cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX ET SOCIETATIS
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Arjuna Subject : -
Articles 1,270 Documents
PEMBEBANAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM MEMINIMALISASI TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Sumampouw, Valentino
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1750

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dan  apa peranan pembebanan pembuktian terbalik dalam meminimalisasi tindak pidana korupsi. Denagn menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa:    1. Pada dasarnya proses penyidikan tindak pidana dilakukan oleh penyidik POLRI atau penyidik PNS tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP. Namun pada Pasal 284 ayat (2) KUHAP ada pengecualiannya terhadap tindak pidana khusus/korupsi diberlakukan ketenuannya sendiri, sehingga dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi saat ini kewenangannya ada pada lembaga komisi pemberantasan korupsi bahkan bagi lembaga ini dimungkinkan juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.  2.            Peranan pembebanan pembuktian terbalik pembuktian terbalik adalah upaya yang dilakukan  seorang terdakwa untuk membuktikan semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa Penutut Umum. Namun untuk melakukan pembenahan oleh pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan lewat amandemen yang dianggap masih memiliki kendala dalam penerapannya untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi serta membentuk lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membantu pemerintah dalam menegakan hukum. Menghentikan berbagai tekanan oleh pihak penguasa/pemerintah untuk melakukan tekanan dalam mempengaruhi proses penegakan hukum terhadap terdakwa dan menghindari intervensi politik  dari pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan untuk melemahkan aparat penegakkan hukum untuk mencari kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya untuk membuktikan kesalahan terdakwa dan sebaliknya sebagaimana  Pasal 37 UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi yang mengatakan bahwa terdakwa berhak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. Kata kunci: Pembuktian terbalik
KEDUDUKAN DAN TUGAS POLRI UNTUK MEMBERANTAS AKSI PREMANISME SERTA KAITANNYA DENGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM KUHP Makaampoh, March
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1751

Abstract

Premanisme adalah perilaku yang menimbulkan tindak pidana yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam menertibkan premanisme, Polri tidak boleh melakukan kekuatan yang berlebihan dan harus mengacu pada aturan ketat penggunaan kekuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; Menegakkan hukum; dan Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kata Kunci: Premanisme, Polri dan KUHP
EKSISTENSI PELAKSANAAN EKSTRADISI PELAKU KEJAHATAN NARKOBA YANG BERDAMPAK INTERNASIONAL Kalalo, Astrid
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aspek hukum perjanjian ekstradisi menurut aturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimana pelaksanaan ekstradisi oleh negara-negara dalam mengadili pelaku kejahatan Narkotika.  Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif sehingga penulis dapat menyimpulkan, bahwa: 1. Lembaga ekstradisi dapat berfungsi sebagai sarana penegakkan hukum, dalam arti agar supaya para pelaku kejahatan tidak dapat terhindar dari jeratan hukuman walaupun pelaku kejahatan tersebut melarikan diri ke negara lain yang bukan merupakan tempat dimana kejahatan tersebut dilakukan (locus delicti). Perjanjian Ekstradisi yang dilakukan baik secara bilateral maupun secara multilateral merupakan landasan yuridis bagi negara-negara untuk menangkap, menyerahkan, mengadili dan menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan, dimana negara-negara yang terikat dalam perjanjian ekstradisi berkewajiban untuk saling menyerahkan para pelaku kejahatan, baik dalam posisi sebagai negara peminta atau pemohon maupun sebagai negara yang dimintakan untuk menyerahkan. 2. Proses dan cara yang akan dilakukan oleh negara-negara yang melakukan perjanjian ekstradisi dalam hal untuk menyerahkan pelaku kejahatan narkotika, haruslah memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip atau asas-asas yang berlaku dalam hukum ekstradisi, terutama yang berkaitan dengan status warga negara, jenis-jenis kejahatan yang dapat dan tidak dapat diekstradisi. Sebab dalam ketentuan proses ekstradisi tidak ada keharusan dari negara untuk menyerahkan warga negaranya sendiri terkecuali ada pertimbangan lain yang berlaku secara reciprositas. Proses permohonan dan cara penyerahan biasanya dilakukan melalui saluran diplomatik diantara negara yang melakukan perjanjian ekstradisi.
KAJIAN TERHADAP PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN PENGAWASAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Doodoh, Ireyne
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1753

