cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 6 (2013)" : 12 Documents clear
Penelitian Awal: Faktor Risiko pada Sepsis Neonatorum Awitan Dini Rosalina D Roeslani; Idham Amir; M. Hafiz Nasrulloh; Suryani Suryani
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.363-8

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum merupakan masalah besar di negara berkembang seperti Indonesia.Selain itu, sepsis menyebabkan kematian serta kesakitan, sukar ditegakkan diagnosis pasti, dan tata laksana yang memerlukan biaya mahal.Tujuan. Mengetahui faktor risiko pada ibu dan bayi yang berhubungan dengan sepsis neonatorum awitan dini (SNAD).Metode. Retrospektif kasus kontrol menggunakan analisis bivariat dan multivariat diruang perawatan bayi baru lahir Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta periode Januari-Juni 2012.Populasi penelitian adalah data rekam medik bayi baru lahir dengan diagnosis SNAD. Besar sampel berdasarkan rule of thumb,sehingga diperlukan 90 sampel dari 9 faktor risiko.Hasil.Diperoleh 90 kasus sepsis dan 100 kontrol. Satu dari 90 kasus kontrol diperoleh hasil biakan positif bakteri Gram positif. Penelitian menunjukkan 4 faktor yang berhubungan erat dengan terjadinya sepsis berdasarkan analisis bivariat dengan p<0,05, yaitu ketuban pecah lebih dari 24 jam, demam dengan suhu lebih dari 38 oC, usia gestasi <37 minggu, dan nilai APGAR rendah. Hasil analisis multivariat didapatkan usia gestasi <37 minggu OR 55,13 (15,98-190,17) dan nilai APGAR rendah OR 4,102 (1,04-16,140) berhubungan erat dengan terjadinya sepsis pada bayi baru lahir.Kesimpulan.Pada neonatus yang lahir di RSCM Jakarta apabila terdapat faktor risiko prematur (usia gestasi <37 minggu), dan atau nilai APGAR rendah maka harus dilakukan skrining sepsis, pemantauan ketat terhadap timbulnya SNAD, bila melakukan tindakan intervensif maka harus dengan tindakan septik-antiseptik yang ideal,serta pemberian antibiotik empiris dapat dipertimbangkan.
Hiperplasia Adrenal Kongenital di Surabaya: Analisis Retrospektif Praktek Endokrin Anak 1997-2011 Connie Untario
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.337-40

Abstract

Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) merupakan suatu penyakit herediter yang mengakibatkan dampak sangat besar bagi pasien, keluarga dan lingkungannya namun masih sering terjadi keterlambatan diagnosis.Tujuan. Melakukan analisis keluhan utama dan tanda awal HAK untuk membantu menegakkan diagnosis dini.Metode. Analisis retrospektif kasus seri HAK pada praktek endokrin anak 1997-2011, pada 19 kasus, 10 perempuan dan 9 laki-laki. Semua kasus HAK dalam penelitian adalah pasien rujukan.Hasil. Ambiguitas genitalia terdapat pada semua anak perempuan (10), 6 diantaranya sebagai keluhan utama. Tidak ada keluhan utama hiperpigmentasi walau didapatkan pada semua pasien kecuali 3 anak lakilaki. Seorang anak laki-laki datang dengan keluhan pubertas prekoks. Muntah dan diare ditemukan merata pada perempuan dan laki-laki (5:6). Pada seluruh anak laki-laki, muntah-diare merupakan keluhan utama, dan semua termasuk dalam kelompok salt wasting. Hanya didapatkan satu keluhan utama muntah-diare pada anak perempuan, 2 dari 7 pasien datang dengan keluhan utama gagal tumbuh. Tiga kasus didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga. Terdapat 12 kasus didiagnosis sebelum berumur 1 bulan.Kesimpulan. Sangat diperlukan kecermatan dalam melihat gejala klinis HAK. Ambiguitas genitalia pada perempuan, hiperpigmentasi kulit, muntah dan diare, serta gagal tumbuh adalah tanda-tanda klinis yang sangat penting. Pemeriksaan kadar natrium dan kalium sangat membantu sebelum dilakukan pemeriksaan hormon, karena berdasarkan temuan tersebut, penanganan kedaruratan gangguan elektrolit dapat segera diberikan. Melalui diagnosis dini kita dapat mencegah dampak buruk HAK seperti pemberian nama yang keliru, kegawatan karena gangguan elektrolit, bahkan krisis adrenal serta pubertas prekoks. Sari Pediatri2013;14(6):337-40.
Infeksi Gigi Sebagai Faktor Pencetus Terbanyak Henoch-Schonlein Purpura dengan Keterlibatan Ginjal Budi Setiabudiawan; Reni Ghrahani; Gartika Sapartini; Minerva Riani Kadir
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.445 KB) | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.369-73

