cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 10, No 4 (2008)" : 12 Documents clear
Peran Mutasi Gen CRELD1 pada Defek Septum Ventrikel dan Hubungannya dengan Manifestasi Klinis Sri Endah Rahayuningsih; Haruka Hamanoue; Naomichi Matsumoto
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.225-9

Abstract

Latar belakang. Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis penyakit jantung bawaan (PJB) yang paling sering ditemukan. Etiologi DSV berhubungan dengan faktor genetik, nongenetik, atau interaksi antara faktor genetik dan nongenetik. Gen CRELD1 adalah suatu gen yang terletak pada kromosom 3p25. Mutasi gen CRELD1 akan menyebabkan gangguan pada pembentukan septum interventrikular.Tujuan. Mengetahui peran mutasi gen CRELD1 pada DSV dan hubungannya dengan manifestasi klinis.Metode. Subjek penelitian adalah 61 pasien DSV dan 110 pasien kontrol tanpa PJB yang memenuhi kriteria inklusi. Deteksi mutasi gen CRELD1 dilakukan dengan pemeriksaan sekuensing terhadap isolasi DNA.Hasil. Ditemukan satu anak dengan mutasi CRELD1, mutasi yang terjadi adalah missense mutations dan tempat mutasi terletak pada ekson 10 c.1136T>C (p. Met379Thr). Mutasi tersebut tidak ditemukan pada kontrol. Mutasi gen CRELD1 terjadi pada anak dengan DSV inlet besar dan disertai hipertensi pulmonal. Ditemukan empat tempat mutasi SNPs, tiga di antaranya telah dilaporkan ke gene Bank sebagai SNPs, dan satu tempat mutasi belum pernah dilaporkan.Kesimpulan. Didapatkan mutasi gen CRELD1 pada DSV inlet besar dan hipertensi pulmonal, sehingga perlu segera dilakukan penutupan defek ventrikel. Maka adanya mutasi gen CRELD1 dapat digunakan sebagai deteksi dini dan tata laksana yang lebih baik terhadap DSV.
Perbandingan Penggunaan Pediatric Index of Mortality 2 (PIM2) dan Skor Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD), Untuk memprediksi kematian pasien sakit kritis pada anak Linda Marlina; Dadang Hudaya S; Herry Garna
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.551 KB) | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.262-7

Abstract

Latar belakang. Penilaian derajat kesakitan (severity score of illness) telah dikembangkan sejalan dengan meningkatnyaperhatian terhadap evaluasi dan pemantauan pelayanan kesehatan. Skor yang telah dikembangkanuntuk anak adalah pediatric logistic organ dysfunction, pediatric risk of mortality, dan pediatric index ofmortality.Tujuan. Membandingkan ketepatan pediatric index of mortality-2 dengan skor pediatric logistic organdysfunction dalam memprediksi kematian pasien sakit kritis pada anak.Metode. Rancangan observasi longitudinal dengan subjek penelitian anak yang menderita sakit kritis, dirawatdi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSHS pada bulan Februari-Mei 2008. Dilakukan anamnesis, pemeriksaanfisis, dan laboratorium untuk mendapatkan pediatric index of mortality 2 dan skor pediatric logistic organdysfunction. Analisis statistik dengan menggunakan receiver operating characteristic (ROC) untuk menilaidiskriminasi dan Hosmer-Lemeshow goodness-of-fit untuk menilai kalibrasi.Hasil. Didapatkan 1215 anak berobat ke Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Hasan Sadikin Bandung, 120di antaranya merupakan pasien kritis. Pediatric index of mortality 2 memberikan hasil diskriminasi yanglebih baik (ROC 0,783; 95% CI 0,688–0,878) dibandingkan dengan pediatric logistic organ dysfunction(ROC 0,706; 95% CI 0,592–0,820). Pediatric index of mortality-2 memberikan hasil kalibrasi yang baik(Hosmer-Lemeshow goodness-of-fit test p=0,33; SMR 0,85) dibandingkan pediatric logistic organ dysfunction(p=0,00; SMR 1,37). PIM2 dan skor PELOD mempunyai korelasi positif dihitung dengan menggunakanSpearman’s correlation, r=0,288 (p=0,001).Kesimpulan. Pediatric index of mortality-2 memiliki kemampuan diskriminasi dan kalibrasi lebih baikdibandingkan dengan pediatric logistic organ dysfunction.
Kadar Seng Plasma Pasien Tuberkulosis Anak: Studi Pendahuluan Bertha Soegiarto; I Boediman; Zakiudin Munasir
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.098 KB) | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.236-41