Abstract

Dalam Buku I KUHPidana dapat diketahui bahwa sanksi-sanksi dalam KUHPidana tidak hanya berupa pidana (Belanda: straf) saja.  Dalam KUHPidana terdapat pula apa yang dalam ilmu hukum pidana di negeri Belanda disebut: maatregel.  Istilah maatregel ini dapat diterjemahkan sebagai: tindakan.  Dimasukkannya tindakan (maatregel) ke dalam susunan pidana (strafstelsel) merupakan hal yang relatif baru.  Pada mulanya dalam hukum pidana hanya dikenal jenis-jenis pidana (straf) yang dimaksudkan agar orang menderita sehingga jera untuk melakukan kejahatan lagi.  Kemudian ke dalam KUHPidana ditambahkan beberapa jenis tindakan (maatregel), di mana tindakan-tindakan ini lebih bertujuan untuk pembinaan, bukannya untuk mengenakan penderitaan.  Dengan penambahan tindakan ke dalam KUHPidana, maka dalam doktrin dikatakan bahwa susunan pidana (strafstelsel) sekarang ini terdiri atas 1.   Pidana (straf); dan, 2.   Tindakan (maatregel). Salah satu di antara jenis-jenis tindakan ini adalah voorwaardelijke veroordeling, yang umumnya diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai pidana bersyarat atau hukuman bersyarat. Pidana/hukuman bersyarat (voorwaardelijke veroordeling) ini diatur dalam Pasal 14a sampai dengan Pasal 14f pada Buku I KUHPidana. Dalam Pasal 14 KUHPidana ditentukan bahwa, “Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib melakukan segala pekerjaan yang diperintahkan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29”. Pasal 14 KUHPidana ini mengatur mengenai pelaksanaan pidana penjara.  Sesudah pasal ini barulah ditempatkan Pasal 14a sampai dengan Pasal 14f yang mengatur tentang pidana bersyarat.  Pidana bersyarat yaitu tidak melaksanakan pidana penjara karena yang hanya diasanakan syarat-syarat yaitu dalam waktu yang ditentukan terpidana tidak boleh melakukan tindak pidana.  Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari pustaka-pustaka hukum yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan, himpunan peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dan berbagai sumber tertulis lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah metode yuridis-normatif, yaitu dengan menggunakan ketentuan-ketentuan hukum positif sebagai dasar untuk mengkaji permasalahan, dan bersifat kualitatif.  Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa pidana bersyarat merupakan teknik atau upaya pembinaan seseorang di luar penjara agar tidak terpengaruh subkultur penjara. Kata Kunci : Pidana Bersyarat, Pengawasan
FUNGSI LEMBAGA PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Singal, Pricilia
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1754

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) menurut KUHAP  dan bagaimana penuntut umum berwenang mengajukan Peninjauan Kembali.  Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pasal 263 KUHAP ayat (2) yakni, apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, apabila dalam pelbagai putusan telah bertentangan satu sama lain, apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Permintaan peninjauan kembali prinsipnya, diajukan secara tertulis, menyebutkan secara jelas alasan yang mendasari permintaan PK, boleh juga diajukan secara lisan. 2. Mengenai kewenangan penuntut umum untuk mengajukan upaya hukum luar biasa, seperti yang telah tertulis di KUHAP, yakni upaya hukum luar biasa terbagi 2 jenis. Yang pertama yaitu kasasi demi kepentingan hukum dalam pasal 259 KUHAP, dan yang kedua yaitu, upaya peninjauan kembali dalam pasal 263 KUHAP. Kata kunci:  Peninjauan kembali.
PENGGUNAAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELANGGARAN PERIKLANAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Rampen, Felicia Lydia
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1755

