cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 64 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023" : 64 Documents clear
URGENSI PENGATURAN MENGENAI PENJAMINAN UANG ELEKTRONIK OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) SEBAGAI UPAYA MITIGASI KRISIS PERBANKAN Mochammad Ramadhan Saputra
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mochammad Ramadhan Saputra, Reka Dewantara, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: ramadhan.affairs@gmail.com Abstrak Demi memitigasi krisis perbankan, uang elektronik sebagai produk perbankan bersifat digital membutuhkan suntikan penjaminan dari LPS yang memiliki urgensi untuk diatur. Urgensi tersebut adalah manifestasi dari adanya isu hukum berupa ketidaklengkapan norma pada Pasal 10 UU 24/2004. Isu hukum yang telah disebutkan membawa rumusan masalah berupa: (1) Apa urgensi pengaturan mengenai penjaminan uang elektronik oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)?, dan (2) Bagaimana konstruksi pengaturan yang berkepastian hukum mengenai penjaminan uang elektronik oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai upaya mitigasi krisis perbankan?. Pada penelitian ini, jenis penelitiannya adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, historis, dan konseptual. Bahan hukum (primer, sekunder, dan tersier) yang ditelusuri oleh penulis melalui studi kepustakaan dianalisis melalui penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis. Hasil penelitian pertama mendeskripsikan bahwa, mulai dari UU BI, UU ITE, dan PBI Uang Elektronik tidak ditemukan satu ketentuan pun yang mendalilkan mengenai penjaminan uang elektronik. Sehingga, urgensi pengaturannya ditinjau dari perspektif filosofis, historis, sosiologis, ekonomis, dan yuridis. Dan hasil penelitian kedua menemukan bahwa, konstruksi pengaturan yang berkepastian hukum mengenai penjaminan a quo bertumpu pada 2 (dua) hal, yakni konstruksi pasal tentang perubahan definisi uang elektronik dan konstruksi pasal tentang penambahan kewenangan LPS terkait penjaminan tersebut. Berkenaan dengan pendekatan yang dapat diterapkan, fokus penelitian ini adalah penggunaan pendekatan langsung dalam melakukan penjaminan uang elektronik di perbankan. Sebagai upaya mitigasi krisis perbankan, penjaminan uang elektronik dapat mengurangi efek dari adanya bank runs akibat kegelisahan masyarakat dalam menghadapi ketidakstabilan sistem keuangan melalui hubungan kelembagaan antara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia. Kata Kunci: Penjaminan Uang Elektronik, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Krisis Perbankan Abstract To carry out a mitigation in banking crises, electronic money as a banking and digital product requires support from Indonesia Deposit Insurance, and this matter needs immediate regulatory provisions. This urgency indicates that there is the incompleteness of norm in Article 10 of Law 24/2004. Departing from this issue, this research aims to investigate: (1) the urgency of the regulation regarding electronic money insurance by Indonesia Deposit Insurance and (2) the construction of the regulation regarding electronic money insurance by Indonesia Deposit Insurance that holds legal certainty as a mitigation measure to tackle banking crises. This research employed a normative-legal method and statutory, historical, and conceptual approaches. Primary, secondary, and tertiary materials were investigated using library research and analyzed with grammatical and systematic interpretations. The research results reveal that the Law of Bank Indonesia, Electronic Information and Transactions Law, and Regulation of Bank Indonesia do not regulate matters that control electronic money insurance. Thus, the urgency of this regulation is seen from philosophical, historical, sociological, economic, and juridical perspectives. Moreover, the construction of the regulation that holds legal certainty regarding the insurance concerned lies on two matters, namely the construction of the article concerning the changing definition of electronic money and the construction of an article concerning the added authority of Indonesia Deposit Insurance regarding the insurance per se. In terms of the approach applied, this research focuses on a direct approach to the insurance of electronic money in banking. As mitigation in response to the banking crises, the insurance of electronic money should be able to reduce the ‘bank runs’ effect because of panicking customers amidst the instability of the financial system between Indonesia Deposit Insurance and Bank Indonesia. Keywords: Electronic Money Insurance, Indonesia Deposit Insurance, and Banking Crises
REFORMULASI PENGATURAN EMERGENCY LIQUIDITY ASSISTANCE (ELA) OLEH BANK SENTRAL DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERMASALAHAN LIKUIDITAS SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA Adam Adi Prawira
