Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan is an international social religious research journal, focuses on social sciences, religious studies, and local wisdom. It is intended to communicate original research and current issues on the subject.
The subject covers literary and field studies with various perspectives i.e. philosophy, culture, history, education, law, art, theology, sufism, ecology and much more.
Articles
11 Documents
Search results for
, issue
" Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara"
:
11 Documents
clear
REFORMULASI HUBUNGAN AGAMA DENGAN NEGARA: DIALOG PEMIKIRAN YUSUF AL-QARDHAWY DENGAN ULAMA KLASIK TENTANG POLITIK KENEGARAAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PERPOLITIKAN DI INDONESIA
Mashudi, Mashudi
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.265
This research describes the formulation want state politics and religious ties with the country according to Yusuf al-Ulama Qardhawy and Classical. The results of the analysis of their thinking as outlined in his works, can be explained that Yusuf al-Qardhawy reformulate the concept of the relationship between religion and the state as well as the state political through and isti'ab syumuli method, a problem of how to resolve the impasse in state politics as well as the relationship between religion and state product classical scholars thought. Reformulation of the concept of the relationship between religion and the state is the solution to the stagnation (stagnation) patterns of thought classical scholars. The concept of state politics by Yusuf al-Ulama Classical Qardhawy and there are points in common with the Indonesian state politics in the context of the present though not totally, so that some can be implemented to control the practice of politics in Indonesia lately away from religious ethics.***Penelitian ini ingin menjelaskan formulasi politik kenegaraan dan hubungan agama dengan negara menurut Yusuf al-Qardhawy dan Ulama Klasik. Hasil analisis dari pemikiran mereka yang dituangkan dalam karya-karyanya, dapat dijelaskan bahwa Yusuf al-Qardhawy mereformulasi konsep hubungan agama dan negara serta politik kenegaraan tersebut melalui metode shumulī dan isti’ab, suatu cara menyelesaikan kebuntuan problematika politik kenegaraan serta hubungan agama dan negara produk pemikiran ulama klasik. Reformulasi konsep hubungan agama dan Negara tersebut merupakan solusi atas stagnasi (kejumudan) corak pemikiran ulama klasik. Secara teoritis, konsep politik kenegaraan menurut Yusuf al-Qardhawy dan Ulama Klasik terdapat titik kesamaan dengan politik kenegaraan Indonesia dalam konteks sekarang meskipun tidak secara total, sehingga sebagian dapat diimplementasikan untuk mengendalikan praktik perpolitikan di Indonesia yang akhir-akhir ini jauh dari etika agama.
ISU TERORISME DAN RESPONS AKTIVIS MUDA ACEH
Amiruddin, M. Hasbi
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.256
This article wants to examine the extent of radical thought in the minds of the younger generation pervasive in Aceh. With the new Aceh conditions experienced several years of post-conflict situation safe again struck by discovered a number of terrorists who make Jalin mountains forest, Aceh Besar, as a military training ground. Also found are also a number of books that have a narrative that can bring inspiration radicalism and terrorism acts. The results of in-depth interviews of young activists in Aceh, can be explained that the concept of terrorism models struggle can not be accepted by young activists in the city of Banda Aceh. They have to understand the teachings of Islam that is relatively comprehensive and proportional. But their ideals in order to uphold Islamic shariah in Aceh is a necessity.***Artikel ini ingin melihat sejauhmana pemikiran radikal merasuk dalam pikiran generasi muda di Aceh. Dengan kondisi Aceh yang baru beberapa tahun mengalami situasi aman pasca terjadi konflik kembali dikejutkan dengan ditemukan sejumlah teroris yang menjadikan hutan pegunungan Jalin, Aceh Besar, sebagai medan latihan militer. Selain itu ditemukan juga sejumlah buku-buku yang memiliki narasi yang dapat memunculkan inspirasi tindakan radikalisme dan terorisme. Hasil wawancara mendalam terhadap para aktivis muda Aceh, dapat dijelaskan bahwa konsep perjuangan model terorisme tidak dapat diterima oleh aktivis muda di Kota Banda Aceh. Mereka telah memahami ajaran Islam yang relatif komprehensif dan proporsional. Namun cita-cita mereka agar tegaknya syariat Islam di Aceh adalah suatu keniscayaan.