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis (TB) menjadi masalah kesehatan di Indonesia, oleh karena dengan meningkatnya pasien TB dewasa, terjadi juga peningkatan anak yang terinfeksi dan sakit TB. defisiensi mikronutrien tertentu termasuk seng sangat mempengaruhi sistem imunitas pejamu, padahal imunitas selular sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit TB. Penelitian tentang status mikronutrien pada pasien TB anak masih sangat terbatas.Tujuan. Menentukan kadar seng plasma pasien TB anak, kadar seng plasma pasien TB anak pada berbagai tahap pengobatan OAT dan kadar seng plasma pasien TB anak baru dengan indurasi uji Mantoux yang berbeda.Metode. Penelitian potong lintang dilaksanakan di unit rawat jalan dan rawat inap Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dalam kurun waktu April – Mei 2008. Dari 84 pasien TB anak, 30 di antaranya diikutsertakan dalam penelitian. Tiga mililiter darah vena diambil dari pasien dan dikirim ke Laboratorium SEAMEO-TROPMED Universitas Indonesia untuk dilakukan analisis kadar seng plasma.Hasil. Dua puluh lima dari tiga puluh pasien TB anak memiliki kadar seng plasma di bawah nilai normal, dengan rerata (9,0 ± 1,8) μmol/L. Sebelum terapi OAT dimulai, kadar seng plasma lebih rendah daripada setelah mendapatkan terapi OAT. Pasien dengan uji Mantoux negatif memiliki kadar seng plasma lebih rendah daripada pasien dengan uji Mantoux positif.Kesimpulan. Pasien TB anak memiliki kadar seng plasma di bawah nilai normal. Kadar seng plasma pasien TB baru lebih rendah daripada pasien TB yang sudah mendapatkan terapi OAT. Pasien dengan uji Mantoux negatif memiliki kadar seng plasma lebih rendah daripada pasien dengan uji Mantoux positif.
Pengaruh Pijat Bayi Menggunakan Minyak Mineral atau Minyak Kelapa terhadap Kenaikan Berat Badan pada Nenonatus Aterm S Ferius; Pustika Efar; Shirley Mansur; Hartono Gunardi
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.337 KB) | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.219-24

Abstract

Latar belakang. Pijat bayi dengan atau tanpa minyak telah menjadi bagian dari budaya masyarakat di sebagian besar belahan dunia, termasuk di Indonesia. Namun, manfaat pijat secara tersendiri dan manfaat penggunaan minyak pijat terhadap optimalisasi pertumbuhan neonatus masih menjadi perdebatan.Tujuan. Menilai pengaruh pijat bayi dan penggunaan minyak pijat yang berbeda, yaitu minyak mineral atau minyak kelapa, terhadap kecepatan kenaikan berat badan neonatus aterm.Metode. Studi eksperimental tidak tersamar dilakukan di sebuah Rumah Sakit Bersalin di Jakarta selama 2 bulan dimulai Juli 2006. Neonatus aterm dengan berat lahir 2500-4000 g dialokasikan dalam 1 kelompok pembanding dan 3 kelompok perlakuan pijat. Pemantauan berat badan dilakukan pada hari ketujuh pemijatan.Hasil. Dibandingkan kelompok pembanding, rerata kecepatan kenaikan berat badan lebih tinggi secara bermakna pada setiap kelompok perlakuan pijat kecuali kelompok pijat tanpa minyak. Rerata kecepatan kenaikan berat badan kelompok yang dipijat dengan minyak lebih tinggi dibandingkan rerata kecepatan kenaikan berat badan kelompok yang dipijat tanpa minyak (p<0,05). Kecepatan kenaikan berat badan kelompok yang dipijat dengan minyak kelapa tidak berbeda bermakna dibandingkan rerata kecepatan kenaikan berat badan kelompok yang dipijat dengan minyak mineral.Kesimpulan. Pijat secara tersendiri tidak mempengaruhi kecepatan kenaikan berat badan neonatus. Penggunaan minyak dalam pemijatan memiliki efek positif terhadap kenaikan berat badan. Minyak kelapa memiliki potensi meningkatkan berat badan sama baik dibanding minyak mineral.
Pemberian Steroid pada Purpura Henoch-Schonlein serta Pola Perbaikan Klinis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta Mulya Safri; Nia Kurniati; Zakiudin Munasir
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.268-71

Abstract

Latar belakang. Purpura Henoch-Schonlein (PHS) merupakan penyakit vaskulitis yang relatif sering pada anak. Selama periode tahun 1998-2003 di Departemen IKA RSCM terdapat 23 kasus PHS. Pengobatan lebih bersifat simtomatik dan suportif. Pemberian steroid selama 5-7 hari menjadi pilihan pada gejala klinis yang berlanjut. Belum diketahui perjalanan penyakit pasien PHS yang mendapat terapi simtomatis maupun yang mendapat terapi steroid.Tujuan. Mengetahui pola perbaikan klinis pasien PHS di Poliklinik Anak RSCMMetode. Dilakukan penelitian deskriptif, Juli-Desember 2006, subjek penelitian kasus PHS di Poliklinik Alergi-Imunologi Anak RSCM.Hasil. Didapatkan 10 kasus baru dengan usia rerata 5 tahun 4 bulan. Perbandingan laki-laki dan perempuan 1:4. Seluruh subjek mempunyai gejala purpura dan nyeri sendi. Nyeri perut didapatkan pada 9 subjek, keterlibatan ginjal 3, hipertensi dan hematuria 1, proteinuria 3, leukositosis dan trombosis pada 6 dan 3 subjek. Tujuh subjek mendapat imunomodulator. Perbaikan gejala berupa purpura, nyeri perut, nyeri sendi dan nefritis terjadi setelah 2 minggu, sisanya sebelum 2 minggu. Leukositosis dan trombosis membaik setelah 1-2 minggu. Tujuh subjek mendapat steroid setelah 1 minggu timbul gejala, 3 subjek mendapat triamsinolon dan sisanya metil prednisolon. Nyeri perut paling cepat menghilang pada subjek yang mendapat triamsinolon, sedangkan purpura pada yang mendapat metil prednisolon.Kesimpulan. Terjadi peningkatan kasus PHS selama delapan bulan terakhir tahun 2006. Perbaikan gejala klinik mayoritas terjadi setelah 2 minggu mendapat pebgobatan steroid. Hal ini diperkirakan berhubungan dengan terlambatnya terapi steroid akibat pasien berobat dan penggunaan imunomodulator yang marak saat ini.
Pengetahuan Sikap, dan Perilaku Ibu Terhadap Sirkumsisi pada Anak Perempuan Dian Milasari; Dyah Tunjungsari; Elisa Harlean; Erick Wonggokusuma; Faisal Adam; Henry Riyanto; Rini Sekartini; Corry Wawolumaya
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.57 KB) | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.242-5

