cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 6 (2014)" : 12 Documents clear
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Secara Kualitatif di RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta Sri Sulastri Katarnida; Dewi Murniati; Yusticia Katar
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.369-76

Abstract

Latar belakang. Penggunaan antibiotik untuk populasi anak perlu memperoleh perhatian khusus karena kecenderungan berlebihan. Peningkatan penggunaan antibiotik telah menimbulkan peningkatan resistensi bakteri, meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta biaya pengobatan, akhirnya menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Salah satu cara mengatasinya dengan melakukan evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif.Tujuan. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik di ruang perawatan anak RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso secara kualitatif menggunakan alur Gyssens.Metoda. Telah dilakukan penelitian deskriptif, retrospektif dari status rekam medis pasien anak non-bedah, yang mendapat antibiotik dan dirawat di ruang Melati RSPIi Sulianti Saroso pada periode tahun 2010. Evaluasi dilakukan menggunakan alur Gyssens dan penghitungan diolah dengan program SPSS versi 19.0.Hasil penelitian. Di antara 619 (41,7%) subjek penelitian yang mendapat antibiotik, terbanyak kelompok bayi umur 1 bulan-1 tahun 234 (37, 8%). Penggunaan antibiotik secara tepat 338 (40,9%), tidak tepat 362 (43,8%) dan tidak berdasarkan indikasi 119 (14,4%). Penggunaan antibiotik secara empirik 821 (99,4%), terapi definitif 4 (0,5%) dan terapi profilaksis 1 (0,1%). Antibiotik yang paling banyak digunakan sefotaksim 308 (37,3%), seftriakson 189 (22,9%) dan kloramfenikol 131 (15,9%). Sefotaksim digunakan secara tepat 106 (34,4%), tidak tepat 144 (46,8%) dan tanpa indikasi 55 (17,9%).Kesimpulan. Dari semua pasien anak yang dirawat dan mendapat antibiotik, penggunaan antibiotik secara tepat 40,9%, pemberian tidak tepat 43,8%, dan pemberian tanpa indikasi 14,4%. Sebagian besar terapi secara empirik 99,4%, terapi definitif hanya 0,4%. Sefotaksim paling banyak digunakan, sebagian besar digunakan tidak tepat 46,8%.
Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan Orangtua, Status Sosioekonomi Keluarga, dan Dosis Kumulatif Prednison dengan Masalah Psikososial Pasien Sindrom Nefrotik Idiopatik Mahesa Suryanagara; Dedi Rachmadi; Budi Setiabudiawan
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.084 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.415-9

Abstract

Latar belakang. Sindrom nefrotik idiopatik (SNI) merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan steroid jangka panjang. Pada penyakit kronik lain telah diteliti pemberian steroid jangka panjang dan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya masalah psikososial.Tujuan. Menganalisis hubungan faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan orangtua, status sosioekonomi, dan dosis kumulatif prednison dengan terjadinya masalah psikososial.Metode. Penelitian cross sectional dilaksanakan dari Januari 2013 sampai Mei 2013 melibatkan 26 subjek. Masalah psikososial dinilai dengan kuesioner Pediatric Symptom Checklist (PSC)-17. Analisis statistik dengan uji chi-square dan regresi logistik ganda.Hasil. Terdapat 13 dari 26 subjek mengalami masalah psikososial. Hasil analisis bivariabel mendapatkan usia 10-14 tahun RP 2,56 (IK95% 1,16−5,64); p=0,016, jenis kelamin perempuan RP 2,86 (IK 95% 1,02−8,04); p=0,016, pendidikan dasar orangtua RP 3,60 (IK 95% 1,50-8,62); p=0,004, status sosioekonomi keluarga rendah RP 1,25 (IK95% 0,54−2,89); p=0,001, dan dosis kumulatif prednison ≥3.640 mg RP 4,714 (IK 95% 1,292−17,201); p=0,002. Analisis multivariabel didapatkan usia RP 25,17 (IK95% 1,01-629,71); p=0,050, sosioekonomi RP 7,80 (IK95% 1,26-48,50); p=0.032, dan dosis kumulatif prednison RP 39,34 (IK 95% 1,89-818,93); p=0,018.Kesimpulan. Faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan orangtua, status sosioekonomi, dan dosis kumulatif prednison berhubungan dengan masalah psikososial pasien SNI. Dosis kumulatif prednison merupakan faktor paling dominan terhadap terjadinya masalah psikososial pasien SNI.
Pengaruh Intervensi Konseling Feeding Rules dan Stimulasi Terhadap Status Gizi dan Perkembangan Anak di Posyandu Kabupaten Jayapura Darwati Darwati; Maria Mexitalia; Soemedi Hadiyanto; Fitri Hartanto; S.A. Nugraheni
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.78 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.377-84

Abstract

Latar belakang. Kesulitan makan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan gagal tumbuh dan keterlambatan perkembangan anak.Tujuan. Mengkaji dampak intervensi (konseling gizi dengan metode feeding rules dan stimulasi) terhadap status gizi dan perkembangan anak di Posyandu Kabupaten Jayapura.Metode. Penelitian quasi experiment pre post test group dilakukan pada anak usia 6-24 bulan dengan kesulitan makan, di 6 Posyandu Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura. Konseling dengan metode feeding rules dan stimulasi dengan SDIDTK (Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang) selama 4 bulan (Agustus-Desember 2012), diberikan oleh kader Posyandu terlatih kepada ibu /pengasuh dan anaknya. Status gizi setelah intervensi diukur berdasarkan skor WAZ (Weight for Age z-score), HAZ (Height for Age z-score), dan WHZ (Weight for Height z-score) sedangkan perkembangan diukur dengan data skor KPSP (kuesioner pra skrining perkembangan) diuji dengan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon.Hasil. Subyek berjumlah 119 anak (58,8% laki-laki), 83,2% di antaranya mengalami kesulitan makan kategori inappropriate feeding practice. Peningkatan bermakna skor WAZ -0,59 (SB 0,93) menjadi -0,45 (SB 0,66) (p=0,010), HAZ -0,59 (SB 1,01) menjadi -0,49 (SB 0,83) (p=0,021), dan WHZ -0,38 (SB 0,94) menjadi -0,28 (SB 0,77) (p=0,014), dan skor KPSP dari 8,76 (SB 1,00) menjadi 9,11 (SB 0,72) (p=0,002) antara sebelum dan sesudah intervensi.Kesimpulan. Terdapat peningkatan secara bermakna status gizi dan perkembangan pada anak dengan kesulitan makan usia 6-24 bulan setelah diberikan konseling gizi dengan metode feeding rules dan stimulasi SDIDTK selama 4 bulan di Posyandu.
Hubungan Hipertirotropinemia Terhadap Tingkat dan Aspek Kecerdasan Anak TK di Desa Seloharjo Kecamatan Pundong, Bantul, Yogyakarta Indri Hapsari; S.Yudha Patria; IL. Gamayanti
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.965 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.420-6

Abstract

Latar belakang. Hipertirotropinemia (peningkatan TSH) menunjukkan adanya insufisiensi saturasi reseptor T3 di otak dan potensial berisiko defisiensi dalam perkembangan kecerdasan. Semakin muda anak mengalami defisiensi hormon tiroid maka semakin berat terhadap gangguan kecerdasan. Hormon tiroid dirangsang sekresinya oleh TSH (Thyroid stimulating hormone). Hipertirotropinemia digunakan sebagai penapis pertama dalam deteksi gangguan tiroid.Tujuan. Mengetahui adanya hubungan hipertirotropinemia dengan tingkat dan aspek kecerdasan anak taman kanak-kanak (TK) di Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Bantul, Yogyakarta.Metode. Rancangan penelitian potong lintang dengan jumlah subjek 51 anak dari dua TK di Desa Seloharjo selama bulan Desember 2010. Desa Seloharjo dipilih karena termasuk daerah endemik GAKI, sumber data lengkap, dan bisa dijangkau. Penilaian dilakukan terhadap kadar tetes darah TSH (dengan ELISA) dan tingkat kecerdasan serta aspek (dengan Stanford-Binet). Analisis dengan uji kai-kuadrat dan uji regresi logistik.Hasil. Terdapat 39,2% responden termasuk hipertirotropinemia dengan rerata TSH 5,59 μUI/mL. Intelligency Quotient poin di bawah rata-rata 25,5% dengan rerata 96,8 poin. Anak hipertirotropinemia dengan IQ di bawah rata-rata 6 orang (30%) dengan rerata TSH 7,63 μUI/ml (kenaikan 1,38 kali) dan rerata IQ 81 poin. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar TSH dengan tingkat kecerdasan (p=0,553, RP=1,469, 95%IK 0,4-5,254) dan enam aspek kecerdasan (p>0,05). Hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel lain tidak memengaruhi tingkat kecerdasan, sedangkan untuk aspek penalaran aritmatika terbukti dipengaruhi oleh adanya anggota keluarga yang gondok (p=0,045, RP 8,448, IK95% 1,050-67,977).Kesimpulan. Hipertirotropinemia tidak terbukti memengaruhi tingkat dan aspek kecerdasan anak TK.
Profil Klinis dan Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Kawasaki Sita Ariyani; Najib Advani; Dwi Putro Widodo
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.79 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.385-93

Abstract

Latar belakang. Penyakit Kawasaki (PK) merupakan vaskulitis akut sistemik yang mempunyai predileksi pada arteri koroner terutama bayi dan anak balita. Kejadian 20%-40% kasus PK yang tidak diobati akan mengalami kelainan arteri koroner. Masalah PK di Indonesia saat ini masih banyak underdiagnosis dan terlambat didiagnosis, serta beberapa kasus overdiagnosis.Tujuan. Mengetahui profil klinis dan pemeriksaan penunjang PK pada anak di Indonesia.Metode: Penelitian deskriptif potong lintang. Data diperoleh dari rekam medis pasien berusia 0-18 tahun dengan diagnosis PK selama satu tahun di tiga rumah sakit di Jakarta dan Tangerang.Hasil. Didapatkan 66 subjek yang sesuai dengan diagnosis PK, 77% berusia balita dengan usia tersering 1-2 tahun. Anak lelaki dan perempuan berbanding 2:1. Seluruh subjek mengalami demam dengan gambaran klinis paling sering adalah perubahan bibir dan rongga mulut, seperti eritema, bibir pecah-pecah, lidah stroberi, dan eritema difus mukosa orofaring (100%); ruam polimorfik (89%); dan injeksi konjungtiva tanpa eksudat (88%). Gambaran klinis paling jarang adalah limfadenopati servikal unilateral (53%). Anemia dan leukositosis sering terjadi pada fase akut, sedangkan trombositosis mulai terjadi pada minggu kedua. Peningkatan LED dan CRP terjadi pada fase akut, tetapi pada 15% subjek peningkatan LED tidak disertai oleh peningkatan CRP atau sebaliknya. Hipoalbuminemia terjadi pada 70% subjek. Gambaran infiltrat pada foto toraks didapatkan 71% subjek. Aneurisma arteri koroner pada ekokardiografi saat awal diagnosis didapatkan 30% subjek. Sebagian besar merupakan aneurisma kecil, 3% aneurisma sedang, dan 1% aneurisma raksasa.Kesimpulan. Gambaran klinis sering selain demam adalah perubahan bibir dan rongga mulut, ruam polimorfik, dan injeksi konjungtiva tanpa eksudat, sedangkan yang jarang adalah limfadenopati servikal unilateral. Pemeriksaan LED dan CRP sebaiknya dilakukan bersamaan untuk mendukung diagnosis. Hipoalbuminemia dan gambaran infiltrat pada foto toraks mungkin dapat dipertimbangkan sebagai alat bantu diagnosis PK, namun masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya.
Manfaat Pemberian ASI Eksklusif dalam Pencegahan Kejadian Dermatitis Atopi pada Anak Anita Halim; Zakiudin Munasir; Rinawati Rohsiswatmo
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.76 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.345-52

Abstract

Latar belakang. Dermatitis atopi merupakan manifestasi penyakit alergi yang sering terjadi pada anak. Prevalens dermatitis atopi (DA) meningkat di seluruh dunia dengan awitan tersering pada usia 1 tahun pertama, cenderung relaps, dan diikuti allergic march hingga dewasa. Peran ASI dalam mencegah DA masih kontroversi. Studi mengenai hal ini belum banyak dilakukan di Indonesia.Tujuan. Mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif dalam mencegah DA pada anak.Metode. Desain kasus kontrol berpasangan dengan matching usia dan riwayat atopi keluargaHasil. Limapuluh empat pasang subjek kasus-kontrol berusia 7-24 bulan ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar kelompok kasus berusia 7-12 bulan, memiliki atopi keluarga, dengan awitan tersering pada usia 6 bulan pertama, dan predileksi pada wajah. Tidak terdapat perbedaan pola dan lama menyusui pada kelompok kasus dan kontrol. Manfaat ASI dalam mencegah DA pada anak belum terbukti (RO 0,867; IK95% 0,512-2,635; p 0,851).Kesimpulan. Penelitian ini belum dapat membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk mencegah DA pada anak.
Kejadian Demam dan Kadar IL-10 Serum Pasca Imunisasi DTwP/HepB Ketiga pada Bayi yang Mendapat dan Tidak Mendapat ASI Eksklusif Andri Firdaus; Alex Chairulfatah; Budi Setiabudiawan
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.427-32

Abstract

Latar belakang. Dilaporkan bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih jarang mengalami demam pasca imunisasi. Berbagai faktor yang berperan diantaranya adalah IL-10 yang banyak ditemukan dalam ASI.Tujuan. Membandingkan kejadian demam dan kadar IL-10 serum pasca imunisasi DTwP/HepB ketiga antara bayi yang mendapat dan tidak mendapat ASI eksklusif.Metode. Penelitian potong lintang dilaksanakan dari September–Desember 2012 melibatkan 70 bayi usia 4–6 bulan yang menerima imunisasi DTwP/HepB ketiga. Pengukuran suhu tubuh dilakukan sebelum, 30 menit, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam pasca imunisasi atau saat demam dilakukan oleh ibu yang telah dilatih. Kadar IL-10 serum diperiksa dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Analisis statistik dilakukan dengan uji chi-kuadrat Pearson dan Mann-Whitney.Hasil. Delapan dari 35 bayi yang mendapat ASI eksklusif (23%) dan 32 dari 35 bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (91%) mengalami demam pasca imunisasi (p<0,001; RP 0,25). Demam pasca imunisasi timbul lebih cepat pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Dari 24 bayi yang mengalami demam dalam 3 jam pasca imunisasi , 22 bayi (92%) tidak mendapat ASI eksklusif dan 2 bayi (8%) mendapat ASI eksklusif (p<0,001). Rata-rata suhu pada bayi yang mendapat ASI eksklusif 37,8 oC, sedangkan yang tidak mendapat ASI eksklusif 38,1 oC (p=0,033). Kadar IL-10 serum rata-rata bayi yang tidak mengalami demam pasca imunisasi 3,25 pg/mL, sedangkan yang mengalami demam 1,71 pg/mL (p<0,001). Kadar IL-10 serum rata-rata bayi yang mendapat ASI eksklusif 3,6 pg/mL, sedangkan yang tidak mendapat ASI eksklusif 1,1 pg/mL (p<0,001).Kesimpulan. Kemungkinan kejadian demam pasca imunisasi pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif adalah 4 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih cepat mengalami demam dengan suhu yang lebih tinggi. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif mempunyai kadar IL-10 serum yang rendah daripada bayi yang mendapat ASI eksklusif.
Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Reni Fahriani; Rinawati Rohsiswatmo; Aryono Hendarto
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.394-402

Abstract

Latar belakang. Air susu ibu merupakan nutrisi ideal untuk bayi. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 dan 2007 menunjukkan angka ASI eksklusif di Indonesia cenderung turun. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif.Tujuan. Mengetahui proposi ASI eksklusif pada bayi yang dilakukan IMD, dan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya.Metode. Penelitian potong lintang analitik dengan pengumpulan data melalui wawancara pada bulan Juni-September 2012. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki anak berusia 0-6 bulan yang datang ke Poliklinik Anak RS St. Carolus Jakarta. Analisis statistik dengan uji Kai kuadrat dan regresi logistik.Hasil. Dilakukan penelitian pada 120 subjek. Proporsi ASI eksklusif 75%, sebagian besar merupakan primipara (56,7%). Kelahiran secara spontan 65,8%. Subjek yang memiliki tingkat pendidikan tinggi 73,3% dan 59,2% merupakan ibu bekerja. Subjek yang termasuk ke dalam status sosial ekonomi tinggi 45%, sisanya berada di sosial ekonomi rendah (4,2%), dan menengah (50,8%). Sebagian besar subjek (73,3%) telah memperoleh konseling ASI. Faktor yang paling bermakna memengaruhi ASI eksklusif berturut-turut, yaitu faktor psikis ibu, dukungan keluarga, pengetahuan tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI.Kesimpulan. Proporsi ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD di RS St Carolus adalah 75%. Faktor yang terbukti memengaruhi pemberian ASI eksklsusif adalah faktor psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga, pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI.
Faktor Risiko yang Memengaruhi Kolonisasi Mikroflora Saluran Cerna Neonatus Kurang Bulan dengan Enterokolitis Nekrotikans Ratno Juniarto Marulitua Sidauruk; Idham Amir; Muzal Kadim; Mardjanis Said
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.763 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.353-60

Abstract

Latar belakang. Insiden enterokolitis nekrotikans (necrotizing enterocolitis,NEC) sekitar 1 per 1000 kelahiran hidup, dan 90% terjadi pada neonatus kurang bulan (NKB). Patofisiologi NEC belum jelas, salah satu penyebabnya diduga akibat kolonisasi mikroflora yang abnormal. Faktor risiko yang dapat memengaruhi kolonisasi mikroflora saluran cerna, yaitu cara persalinan, lama pemakaian antibiotik, dan tipe nutrisi.Tujuan. Mengetahui proporsi mikroflora pada NKB dengan dan tanpa NEC serta faktor risiko yang memengaruhi kolonisasi mikroflora saluran cerna NKB dengan NEC.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada NKB dengan NEC derajat II selama periode Maret-Oktober 2012. Dilakukan pemeriksaan tinja dengan quantitative realtime PCR untuk mendeteksi kolonisasi mikroflora B. lactis, L. acidophilus, Bifidobacterium sp., Lactobacillus sp., E. coli, C. difficile, dan K. pneumoniae.Hasil. Tigapuluh subjek NKB dengan NEC dan 10 subjek NKB tanpa NEC diikutsertakan dalam penelitian. Pada subjek NEC, K. pneumoniae terdeteksi dengan median proporsi 15,2%, Bifidobacterium sp. 13,4%, E. coli 1,0%, Lactobacillus sp. 0,1%, B. lactis 0,0%, C. difficile 0,0%, dan L. acidophilus 0,00% (0,0-1,8%). Pada subjek tanpa NEC, Bifidobacterium sp. terdeteksi dengan proporsi 29,5%, K. pneumoniae 0,9%, E. coli 0,3%, Lactobacillus sp. 2,3%, B. lactis 0,0%, C. difficile 0,0%, sedang L. acidophilus tidak terdeteksi. Tidak ditemukan perbedaan proporsi ketujuh mikroflora yang bermakna secara statistik pada NKB dengan NEC berdasarkan cara persalinan, lama mendapat antibiotik, dan tipe nutrisi (p>0,05).Kesimpulan. K.pneumoniae memiliki proporsi terbesar pada subjek NEC, sedangkan Bifidobacterium sp. pada subjek tanpa NEC. Cara persalinan, lama pemakaian antibiotik, dan tipe nutrisi tidak memengaruhi proporsi kolonisasi mikroflora saluran cerna subjek NEC.
Faktor Risiko Kebocoran Udara Pulmonal pada Neonatus yang Dirawat di Ruang Perawatan Neonatus Intensif Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang Afifa Ramadanti; Iman Hendarman
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.403-7

Abstract

Latar belakang. Kebocoran udara pulmonal (KUP) merupakan akumulasi udara di luar paru yang dapat terjadi secara spontan/idiopatik atau sekunder. Faktor risiko terjadinya KUP pada neonatus adalah penyakit membran hialin, ventilasi mekanik, aspirasi mekonium, sepsis, pneumonia, dan malformasi kongenital.Tujuan. Menentukan faktor risiko KUP pada neonatus yang dirawat di ruang perawatan neonatal intensif Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang (RPNI-RSMH).Metode. Studi kasus-kontrol dengan data rekam medis dari bulan Januari 2007 sampai Desember 2010. Kelompok kasus adalah neonatus dengan KUP dan kelompok kontrol adalah neonatus sehat yang disesuaikan terhadap jenis kelamin, usia gestasi, dan berat badan. Analisis dilakukan secara bivariat dan multivariat.Hasil. Didapatkan 37 kasus dan 111 kontrol. Terdapat hubungan bermakna antara KUP dengan ventilasi tekanan positif (OR 5,625, CI 3,914-8,085), bronkopneumonia (OR 5,625, CI 3,914-8,085), sepsis neonatorum (OR 5,269, CI 3,728-7,447) dan hernia diafragmatika (OR 4,265, CI 3,178-5,723).Kesimpulan. Ventilasi tekanan positif (VTP), bronkopneumonia, sepsis neonatorum dan hernia diafragmatika merupakan faktor risiko KUP pada neonatus

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2014 2014


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue