranean Sea. This research is a normative legal research using a statutory and conceptual approach. The legal materials for this research consist of primary and secondary legal materials. State responsibility that can be applied in this case is in the form of satisfaction because there is no physical loss, only in the form of turbulence that does not cause casualties. Meanwhile, the sanctions that can be applied are fines by the United Nations Security Council and resolutions issued by the General Assembly of the United Nations in the form of recommendations related to air violations. Keywords: Interception, International Law, State Responsibility, Sanctions