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adam Adi Prawira, Reka Dewantara, Cyndiarnis Cahyaning Putri Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: adamprawira12@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis dan mengkaji urgensi pengaturan penyaluran Emergency Liquidity Assistance (ELA) oleh bank sentral dalam pencegahan dan penanganan permasalahan likuiditas sektor perbankan di Indonesia, serta (2) menganalisis, mengkaji, dan menemukan pengaturan dan konsep Emergency Liquidity Assistance (ELA) yang ideal dalam pencegahan dan penanganan permasalahan likuiditas sektor perbankan di Indonesia. Pilihan rumusan masalah tersebut dilatarbelakangi oleh isu hukum berupa ketidaklengkapan norma terkait pengaturan fasilitas pembiayaan Emergency Liquidity Assistance (ELA) oleh bank sentral. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan perbandingan. Bahan hukum (primer, sekunder, tersier) yang ditelusuri penulis melalui studi kepustakaan dianalisis menggunakan penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis, dan penafsiran preskriptif. Hasil penelitian pertama mendeskripsikan bahwa, urgensi pengaturan Emergency Liquidity Assistance (ELA) oleh bank sentral dalam pencegahan dan penanganan permasalahan likuiditas sektor perbankan di Indonesia dapat ditinjau dari perspektif filosofis, sosiologis, historis, dan yuridis. Dan hasil penelitian kedua menemukan bahwa, pengaturan konsep Emergency Liquidity Assistance (ELA) di Indonesia sudah terakomodasi di dalam fasilitas PLJP. Namun, terdapat ketidaklengkapan norma berupa belum diaturnya aspek confidentiality data dari bank peminjam serta prosedur pengawasan kepada Bank Indonesia selaku otoritas yang berwenang dalam penyaluran PLJP. Penulis merekomendasikan untuk dilakukan ekstensifikasi pengaturan terhadap kedua aspek tersebut di dalam UU PPSK dan PBI PLJP. Negara Amerika Serikat digunakan sebagai model best practices dalam rekomendasi reformulasi pengaturan kedua aspek tersebut. Kata kunci: bank sentral, bantuan likuiditas darurat, sektor perbankan Abstract This research aims to (1) analyze and study the urgency of the regulation concerning Emergency Liquidity Assistance (henceforth referred to as ELA) by the central bank to prevent and cope with liquidity issues in the banking sector in Indonesia, and (2) analyze, study, and investigate the ideal regulation and concept of ELA to help prevent and handle liquidity matters in the banking sector in Indonesia. This research topic departs from the incompleteness of the norm regarding the regulation of the lending facility of ELA by the central bank. This research employed a normative and legal method and statutory, historical, and comparative approaches. Primary, secondary, and tertiary materials were analyzed based on library research and grammatical, systematic, and prescriptive interpretations. The research results reveal that this matter can be seen from philosophical, sociological, historical, and juridical perspectives. Moreover, the concept of ELA in Indonesia has been facilitated by PLJP, but the norm has still been incomplete, where the aspect of confidentiality data from the bank and the procedures involved in the monitoring over Bank Indonesia as the authority in providing PLJP are not regulated yet. This research suggests that extensification of the regulation regarding these two aspects in Law concerning PPSK and the Regulation of Bank Indonesia concerning PLJP be performed. To compare, the US refers to the best practices model for the recommendation of the reformulation of the regulation of the two aspects concerned. Keywords: central bank, emergency liquidity assistance, banking sector
URGENSI PENGATURAN SUARA ABSTAIN PADA E-RUPS PERSEROAN TERBUKA TERKAIT AGENDA PENGANGKATAN DIREKSI Muhammad Indra Bangsawan
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muhammad Indra Bangsawan, Budi Santoso, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: mohd.indrabangsawan15@gmail.com Abstrak Pada tulisan ini, Penulis mengangkat permasalahan terkait Suara Abstain pada E-RUPS Perseroan Terbuka. Pemilihan tema yang diangkat oleh Penulis dilatar belakangi oleh ketiadaan pengaturan Suara Abstain pada Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) dan hanya ditemukan pada Pasal 47 POJK Nomor 15/POJK.04/2020 dan Pasal 11 ayat (6) POJK Nomor 16/POJK.04/2020 di mana Suara Abstain tunduk pada ketentuan kuorum pada UU PT. Namun, secara normatif norma yang berkenaan dengan Suara Abstain memiliki beberapa kelemahan yang memberi celah hukum. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat rumusan masalah: (1) Apa urgensi dibentuknya pengaturan terkait kedudukan Suara Abstain pada agenda pengangkatan direksi dalam E-RUPS Perseroan Terbuka? (2) Apa formulasi pengaturan terkait kedudukan Suara Abstain pada agenda pengangkatan direksi dalam E-RUPS Perseroan Terbuka?. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual, perundang-undangan dan perbandingan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa urgensi pengaturan kedudukan Suara Abstain didasari pada ambiguitas pemaknaan suara mayoritas yang ditambahkan oleh Suara Abstain yang belum menyesuaikan mekanisme voting yang berlaku pada rapat. Hal ini dapat menghambat pengambilan keputusan dalam rapat salah satunya keputusan pengangkatan direksi, sehingga direksi sebagai organ representatif perseroan pun terhalangi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Kata Kunci: Suara Abstain, E-RUPS, Perseroan Terbuka, Direksi Abstract This research studies the issue of abstaining votes in an Electronic General Meeting of Shareholders (henceforth referred to as E-RUPS) in a public company. This research topic departs from the absence of the regulation of abstaining votes in Law concerning Public Company (UU PT) and this matter is only outlined in Article 47 Number 15/POJK.04/2020 and Article 11 Paragraph (6) of POJK Number 16/POJK.04/2020, where abstaining votes must comply with the quorum in UUPT. However, normatively, the norm regarding abstaining votes seems to have left a legal loophole. This research, therefore, is focused on studying: (1) the urgency of setting the regulation concerning abstaining votes in the appointment of a director of E-RUPS in a public company and (2) the formulation of the regulation concerning the position of abstaining votes in the appointment of a director of E-RUPS in a public company. This research refers to a normative-juridical method and conceptual and comparative approaches, revealing that the urgency of the regulation regarding abstaining votes is based on the ambiguity in the definition of majority votes added with abstaining votes, and this ambiguity is not relevant to the voting mechanism in a meeting. This issue certainly impedes a decision-making process in a meeting including that of the appointment of a director. In this case, the director as a representative organ in a company faces some hurdles in executing tasks and authority. Keywords: abstaining votes, E-RUPS, public company, director
FORMULASI PENGATURAN PENYEGARAN KEUANGAN BARU (FINANCIAL FRESH START) DI DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU Ahmad Haris
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ahmad Haris, Sihabudin, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: harisahmad639@gmail.com Abstrak Hukum kepailitan di Indonesia diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Keberlakuan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU berpegang pada beberapa asas, diantaranya asas keseimbangan dan kelangsungan usaha. Namun demikian dalam penerapannya, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU kerap tidak memenuhi asas-asas tersebut. Hal ini dikarenakan adanya penekanan pada pemenuhan hak-hak kreditor berupa penyelesaian utang yang kerap mengabaikan hak-hak debitor. Proses pemberesan dalam kepailitan seringkali meninggalkan debitor dalam kondisi finansial yang buruk, dimana sisa utang yang tidak terbayarkan selama proses kepailitan tetap akan mengikat harta debitor pasca kepailitan berakhir. Hal ini merugikan debitor karena akan berpengaruh pada kelangsungan hidup debitor pasca kepailitan. Untuk itu, diperlukan penerapan financial fresh start yang menekankan pada kepulihan kondisi finansial debitor pasca kepailitan melalui restrukturisasi utang. Dengan metode penelitian yuridis normatif, skripsi ini membandingkan penerapan financial fresh start di Amerika Serikat sebagai acuan. Penulis juga menjabarkan formulasi penerapan financial fresh start di Indonesia berkaitan dengan konsep pengakhiran perikatan berupa pembebasan utang dalam KUHPerdata. Melalui pembahasan dan hasil dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa prinsip financial fresh start perlu diterapkan di Indonesia agar melepaskan debitur dari kewajiban pribadi dari utang tertentu dan melarang kreditur bertindak semena-mena dalam rangka mendapatkan pelunasan atas piutangnya setelah seluruh harta-harta debitur dilelang dan hasilnya dilakukan untuk melunaskan sisa-sisa utangnya. Oleh karena itu, formulasi yang dapat diformulasikan di Indonesia adalah dengan memberlakukan financial fresh start dalam bentuk restrukturisasi utang di dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Kata Kunci: Formulasi, Financial Fresh Start, Kepailitan, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Abstract Bankruptcy matters in Indonesia are governed by Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations and it adheres to several principles such as business balance and sustainability. However, this law often fails to meet these principles because of pressure regarding the rights of creditors in debt payment that often overlook the rights of debtors. The process taking place in bankruptcy resolution often leaves debtors in a bad financial condition, in which unpaid debt will still give a burden to debtors