cover
Contact Name
Saiful Mustofa
Contact Email
sayfulmuztofa@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
sayfulmuztofa@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman
ISSN : 19077491     EISSN : 25023705     DOI : -
Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman merupakan jurnal akademik multidisipliner yang diterbitkan oleh Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Epistemé terbit dua nomor setiap tahunnya, pada bulan Juni dan Desember. Artikel yang diterbitkan meliputi kajian Islam yang ditinjau dari berbagai perspektif, mulai dari komunikasi, antropologi, pendidikan, ekonomi, sosiologi, filologi, pendidikan, filsafat dan lain sebagainya. Jurnal ini didedikasikan kepada akademisi, dan pemerhati bidang kajian studi Islam. Artikel yang diterbitkan harus berupa karya orisinal dan tidak harus sejalan dengan pandangan redaksi.
Arjuna Subject : -
Articles 342 Documents
NILAI-NILAI INSTRUMENTAL EKONOMI ISLAM DALAM PERBANKAN SYARIAH Imam Fuadi Alidrus
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 7 No 2 (2012)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2012.7.2.379-408

Abstract

Dalam pengembangan analisis ekonomi Islam ada dua metode, yaitu istihsan dan istihlah memainkan yang peranan yang penting. Namun demikian akibat dari ekonomi modern yang telah sedemikian berkembang di atas landasan paradigma materialisme dan pengabaian nilai-nilai masalah-masalah lain juga muncul. Dalam kasus ini, bagaimana menurunkan ekonomi Islam modern dari syariah, telah menjadi pertanyaan dari banyak kalangan. Islamisasi ilmu ekonomi merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan sebagai solusi dari pertanyaan tersebut. Sejauh perkembangannya telah terdapat sejumlah pemikiran metodologi ilmu ekonomi Islam yang dilontarkan para pemikir Muslim. Pemikiran tentang metodologi ilmu ekonomi Islam yang digagas oleh Mohammad Anas Zarqa adalah pemikiran yang disampaikan dengan cukup sistematis, namun demikian konsep pemikiran ini belum begitu banyak dipahami dan diaplikasikan dalam pengembangan ekonomi Islam, khususnya di Indonesia. There are two methods used in developing analysis of Islamic economy; they are istihsan and istihlah and both of them have important roles. However, as the result of the development of modern economy on the basis of materialism paradigm, they cause the emerge of another problem. In this case, a phenomenon emerges related to how to reduce modern Islamic economy from syariah becomes a question among people. Islamization of economy science as one of the offered alternatives is used as the solution of the problem above. In its development, there are numbers of methodology thoughts related to science of Islamic economy proposed by some Moslem thinkers. A methodology thoughts of science of Islamic economy which is proposed by Mohammad Anas Zarga is stated in quite systematical way, however the concept of the thought is not much understood and applied yet in developing Islamic economy in, especially, Indonesia.
TEORI PERUBAHAN SITUASI (NAZHARIYAT AL-ZHURUF AL-THARI’AH) DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM Ahmad Musonnif
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 7 No 2 (2012)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2012.7.2.409-436

Abstract

Ekonomi adalah hal penting bagi kehidupan manusia. Dengan ekonomi yang baik kehidupan manusia akan berjalan dengan baik. Kegiatan ekonomi akan mengarah kepada kesejahteraan jika situasi negara mendukung stabilitas ekonomi. Terkadang terjadi situasi ketika sistem ekonomi mengalami gangguan, misalnya inflasi dan deflasi, yang membuat mekanisme pasar menjadi kacau. Diperlukan cara efektif untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Solusi yang diberikan oleh hukum ekonomi Islam disebut dengan teori perubahan situasi. Teori ini menjelaskan situasi ekonomi yang berubah serta solusi menurut prinsip Islam yang dirumuskan oleh para pakar dalam bidang tersebut. Economy is a important for people’s lives. With a good economy, people’s lives will be well. Economic activities will towards the direction of prosperity if the country’s situation supports economic stability. However, sometimes a situation occurs where the economic system becomes impaired. For example, if there is inflation or deflation, then the market mechanism to some extent will be disrupted. Therefore, we need an effective measurement to overcome these problems. In the economy of Islamic law, it is called the theory of the changed situation. Namely a theory of changed situations that disturb economy and its solutions based on syariah principles as it is formulated by experts of Islamic law.
KAJIAN PERLINDUNGAN NASABAH MENURUT UU RI NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH Mei Santi
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 7 No 2 (2012)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2012.7.2.437-462

Abstract

Perlindungan nasabah menurut UU RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan upaya perlindungan nasabah yang meliputi: a) Mekanisme pengaduan nasabah yang berpedoman pada PBI Nomor 7/7/PBI/2005 jo. PBI Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI Nomor 8/5/PBI/2006 jo. PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi; b) meningkatkan transparansi produk yang berpedoman pada PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah; c) Edukasi terhadap nasabah dilakukan oleh Bank Indonesia bersama-sama dengan bank-bank dan asosiasi-asosiasi perbankan yang tergabung dalam kelompok kerja edukasi masyarakat di bidang perbankan dengan memberikan pemahaman tentang produk dan jasa perbankan kepada nasabah dan calon nasabah. Sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Customer protection according to UU RI Number 21 Tahun 2008 about Syariah banking as an effort to protect customer covering: a) the mechanism of submission done by the customer based on PBI Number 7/7/PBI/2005 jo. PBI Number 10/10/PBI/2008 about the solution of submission done by the customer and PBI Number 8/5/PBI/2006 jo. PBI Number 10/1/ PBI/208 about mediation, b) improving transparancy of product based on PBI Number 7/6/PBI/2005 about transparancy of information of bank product and the use of customer private data, c) education towards customer done by Indonesia Bank in collaboration with other banks and banking association under the group work of society education in the field of banking by giving understanding about banking product and service to the customer and candidate of customer. The system of syariah banking which is done under the principle of profit sharing gives an alternative of banking system to be useful for society and bank. Moreover, the principle offer justice during the process of doing transaction and having ethic during making investment. It also emphasises on the value of togetherness and avoid itself to be speculative in conducting transaction.
THE PROSPECT OF ISLAMIC MICROFINANCE INSTITUTION IN INDONESIA Nur Kholis
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 7 No 2 (2012)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2012.7.2.463-487

Abstract

The Islamic microfinance institution is well known as Baitul Mal Wattamwil (BMT).The purpose of establishing the BMT is to help micro and medium entrepreneurs to be able to access financing to develop their business. The BMT stimulates and supports people to establish and develop it only by having a modal of knowledge, for example philosophy, management of BMT and having short orientation that leads to the emerge of problem in the BMT. Consequently, many problems occur, such as mismatch of fund allocation, fraud of depositor fund, moral hazard that lead to the collapse of the BMT. Regarding to those problem, it needs to identify problems and challenge faced by the BMT from the aspects of supervision, operational management, resources and other related instruments. Moreover, it is also necessary to design solution of the problem as well as to arrange recommendation to the authoritative people to solve the problem.Institusi keuangan mikro Islam di Indonesia dikenal sebagai Baitul Mal Wattamwil (BMT). Tujuan dibentuknya BMT adalah untuk membantu pengusaha mikro, kecil dan menengah agar bisa mengakses pembiayaan dalam rangka mengembangkan usaha. BMT mendorong banyak pihak untuk mendirikan dan mengembangkan BMT dengan hanya berbekal ilmu baik tentang filosofi, pengelolaan BMT dan berorientasi jangka pendek yang berdampak pada BMT yang bermasalah. Akibatnya banyak persoalan muncul seperti alokasi dana yang tidak tepat, kecurangan pengelola, moral hazard dan bahkan berujung dengan kolapnya BMT tersebut. Dari hal tersebut perlu mengidentifikasi persoalan dan tantangan yang dihadapi BMT baik dari sisi regulasi, supervisi, manajemen operasional, sumber daya, maupun instrumen-instrumen yang terkait. Barulah kemudian mendesain tawaran solutif untuk menyelesaikan persoalan dan menaklukkan tantangan, sekaligus menyusun rekomendasi pada pihak-pihak berotoritas untuk memitigasi dan menyelesaikan persoalan.
HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF SOSIAL-BUDAYA DI ERA REFORMASI Hasyim Nawawie
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.1-28

Abstract

Hukum Islam di Indonesia muncul bersamaan dengan penyebaran Islam di Nusantara. Hal demikian berlangsung secara bertahap dan menyebabkan kaidah hukum Islam dijadikan sebagai pedoman kehidupan setelah terlebih dahulu mengalami institusionalisasi dan internalisasi karena masyarakat pada umumnya sudah memiliki aturan atau adat istiadat sendiri. Sehingga ketika Islam datang terjadi akulturasi antara hukum Islam dengan hukum adat. Hal ini juga mengakibatkan variasi hukum Islam di kalangan masyarakat Islam di Indonesia. Dari proses interaksi sosial inilah hukum Islam mulai mengakar dan menjadi sistem hukum dalam masyarakat. Di Indonesia sistem hukum Islam adalah sistem hukum yang hidup berdampingan dengan sistem hukum lainnya, hukum Islam itu bisa tumbuh dan berkembang dengan tidak tergantung pada kebijakan politik pemerintah atau tergantung pada kemauan pembentuk undang-undang. Both Islamic law and the spread of Islam in Indonesia take place in phases. It thus takes place gradually and cause the rule of Islamic law to serve as guidelines in life after first experiencing institutionalization and internalization because people generally already have their own rules or customs. So when Islam came occurs acculturation between Islamic law with customary law. This also results in a variation of Islamic law among the people of Islam in Indonesia. From this social interaction processes of Islamic law began to take root and become the legal system in society. In Indonesia, the Islamic legal system is a system of law that coexist with other legal systems, Islamic law it could grow and develop by not depending on government policies or depending upon the will of the legislators.
RASIONALISASI TRADISI BERMAZHAB MENURUT SHAH WALI ALLAH A Asmawi
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.29-52

Abstract

Shah Wali Allah adalah ulama yang hidup pada masa pra modern abad 17 di India. Seorang tokoh yang mempunyai perhatian yang utuh dalam menyelesaikan problematika umat Islam yang ada di sekitarnya. Salah satu upaya pembaruan yang digagas olehnya adalah usaha untuk mempertemukan berbagai aliran keagamaan yang tumbuh dan berkembang di India. Konsep mazhab oleh Shah Wali Allah adalah hasil dialektika kehidupannya dalam menyelesaikan problematika krisis multidimensi yang dialami oleh umat Islam Indo-Pakistan India. Yaitu adanya deferensiasi antarkelompok keagamaan, tak terkecuali mazhab dalam hukum Islam. Pemikiran ini berusaha memberikan tawaran-tawaran konsep berijtihad, ber-mazhab dan taklid. Pemikiran tentang mazhab yang tertuang dalam kitab al-Ins}a>f fi Asba>b al-Ikhtila>f, walaupun dalam pengelompokan terhadap tahapan-tahapan sejarah lemah, tetapi pemikiran tersebut adalah produk genuine pembaruan hukum Islam dari Shah Wali Allah yang dalam perspektif sosiologis dapat dikategorikan sebagai upaya pemurnian ajaran Islam saat menghadapi krisis dengan solusi rasionalisasi tradisi ber-mazhab. Shah Wali Allah is an theologian who lived in before modern, precisely in 17 century in India. He is a prominent figure who devotes his live to solve Islamic followers problems surround him. One of his efforts is to meet some religion paths which grow up in India. The concept of mazhab proposed by Shah Wali Allah is the result of dialectic of his life in solving multi dimension of crisis experienced by Islamic followers of Indo-Pasistan India. The problem is the emergence of differentiation among group of religion followers, including mazhab in Islamic law. This thinking offers concept of doing ijtihad, mazhab, and taklid. The thinking of mazhab which is presented in book of al-Insaf fi Asbab al-Ikhtilaf, although in grouping the phases of history is weak, however the thinking is genuine product of Shah Wali Allah in renewing Islamic law. This product in sociological perspective can be categorized as an effort to purify Islamic teachings when it is up against crisis with rationalization of tradition in doing mazhab as the Solutions
DAR AL-ISLAM, DAR AL-HARB, DAR AL-SHULH: Kajian Fikih Siyasah Ahmad Muhtadi Anshor
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.53-68

Abstract

Konsep tentang pembagian wilayah menjadi dar al-Islam, dar al-harb dan dar al-shulh merupakan hasil ijtihad dari para fuqaha’ yang dipengaruhi oleh suasana politik. Yakni ketika kaum musyrikin Makkah, kaum musyrikin Jazirah Arab sampai pula kaum musyrikin Persia dan Romawi telah serentak memaklumkan perang terhadap Islam. Sedangkan orang Islam dalam keadaan selalu membela diri, sehingga ada dua kekuatan yang selalu berhadap-hadapan, yakni kekuatan Islam dan kekuatan musuh-musuhnya. Dalam realitanya, konsep tentang dar al-Islam dapat dilihat dalam kasus India dan Indonesia yang meskipun secara tegas menyatakan bahwa konstitusi negara tidak berdasarkan Islam, namun karena negara memberi kebebasan pada warganya untuk menjalankan ajaran agamanya, maka negara tersebut dapat dianggap sebagai dar al-Islam. Sedangkan untuk dar al-harb dapat dilihat pada kasus negara Persia dan Romawi pada masa awal perkembangan Islam. Dalam perspektif teori, konsep dar al-Islam, dar al-harb dan dar al-shulh dapat dibaca dengan “teori perang” dan “teori perdamaian”. The concept of the division of the area into dar al-Islam, dar al-harb and dar al-shulh is the result of ijtihad of the jurists’ who are affected by the political atmosphere. That is when the polytheists of Mecca, Arabian Peninsula until Persian and Roman have simultaneously proclaim a war to Islam again. While the Moslems in the state has always defended himself, so that there are two forces that are always face to face, namely Islamic strength and power of his enemies. In reality, the concept of dar al-Islam may be seen in the case of India and Indonesia that although expressly states that the state constitution is not based on Islam, but because the state gives freedom to its citizen to live the teaching of his religion, then the country can be considered as dar al-Islam. While for the dar al-harb can be seen in the case of the Persian and Roman state during the early development of Islam. In theory perspective, the concept of dar al-Islam, dar al-harb and dar al-shulh can be read with the “theory of war” and “peace theory”.
KONSEP MASLAHAH IZZUDIN IBN ABDI SALAM: Telaah Kitab Qawa`id al-Ahkam Limashalih al-Anam J Johari
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.69-88

Abstract

Konsep maslahah dan mafsadah menurut Izzudin lebih menekankan pada pembedaan antara hakiki dan majazi, yang masing-masing dibedakan menjadi dunia dan akhirat dan segala sesuatu yang menjadi perantara untuk sampai pada maslahah dan mafsadah baik di dunia maupun di akhirat. “Maslahah” menurut Izzudin terdiri dari “ladzat” dan ”afrakh” dan segala sesuatu yang menjadi wasilah dari keduanya. Lebih lanjut maslahah dibedakan menjadi dua; hakiki dan majazi. Maslahah hakikiyah terdiri dari ladzat dan afrah sedangkan yang majazi, adalah setiap perantara yang mendatangkan keduanya. Demikian juga mendahulukan kemaslahatan yang lebih kuat dan menolak kerusakan yang lebih kuat, juga merupakan kebaikan dan terpuji. The concept of maslahah and mafsadah according to al Izz emphasizes on the differentiation between haqiqi and majasi in which each is differentiated into two: world and here after and everything which a mediator to achieve maslahah and mafsadah both in the world and in here after. According to Izzudin maslahah consists of ladzat and afrakh and everything as the bond of both. Furthermore, maslahah is divided into two; hakiki and majasi. The maslahah hakikiyah consists of ladzat and afrakh, meanwhile majazi represents every mediator to arrive of both. Activities to do goodness first and to reject badness are believed as good deeds.
IJTIHAD SEBAGAI ALAT PEMECAHAN MASALAH UMAT ISLAM Abd Wafi Has
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.89-112

Abstract

Secara istilah ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah Saw. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan masa taklid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaruan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama sebab ada kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama. Bahkan sekalipun berbeda hasil ijtihad baru tidak bisa mengubah status ijtihad yang lama. Hal itu seiring dengan kaidah ijtihad yang tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad pula. Berdasarkan pelaksanaan ijtihad bahwa sumber hukum Islam menuntun umat Islam untuk memahaminya. Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah al-Qur’an, hadis, ijma dan qiyas. Conceptually, the term ijtihad is an effort to dig out law which had been existed in the Prophet’s live. In its development ijtihad has been done by prophet followers up t now. Although in a certain period as so called taklid period, in which ijtihad is not allowed, however, at another period of time ijtihad is allowed. In fact, ijtihad cannot be avoided and it is a must to cope with more complex problems. It is widely understood that not all the result of ijtihad as the renewal of the old one. The fact shows that the result of new ijtihad has similarity or even the same with the old one. Although the result of the new ijtihad is totally different from the old one, the new one cannot change the status of the old one for there is a rule says that ijtihad cannot be canceled by another ijtihad. Based on the application of ijtihad, the sources of Islamic laws direct Islamic followers to understand them. The sources of Islamic laws admitted and followed by ulama are Holy Qur’an, hadis, ijma and qiyas.
MURABAHAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH EMPAT MAZHAB Muhammad Farid
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.113-134

Abstract

Banyaknya bank syariah saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi para nasabah terutama di Indonesia yang mayoritas Muslim. Sebab dalam praktiknya banyak perbankan syariah justru kurang syariah. Hal itu diakibatkan belum ada formula baru yang bisa mengatasi permasalahan. Taruhlah pembiayaan murabahah sebagai contohnya. Kalangan ulama fikih pada dasarnya membolehkan biaya-biaya pembebanan dalam murabahah yang secara umum bisa timbul dalam transaksi jual beli, namun tidak boleh mengambil keuntungan berdasarkan biaya-biaya yang semestinya ditanggung oleh penjual. Hal itulah yang akan menjadi titik fokus dalam artikel ini. Dengan menggunakan kacamata fikih empat mazhab, artikel ini akan mengurai berbagai polemik yang timbul dalam transaksi jual beli yang menggunakan akad murabahah. Dengan harapan agar silang sengkarut yang terjadi selama ini bisa menemui titik terang. Many Islamic banks an especial concern for customers especially in Moslem Indonesia now. Because in practice many are less syariah Islamic banking. It caused nothing a new formula that could overcome the problems. Such as, murabahah financing as an example. Basically, the Moslem theologian allow the costs of loading in general murabahah which could arise in the sale and purchase transaction, but may not be taking advantage based on the costs that should be borne by the seller. That is what will be the focus point in this article. By using the four mazhab perspective of jurisprudence, this article will break down various polemics arising in sale and purchase transaction using murabahah contract. Hopes that cross chaos that occurred during this time can be a point of light.