RELASI AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Zaprulkhan, Zaprulkhan
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.261
One discourse that continues to be discussed in the realm of Islamic political philosophy is about the relation between religion and state. Broadly speaking, there are at least three paradigms of thinking about the relationship between religion and state. First, sekularistik paradigm, which says that Islam has nothing to do with the state, because Islam does not regulate state life or reign. Second, formalistic paradigm, which assumes that Islam is a complete religion, which includes everything, including the question of the state or a political system. Third, paradigms substansialistik, which rejects the notion that Islam covers everything and also rejects the notion that Islam is only governs the relationship between man and his Creator alone. This article will take pictures of how the three views of this paradigm by showing some of the characters are representative and critically using the comparative method.***Salah satu wacana yang terus diperbincangkan dalam ranah filsafat politik Islam adalah mengenai relasi antara agama dan negara. Secara garis besar paling tidak ada tiga paradigma pemikiran tentang hubungan agama dan negara. Pertama, paradigma sekularistik, yang mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena Islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. Kedua, paradigma formalistik, yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup segala-galanya, termasuk masalah negara atau sistem politik. Ketiga, paradigma substansialistik, yang menolak pendapat bahwa Islam mencakup segala-galanya dan juga menolak pandangan bahwa Islam hanya mengatur hubungan antara manusia dan Penciptanya semata. Artikel ini akan memotret bagaimana pandangan ketiga paradigma tersebut dengan menampilkan beberapa tokohnya yang representatif dan dengan menggunakan metode kritis komparatif.
TEO-DEMOKRASI BERBASIS PERTANGGUNGJAWABAN: STUDI KOMPARATIF ATAS RESPONS S.M. ZAFAR DAN MEHDI BAZARGAN TENTANG SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM
Suharto, Toto
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
This article seeks to examine and analyze how the response of two contemporary Islamic thinkers of democracy. Both thinkers are S.M. Zafar and Mehdi Bazargan. They have a typical thinking about the system of government. Zafar offers a system of government based on the Theo-democrcy parliamentary, because of his opposition to the military system in Pakistan. Whiles Bazargan offers the system of government based on Theo-democracy, because of his opposition to the âulamÄâ system of Khomeiniâs government. They are looked theo-democrcy governance as a system that needs to be implemented in an Islamic state.***Artikel ini ditujukan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana respons dua pemikir Islam kontemporer terhadap demokrasi. Kedua pemikir itu adalah S.M. Zafar dan Mehdi Bazargan. Mereka memiliki pemikiran yang khas mengenai sistem pemerintahan. Zafar menawarkan sebuah sistem pemerintahan yang berÂdasarkan teo-demokrasi parlementer, karena ketidaksetujuannya dengan sistem pemerintahan militer di Pakistan. Sedangkan Bazargan menawarkan sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan teo-demokrasi, karena sikap oposisinya terhadap sistem pemerintahan âkeulamaanâ Khomeini. Keduanya memandang pemerintahan teo-demokrasi sebagai sistem yang perlu dilaksanaÂkan dalam sebuah negara Islam.
AGAMA DAN POLITIK: TEOLOGI PEMBEBASAN SEBAGAI ARENA PROFETISASI AGAMA
Jati, Wasisto Raharjo
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.262
This article aims to analyze the comparative study of the liberation theology perspective. The notion of liberation theology is a form of transformative theology that concerned within issues of equality and social justice. The relationship amidst religion and politics is reciprocal due to there are conflicts of interest between both entities. Emergence of liberation theology itself arises because of the politicization of religion has become more acute and chronic so it needs to be transformed. The thought of liberation theology is basically grown in the famous case of Latin America with the spirit church of the poor. However, within Islam, it also found a similar essence that Islam also teaches that there egalitarianism, equality, and social justice. Article will elaborate about this comparison of liberation theology.***Artikel ini bertujuan untuk menganalisis studi perbandingan perspektif teologi pembebasan. Gagasan teologi pembebasan adalah suatu bentuk teologi transformatif yang bersangkutan dalam isu-isu kesetaraan dan keadilan sosial. Hubungan di tengah-tengah agama dan politik adalah timbal balik karena ada konflik kepentingan antara kedua entitas. Munculnya teologi pembebasan itu sendiri timbul karena adanya politisasi agama telah menjadi lebih akut dan kronis sehingga perlu diubah. Pikiran teologi pembebasan pada dasarnya tumbuh dalam kasus terkenal Amerika Latin dengan semangat gereja kaum miskin. Namun, dalam Islam, itu juga menemukan esensi yang sama bahwa Islam juga mengajarkan bahwa ada egalitarianisme, kesetaraan, dan keadilan sosial. Pasal akan menguraikan tentang perbandingan ini teologi pembebasan.
TEO-DEMOKRASI BERBASIS PERTANGGUNGJAWABAN: STUDI KOMPARATIF ATAS RESPONS S.M. ZAFAR DAN MEHDI BAZARGAN TENTANG SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM
Suharto, Toto
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.258
This article seeks to examine and analyze how the response of two contemporary Islamic thinkers of democracy. Both thinkers are S.M. Zafar and Mehdi Bazargan. They have a typical thinking about the system of government. Zafar offers a system of government based on the Theo-democrcy parliamentary, because of his opposition to the military system in Pakistan. Whiles Bazargan offers the system of government based on Theo-democracy, because of his opposition to the ‘ulamā’ system of Khomeini’s government. They are looked theo-democrcy governance as a system that needs to be implemented in an Islamic state.***Artikel ini ditujukan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana respons dua pemikir Islam kontemporer terhadap demokrasi. Kedua pemikir itu adalah S.M. Zafar dan Mehdi Bazargan. Mereka memiliki pemikiran yang khas mengenai sistem pemerintahan. Zafar menawarkan sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan teo-demokrasi parlementer, karena ketidaksetujuannya dengan sistem pemerintahan militer di Pakistan. Sedangkan Bazargan menawarkan sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan teo-demokrasi, karena sikap oposisinya terhadap sistem pemerintahan “keulamaan” Khomeini. Keduanya memandang pemerintahan teo-demokrasi sebagai sistem yang perlu dilaksanakan dalam sebuah negara Islam.
KONSEP HUKUM MODERN: SUATU PERSPEKTIF KEINDONESIAAN, INTEGRASI SISTEM HUKUM AGAMA DAN SISTEM HUKUM NASIONAL
Umar, Nasarudin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.263
Indonesia is known as a country with a mixed legal system. The current legal system is dominated by three major legal systems, namely Western legal system, customary legal system and Islamic legal system. The mixing of legal system has been emerging problem, because basically each legal system has a different character. The most basic problem is unbalancing in the formation of legal system in consequence of the dominance of Western legal system from customary and religious legal system. This paper try to analyze the concept of integration of religious legal system in the national legal system to make its position can be balanced. Based on the analysis, the concept of Three Pillars of Modern Legal Systems is suitable for modern Indonesian legal system in order to integrate the diversity of cultures, customs and religions.***Indonesia dikenal sebagai negara dengan sistem hukum campuran. Sistem hukum yang saat ini berlaku didominasi oleh tiga sistem hukum besar, yaitu sistem hukum Barat, sistem hukum adat dan sistem hukum Islam. Percampuran sistem hukum ini bukan tak masalah, karena pada hakikatnya setiap sistem hukum memiliki karakter yang berbeda. Problem paling dasar adalah pembentukan hukum yang tidak berimbang, yaitu dominasi sistem hukum Barat atas hukum agama dan adat. Tulisan ini mengurai konsep integrasi sistem hukum agama dalam sistem hukum nasional agar kedudukannya dapat berimbang. Berdasarkan hasil analisa, konsep Three Pillars Sistem Hukum Modern yang integratif merupakan konsep hukum yang tepat untuk sistem hukum modern Indonesia dalam rangka mengintegrasikan keanekaragaman budaya, adat istiadat dan agama.
POLITIK DAKWAH DAN DAKWAH POLITIK DI ERA REFORMASI INDONESIA
Rosa, Andi
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.259
This research activity parse dzikir majelis Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) "Nurussalam" which has a strategic role in the democratic era. His status as a society organizations (NGOs) are positioned optimally by interest groups, political organizations and even into the container. By analyzing the dataobtained through interviews and documentation, the results of this study indicate that this council makes verses of the Qur’an that deals with the concept of al-‘ummah, al-ukhuwwah al-islamiyya, and al-ta'āwun as a cornerstone in interpreting paragraph integrative social which is then used as a propaganda entity. Proselytizing as mass communication, political communication line with more likely to use communication as a way to mobilize the masses massif. Even activities have been able to carry out the functions of political propaganda as part of the interest-group system.***Penelitian ini berusaha untuk mengurai kegiatan Majelis Dzikir Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) “Nurussalam” yang memiliki peran strategis di era reformasi. Statusnya sebagai organisasi masyarakat (Ormas) diposisikan secara maksimal oleh kelompok kepentingan, bahkan menjadi wadah lembaga politik. Dengan mengganalisis data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa majelis ini menjadikan ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep al-‘ummah, al-ukhuwwah al-islāmiyyah, dan al-ta’āwun sebagai landasan dalam menafsirkan ayat sosial integratif yang kemudian dijadikan sebagai sebuah entitas dakwah. Dakwah sebagai komunikasi massa, sejalan dengan komunikasi politik yang lebih cenderung memanfaatkan komunikasi sebagai cara massif untuk menggalang massa. Bahkan kegiatannya telah mampu melaksanakan fungsi politik dakwah sebagai bagian dari sistem interest-group.
THE ROLE OF GOVERNMENT IN REVITALIZATION OF ISLAMIC SCHOOL IN TURKEY
Raharjo, Raharjo
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.264
Selama berabad-abad Islam telah menjadi agama negara di Turki. Tetapi itu berubah saat Turki mendeklarasikan diri sebagai negara Republik pada tahun 1923. Turki menjadi negara sekuler dan membuat Islam tertekan. Namun saat sistem politik Pemerintah Turki mengadopsi multipartai dan partai itu kemudian didukung oleh masyarakat Muslim dan memimpin pemerintahan, perlahan keberadaan Islam kembali tampak. Kondisi ini memengaruhi keberadaan pendidikan dan sekolah-sekolah Islam, yang pada dua dekade terakhir jumlahnya meningkat tajam. Penelitian ini mengumpulkan data tentang kontrol kualitas pendidikan, bentuk-bentuk pendidikan Islam dan peran pemerintah terhadap pendidikan Islam. Melalui teknik dokumentasi, observasi dan interview, penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) kontrol kualitas pendidikan di Turki dilakukan di bawah kementerian pendidikan nasional; 2) bentuk sekolah dibagi menjadi negeri dan swasta, dan 3) peran pemerintah terhadap sekolah-sekolah Islam tidak dilakukan secara langsung, namun melalui kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yang diberlakukan secara umum kepada sekolah negeri.***Islam had been the religion of the state in Turkey for many centuries, but it was disappeared when the type of the state was changed into republic in 1923. Turkey then has become a secular state and Islam has been depressed. However, when the political system in Turkey adopted multiparty and the party supported by Muslim community run the ruling government, Islam gradually has existed. This affected the Islamic education and schools, which have been sharply increased in number during the last 2 decades. This research was conducted to identify the quality control of education, the types of Islamic education and the role of government towards Islamic schools. By using techniques of documentation, observation and interview, this research indicated that: 1) the quality control of education in Turkey is done under ministry of national education; 2) the types of Islamic education are divided into public and private and 3) the role of government towards Islamic schools is not implemented straight forward, but through the policy in the Ministry of National Education addressed towards the public schools.
DASAR NEGARA DAN TAQIYYAH POLITIK PKS
Rokhmad, Abu
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.22.1.255
This article studied about the relationship between Partai Keadilan Sejahtera (PKS/the Prosperous Justice Party) and Pancasila as the state’s philosophy. PKS didn’t have the experience of the struggle of Indonesian independence and the difficult period of the Pancasila formulation. PKS was born after Pancasila convinced as the national agreement. The political attitude of PKS to Pancasila as the state’s philosophy is still indistinct. PKS viewed as political party that hide their truly intent: between receiving Pancasila and implementing islamic shari’ah. The aspiration of implementing islamic shari’ah has been concealing in vision and mission as well as in the heart of PKS’s cadres. The aspiration will be done by peaceful and constitutional ways.***Artikel ini mengkaji relasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Pancasila sebagai dasar negara. PKS tidak mengalami perjuangan meraih kemerdekaan dan masa-masa sulit perumusan Pancasila. PKS lahir setelah Pancasila diyakini sebagai perjanjian suci kebangsaan. Sikap PKS terhadap Pancasila sebagai dasar negara masih mengambang. Ia dipandang menyembunyikan maksud hati yang sebenarnya: antara menerima Pancasila atau menegakkan syariat Islam. Cita-cita menegakkan syariat Islam tersimpan dalam visi, misi dan hati para kader PKS, yang akan dilakukan secara damai dan konstitusional.