since the asset will remain locked even when the bankruptcy ends. This situation certainly affects the life of the debtors although the bankruptcy ends. Thus, a financial fresh start is required to help recover the financial condition of debtors following bankruptcy with debt restructuring. With normative-juridical methods, this research compares the implementation of a financial fresh start in the US as a reference, and it also elaborates the formulation of the implementation of a financial fresh start in Indonesia with the concept that ends binding materials that also ends the debt as in the Civil Code. The research results reveal that the financial fresh start principle needs to be implemented in Indonesia to set debtors free from particular debts and stop creditors from arbitrary conduct by pushing debtors to pay off debts following the auction of the assets owned by the debtors to pay off debts. Therefore, a financial fresh start can be considered as a measure to help restructure the debts according to the Law concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. Keywords: Formulation, A Financial Fresh Start, Bankruptcy, Suspension of Debt Payment Obligations
KONSTRUKSI HUKUM ONLINE DISPUTE RESOLUTION (ODR) SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA E-COMMERCE DI INDONESIA DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN Dessy Putri Ramadhani
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dessy Putri Ramadhani, Sukarmi, Patricia Audrey Ruslijanto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: dessyputri488@gmail.com Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi dengan meningkatnya permasalahan akibat transaksi e-commerce, yang mana di Indonesia terdapat beberapa regulasi yang mendukung pelaksanaan ODR sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa e-commerce. Namun dari beberapa regulasi tersebut masih belum sepenuhnya mengatur mengenai konsep maupun mekanisme ODR dapat diterapkan dalam penyelesaian sengketa e-commerce di Indonesia. Maka dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis mengenai legalitas Online Dispute Resolution (ODR) dalam penyelesaian sengketa e-commerce di Indonesia, (2) menganalisis serta mengkaji tentang bagaimana konstruksi hukum Online Dispute Resolution (ODR) sebagai alternatif penyelesaian sengketa e-commerce di Indonesia dalam upaya perlindungan konsumen. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan perbandingan. Dari permasalahan tersebut maka ditarik kesimpulan bahwasanya wujud dari konstruksi hukum ODR yang dapat digunakan dalam penyelesaian sengketa e-commerce dapat menggunakan bentuk mediasi online sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa atau dapat mengadopsi dari prosedur ODR di Uni Eropa. Kata kunci: Online Dispute Resolution, Sengketa E-commerce, Perlindungan Konsumen Abstract This research departs from the rising issues caused by e-commerce transactions, where there are regulations in line with the implementation of ODR taken as a measure to settle e-commerce disputes in Indonesia. Thus, this research aims to (1) analyze the legality of online dispute resolution (ODR) in resolving e-commerce disputes in Indonesia, (2) analyze and study how the legal construction of online dispute resolution (ODR) can serve as an alternative to settle the e-commerce disputes to assure consumer protection. This research employed a normative-juridical method and statutory, conceptual, and comparative approaches. The analysis results reveal that e-commerce disputes can refer to online mediation as an alternative to settle the related disputes, or it can adopt the procedures of ODR in the European Union. Keywords: online dispute resolution, e-commerce disputes, consumer protection
TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN VOUCHER DISKON OLEH FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH) DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA Alisya Muliani
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Alisya Muliani, Sukarmi, Moch Zairul Alam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: alisyamuliani@student.ub.ac.id Abstrak Pada karya tulis ini, penulis membahas permasalahan tentang pemberian voucher diskon oleh financial technology dalam hal ini e-wallet ShopeePay dalam e-commerce Shopee pada suatu perbuatan yang dilarang dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Voucher diskon ini dapat menjadi indikasi praktik predatory pricing. Pengaturan jual rugi dalam pemberian bentuk voucher diskon yang diberikan oleh pelaku usaha financial technology masih samar-samar untuk dapat dikategorikan sebagai praktik predatory pricing dikarenakan kualifikasi kegiatan predatory pricing ini masih belum diatur secara jelas pada unsur jual rugi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sehingga mengakibatkan adanya kekaburan norma hukum. Maka karya tulis ini bertujuan untuk: (1) Untuk mengetahui