Abstract

Latar belakang.Henoch Schonlein purpura (HSP) dengan keterlibatan ginjal memiliki prognosis yang lebih buruk, dan infeksi gigi merupakan faktor risiko terbanyak terjadinya HSP dengan keterlibatan ginjal. Tujuan.Menganalisis hubungan antara riwayat infeksi gigi dan terjadinya HSP dengan keterlibatan ginjal pada anak.Metode.Penelitian retrospektif dengan rancangan potong lintang terhadap 146 anak yang didiagnosis HSP berdasarkan kriteria American College of Rheumatology(ACR) sertaEuropean League Against Rheumatism(EULAR), Pediatric Rheumatology International Trials Organization(PRINTO), dan Pediatric Rheumatology European Society(PRESS). Penelitian dilakukan di Divisi Alergi-imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, periode Januari 2006− Desember 2012. Data pasien diambil dari rekam medis dan dianalisis menggunakan uji Chi square.Hasil.Didapatkan 146 anak dengan HSP, 93(63,7%) laki-laki dan 53(36,3%) perempuan dengan rasio 1,8:1. Rerata usia pasien 8,05±2,9 tahun. Sembilan puluh dua pasien (63%) diduga mengalami infeksi sebagai pencetus terjadinya HSP. Didapatkan 41 pasien HSP dengan keterlibatan ginjal (28%), yaitu proteinuria 6 (14,6%), hematuria 9 (22,0%), serta proteinuria dan hematuria 26 (63,4%) Infeksi gigi merupakan faktor pencetus terbanyak dibandingkan dengan faktor pencetus lainnya pada HSP dengan keterlibatan ginjal, yaitu 25 pasien (61%) dengan p=0,025; Odd ratio(OR) 2,7 (1,1–6,4) dengan interval kepercayaan 95%.Kesimpulan. Anak dengan riwayat infeksi gigi memiliki risiko tinggi untuk terjadi HSP dengan keterlibatan ginjal.
Hubungan Kelainan Kongenital Anomali Gastrointestinal pada Neonatus dan Kematian Dora Darussalam; TM Thaib
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (64.509 KB) | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.341-4

Abstract

Latar belakang. Kelainan kongenital anomali gastrointestinal merupakan kelainan defek morfologik saluran cerna yang dijumpai sejak bayi baru lahir. Tujuan. Mengetahui hubungan kelainan kongenital anomali gastrointestinal dan kematian neonatus.Metode. Studi potong lintang retrospektif dengan penelusuran rekam medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh sejak bulan Januari 2010-Desember 2011. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji X2dengan tingkat kemaknaan p<0,05.Hasil. Penelitian ini mendapatkan 79 pasien dengan kelainan kongenital anomali gastrointestinal yang terdiri atas bayi laki-laki 74,7% dan bayi perempuan 25,3%. Jenis penyakit kongenital anomali gastrointestinal yang didapat adalah atresia esofagus (2,5%), atresia duodenum (1,3%), atresia yeyunum (2,5%), penyakit Hirschsprung (29,1%), omfalokel (10,1%), gastroskisis (6,3%), volvulus (2,5%), dan malformasi anorektal (45,6%). Pasien dengan kelainan kongenital anomali gastrointestinal dijumpai 27,8% kasus meninggal. Hasil uji statistik Pearson Chi squaremenunjukkan bahwa usia gestasi, berat lahir serta jenis penyakit berhubungan bermakna dengan hasil luaran klinis (p<0.05). Kesimpulan. Didapatkan 27,8% kematian neonatus dengan kelainan kongenital anomali gastrointestinal di NICU RSUD Dr Zainoel Abidin, Banda Aceh. Usia gestasi, berat lahir dan jenis penyakit berhubungan dengan kematian neonatus dengan kelainan kongenital anomali gastrointestinal
Hubungan Infantile Anorexia dengan Perkembangan Kognitif Faisal Husien; Djauhar Ismail; Mei Neni Sitaresmi
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.473 KB) | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.379-83

Abstract

Latar belakang.Anak dengan gangguan makan dapat terjadi kekurangan asupan nutrisi bagi perkembangan sel saraf sehingga mengganggu perkembangan anak tersebut termasuk perkembangan kognitifnya. Infantile anorexiamerupakan salah satu bentuk gangguan makan yang ditandai penolakan makan secara menyolok, kehilangan nafsu makan yang khas, dan defisiensi pertumbuhan. Tujuan.Mengetahui hubungan antara infantile anorexiadengan perkembangan kognitif dan faktor lain yang dapat mempengaruhinya.Metode.Penelitian cross sectionaldengan besar sampel 80 anak. Kriteria inklusi adalah anak usia 12 sampai dengan 36 bulan yang mengalami masalah makaninfantile anorexia, orang tua bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah anak dengan riwayat persalinan prematur, berat lahir rendah, dan asfiksia; anak dengan masalah susunan saraf pusat; anak dengan masalah cerna dan anak dengan penyakit oganik yang dapat mengganggu perkembangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Spearman.Hasil.Secara statistik terdapat korelasi bermakna antara gangguan makan infantile anorexiadengan perkembangan kognitif anak dengan nilai p=0,021 (r=0,244; CI 95%=1,026-11,998). Faktor pendidikan ibu mempunyai korelasi yang bermakna dengan perkembangan kognitif nilai ( r= 0,322; CI 95%=3,385-15,159; p= 0,002).KesimpulanTerdapat korelasi positif antara infantile anorexiadan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak
Terapi Leukemia Mieloblastik Akut Anak: ProtokolAra-C, Doxorubycinedan Etoposide $'(YV0RGLÀNDVLNordic Society of Pediatric Hematology and Oncology(m-NOPHO) Eddy Supriyadi; Ignatius Purwanto; Pudjo Hagung Widjajanto
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.19 KB) | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.345-50

Abstract

Latar belakang. Pengobatan leukemia mieloblastik akut (LMA) telah banyak mengalami kemajuan. Di negara maju, keberhasilan pengobatan sudah mencapai 65%, sementara di Indonesia diperkirakan masih di bawah 10%.Tujuan.Mengetahui profil LMA mengevaluasi keberhasilan pengobatan. Metode.Dilakukan analisis terhadap catatan medis pasien LMA yang dirawat di bangsal anak Rumah Sakit Sardjito Jogjakarta pada tahun 1999-2011. Diagnosis ditetapkan berdasarkan analisis morfologi dan sitokimia terhadap apus sumsum tulang dan atau darah tepi. Analisis survivaldilakukan terhadap pasien yang diberi pengobatan dengan protokol ADE atau m-NOPHO. Hasil.didapatkan 210 pasien berumur 0–17 tahun yang didiagnosis LMA. Enampuluh delapan mendapat kemoterapi, 46 (32%) dengan protokol ADE, 91 (64%) dengan protokol m-NOPHO, dan 5 (4%) pasien diobati dengan protokol lain. Event Free Survival (EFS)setelah lima tahun pada pasien yang mendapat kemoterapi adalah 2,4%, pasien sesudah 4 tahun dengan protokol m-NOPHO (3,7% ± 2,3%), sedangkan semua pasien yang menggunakan protokol ADE meninggal sebelum 1,5 tahun pengamatan (p=0,005).Kesimpulan.Tingkat keberhasilan pengobatan LMA di RS Dr. Sardjito masih sangat rendah. Pengobatan dengan protokol m-NOPHO mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih baik dibandingkan protokol ADE.
Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Kartu Monitoring Antibiotik Gyssens Irene Yuniar; Mulya Rahma Karyanti; Taralan Tambunan; Nanda Asyura Rizkyani
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.384-90

Abstract

Latar belakang.Masalah infeksi yang sering ditemui di ICU anak, disebabkan berbagai pemakaian antibiotik. Peningkatan penggunaan antibiotik diikuti dengan risiko penurunan kepekaannya sehingga perlu pengendalian pemakaiannya.Tujuan.Evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif di Pediatric Intensive Care Unit(PICU) dengan menggunakan alur Gyssens.Metode.Uji potong lintang retrospektif dengan mengevaluasi penggunaan antibiotik melalui kartu monitoring serta dilakukan analisis dengan alur Gyssens di PICU dari tanggal 10 Februari 2012 sampai 31 Juli 2012.Hasil.Selama kurun waktu 5 bulan, 233 pasien dirawat di ICU Anak RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 45 (19,3%) pasien menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik terbanyak pada kelompok umur 1 bulan sampai 1 tahun. Pada 83 penggunaan antibiotik, 64 antibiotik dipakai sebagai terapi empiris, 11 definitif, dan 8 profilaksis. Lima antibiotik terbanyak yang digunakan adalah sefotaksim, amikasin, piperasilin tazobaktam, meropenem, dan metronidazol. Penggunaan antibiotik yang tepat (alur Gyssens kategori I) didapatkan pada 53% pasien yang dirawat di PICU.Kesimpulan. Penggunaan antibiotik dengan justifikasi yang tepat dapat diterapkan dan diharapkan dapat menurunkan resistensi antibiotik, mengurangi beban biaya pasien serta meningkatkan kualitas pelayanan pasien di ICU Anak. Selain itu, diperlukan pelatihan pengambilan spesimen yang tepat secara berkala, serta dihimbau untuk mengisi formulir antibiotik secara tepat dan benar.
Profil Kecukupan Asupan Makanan pada Rawat Inap Julius Anzar; Bagus Pratignyo; M Nazir
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.351-6

Abstract

Latar belakang. Kekurangan Jumlah asupan makanan pasien rawat inap sering kali ditemukan.Tujuan. Mengetahui profil kecukupan asupan makanan pada pasien anak rawat inap. Metode. Penelitian cross sectionaldilakukan November 2011- Januari 2012 pada pasien anak rawat inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang. Sampel dipilih secara consecutivedengan kriteria usia >1-10 tahun, dirawat >24 jam, tidak menderita sakit kritis, bukan gizi buruk, tidak terdapat kontraindikasi makan per oral, tidak terdapat masa atau asites diberikan asupan nutrisi berdasarkan buku rekomendasi IDAI tentang asuhan nutrisi pediatrik. Data asupan makan dihitung setelah perawatan 3 hari rawat dan data dianalisis dengan uji Fisher. Asupan dinyatakan tidak cukup apabila asupan rata-rata energi dan protein 3 hari pertama <80% kebutuhan.Hasil. Didapatkan 105 pasien yang diteliti, terbanyak usia 6-10 (59%) tahun, jenis kelamin perempuan (52%), status gizi baik (52%). Umur 1–5 tahun, asupan energi tidak cukup 27,9%; asupan protein tidak cukup 34,9%. Umur 6–10 tahun, asupan energi tidak cukup 50%; asupan protein tidak cukup 37,1%. Anak laki-laki, asupan energi tidak cukup 36%; asupan protein tidak cukup 15 30%. Anak perempuan, asupan energi tidak cukup 45,5%; asupan protein tidak cukup 41,8%. Gizi baik, asupan energi tidak cukup 38,2%; asupan protein tidak cukup 36,4%. Gizi kurang, asupan energi tidak cukup 44%; asupan protein tidak cukup 36%.Kesimpulan. Ketidakcukupan energi dan protein lebih banyak dialami oleh perempuan dan kelompok umur 6–10 tahun.
Efektivitas T-Piece Resuscitator Sebagai Pengganti Continous Positive Airway Pressure Dini pada Bayi Prematur dengan Distres Pernapasan Laila Laila; Rinawati Rohsiswatmo; Hanifah Oswari; Darmawan B Setyanto; Teny Tjitra; Rismala Dewi
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.63 KB) | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.374-8

Abstract

Latar belakang. Teknik resusitasi yang tepat dengan penggunaan CPAP dini atau t-piece resuscitator di tempatbayi dilahirkan, dapat diturunkan kebutuhan intubasi, mengurangi penggunaan surfaktan, dan menurunkankomplikasi bronchopulmonary dysplasia (BPD). Penting untuk mengetahui peran t-piece resuscitator sebagaipengganti CPAP dini untuk mencegah kejadian intubasi pada bayi dengan distres pernapasan (DP).Tujuan. Mengetahui peran t-piece resuscitator sebagai pengganti CPAP dini untuk mencegah kejadianintubasi dan mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kegagalan CPAP pada bayi prematurdengan DP.Metode. Penelitian kohort propektif dengan historical cohort sebagai kontrol pada 141 bayi prematur denganDP di Unit Perinatologi IKA-RSCM, selama Februari-Mei 2011.Hasil. T-Piece Resuscitator terbukti berdampak protektif menurunkan kegagalan CPAP sebesar 90%[RR:0,1,IK95%: 0,02-0,5, dan p=0,003]. Faktor lain yang memengaruhi kegagalan CPAP adalah settingawal FiO2>60% [p=0,005; RR: 1,1,IK95%: 1,03-1,2] dan sepsis neonatal [p=0,000; RR:11,6, IK95%:3,9-34,5].Kesimpulan. T-piece resuscitator berefek protektif menurunkan kegagalan CPAP 90% dan faktor-faktoryang memengaruhi kegagalan CPAP adalah setting awal FiO2>60%, dan sepsis neonatal.
Hubungan Asma, Rinitis Alergik, Dermatitis Atopik dengan IgE Spesifik Anak Usia 6 - 7 Tahun Opy Dyah Paramita; Harsoyo N; Henry Setiawan
Sari Pediatri Vol 14, No 6 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.6.2013.391-7

Abstract

Latar belakang. Alergi adalah reaksi hipersensitivitas diperantarai oleh IgE. Manifestasi alergi adalah asma, rinitis alergik (RA) dan dermatitis atopik (DA). Salah satu pemeriksaan alergi adalah IgE spesifik, dengan diketahui jenis alergen maka kejadian alergi pada anak dapat dicegah.Tujuan. Membuktikan hubungan jenis alergi (asma, RA, dan DA) dengan kadar IgE spesifik tungau debu rumah, kecoa, dan putih telur. Metode. Penelitian cross sectionaldilakukan Januari-April 2011 di dua sekolah dasar. Anak dengan gejala asma, rinitis alergik, dan dermatitis atopik berdasarkan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood(ISAAC) dilakukan pemeriksaan IgE spesifik tungau debu rumah, putih telur, dan kecoa. Uji statistik dengan Fisher exact test,Cramers V, Lambda,dan regresi logistik dengan metode enter.Hasil. Duapuluh enam subjek yang mengikuti penelitian ini, terdiri dari 6 subjek asma, 15RA, dan 5 DA. Hasil pemeriksaan IgE spesifik positif tungau debu rumah, kecoa, dan putih telur secara berturut-turut adalah asma 3, 2, 0; RA 7, 3, 3; dan DA 2, 1, 2. Fischer exact testpada IgE spesifik tungau debu rumah (p=1,000; PR=1,190;95% CI=0,372-3,811), IgE spesifik kecoa (p=1,000; PR=1,190; 95% CI=0,176-8,061), IgE spesifik putih telur (p=0,236; PR=0,357; 95% CI=0,080-1,601). Kesimpulan.Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis alergi (asma, rinitis alergik, dan dermatitis atopik) dengan kadar IgE spesifik tungau debu rumah, kecoa, dan putih telur pada anak usia 6-7 tahun dan jenis alergen terbanyak pada asma, rinitis alergik dan dermatitis atopik adalah tungau debu rumah.

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue