Articles
1,270 Documents
PENYIDIKAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN ANAK DI INDONESIA
Juhadi, Juhadi
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelindungan hak anak selama penyidikan perkara dalam sistem peradilan anak  dan bagaimana penyidikan terhadap perkara anak dalam sistem peradilan anak di Indonesia.  Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini, yaitu metode penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelindungan hak anak dalam sistem peradilan anak, yaitu anak harus diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya yang berbeda dengan orang dewasa. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tetap diakui dan dilindungi oleh hukum, meskipun anak tersebut sementara berhadapan dengan hukum. Perlindungan hak anak dalam sistem peradilan pidana bertujuan untuk mencegah anak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. 2. Penyidikan terhadap perkara anak dalam sistem peradilan anak di Indonesia dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama. Kata kunci: Peradilan anak
FUNGSI DAN TUGAS BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL DALAM MENERIMA PENGADUAN MENGENAI PELANGGARAN HAK-HAK KONSUMEN
Kairupan, Claudya
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i3.2455
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Fungsi dan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dalam menerima pengaduan dari berbagai pihak mengenai pelanggaran hak-hak konsumen akan dapat membantu upaya perlindungan konsumen melalui rekomendasi kepada pemerintah mengenai perlunya penyelesaian pelanggaran hak-hak konsumen pada level atas dan pada level bawah akan saling melengkapi dengan rekomendasi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat atas pengaduan-pengaduan yang perlu segera diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka (12): “Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumenâ€. Kata kunci: Fungsi dan tugas, perlindungan konsumen,
PUTUSAN PENGADILAN SEBAGAI ALTERNATIF PEMBENTUKAN HUKUM DALAM PERKARA PIDANA
Johan, Rusdi Pieter
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i3.2456
Kegiatan kehidupan manusia itu sangat luas, tidak terhitung jumlah dan jenisnya, sehingga tidak mungkin tercakup dalam satu peraturan perundang-undangan dengan tuntas dan jelas. Karena hukumnya tidak jelas dan tidak lengkap, maka harus dicari dan ditemukan. Apabila hukum diartikan secara terbatas sebagai putusan penguasa, dan dalam arti yang lebih terbatas lagi sebagai keputusan hukum (pengadilan), yang menjadi pokok permasalahan adalah tugas dan kewajiban hakim dalam menemukan apa yang dapat menjadi hukum, sehingga melalui keputusannya, hakim dapat dianggap sebagai salah satu faktor pembentuk hukum. Pembentukan hukum adalah merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku umum, bagi setiap orang.Putusan pengadilan dapat dijadikan alternatif dalam pembentukan hukum dalam perkara pidana di Indonesia. Hal ini disebabkan pada saat hakim mengadili suatu perkara yang ketentuan peratuan perundang-undangannya kurang jelas atau bahkan belum diatur secara tegas maka hakim harus menemukan hukumnya agar perkara tersebut dapat diadili. Kata kunci: Alternatif pembentukan hukum
PENYELESAIAN SENGKETA ATAS KEWENANGAN PENYIDIKAN KPK DAN POLISI DALAM MENANGANI KASUS KORUPSI
Tatuil, Gidion
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Menurut UU no 30 Tahun 2002 Penyidikan tindak pidana korupsi dilakukan oleh penyidik pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Penyidik KPK). Penyidik KPK adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyidik KPK memiliki tugas dan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangannya. Didalam melakukan tugas penyidikannya, penyidik KPK dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka/pelaku dan orang-orang terkait dengan tindak pidana korupsi. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan guna membuat terang suatu tindak pidana korupsi yang terjadi. Tugas dan fungsi kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana korupsi adalah dalam bidang penyelidikan dan penyidikan. Kewenangan kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebut hakikatnya sebagai perwujudan terhadap pokok kepolisian, yakni untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Munculnya kasus Simulator SIM dimulai dari suatu kegiatan operasional institusi kepolisian dalam Proyek pengadaan driving simulator SIM yang menggunakan anggaran tahun 2011 mulai muncul dalam ketidak wajaran dalam menggunakan anggaran yang semestinnya. Berdasarkan penelusuran media informasi kasus ini berawal setelah PT CMMA, perusahaan milik Budi Susanto, menjadi pemenang tender proyek. Perusahaan tersebut membeli barang dari PT ITI senilai total Rp 90 miliar. Sementara nilai total tender proyek simulator roda empat dan roda dua yang dimenangkan PT CMMA mencapai Rp 196,87 miliar. Dari proyek tersebut, diduga muncul kerugian negara sekitar Rp 100 milyar. Maka suatu institusi pemerintah yang bergerak dalam bidang korupsi ingin mengusut tuntas pada kasus simulator SIM tersebut. Pengadaan simulator Surat Izin mengemudi yang dimenangkan oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi melalui tender diantaranya untuk pengadaan 700 simulator sepeda motor dengan nilai Rp.54,453 Miliar dan 556 buah simulator mobil senilai Rp. 142,415 Miliar pada Januari 2011 lalu.
PENYIDIKAN TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA KETENAGALISTRIKAN
Pangkey, Febryanto Samuel
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i3.2458
Pentingnya tenaga listrik sebagai kebutuhan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya. Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia secara merata guna mencapai tujuan keadilan bagi seluruh rakyat untuk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dengan memanfaatkan sumber energi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pengelolaan usaha penyediaan tenaga listrik tentunya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga bagi perorangan atau badan usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum untuk kepentingan keuntungan usaha sendiri dan kelompok usahanya, maka perbuatan tersebut merupakan pelanggaran hukum, sehingga untuk mencegah dan memberantas jenis-jenis tindak pidana ketenegalistrikan diperlukan upaya hukum melalui tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan terhadap para pelakunya. Penyidikan terhadap perkara tindak pidana ketenagalistrikan, selain dilakukan oleh penyidik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kata kunci : Penyidikan dan Ketenagalistrikan
HAK ANAK ANGKAT ATAS HARTA WARISAN DALAM HUKUM PERDATA
Mochtar, Zeila
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i3.2459
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses sahnya pengangkatan anak agar anak tersebut mempunyai kedudukan hukum dan bagaimana kedudukan anak angkat dalam memperoleh hak mewaris. Dengan metode yuridis normatif disimpulkan bahwa 1. Proses pengangkatan anak dapat cara membuat akta pengangkatan anak dihadapan notaris, disamping itu pengangkatan anak dapat dilakukan dengan dengan cara mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memperoleh kepastian hukum terhadap pengangkatan anak tersebut. 2. Hak mewaris anak angkat tidak diatur didalam Kitab Undang-Undang  Hukum Perdata, namun demikian khusus bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, kedudukan anak angkat adalah sama dengan anak sah. Untuk itu ia berhak mewaris harta warisan orang tua angkatnya menurut  undang-undang atau mewaris berdasarkan hukum waris Testamentair  apabila ia mendapatkan testament (Hibah Wasiat). Kata kunci: anak angkat, warisan
PENYELESAIAN ATAS PELANGGARAN RAHASIA BANK
Mooduto, Indra
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i3.2460
Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Rahasia bank menjadi dasar kepercayaan masyarakat terhadap bank. Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank. Pertama, tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal ini ditentukan oleh Pasal 47 ayat (1). Kedua, tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau pihak terafiliasi lainnya, yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.  Tindak pidana tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). Kata Kunci: Bank, Pemerintah, UU Perbankan
PENYALAHGUNAAN PENGGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN
Pantas, Monica Olivia
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i3.2461
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah ukuran penyalahgunaan penggunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota kepolisian dan bagaimanakah upaya penanggulangan penyalahgunaan senjata api anggota  kepolisian. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Tindakan Penyalahgunaan penggunaan senjata api oleh anggota kepolisia di sebabkan karena tindak mengikuti standar, mekanisme dan tahapan dalam penggunaannya, karena penembakan/menggunakan senjata api yang merupakan tahapan paling akhir, dalam banyak kondisi, polisi dalam menjalankan tugasnya sering tidak sesuai dilapangan setelah anggota polisi justru menjadi terancam untuk menjadi korban penembakan oleh penjahat. 2.Upaya penanggulangan penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu secara represif dan secara preventif. Secara represif, terhadap anggota Polri pelaku penyalahgunaan senjata api akan dikenakan tindakan berupa pemberian sanksi disiplin dan/atau sanksi pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Upaya preventif dilakukan dengan cara memperketat psikotes dan tes mental hak memegang senjata api, tidak mengijinkan anggota yang bermasalah pribadi, keluarga atau kedinasan untuk pinjam pakai senjata api, serta melakukan tes ulang hak memegang senjata api terhadap anggota Polri yang memegang senjata api. Kata kunci: Senjata api, Kepolisian
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TINDAKAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
Tulenan, Dany
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 3 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum lingkungan berkaitan dengan tindakan perusakan dan pencemaran lingkungan dan bagaimana proses penyelesaian sengketa tindakan perusakan dan atau pencemaran lingkungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini, yaitu metode penelitian hukum normatif dan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Perkembangan Hukum lingkungan yang begitu pesat, telah memberi dasar pengaturan dan perlindungan hukum bagi kepentingan warga negara atas tindakan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup untuk dijamin haknya oleh negara dengan dasar kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sesuai yang diatur di dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Dalam hal proses penyelesaian sengketa lingkungan hidup, khususnya yang berkaitan dengan tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, secara garis besar terdapat dua bentuk penyelesaian sengketa, yakni penyelesaian diluar pengadilan (out court) dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan (in court) sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal. 85 dan Pasal. 87 dan pasal-pasal terkait lainnya dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kata kunci: Sengketa, pencemaran, lingkungan hidup
HAK INFORMED CONSENT SEBAGAI HAK PASIEN DALAM PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
Maliangga, Jendri
LEX ET SOCIETATIS Vol 1, No 4 (2013): Lex et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35796/les.v1i4.2768
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pelayanan yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit (RS) dalam memberikan pelayanan kesehatan  yang bermutu bagi masyarakat sesuai dengan Standar Prosedur operasional yang menujuh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik Serta perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi manusia(HAM) setiap individu.  adapun pada kenyataannya sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak Rumah sakit (RS) masih saja mengabaikan mengenai pelayanan kesehatan masyarakat yang dapat berujung pada kematian pasien akibat kurangnya pelayanan dari pihak rumah sakit yang ada. Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya tampak jelas bahwah banyaknya keluhan pasien atau hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik masih saja tidak terpenuhi akibat ekonomi yang rendah, Disinalah peran pemerintah harus dijalankan yakni memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan,lingkungan yang sehat,info dan adukasi kesehatan yang seimbang dan bertangungjawab,dan informasi tentang data kesehatan dirinya. Kata Kunci : Informed Consent, Hak Asasi Manusia