apakah pemberian voucher diskon oleh financial technology (fintech) menjadi salah satu cara untuk melakukan praktik predatory pricing yang melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam karya tulis ini penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif yakni dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pemberian voucher diskon oleh ShopeePay sebagai fintech tidak bisa dikatakan sebagai salah satu cara untuk melakukan praktik predatory pricing yang melanggar Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999. Hal ini karena unsur tujuan menyingkirkan atau mematikan, unsur praktik monopoli dan unsur mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat tidak terpenuhi. Namun, adanya penurunan performa pelaku usaha pesaing dapat mengindikasikan terjadinya praktik predatory pricing. Kata Kunci: predatory pricing, financial technology, voucher diskon Abstract This research discusses discount voucher giveaways through ShopeePay e-wallet and Shopee e-commerce, linked to banned tendency as in Article 20 of Law Number 5 of 1999 concerning Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Discount vouchers could be categorized as a predatory pricing practice, while some argue this activity is not included in predatory pricing practices. These dissenting opinions are triggered by the fact that this matter is not regulated in Law Number 5 of 1999 concerning the Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, leaving the norm murky. Departing from this issue, this research aims to (1) find out whether discount voucher giveaways given by financial technology (fintech) can be deemed to be a predatory pricing practice contravening Article 20 of Law Number 5 of 1999 concerning the Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. With a normative-juridical method, statutory, and conceptual approaches, this research reveals that discount voucher giveaway given by ShopeePay as a fintech cannot be categorized as a violation of Article 20 of Law Number 5 of 1999 since it does not meet predatory pricing and monopolistic aspects, thereby failing to fulfill the aspects of unfair business competition. However, the worsening business performance of competitors may indicate that the effects of predatory pricing exist. Keywords: predatory pricing, financial technology, discount voucher
ANALISIS SISTEM CONTENT ID CLAIM YOUTUBE DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Dinda Jhaneta Priceli
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dinda Jhaneta Priceli, Moch. Zairul Alam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No.169 Malang e-mail: dindajhanetap@student.ub.ac.id Abstrak Sebagai aplikasi video sharing terbesar, YouTube telah menyediakan sistem perlindungan hak cipta atas ciptaan didalamnya yang dinamakan dengan sistem content ID claim. Sistem ini merupakan sistem pintar berbasis komputer dalam YouTube yang dapat mendeteksi apakah sebuah konten yang ingin diunggah mengandung hak cipta orang lain atau tidak. Namun, penggunaan sistem content ID claim mensyaratkan bukti pencatatan ciptaan dimana pencipta atau pemegang hak cipta yang belum mencatatkan ciptaannya tidak dapat menggunakannya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis, dan pendekatan perbandingan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem content ID claim YouTube ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 tentang Hak Cipta dan mengetahui kedudukan surat pencatatan ciptaan sebagai alat bukti perdata baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Mengingat dalam pengaksesan content ID claim mewajibkan pencipta atau pemegang hak cipta memiliki surat pencatatan ciptaan atau melakukan pencatatan ciptaannya terlebih dahulu, maka hal ini merupakan sebuah pertentangan dengan sistem deklaratif hak cipta Indonesia apabila ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta; dan (2) Surat pencatatan ciptaan dikategorikan sebagai alat bukti yang berupa surat berjenis akta otentik di Indonesia dan Certified Copies of Public Record di Amerika, yang mana keduanya merupakan alat bukti diakui kebenarannya. Kata kunci: perlindungan hak cipta, content ID claim, alat bukti, Youtube Abstract As the biggest video-sharing service provider, YouTube has set copyright protection of creation under the content ID claim system—a smart system of YouTube working on a computer to detect whether content uploaded contains the copyright of others. However, the use of the content ID claim system requires proof of copyright registration of the content owner. That is, content creators not registering the copyright yet cannot use this feature. This research employed a normative-legal method and statutory, analytical, and comparative approaches, aiming to analyze the content ID claim YouTube system seen from the perspective of Law Number 28 concerning Copyright and to find out the position of the statement declaring the registration of copyright as a civil proof in either Indonesia or the US. The research results reveal that (1) considering the access to content ID claim requires a creator or a copyright holder to hold a statement proving copyright registration, this requirement seems to contravene the declarative system of copyright in Indonesia if it is viewed from Law Number 28 of 2014 concerning Copyright; and (2) the statement of this copyright registration is categorized as a proof in the form of an authentic deed in Indonesia and Certified Copies of Public Record in the US, both of which serve as recognized proof. Keywords: copyright protection, content ID claim, proof, Youtube
TANGGUNG JAWAB PAKISTAN ATAS PELANGGARAN NON-REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI ATAU PENCARI SUAKA AFGHANISTAN TAHUN 2021 Adam Gemille Putranuf
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adam Gemille Putranuf, Ikaningtyas, Fransiska Ayulistya Susanto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: adamgemille@student.ub.ac.id Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tindakan Pakistan yang menolak dan menutup akses suaka dari afghanistan menuju Pakistan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui, memahami serta menganalisis tanggung jawab pakistan atas pelanggaran prinsip non-refoulement terhadap pengungsi atau pencari suaka Afghanistan tahun 2021 berdasarkan hukum internasional. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui, memahami serta menganalisis pengaturan hukum terkait tanggung jawab negara yang bukan anggota konvensi pengungsi terhadap pengungsi atau pencari suaka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini adalah, Pakistan bersalah atas tindakan pelanggaran prinsip non-refoulement dengan tidak mau menerima masuk pencari suaka Afghanistan tahun 2021 dan menutup perbatasan negaranya pada saat itu, juga karena ketidakmampuannya dalam membuktikan bahwa terdapat pengecualian yang dapat dikenakan terhadap pengungsi atau pencari suaka tersebut. Prinsip non-refoulement telah diakui sebagai sebuah jus cogens dengan dasar pertimbangan yang sah menurut hukum internasional, sehingga kemudian menimbulkan kewajiban untuk tunduk terhadapnya dan berakibat hukum apabila dilanggar. Oleh karena kewajiban tersebut dilanggar oleh Pakistan, maka kemudian muncul tanggung jawab atas kesalahan tersebut dengan cara-cara yang dimaksud dalam hukum internasional. Pakistan dapat bertanggung jawab atau sekurang-kurangnya dapat dimintai tanggung jawab nya berdasarkan Pasal 30, 31, 35, 36 atau 37 Draft Articles of Internationally Wrongful Act Tahun 2001. Kata kunci: non-refoulement, pengungsi, pencari suaka, jus cogens, tanggung jawab Abstract This research departs from the act of Pakistan refusing and closing access to asylum from Afghanistan to Pakistan. This research aims to find out, understand, and analyze the liability of Pakistan over the violations of the non-refoulement principle against refugees or Afghanistan asylum seekers in 2021 according to international law. Moreover, it also aims to investigate, understand, and analyze the regulation regarding the liability of the state as a non-member of the Convention Relating to the Status of Refugees in the case of refugees or asylum seekers. With statutory and case approaches, this research reveals that whether Pakistan is guilty or not in terms of rejecting asylum seekers from Afghanistan in 2021 and closing the borders of the state is also a matter of failing to dispense wrongful acts with a valid consideration according to international law. Therefore, the international liability to protect the refugees or asylum seekers was violated by Pakistan, thereby leaving the liability for the guilt committed with the matters intended in international law. Pakistan can be held liable under the provisions of Articles 30, 31, 35, 36, or 37 of Draft Articles of Internationally Wrongful Act 2001. Keywords: non-refoulement, refugees, asylum seekers, jus cogens, liability
ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM GENERAL DATA PROTECTION REGULATION (GDPR) DALAM HUKUM INTERNASIONAL Birgitta Ratih Kusuma Dewi
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Birgitta Ratih Kusuma Dewi, Sukarmi, Patricia Audrey Ruslijanto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: birgittaratihk@student.ub.ac.id Abstrak Penelitian ini mengkaji alasan pengadopsian GDPR (General Data Protection Regulation) oleh negara-negara di dunia serta kedudukan GDPR dalam ranah hukum internasional. Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang GDPR telah menjadi acuan global dalam perkembangan hukum perlindungan data pribadi. Hal tersebut berimplikasi pada masifnya pengadopsian GDPR sebagai hukum regional Uni Eropa oleh lebih dari 125 negara di dunia, termasuk di dalamnya negara-negara non anggota Uni Eropa. Oleh sebab itu, penelitian mengangkat rumusan masalah sebagai berikut, (1) Mengapa General Data Protection Regulation (GDPR) digunakan sebagai acuan banyak negara dalam pembentukan hukum nasional perlindungan data pribadi? (2) Bagaimana kedudukan General Data Protection Regulation (GDPR) dalam ranah hukum internasional?. Adapun, penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan penelitian peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa masifnya pengadopsian GDPR oleh negara-negara di dunia disebabkan oleh pendekatan aplikatif GDPR. Selain itu, berdasarkan pandangan hukum internasional kontemporer, GDPR sudah dapat diklasifikasikan sebagai sumber hukum internasional, berupa kebiasaan internasional. Hal tersebut ditunjukan dengan telah diterimanya GDPR ke dalam hukum nasional di lebih dari 125 negara di dunia. Kata Kunci : GDPR, data pribadi, hukum internasional Abstract This research studies the reasons behind the adoption of the General Data Protection Regulation (henceforth referred to as GDPR) by countries worldwide and its standing in international law. This research departs from the global reference in the legal construction regarding personal data protection. This matter began with the phenomenon of increasingly massive adoption of the GDPR as the regional law of the European Union by 125 countries worldwide, including European countries. Departing from this issue, this research investigates: (1) why general data protection (GDPR) is used as a reference by many countries in the establishment of international law concerning personal data protection (2) what is the standing of the GDPR within the scope of international law. With a normative-juridical method and statutory, conceptual, and case approaches, this research concludes that the massive adoption of GDPR by countries worldwide has been triggered by the applicative approach of the GDPR. Moreover, from the perspective of contemporary international law, the GDPR can be classified as the source of international law, namely customary international law, proven by the recognition of the GDPR in national law by more than 125 countries in the world. Keywords : GDPR, personal data, international law
ANALISIS YURIDIS NAMA DOMAIN MEREK DAGANG SEBAGAI ASET TIDAK BERWUJUD DALAM PERUSAHAAN E-COMMERCE YANG MENGALAMI KEPAILITAN Olga Angel Nasthiti Gultom
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Olga Angel Nasthiti Gultom, Sihabudin, Shanti Riskawati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: olgaangel120102@gmail.com Abstrak Pada tulisan ini, penulis mengangkat permasalahan terkait kualifikasi harta kekayaan debitor yang dapat dikategorikan sebagai harta pailit. Pasal 21 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan merupakan realisasi dari Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatakan bahwa harta pailit merupakan segala kebendaan milik debitor baik yang sudah ada maupun yang baru. Namun, seiring perkembangan bentuk dari asset tidak berwujud khususnya virtual property seperti nama domain yang tidak dapat dilekati hak milik sebagaimana dikatakan pada Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai defisini suatu benda meskipun nama domain memiliki kemampuan untuk diperjual belikan. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat rumusan masalah apakah nama domain merek dagang sebagai aset tidak berwujud perusahaan e-commerce milik debitor dapat dimasukan ke dalam boedel pailit. penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa meskipun nama domain tidak memenuhi unsur kebendaan, kemampuannya untuk diperjual belikannya itu yang menjadikan nama domain dapat masuk kedalam harta pailit. Kata Kunci: nama domain, merek dagang, aset tidak berwujud, harta pailit Abstract This research investigates the issue regarding the qualification of an asset owned by a debtor that can be categorized as a bankruptcy asset. Article 21 of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy is the realization of Article 1131 of a Civil Code implying that a bankruptcy asset refers to any object owned by a pre-existing debtor or a new debtor. However, the form of assets keeps changing, and virtual property under a domain name is an example of this changing tendency, where such a domain name cannot be attached to an ownership right as governed in Article 499 of the Civil Code over the definition of an object although this domain name can be sold. Departing from this issue, this research investigates whether the domain of a trademark as an intangible asset of an e-commerce company owned by a debtor can be classified as bankruptcy estate. With a normative-juridical method and statutory and conceptual approaches, this research reveals that the domain name does not meet the requirement of the form of an object. However, its capacity of being sold still allows it to be classified as a bankrupt estate Keywords: domain names, trademark, intangible asset, bankcruptcy asset

Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 More Issue