Articles
55 Documents
Search results for
, issue
"Sarjana Ilmu Hukum, April 2014"
:
55 Documents
clear
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENANG LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS PENGUASAAN OBYEK LELANG (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 61/Pdt.G/2012/PN.Kdr)
Ita Suciati
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (111.395 KB)
Perlindungan hukum terhadap pemenang lelang berarti adanya kepastian hukum hak pemenang lelang atas obyek yang dibelinya melalui lelang. Dalam proses lelang yang telah dilakukan akan menimbulkan akibat hukum yaitu peralihan hak obyek lelang dari penjual kepada pemenang lelang. Dalam peralihan hak obyek lelang ternyata menimbulkan suatu permasalahan, seperti tidak dapat dikuasainya obyek lelang oleh pemenang lelang, serta pembatalan lelang berdasar putusan Pengadilan Negeri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan atas penguasaan obyek lelang serta menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor 61/Pdt.G/2012/PN.Kdr terkait pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hukum positif Indonesia yang memberikan perlindungan hukum terhadap pemenang lelang eksekusi hak tanggungan adalah Vendu Reglement, HIR, serta PMK Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 dan PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Sedangkan Risalah lelang tidak memberikan perlindungan hukum terhadap pemenang lelang. Adanya pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan oleh putusan pengadilan mengakibatkan pemenuhan hak preferen yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditur pemegang hak tanggungan melalui lelang eksekusi menjadi tidak memiliki kepastian hukum.Kata Kunci : Perlindungan hukum, Pemenang lelang, Eksekusi hak tanggungan.
URGENSI PENGATURAN PEMBERIAN HADIAH BERUPA LAYANAN SEKS SEBAGAI BENTUK TINDAK PIDANA GRATIFIKASI
Lutviatul Mufidah
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (133.175 KB)
Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan mengenai Urgensi Pengaturan Pemberian Hadiah Berupa Layanan Seks sebagai Bentuk Tindak Pidana Gratifikasi. Rumusan masalah sebagai berikut: (1) Apakah pemberian hadiah berupa layanan seks dapat dikualifikasikan sebagai gratifikasi terkait dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? (2) Apa urgensi pengaturan pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai bentuk gratifikasi? Penulisan karya tulis ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approachDari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pemberian hadiah berupa layanan seks merupakan bentuk gratifikasi terkait dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena beberapa alasan antara lain (1) pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai gratifikasi sesuai dengan tujuan dibuatnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (2) pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai gratifikasi sesuai dengan penafsiran ekstensif kata fasilitas lain dalam penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (3) pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai gratifikasi telah diterapkan di Negara lain. Sedangkan urgensi pengaturan pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai bentuk tindak pidana korupsi tentang gratifikasi antara lain (1) pemberian layanan seks telah terjadi di Indonesia (2) mempermudah upaya pembuktian oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam kasus pemberian hadiah berupa layanan seks. Kata kunci: Korupsi, Gratifikasi, Layanan Seks
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERKARA KEPAILITAN PERUSAHAAN PENERBANGAN
Trias Rumiasih
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (161.712 KB)
Perkara kepailitan yang menimpa perusahaan penerbangan seringkali mengabaikan hak-hak konsumennya. Hal ini disebabkan karena perusahaan penerbangan dengan jatuhnya putusan pailit sudah tidak berwenang untuk mengurus hartanya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa konsumen dijadikan sebagai kreditur konkuren, yaitu kreditur yang paling akhir pemenuhan piutangnya berdasarkan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dikarenakan hak-hak dan kedudukan konsumen tidak diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Hal ini diperparah apabila insolvensi suatu perusahaan yang sangat parah maka menyebabkan konsumen tidak mendapatkan haknya sama sekali. Karena hak-hak konsumen terabaikan dalam perkara kepailitan perusahaan penerbangan maka perlu adanya alternatif perumusan peraturan kepailitan perusahaan penerbangan agar dapat lebih menjamin perlindungan konsumennya. Alternatif Perubahan tersebut meliputi penambahan hak-hak konsumen dan kewajiban perusahaan penerbangan untuk tetap melayani konsumennya pada saat perusahaan penerbangan mengalami perkara kepailitanKata Kunci : Perlindungan Konsumen, Perkara Kepailitan, Perusahaan Penerbangan
TINJAUAN HUKUM MENGENAI PRINSIP DIVERSITY OF OWNERSHIP DAN DIVERSITY OF CONTENT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
Armis Mukharomah
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (394.741 KB)
Prinsip diversity of ownership dan diversity of content adalah sebagai bagian dari prinsip demokratisasi dalam penyiaran. Seiring dengan banyaknya akuisisi yang terjadi dalam industri penyiaran, maka hal ini banyak menimbulkan permasalahan, karena dikhawatirkan dapat mengancam prinsip demokratisasi dan dapat menimbulkan konglomerasi dalam media. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prinsip demokratisasi dalam akuisisi penyiaran dilihat dari kacamata Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terbukti terjadi pelanggaran dalam prinsip diversity of ownership terkait akuisisi dalam industri penyiaran. Dalam hal diversity of content, saat ini tiap LPS memiliki program acara yang berbeda maka jika ada tayangan yang dianggap tidak layak dsb maka itu terkait pada kualitas program acara tersebut tetapi disini masyarakat tidak perlu khawatir karena dalam Undang-Undang Penyiaran sendiri memberi kewenangan untuk mengajukan keluhan terkait isi siaran kepada KPI. Intinya masih ada jalan bagi masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap diversity of content. Kata Kunci : Diversity Of Ownership, Diversity Of Content, Akuisisi.
URGENSI PENGATURAN OJEK DI DAERAH SEBAGAI ANGKUTAN UMUM DALAM UNDANG-UNDANG
Andi Moh Era. W
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (291.08 KB)
Keterbatasan sarana angkutan umum bagi sebagian besar masyarakat menjadi salahsatu permasalahan utama pada bidang transportasi. Ojek hadir sebagai salah satu alternatifangkutan umum yang bisa digunakan oleh masyarakat. Pelayanan ojek juga memilikikeunggulan dan keunikan sendiri mengingat ojek bisa memberi layanan door to door, mudahmenjangkau lokasi sulit seperti lorong-lorong dan jalan sempit, atau mampu melewatikemacetan. Namun ojek merupakan angkutan umum informal di mana ojek tidak diaturdalam Undang-Undang sehingga keberadaan ojek dianggap ilegal meskipun keberadaan ojeksendiri bisa dikatakan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Karena itu, perlu adanya aturanmengenai ojek di dalam Undang-Undang agar dapat beroperasi secara legal. Penelitiandilakukan untuk melihat dan memaparkan urgensi ojek sebagai angkutan umum sehinggatidak dikatakan sebagai angkutan umum ilegal. Khususnya terkait dengan Undang-UndangNomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Metode pendekatan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu metode penelitianhukum yang terfokus pada mengkaji dari kaidah-kaidah, dan norma-norma dalam hukumpositif. Hasil pembahasan dari penelitian ini menunjukkan ojek layak untuk dimasukkan kedalam Undang-Undang, adalah sebagaimana tercantum pada Pasal 10 ayat (1) huruf eUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyebutkan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.Kata kunci : Ojek, paratransit, urgensi
RATIO DECIDENDI HAKIM MA DALAM MENERIMA PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI ATAS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMALSUAN SURAT (Analisis TerhadapPutusan MA Nomor 41 PK/PID/2009 dan Putusan MA Nomor 183 PK/Pid/2010).
Mochammad Alfi Muzakki
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (299.297 KB)
Praktik hukum acara pidana di masyarakat terdapat beberapa permasalahan yang menjadi perdebatan diantara ahli hukum maupun praktisi hukum. Permasalahan ini merujuk pada pelaksanaan hak terpidana dalam melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat dilakukan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dibentuknya lembaga peninjauan kembali dalam perkara pidana berpijak pada asas peninjauan kembali yang dicantumkan dalam pasal 263 ayat (1) KUHAP. Dalam pengajuan peninjauan kembali harus memenuhi syarat apabila terdapat keadaan baru (novum) dan apabila suatu putusan dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau sutau kekeliruan yang nyata sesuai dengan pasal 263 ayat (2) KUHAP. Peninjauan kembali sendiri menurut pasal 268 ayat (3) KUHAP hanya dapat diajukan satu kali, namun dalam praktiknya peninjauan kembali dapat diajukan atas putusan peninjauan kembali. Hal ini terdapat di dalam putusan MA RI No 183 PK/PID/2010. Oleh karena itu penting dilakukan analisis terhadap ratio decidendi majelis Hakim dalam memberikan pertimbangannya. Selain itu dengan adanya putusan peninjauan kembali atas putusan peninjauan kembali tentunya terdapat implikasi yuridis atas keluarnya putusan tersebut.Kata Kunci : Ratio Decidendi, Peninjauan Kembali.
KEPASTIAN HUKUM DALAM PEMBERLAKUAN SISTEM ADMINISTRASI PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK TERKAIT DENGAN LARANGAN FIDUSIA ULANG
Windy Permata Anggun
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (684.775 KB)
Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik dibentuk pada 5 Maret 2013 oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) berdasarkan Surat Edaran Ditjen AHU No. AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System) sebagai pengganti sistem pendaftaran jaminan fidusia manual. Kemudian sistem tersebut mengalami perkembangan lagi menjadi Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik tahun 2014. Di antara ketiga sistem pendaftaran jaminan fidusia tersebut terdapat sejumlah persamaan yaitu terkait dengan konsep dan prinsip pendaftaran jaminan fidusia, kedudukan penerima fidusia sebagai kreditur preference, serta kekuatan eksekutorial dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. Kemudian juga terdapat perbedaan yaitu terkait dengan prosedur pendaftaran, dokumen pendaftaran, pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, dan Sertifikat Jaminan Fidusia. Namun perubahan-perubahan yang terjadi belum mampu memberikan kepastian hukum terkait dengan larangan fidusia ulang dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.Kata kunci : pendaftaran jaminan fidusia, sistem administrasi elektronik, larangan fidusia ulang
BATAS USIA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Asri Lestari Rahmat
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (158.418 KB)
Ketentuan hukum mengenai batas usia pertanggungjawaban pidana anak bagi anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam hukum pidana di Indonesia, yaitu dalam KUHP lalu digantikan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak), dan akhirnya digantikan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Pergeseran batas usia pertanggungjawaban pidana anak tersebut tentunya didasarkan oleh beberapa ide, di antaranya ide filosofis, yuridis, dan historis. Ketentuan batas usia pertanggungjawaban pidana anak dalam ketentuan UU SPPA sebagai hukum yang mengatur tentang pidana anak tentunya diharapkan membawa prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). Analisis bahan hukum dilakukan dengan teknik analisis. Analisis bahan hukum dilakukan dengan interpretasi sistematis dan interpretasi historis. Teknik analisis bahan hukum dilakukan dengan cara menyusun dan mengategorikan bahan hukum secara sistematis. Kemudian data sekunder digunakan untuk memperkuat bahan hukum primer yang didapat.Kata Kunci :Usia, Pertanggungjawaban Pidana, Anak, Hukum Pidana, KUHP, UU Pengadilan Anak, dan UU SPPA.
UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM CAROK MASSAL (STUDI DI POLRES PAMEKASAN)
Dwi Akmi Hidayati
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (179.684 KB)
Upaya Polri dalam menanggulangi suatu kasus tindak pidana pembunuhan dalamcarok massal membutuhkan suatu kinerja yang ekstra dimana dalam kasus carokmassal ini melibatkan orang bayak, bukan hal mudah untuk menaggulangi tindakpidana pembunuhan dalam carok massal dimana carok merupakan suatu kebudayaandari masyarakat Madura yang dalam perkembangannya salah dalam mengartikan.Sehingga Dalam upaya mengetahui realitas tindak pidana pembunuhan dalam carokmassal serta upaya dan kendala dari pihak Polres Pamekasan dalam menanggulangitindak pidana pembunuhan dalam carok massal, maka jenis penelitian yangdigunakan yaitu penelitian hukum empiris dan metode pendekatan yang digunakandalam penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis dan analisa data yang digunakan yaituDeskriptif Analisis. penelitin ini dilakukan di Polre Pamekasan dengan respondenyang digunakan adalah tiga anggota Polisi Resort Pamekasan, sepuluh pelaku carokdan tokoh masyarakat. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwapelaku carok massal dapat dituntut dengan pasal–pasal yang terdapat dalam KUHP.Dengn sanksi hukum yang tegas maka suatu tindak pidana pembunuhan dalam carokmassal yang terjadi di daerah Madura khususnya daerah Pamekasan sudah berkurangbahkan tindak pidana pembunuhan dalam carok massal yang terjadi di PolresPamekasan terakhir pada tahun 2008 dan sampai pada tahun 2013 tindak pidanapembunuhan dalam carok massal tidak terjadi lagi.Kata Kuci : Upaya Polri, Menanggulangi, Tindak Pidana, Pembunuhan, CarokMassal.
PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI GORONTALO BERDASARKAN PASAL 31 AYAT 1 (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
Priyono Achmad
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2014
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (227.946 KB)
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Di Badan Kepegawaian Provinsi Gorontalo dalam meningkatkan profesionalisme kerja, Berdasarkan Pasal 31 (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999. Hal ini dilatarbelakangi. Adannya ketidaksesuaian antara skill pegawai dan pekerjaannya, demikian di butuhkan beberapa usaha atau strategi yang dapat mengembangkan beraneka ragam pengetahuan setiap elemen yang ada di dalam instansi, Untuk dapat bertindak sebaik-baiknya guna mencapai tujuan. Instansi ataupun badan pemerintahan yang berdiri di bawah pimpinan Negara merupakan sarana pendukung demi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang merupakan cita-cita bangsa.Berdasar Hasil penelitian Penulis Memperoleh jawaban perlunya upaya peningkatan yang sangat penting adalah keahlian dan keterampilan serta sikap dan perilaku pegawai, dengan jalan melalui pendidikan dan pelatihan bagi para pegawai yang disesuaikan dengan Tugas Pokok dan Fungsinya. hal tersebut untuk lebih memahami dan menyadari mengenai apa yang harus dikerjakan oleh setiap pegawai, agar para pegawai tersebut selalu sanggup dan setia dengan kualitas dan kuantitas hasil-hasil kerja sesuai dengan Tugas Pokok dan Tujuan Organisasi.