Abstract

Sebagai alat promosi, iklan memegang peranan penting bagi pelaku usaha (produsen) untuk menunjang sekaligus meningkatkan usahanya. Melalui jasa periklanan pengusaha mencoba memancing dan membangkitkan minat (animo) konsumen untuk membeli produk barang atau jasa. Di samping itu, konsumen pun memerlukan iklan sebagai salah satu alat informasi untuk mengetahui produk konsumsi yang mereka butuhkan. Cara untuk menjaga kegiatan promosi periklanan tidak menjurus pada informasi yang menganjurkan konsumen melakukan pelanggaran melalui peraturan perundang-undangan. Meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan tentang iklan tidak harus mematikan kreativitas bisnis tersebut.  Sampai saat ini undang-undang yang mengatur secara khusus tentang periklanan belum ada. Meskipun demikian, beberapa undang-undang, banyak pasal-pasalnya yang mengatur mengenai periklanan, seperti: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur beberapa pasal mengenai periklanan. Kata Kunci : Periklanan
KEWENANGAN ADVOKAT DIDALAM SISTEM PERADILAN PIDANA GUNA MENUNJANG SISTEM PERADILAN TERPADU Rompis, Fabian
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1756

Abstract

Advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya.  Dalam UU No. 18/2003 tentang Advokat  ditegaskan bahwa seorang advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.  Kewenangan Advokat sebagai Penegak Hukum ialah guna memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang bersangkutan dengan masalah hukum yang dihadapi. Kewenangan Advokat adalah sebagai lembaga penegak hukum di luar pemerintahan. Peranan seorang advokat  dalam rangka menuju sistem peradilan pidana terpadu sangat diperlukan hingga tercapai perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Kata kunci: Kewenangan advokad
SANKSI PIDANA ATAS PELANGGARAN RAHASIA KEDOKTERAN OLEH DOKTER Pandi, Marini
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi ini membahas secara umum tentang sanksi pidana atas pelanggaran rahasia kedokteran oleh dokter , secara khusus membahas tentang sanksi yang akan diterima oleh dokter jika ia membuka rahasia penyakit yang di derita pasiennya kepada orang yang tak berhak tau.  Pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif , yakni suatu metode yang digunakan dengan jalan mempelajari buku literatur , perundang – undangan dan bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi pembahasan ini , perundang – undangan yang digunakan dalam praktik kedokteran ini yaitu undang – undang nomor 29 tahun 2004 pasal 4 .  Dewasa ini dokter lebih dipandang sebagai ilmuan yang pengetahuannya sangat diperlukan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit .Sebagian dokter tahu dan sebagian dokter tidak tahu bahwa dalam memberikan informasi kepada keluarga pasien tanpa persetujuan pasien adalah perbuatan yang melanggar hukum yaitu telah membuka rahasia kedokteran kepada orang yang tak berhak tau . Namun hukum merupakan pedoman dokter dalam memberikan informasi kepada keluarga pasien namun harus tetap melaksanakan pedoman dengan meminta persetujuan pasien. Tanggung jawab dokter dapat dimintakan apabila dokter telah melakukan kesalahan atau kelalaian , Hukum yang menentukan bahwa harus dibuktikan terlebih dahulu dokter telah melakukan kesalahan atau kelalaian dan yang dapat menentukan salah atau tidaknya seorang dokter adalah hakim . Sanksi pidana yang dikenakan bagi dokter apabila ia dengan sengaja membuka rahasia penyakit pasiennya kepada orang yang tak berhak tau ialah Pasal 322 KUHP Kata kunci : Sanksi Pidana , Rahasia Kedokteran
TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ANTI PENCUCIAN UANG Sapulete, Raisa Maria
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1758

Abstract

Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan transaksi tertentu kepada otoritas sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik. Setiap orang yang melakukan Transaksi dengan Bank wajib memberikan identitas dan informasi yang benar yang dibutuhkan oleh Bank dan sekurang-kurangnya memuat identitas diri, sumber dana, dan tujuan Transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Bank dan melampirkan dokumen pendukungnya. Lembaga keuangan, khususnya perbankan, sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, karena pada perbankan tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme dalam upaya melancarkan tindak kejahatannya. Melalui berbagai pilihan transaksi tersebut seperti transaksi pengiriman uang, perbankan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan. Kata Kunci: Perbankan dan Pelaku Pencucian Uang
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA TENTANG PENETAPAN BATAS WILAYAH LAUT NEGARA (STUDI KASUS SENGKETA WILAYAH AMBALAT ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA) Thomas, Marilin
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v1i2.1759

Abstract

Terjadinya tumpang tindih pemberian konsensi di Blok Ambalat menjadi pemicu sengketa. Malaysia mengklaim Blok Ambalat sebagai miliknya berdasarkan Peta Baru 1979 yang dibuat secara sepihak oleh Malaysia. Sedangkan Indonesia sejak tahun 1960-an sudah lebih dahulu memberikan konsensi kepada beberapa perusahaan asing lainnya dengan nama yang berbeda di wilayah Ambalat.  Penyelesaian sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, menurut hukum internasional diwajibkan secara damai. Setiap organisasi internasional mewajibkan proses penyelesaian sengketa secara damai, selain tidak merugikan dan mengakibatkan dampak yang buruk, penyelesaian sengketa secara damai memiliki nilai peradaban yang lebih tinggi. Kata kunci: Batas wilayah, laut negara

Page 3 of 127 | Total Record : 1270


Filter by Year

2013 2023


Filter By Issues
All Issue Vol. 11 No. 1 (2023): Lex Et Societatis Vol. 10 No. 4 (2022): Lex Et Societatis Vol. 10 No. 3 (2022): Lex Et Societatis Vol. 10 No. 2 (2022): Lex Et Societatis Vol. 10 No. 1 (2022): Lex Et Societatis Vol. 9 No. 4 (2021): Lex Et Societatis Vol 9, No 3 (2021): Lex Et Societatis Vol 9, No 2 (2021): Lex Et Societatis Vol 9, No 1 (2021): Lex Et Societatis Vol 8, No 4 (2020): Lex Et Societatis Vol 8, No 3 (2020): Lex Et Societatis Vol 8, No 2 (2020): Lex Et Societatis Vol 8, No 1 (2020): Lex Et Societatis Vol 7, No 12 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 11 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 10 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 9 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 8 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 7 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 6 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 5 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 4 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 3 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 3 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 2 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 2 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 1 (2019): Lex Et Societatis Vol 7, No 1 (2019): Lex Et Societatis Vol 6, No 10 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 10 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 9 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 9 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 8 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 8 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 7 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 7 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 6 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 6 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 5 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 5 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 4 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 4 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 3 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 3 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 2 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 2 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 1 (2018): Lex Et Societatis Vol 6, No 1 (2018): Lex Et Societatis Vol 5, No 10 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 10 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 9 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 9 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 8 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 8 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 7 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 6 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 6 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 4 (2017): Lex et Societatis Vol 5, No 4 (2017): Lex et Societatis Vol 5, No 3 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 3 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 2 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 2 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 1 (2017): Lex Et Societatis Vol 5, No 1 (2017): Lex Et Societatis Vol 4, No 2.1 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 2.1 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 9 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 9 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 8 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 8 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 7 (2016): Les Et Societatis Vol 4, No 7 (2016): Les Et Societatis Vol 4, No 6 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 5 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 5 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 4 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 4 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 3 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 3 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 2 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 2 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 1 (2016): Lex Et Societatis Vol 4, No 1 (2016): Lex Et Societatis Vol 3, No 10 (2015): Lex et Societatis Vol 3, No 10 (2015): Lex et Societatis Vol 3, No 9 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 9 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 8 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 8 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 7 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 7 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 6 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 6 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 5 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 5 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 4 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 4 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 3 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 3 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 2 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 2 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 1 (2015): Lex Et Societatis Vol 3, No 1 (2015): Lex Et Societatis Vol 2, No 9 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 9 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 8 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 8 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 7 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 7 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 6 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 6 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 5 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 5 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 4 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 4 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 3 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 2 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 2 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 1 (2014): Lex Et Societatis Vol 2, No 1 (2014): Lex Et Societatis Vol 1, No 5 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 5 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 4 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 4 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 2 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 1 (2013): Lex et Societatis Vol 1, No 1 (2013): Lex et Societatis Vol 5, No 5 (5): Lex Et Societatis Vol 5, No 5 (5): Lex Et Societatis More Issue