Abstract

Latar belakang. Situasi mengenai pola sirkumsisi (sunat) perempuan di Indonesia masih belum banyak diketahui, sehingga mengakibatkan kurang pengetahuan masyarakat Indonesia. Beberapa tahun terakhir WHO telah menyatakan menentang segala bentuk medikalisasi sirkumsisi perempuan.Tujuan. Mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai sirkumsisi pada perempuan di Jakarta.Metode. Desain penelitian cross-sectional dengan menggunakan metode convenient sampling. Data diperoleh dari kuesioner yang diisi sendiri oleh para ibu (self administered questionnaire).Hasil. Hampir seluruh responden melakukan sirkumsisi pada anak perempuan mereka 97,2% dari 106 orang responden. Agama merupakan alasan utama melakukan sirkumsisi 61,2%. Surat edaran dari Departemen Kesehatan RI mengenai larangan bagi tenaga medis untuk melakukan sirkumsisi pada anak perempuan tidak diketahui oleh sebagian besar responden (83%). Orang tua atau teman menjadi sumber yang paling berkesan untuk melakukan sirkumsisi 34%. Sedangkan dari tenaga medis, informasi yang paling berkesan datang dari perawat atau bidan 21,7%. Sebagian besar sirkumsisi dilakukan pada usia di bawah 5 tahun. Bidan merupakan pelaku sirkumsisi pada sebagian besar anak 73,9%. Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan rendah (87,7%), sikap kurang (90,6%), dan perilaku kurang (78,3%).Kesimpulan. Hampir seluruh anak perempuan responden disirkumsisi (97,1%). Mayoritas responden memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang kurang mengenai sirkumsisi pada anak perempuan (87,7%, 90,6%, dan 78,3%). Sirkumsisi dilakukan seluruhnya pada usia di bawah 5 tahun, terutama karena alasan agama. Pelaku sunat pada anak perempuan adalah bidan. Delapanpuluhtiga persen responden tidak mengetahui tentang surat edaran Departemen Kesehatan mengenai larangan medikalisasi sunat pada perempuan.
Kualitas Hidup Anak Epilepsi dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta Winny N Wishwadewa; Irawan Mangunatmadja; Mardjanis Said; Agus Firmansyah; Soedjatmiko, Soedjatmiko,; Bambang Tridjaja
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.272-9

Abstract

Latar belakang. Epilepsi merupakan penyakit kronik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak di masa depan. Saat ini penelitian untuk menilai kualitas hidup anak epilepsi masih terbatas.Tujuan. Melakukan penilaian faktor-faktor klinis, demografi, psikososial dan obat anti epilepsi (OAE) yang mempengaruhi kualitas hidup anak epilepsi dengan menggunakan instrumen Quality of life in childhood epilepsy questionnaire-parent form (QOLCE).Metode. Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dalam kurun waktu Desember 2007 sampai April 2008. Terkumpul 68 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi dengan melakukan wawancara secara langsung oleh peneliti.Hasil. Jumlah serangan kejang dalam 6 bulan terakhir (faktor klinis), usia anak dan jumlah anak dalam keluarga (faktor demografi), kecemasan orang tua (faktor psikososial) mempengaruhi kualitas hidup anak epilepsi. Jumlah obat anti epilepsi (OAE) berkorelasi dengan komponen restriksi fisik pada fungsi fisik yaitu semakin sedikit jumlah OAE semakin tidak dibatasi aktivitas fisiknya.Kesimpulan. Kualitas hidup anak epilepsi dipengaruhi oleh jumlah serangan kejang dalam 6 bulan terakhir, usia anak, jumlah anak dalam keluarga, kecemasan orang tua, dan jumlah OAE. Pengenalan dini terhadap gangguan kualitas hidup pada anak epilepsi dapat memperbaiki kualitas hidup di masa depan.
Efikasi Kinin-Doksisiklin pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Fitri Arianty Lubis; Syahril Pasaribu; Chairuddin P. Lubis
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.246-9

Abstract

Pengobatan malaria masih merupakan masalah yang sering dihadapi karena terjadinya resistensi terhadap beberapa obat anti malaria. Kombinasi dua macam obat saat ini yang sering dipergunakan, terutama pada daerah hiperendemis, untuk meningkatkan efikasi dari obat tersebut. Kombinasi kinin-doksisiklin adalah salah satu kombinasi obat anti malaria yang dapat diberikan sebagai terapi alternatif untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi. Pada beberapa penelitian ditunjukkan bahwa kombinasi kedua obat ini mempunyai efikasi yang baik.
Hubungan Kadar Laktat Plasma dengan Derajat Disfungsi Organ Berdasarkan Skor PELOD pada Anak Sakit Kritis Aedi Budi Dharma; Ina Rosalina; Nanan Sekarwana
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.280-4

Abstract

Latar belakang. Peningkatan kadar laktat menunjukkan hipoksia jaringan dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kematian sel dan disfungsi organ. Skor PELOD (pediatric logistic organ dysfunction) merupakan skor komposisi yang dapat digunakan untuk menilai derajat disfungsi organ dan prediksi kematian.Tujuan. Mengetahui hubungan kadar laktat plasma dengan derajat disfungsi organ berdasarkan skor PELOD pada anak sakit kritis.Metode. Penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS dr. Hasan Sadikin Bandung pada April-Mei 2008. Pasien anak sakit kritis usia 1 bulan sampai 14 tahun dipilih secara konsekutif. Untuk menentukan korelasi antara kadar laktat plasma dan derajat disfungsi organ dilakukan dengan Spearman rank correlation. Kadar laktat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kadar laktat <2 mmol/L dan kadar laktat ≥2 mmol/L. Perbandingan antara kelompok kadar laktat dan distribusi umur, skor PELOD, dan jumlah disfungsi organ dilakukan uji Mann-Whitney. Variabel hipoperfusi dilakukan dengan uji chi-square. Hubungan antar variabel dengan regresi logistik.Hasil. Didapatkan 45 subjek dengan umur rata-rata 48,7 bulan. Jenis kasus kegawatan terbanyak adalah kegawatan kardiovaskular. Kadar laktat rata-rata 3,45 mmol/L dan rata-rata mengalami 3 disfungsi organ. Terdapat hubungan positif yang bermakna antara kadar laktat plasma dan derajat disfungsi organ berdasarkan skor PELOD (rs=0,54 p=0,001), juga dengan jumlah organ yang mengalami disfungsi. Kadar laktat plasma ≥3,3 mmol/L berhubungan dengan keadaan hipoperfusi.Kesimpulan. Terdapat hubungan antara kadar laktat plasma dan derajat disfungsi organ berdasarkan skor PELOD
Gambaran Klinis dan Radiologis pada Pasien dengan Uji Mantoux Positif di Bangsal Rawat Inap Anak RSUD Tangerang Haridini Intan S. Mahdi; Darmawan B. Setyanto; Evita B. Ifran
Sari Pediatri Vol 10, No 4 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.4.2008.250-4

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis pada anak mempunyai permasalahan yang berbeda dengan orang dewasa karena terdapat berbagai permasalahan dalam diagnosis, pengobatan, dan pencegahan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis adalah dengan uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, serologi, darah tepi, dan histopatologik.Tujuan. Mengetahui gambaran klinis dan radiologis anak dengan uji Mantoux positif.Metode. Studi deskriptif di ruang rawat inap anak RSUD Tangerang selama Juni-September 2007.Hasil. Penelitian ini mendapatkan 59 pasien dengan uji Mantoux positif dari 150 pasien yang dilakukan uji Mantoux. Gambaran radiologis dada AP/lateral sebagai berikut: 40 limfadenopati, 25 kelainan parenkim, 14 penebalan pleura, 5 efusi pleura, kavitas dan kalsifikasi masing-masing 1 kasus. Gejala sistemik berupa demam tidak tinggi dan lebih dari 2 minggu didapatkan pada 19 dari 59 anak, malaise (47 dari 59 anak), berat badan turun/sulit naik (53 dari 59 anak), anoreksia (51 dari 59 anak). Batuk lebih dari 2 minggu (20 dari 59 anak) kemungkinan karena tuberkulosis, sedang sesak napas (14 dari 59). Pembesaran kelenjar getah bening merupakan gejala yang tidak khas pada tuberkulosis anak (6 dari 59 anak).Kesimpulan. Indeks tuberkulin pada penelitian ini adalah 59 dari 150 pasien (40%), gambaran radiologis anak dengan uji Mantoux positif bervariasi, sedangkan gejala klinis dapat overlap dengan penyakit primer yang sedang diderita subjek.

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2008 2008


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue