cover
Contact Name
Saiful Mustofa
Contact Email
sayfulmuztofa@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
sayfulmuztofa@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman
ISSN : 19077491     EISSN : 25023705     DOI : -
Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman merupakan jurnal akademik multidisipliner yang diterbitkan oleh Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Epistemé terbit dua nomor setiap tahunnya, pada bulan Juni dan Desember. Artikel yang diterbitkan meliputi kajian Islam yang ditinjau dari berbagai perspektif, mulai dari komunikasi, antropologi, pendidikan, ekonomi, sosiologi, filologi, pendidikan, filsafat dan lain sebagainya. Jurnal ini didedikasikan kepada akademisi, dan pemerhati bidang kajian studi Islam. Artikel yang diterbitkan harus berupa karya orisinal dan tidak harus sejalan dengan pandangan redaksi.
Arjuna Subject : -
Articles 342 Documents
HUKUM PROMOSI PRODUK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Syabbul Bahri
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.135-154

Abstract

Dalam perkembangan dalam sebuah perusahaan, promosi merupakan salah satu cara yang dilakukan produsen untuk menarik konsumen serta pengguna barang agar mampu mendapatkannya, secara definisi promosi suatu perbuatan yang dilakukan oleh shirkah (perusahaan atau produsen) untuk menambah hasil penjualan”. Sedangkan arti promosi secara khusus adalah hubungan komunikatif penjual atau produsen kepada para pembeli dengan maksud untuk memberi tahu mereka, membujuk dan mendorong mereka untuk membeli. Perkembangan pemakaian alat promosi dalam kondisi yang rawan, bahkan pada zaman sekarang konsumen dihadapkan pada apa yang dikenal dengan consumer ignorance, yaitu ketidakmampuan konsumen menyeleksi informasi akibat kemajuan teknologi dan keragaman produk, sehingga hal ini dapat disalahgunakan oleh para pelaku usaha. Dalam keadaan ini, apabila iklan yang mengandung pujian tersebut bersifat nyata dan benar, maka iklan semacam ini hukumnya adalah boleh (ja’iz), namun apabila iklan tersebut mengandung unsur kebohongan dan penipuan atau tidak diketahui oleh pembeli tentang barang atau jasa yang ditawarkan maka hal demikian dalam Islam disebut penipuan (haram). Related to the development of business of producer, an activity of promoting is one of the ways done to attract consumers. Promotion is defined as an activity done by shirkah (business or producer) to enhance the selling income. In more specific meaning, promotion is defined as communicative relation between sellers or producers and buyers for the purpose of showing and persuading the buyers to buy. The result of using promotion vehicle is obvious in which the consumers get what so called consumers ignorance that is inability of the consumers to select information as a results of technology development and various numbers of products that lead to the misuse done by the doers of business. When the advertisement promotes goods which are believed as true, it is judged as ja’iz. Otherwise, if the advertisement has falsehood, it is judged as haram.
ANALISIS DAN MAPPING SYARIAH VERSUS TASAWUF MELALUI PENDEKATAN HISTORIS Ali Mas’ud
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.155-174

Abstract

Ada perbedaan prinsipil antara fikih dan tasawuf dalam tataran empirik. Fikih bercorak simbolistik, legalistik, eksoterik dan formalistik sehingga cenderung melihat sebuah tindakan dari syarat dan rukun, syah dan tidak syah. Sesungguhnya pemahaman yang demikian sepenuhnya tidaklah dapat diterima karena dimungkinkan keterbatasan memahami pesan dan substansi fikih itu sendiri. Fikih sebagai formulasi pemahaman terhadap pesan syariat yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, dari dalil-dalilnya yang bersifat rinci. Sementara itu, ada pula anggapan bahwa bertasawuf adalah identik dengan pola hidup asketis dan kepasrahan hidup statis. Padahal sebetulnya tidak demikian. Sebab tasawuf bercorak esoterik yang lebih berorientasi pada kedalaman spiritualitas dan mengutamakan pendekatan diri kepada Allah. Sebagai seorang Muslim, sudah barang tentu kaum sufi melaksanakan ritus-ritus Islam lainnya, yang maknanya mereka interpretasikan secara lebih mendalam. Bagi mereka, ritus-ritus ini menuju pada tidurnya jiwa dalam kepasrahan kepada Allah, atau bangunnya kalbu dalam menegaskan watak hakiki kemanusiannya. Karenanya, wudhu tidak sekadar membasuh kotoran lahiriah bahkan batiniah saja, melainkan juga penyucian kalbu min ma siwa Allah. Dengan demikian, setiap kaum sufi selalu menempuh jalan yang menurutnya keluar dari wilayah ego, berikut berbagai ektensi dan proyeksinya, menuju realisasi identitas esensialnya. Empirically, fiqh and sufism are different. Fiqh has the symbolic character, legalistic, eksoteric and formalistic. It tends to see a certain action from point of view of condition and administrative, legal and illegal. In fact, such an understanding is not acceptable as a result of the limitation in understanding fiqh. Fiqh is a basic understanding toward messages of syariat which deals with the heresy’s activities from the detailed argumentations. Furthermore, there is an assumption that sufism is identical with the resignation of static life. Sufism has the character of being exoteric emphasizing on spiritualistic. The sufi community do other Islamic rituals and they try to interpret their meanings by themselves. For the sufi community, those rituals are done to resign themselves to Allah. That is why an activity of doing ablution is intended not only to clean up physical organs but also internal aspect. What the sufi community do is principally out of their ego area to close themselves to the God.
TRANSAKSI LEASING DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Muhammad Izuddin Zakki
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.175-206

Abstract

Pandangan hukum Islam selama ini menempatkan transaksi leasing ke dalam istilah al-ijarah. Analisa hukum Islam terhadap bentuk transaksi tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa perjanjian leasing dalam praktiknya sering tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Pun pada tataran teoritis, keduanya sering disebut sebagai hal yang sama. Hal ini dapat dilihat dari adanya option right atau hak pilih bagi penyewa untuk membeli barang (buy decision) dalam leasing sehingga lebih mendekatkannya dengan bentuk jual beli cicilan. Menurut sebagian pemikir Islam, praktik transaksi leasing dapat dibenarkan selama tidak keluar dari ketentuan sebagaimana dalam al ijarah. Karena meskipun syariah tidak membolehkan adanya biaya tertentu atas financial capital namun dalam operating lease membolehkan biaya tertentu atas modal riil. Dengan demikian, praktik leasing yang sering menimbulkan salah pengertian dari umat Islam dan adanya sistem hukum ganda, perlu diarahkan kepada bentuk transaksi ijarah muntahia bit tamlik dalam sistem pembiayaan, baik dalam perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. View of Islamic law has been put leasing transaction into al-ijarah terms. Analysis of Islamic law to form these transactions are based on the fact that the leasing agreement in practice are often not properly enforced. Even on a theoretical level, they are often referred to as the same thing. It can be seen from the right or right to select the option for the tenant to buy decision in leasing so much bringing it close to the form of installment purchase. According to some Islamic thinkers, the practice of leasing transactions can be justified as long as nothing out of the provisions in al-Ijarah. Because even though syariah does not allow for a certain fee on financial capital but the operating lease allows certain costs on real capital. Thus, the leasing practices that often lead to misunderstanding of Moslem and the dual legal system, need to be directed to the form of ijarah muntahia bit tamlik transaction in the system of financing, both in banking and other financial institutions.
PENERAPAN SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK UNTUK KASUS KORUPSI: Kajian Antara Hukum Positif dan Hukum Islam Y Yusuf
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 1 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.1.207-233

Abstract

Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang terorganisir dan bersifat lintas batas teritorial (transnasional). Salah satu sebabnya karena pemberantasan korupsi sangat sulit diperangi dalam sistem birokrasi yang koruptif sehingga memerlukan instrumen hukum yang luar biasa untuk mencegah dan memberantasnya. Perkembangan praktik tersebut memunculkan suatu gagasan dalam menyikapi hambatan dalam proses pembuktian korupsi. Teori pembuktian yang selama ini diakui adalah asas pembuktian beyond reasonable doubt, yang dianggap tidak bertentangan dengan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence). Akan tetapi di sisi lain sering menyulitkan proses pembuktian kasus-kasus korupsi. Penerapan pembuktian terbalik mengalami banyak hambatan sehingga teori tersebut hingga kini belum bisa diaplikasikan di Indonesia karena dianggap bertentangan dengan teori dasar pembuktian. Begitu pula dalam hukum Islam, seorang hakim tidak boleh memutuskan perkara ketika tidak ada bukti.Corruption is one of an organized wickedness and it is territorial boarder crossing (transnational). The one of cause it is hard to eliminate corruption action in the corrupted bureaucracy and it needs law instruments to prevent and to fight against it. The development of the practice stimulates an idea to conduct authentication of corruption. The admitted theory of authentication that has been used so far is the authentication principal beyond reasonable doubt which is in contradiction with presumption of innocence. However, this principal is hard used during the process of authentication of corruption cases. The implementation of reverse authentication undergoes obstacles and it cannot be applied in Indonesia for it is supposed to be in contradiction with the basic theory of authentication. It also occurs in Islamic law in which a judge should not make a decision of a case if no available proof.
MASA DEPAN PERGURUAN TINGGI ISLAM: Membangun Visi Kelembagaan Bereputasi Internasional Agus Zaenul Fitri
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 2 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.2.235-258

Abstract

Tantangan dan problem mendasar pendidikan saat ini terletak pada aspek peningkatan mutu dan perbaikan kualitas di perguruan tinggi termasuk perguruan tinggi Islam. Sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia mempunyai visi menjadi universitas kelas dunia. Menurut The Times Higher Education Supplement, beberapa perguruan tinggi Indonesia memang telah mencapai peringkat atas di antara ribuan kampus di seluruh dunia. Walau demikian, secara umum masih terdapat banyak hal yang perlu di perbaiki. Bukan sekadar untuk meningkatkan peringkat, namun lebih untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi Islam. Kualitas dalam hal apa? Tentunya kualitas dalam Tri Dharma: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Namun untuk meningkatkan kualitas dalam tiga hal tersebut, juga perlu meningkatkan mutu sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pendanaan, serta kualitas para pelakunya, yakni para dosen dan tenaga pendukung, yang berdampak pada kualitas lulusannya. Jika saat ini yang masuk dalam rangking 100 perguruan tinggi terbaik di Asia adalah perguruan tinggi umum maka kapan perguruan tinggi Islam dapat bersaing dengan perguruan tinggi lain merupakan hal yang harus dijawab di masa datang. The fundamental problem faced by university institution, especially Islamic university is related to the aspect of improving its quality in education. Some exemplary universities in Indonesia have visions to be world class universities. The Times Higher Education Supplement reporting that some of universities in Indonesia have reached the level in between two hundreds among thousands of universities in the world. However, in general, they still need some efforts to improve not only their levels but their qualities as well. The intended improvement is in the domain of Tri Dharma (three obligations), covering education, research, and society service. To improve the quality of these domains, it should be supported by the quality of improvement of other aspects, such as structure and infrastructure, management, funding, lecturer, and staff. The availability of these components give positive effect toward the quality of the graduations. Nowadays the best universities that reach the level in between a hundred in Asia are those belong to public universities. The fact stimulates Islamic universities to compete to other universities. This is a case needed to be solved in the future.
PENDIDIKAN ISLAM DALAM ARUS GLOBALISASI: Sebuah Kajian Deskriptif Analitis Ali Mahsun
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 2 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.2.259-278

Abstract

Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan upaya normatif untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam mengembangkan pandangan hidup islami. Globalisasi selain menghadirkan peluang positif untuk hidup mewah, nyaman, murah, indah, dan maju juga dapat menghadirkan peluang negatif, yaitu menimbulkan keresahan, penyesalan, dan penderitaan. Globalisasi bekerja selama 24 jam dengan menawarkan banyak pilihan dan kebebasan yang bersifat pribadi. Pendek kata dewasa ini telah terjadi “banjir pilihan dan peluang”, terserah kemampuan seseorang memilikinya. Demikian juga, bahwa pendidikan Islam berada dalam atmosfer modernisasi dan globalisasi dituntut untuk mampu memainkan peranannya secara dinamis dan produktif. Keberadaannya diharapkan mampu memberikan kontribusi dan perubahan positif yang berarti bagi perbaikan dan kemajuan peradaban umat Islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis. Islamic education basically is a normative effort to assist the learners to apply Islamic values in their life. Globalization, in one side, presents a ‘positive’ opportunity to live more prosperous, comfortable, and cheap. But, globalization also presents a ‘negative’ effect such as worry, and restlessness. Globalization works 24 hours, offering various choices and private freedom. In short, nowadays we are offered ‘plenty choices and opportunites’. Therefore, the Islamic education, which is in the middle stream of globalization, is demanded to play important role dynamically and productively. The existence of Islamic education is expected to give positive contribution and changes to improve and develop Moslem civilization intellectually and practically.
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBN SINA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN MODERN Miftaku Rohman
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 2 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.2.279-300

Abstract

Konsep pendidikan menurut Ibnu Sina bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu, tujuan pendidikan harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Sedangkan konsep pendidikan modern, yaitu pendidikan yang menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah. Pendidikan disyaratkan oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar. The concept of education according to Ibnu Sina is directed at developing a man’s potential to its perfect development, both physically, intellectually, and spiritually. Besides, education must also be directed to prepare the learners to live together in the society, and their professional development based on their preference, talent, and potential. According to the modern concept of education, education must involve each aspect of learners’ life, reflect the long life learning, is influenced by the individual condition and experience at school or out of school. In addition, education also requires the learners’ ability, interest and the learning situation.
PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL: Telaah Pemikiran Muhammad Amin Abdullah Achmad Rois
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 2 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.2.301-322

Abstract

Di era multikultural seperti sekarang, pendidikan sudah seharusnya menjadi media dalam membentuk sikap-sikap yang positif terhadap realitas sosial yang beragam. Sikap tersebut berawal dari pemahaman untuk menerima, mengakui dan menghargai orang lain dengan berbagai latar belakang yang ada. Karena orang lain, apa pun aliran dan agamanya, adalah umat Tuhan yang memiliki hak yang sama untuk hidup di bumi Tuhan. Penanaman sikap dan nilai-nilai inklusif inilah yang nantinya menjadi daya tawar utama dalam sistem pendidikan multikultural, terutama dalam pendidikan Islam. Pemikiran Amin Abdullah dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia, cukup menonjol mulai dari gagasan integratif-interkonektif yang kemudian diaplikasikannya dalam pengembangan IAIN menjadi UIN Sunan Kalijaga dan pendidikan Islam multikulturalnya ikut memberi sumbangan wacana yang signifikan dalam menciptakan konsep-konsep pendidikan Islam yang toleran, demokratis, serta menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan keadilan. In this multicultural era, education is expected to be a means to form positive attitudes toward varieties of social realities. These attitudes are initiated by having attitude to accept, admit, and respect other people with their different backgrounds. Whatever the religion embraced, every individual is God’s creation and he or she has the same right to live on God’s earth. The planting of attitude and these inclusive values become the main requirements of the implementation of the system of multicultural education, especially Islamic education. Amin Abdullah’s thinking about Islamic education in Indonesia is salient enough reflected in his integrative-inter connective ideas. These ideas, then, are applied to develop IAIN becomes UIN Sunan Kalijogo. In it’s development, his ideas about Islamic multicultural education gives positive contributions to create the concepts of Islamic education which are tolerant, democratic, and they uphold the values of unity and justice.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM DALAM KACAMATA AL-GHAZALI DAN FAZLUR RAHMAN Roziq Syaifudin
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 2 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.2.323-346

Abstract

Epistemologi juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Dari sini dapat dilihat apakah seseorang itu menggunakan cara berpikir deduktif atau induktif. Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Pendidikan Islam merupakan bangunan sangat lengkap dalam mengubah tatanan kehidupan manusia, yang tidak hanya menitik beratkan pada nilai-nilai agama Islam, tetapi juga profesional dalam hal keilmuan. Imam al-Ghazali merupakan seorang pemikir besar, sufi dan praktisi pendidikan di dunia Muslim. Dalam falsafah hidup dan pandangan dunia intelektualnya, pendidikan mempunyai kepentingan yang paling utama dan peran yang sangat besar terhadap perubahan umat manusia. Fazlur Rahman dapat dikategorikan sebagai salah seorang pemikir neo-modernis yang paling serius dan produktif juga sebagai seorang tokoh intelektual Muslim yang memiliki latar belakang yang menarik. Epistemology determines the way and the purpose of human thinking. This can be viewed whether a particular person uses deductive and inductive way of thinking. It is also stated that epistemology of science basically represents a combination of thinking both rationally and empirically. Islamic education provides complete wise ways to govern human life which not only emphasize on Islamic values but also science. Imam al-Ghazali is a great thinker, mystical, and an education practitioner in the moslem world. In his philosophy of life and his intellectual view, education has important roles toward the change of ummah. Meanwhile, Fazlur Rahman is categorized as one of neo- modernistic thinkers who are serious and productive. He is also well known as a figure of Moslem intellectual whose background is interesting.
PENDIDIKAN ISLAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS ANAK Imam Masrur
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 8 No 2 (2013)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2013.8.2.347-370

Abstract

Ketika anak lahir ke dunia dengan fitrahnya, orang tualah yang akan mengisi lembaran putih yang masih suci tersebut. Keluarga menjadi peran utama dan sangat penting dalam menjaga keberadaan anak dan sebagai lembaga pendidikan yang paling dominan secara mutlak. Dalam pendidikan terdapat nilai-nilai yang dapat dijadikan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai ideal yang ingin dicapai tujuan pendidikan dapat mempengaruhi dan mewarnai pola kehidupan manusia sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Spiritual anak sebagaimana terdapat dalam surat Luqman mengenai konsep mendidik anak dengan hal-hal yang baik dan memiliki budi pekerti baik sesama manusia atau pada Tuhannya melalui peningkatan ibadah berupa salat lima waktu serta amal-amal yang lain. A born child is equipped with natural tendency which is believed still clean. It is his or her parents who fill in it. A family becomes the main character which plays important roles to sustain the growing of children physically and mentally. It also takes a role as a dominant education institution. In education there must be some values used as the aims of the education itself. The intended ideal values of the purpose of education, practically, influence human life both as an individual and as a member of society. Children’s spiritual as stated in the Surrah Luqman in the form of a concept to educate children to have good attitude in their daily life to other people and to God reflected in doing good deeds and to pray five times a day.